BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETEBATASAN, DAN REKOMENDASI. pertanggungjawaban pengelolaan APBD. Reviu memiliki peran yang penting karena

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis atas..., Desi Intan Anggraheni, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerbitkan serangkaian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara/daerah yang modern, menuntut peran Aparat Pengawasan Intern

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang masalah penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah gencarnya penerapan good governance di sektor publik sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian pertanggungjawaban

PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAN ASET HASIL PEMBANGUNAN UNTUK PENCAPAIAN OPINI YANG LEBIH BAIK

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN ANGGOTA V BPK RI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

Assalamualaikum Wr, Wb Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. anggaran Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17. berbunyi sebagai berikut : Ketentuan mengenai pengakuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan

KATA PENGANTAR REVIU LAPORAN KEUANGAN OLEH INSPEKTORAT

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

Assalamualaikum Wr, Wb Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

Sistem Pengendalian Internal dan Pemeriksaan Pengelolaan Tanggungjawab Keuangan Negara. Oleh : Lutfi Harris, M.Ak., Ak. Satuan Pengawasan Internal

BAB I PENDAHULUAN. Governance yang menjadi salah satu agenda reformasi sektor publik di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

Bab 1 PENDAHULUAN. kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya guna mewujudkan aspirasi masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah diterbitkan pada tanggal 17 Januari 2008. Hal ini merupakan salah satu bukti nyata bentuk keseriusan pemerintah untuk menata sistem pengawasan pengelolaan keuangan daerah dengan menempatkan tanggung jawab utama kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang bermuara pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 Pasal 33 ayat 3 dijelaskan bahwa aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada pemerintah daerah melakukan reviu atas laporan keuangan dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota. Isi pasal tersebut menegaskan bahwa tanggung jawab reviu untuk pemerintah daerah sepenuhnya didelegasikan kepada inspektorat provinsi/kabupaten/kota dengan pertanggungjawaban langsung kepada kepala daerah. Reviu merupakan salah satu dari fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh APIP, dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada kepala daerah sehubungan 1

2 dengan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu bagaimana organisasi perangkat daerah yang ada memenuhi dan menjalankan tanggung jawab atas dana yang diserahkan, apakah telah dilaksanakan dan dilaporkan sesuai peraturan dan ketentuan yang ada, yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja di masa mendatang. Agar informasi yang diberikan dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan, maka diperlukan reviu atas laporan keuangan yang merupakan sumber informasi utama kinerja keuangan. Laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari kepala daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, untuk dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), haruslah disertai dengan pernyataan tanggung jawab dari kepala daerah, yang berdasarkan Pasal 55 ayat (4) dan Pasal 56 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan kemudian diatur lagi pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, ditegaskan bahwa dalam menyampaikan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan tersebut hendaklah disertai dengan pernyataan tanggung jawab (PTJ). Pernyataan tanggung jawab bahwa laporan keuangan telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai (SPI), dan memberikan keyakinan kepada pengguna laporan keuangan tentang keandalan informasi yang terkandung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut memiliki makna dan tanggung jawab yang besar bagi pemberi pernyataan, terutama dalam hubungannya untuk

3 mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola keuangan yang baik. Pentingnya pernyataan tanggung jawab dari kepala daerah menyebabkan perlunya dasar yang kuat untuk mendukung pernyataan tersebut. Untuk itulah dilakukan reviu oleh inspektorat yang kemudian menghasilkan pernyataan telah direviu (PTD) sebagai dasar pertimbangan kepala daerah dalam membuat pernyataan tanggung jawab. Kewajiban untuk menyertakan hasil reviu laporan keuangan oleh inspektorat dalam laporan pertanggungjawaban kepala daerah kepada BPK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 18 ayat 2 yang berbunyi bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang disampaikan kepada BPK dilampiri dengan pernyataan tanggung jawab dan pernyataan telah direviu. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 19 ayat 1 yang berbunyi laporan hasil reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah wajib disertai dengan pernyataan telah direviu. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa proses reviu menjadi krusial untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan amanah peraturan perundang-undangan dan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Pentingnya pelaksanaan reviu menyebabkan peran inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah menjadi semakin besar dan memiliki nilai yang sangat strategis untuk dapat mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Oleh karenanya, pengimplementasian Permendagri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan

4 Keuangan Pemerintah Daerah harus menjadi fokus utama pimpinan dan para auditor inspektorat agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Arnes (2008) bahwa salah satu faktor penyebab buruknya kualitas laporan keuangan daerah adalah karena masih rendahnya peran inspektorat dalam melakukan fungsi pengawasannya sehingga laporan keuangan tidak memiliki kualitas yang baik sebelum diperiksa oleh BPK. Jika reviu atas laporan keuangan benar-benar dilaksanakan oleh inspektorat sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh Permendagri No. 4 Tahun 2008 maka kualitas laporan keuangan akan meningkat dan pengelolaan keuangan daerah yang baik akan tercipta. Di samping itu Wakil Ketua BPK RI dalam sambutannya pada saat peresmian pembukaan perwakilan BPK- RI Provinsi Sulawesi Barat pada tanggal 16 Desember 2008 juga mengatakan bahwa untuk memperbaiki opini WDP tersebut sudah seharusnya kepala daerah dan para kepala satuan kerja untuk menyusun rencana aksi (action plan) perbaikan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan daerah melalui penjaminan mutu (quality assurance) oleh pengawas intern. Salah satu caranya dengan menempatkan sumber daya manusia yang handal dan orang-orang terbaik di bidangnya untuk bekerja di inspektorat, agar pengawasan intern lebih berkualitas. Sebab keberhasilan suatu kegiatan dapat lebih terjamin jika pengawasan intern berjalan dengan baik. Ketua BPK RI, dalam sambutannya pada acara penganugerahan penghargaan BPK RI kepada instansi pemerintah pada tanggal 15 Januari 2009, juga menyampaikan bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK, diketahui salah satu penyebab masih rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah pusat dan

5 daerah adalah karena belum adanya perbaikan sistem pembukuan keuangan negara yang sesuai dengan paket tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 maupun dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Adapun paket tiga UU yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam hal ini Ketua BPK menyoroti kinerja inspektorat yang belum berfungsi sepenuhya sebagai pengawas internal pemerintah untuk dapat ikut serta membangun dan menata sistem pengelolaan keuangan negara dan pertanggungjawabannya. Pemerintah Kota Payakumbuh yang berada di Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu kota yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan pemerintah daerahnya. Opini ini bahkan didapatkan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Opini ini mengindikasikan bahwa masih terdapat permasalahan-permasalahan yang signifikan dalam penyajian informasi keuangan. Pemerintah Kota Payakumbuh belum mampu memenuhi karakteristik laporan keuangan yang baik dan benar menurut ketentuan SAP. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh BPK dalam laporan hasil pemeriksaan atas SPI nomor: 149/S/XVIII.PDG/97/2010 bahwa hasil reviu inspektorat atas laporan keuangan Pemerintah Kota Payakumbuh tahun anggaran 2009 belum memadai, BPK menyatakan bahwa prosedur dan laporan hasil reviu belum dapat mengungkap dan merekomendasikan perbaikan atas kondisi yang ditemukan sehubungan dengan

6 pengungkapan dalam calk atas akun kas pada bendahara pengeluaran tahun 2009, LRA TA 2009 yang menyajikan realisasi penggunaan SILPA yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, kesalahan dalam memberikan rekomendasi terkait pengakuan piutang pajak yang seharusnya merupakan piutang retribusi. Dalam hal ini BPK menyoroti ketidakmampuan Inspektorat Kota Payakumbuh pada saat melakukan reviu, yang tidak dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi, sehingga dengan alasan tersebut inspektorat dianggap tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya. Kesalahan dalam penyajian laporan keuangan pemerintah daerah diharapkan dapat dikurangi dengan adanya reviu, sehingga kualitas laporan keuangan dapat ditingkatkan. Reviu berbeda dengan audit operasional yang biasa dilakukan oleh auditor inpektorat. Untuk dapat melaksanakan reviu diperlukan keahlian khusus, Ritonga (2010) menyatakan bahwa pereviu harus paham akuntansi. Pemahaman akuntansi dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan formal maupun nonformal seperti pelatihan dan kursus singkat. Auditor/APIP yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi akan lebih mudah memahami akuntansi pemerintahan maupun SAP karena mereka telah memiliki ilmu dasar tentang akuntansi. Sementara pelatihan tentang akuntansi juga dapat membantu auditor dari latar belakang pendidikan yang berbeda untuk memahami SAP. Namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan yang ditemukan di Inspektorat Kota Payakumbuh. Berdasarkan informasi awal yang diperoleh dari Subbagian Kepegawaian Inspektorat Kota Payakumbuh, dari 35 orang pegawai inspektorat, hanya lima orang yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Dari keseluruhan pegawai tersebut hanya sekitar 15% yang pernah

7 mengikuti pelatihan mengenai akuntansi ataupun SAP. Hal ini disebabkan minimnya alokasi dana pengembangan sumber daya manusia yang ada di inspektorat. Keterbatasan ini mengakibatkan penugasan reviu dengan menempatkan auditor yang memiliki kompetensi teknis khususnya akuntansi tidak dapat dipenuhi setiap tahunnya. Kedudukan organisasi yang kurang independen dalam melaksanakan tugas, karena bertanggung jawab atas pelaksanaan keuangan daerah secara keseluruhan, terhadap kepala daerah juga mempengaruhi independensi dalam merumuskan hasil reviu. Dari uraian di atas terlihat bahwa reviu atas laporan keuangan yang dilaksanakan oleh inspektorat memiliki peran yang besar dalam membantu mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, dan tentunya melalui pengawasan keuangan daerah yang berkualitas. Dalam mekanisme pengelolaan APBD, sesungguhnya reviu merupakan komponen penting dari sistem peringatan dini (early warning system) yang diharapkan mampu mengurangi kekeliruan dalam menyajikan informasi keuangan. Dengan adanya Permendagri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah diharapkan dapat menjadi salah satu kekuatan bagi inspektorat untuk membantu penyajian informasi keuangan yang jujur. Namun sayangnya meskipun peraturan ini telah diberlakukan semenjak tahun 2008, inspektorat sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan reviu laporan keuangan dipandang belum sepenuhnya mampu menjalankan perannya sebagaimana yang diharapkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan

8 BPK yang menyoroti ketidakprofesionalan Inspektorat Kota Payakumbuh dalam melaksanakan reviu laporan keuangan daerah. Berdasarkan hasil diskusi awal dengan beberapa orang auditor di Inspektorat Kota Payakumbuh, didapatkan informasi bahwa masih banyak auditor yang kurang memahami tentang akuntansi khususnya SAP. Maka didasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti proses pelaksanaan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh Inspektorat Kota Payakumbuh. 1.2. Rumusan Masalah Reviu laporan keuangan mulai diberlakukan pada tahun 2008 dan diharapkan dapat membantu peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah, sehingga dapat membuka jalan bagi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pertanggungjawaban pengelolaan APBD. Reviu memiliki peran yang penting karena hasil reviu merupakan dasar bagi kepala daerah untuk membuat pernyataan tanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan daerah yang dipercayakan kepadanya. Masalah yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini adalah fenomena peran inspektorat yang belum optimal dalam melaksanakan reviu atas laporan keuangan sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan tersebut, sehingga penting untuk ditelusuri bagaimana proses pelaksanaan reviu di Inspektorat Kota Payakumbuh.

9 1.3. Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah di atas dapat diturunkan jadi pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Berapakah indeks kesesuaian pelaksanaan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh Inspektorat Kota Payakumbuh dengan pedoman pelasanaan reviu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2008? 2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh Inspektorat Kota Payakumbuh? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Menghitung tingkat kesesuaian pelaksanaan reviu atas laporan keuangan daerah oleh Inspektorat Kota Payakumbuh dengan pedoman pelaksanaan reviu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2008. 2. Menentukan dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh Inspektorat Kota Payakumbuh dalam melaksanakan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah.

10 1.5 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi/masukan untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan agar pelaksanaan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh inspektorat menjadi lebih berkualitas. b. Bagi inspektorat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas reviu di Kota Payakumbuh agar dapat terlaksana sesuai dengan peraturan yang ada c. Bagi akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti khususnya dan bagi bidang ilmu akuntansi sektor publik umumnya. Memberikan tambahan metode/alat yang bisa digunakan oleh inspektorat dalam melakukan reviu laporan keuangan daerah 1.6 Sistematika Penulisan Secara garis besar penelitian ini dibagi ke dalam 7 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN LITERATUR

11 Bagian ini memuat uraian terhadap tinjauan literature, landasan teori yang menjelaskan dasar hukum pelaksanaan reviu atas laporan keuangan daerah, pengertian reviu laporan keuangan daerah, dan konsep pelaksanaan reviu atas laporan keuangan daerah. BAB III : LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL OBJEK PENELITIAN Bagian ini menjelaskan secara deskriptif tentang objek penelitian. Disamping itu bagian ini juga menjelaskan secara kontesktual aplikasi teori-teori atau konsep-konsep yang dimuat di studi literatur di lingkungan di mana organisasi yang menjadi objek penelitian berada. Tujuan dari bagian ini adalah mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik objek penelitian terkait dari perspektif teori-teori atau konsep-konsep yang digunakan di bab tinjauan literatur. BAB IV : RANCANGAN PENELITIAN Rancangan penelitian berisi pembahasan mengenai pendekatan penelitian, unit analisis dan responden pengambilan data, sumber dan metode pengumpulan data, serta analisis data yang akan dilakukan. BAB V : PEMAPARAN TEMUAN INVESTIGASI KASUS Bab ini menjelaskan tentang temuan-temuan dalam proses investigasi di lapangan yang menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian.

12 BAB VI : ANALISIS DAN DISKUSI HASIL INVESTIGASI KASUS Bab ini memuat tentang analisis terhadap temuan investigasi kasus menurut landasan teori yang telah ditentukan sebelumnya BAB VII: RINGKASAN, SIMPULAN, KETEBATASAN, DAN REKOMENDASI Bagian ini memuat ringkasan mengenai latar belakang, metode dan hasil penelitian. Di samping itu juga memuat simpulan yang menunjukkan bagaimana hasil temuan yang diperoleh dan relevansinya dengan tujuan dan pertanyaan penelitian. Bagian ini juga menjelaskan keterbatasan penelitian menurut sudut pandang keilmuan dan efektivitas penelitian ini untuk menjawab masalah yang dihadapi. Rekomendasi dalam bab ini merupakan aksi praktikal secara organisasional atau manajerial yang dapat dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari temuan dan diskusi.