2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan K

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 68 AHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

2016, No f. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, sudah tidak sesuai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkun

2016, No Hidup dan Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan; Mengingat : 1.

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini; e. bahwa berdasarkan pertimbangan s

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.21/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 26 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

2016, No Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107/M-IND/ PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian (Berita N

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.24/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

No.1323, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Air Limbah Domestik. Baku Mutu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/MENLHK-SETJEN/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri mengatur ketentuan mengenai Baku Mutu Air Limbah; b. bahwa Air Limbah Domestik yang dihasilkan dari skala rumah tangga dan usaha dan/atau kegiatan berpotensi mencemari lingkungan, sehingga perlu dilakukan pengolahan Air Limbah sebelum dibuang ke media lingkungan; c. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

2016, No.1323-2- Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Air Limbah adalah air sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan. 2. Air Limbah Domestik adalah Air Limbah yang berasal dari aktivitas hidup sehari-hari manusia yang berhubungan dengan pemakaian air. 3. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam Air Limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan. 4. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan

-3-2016, No.1323 dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. 5. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL. 6. Daya Tampung Beban Pencemaran Air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. 7. Alokasi Beban Pencemaran Air adalah besaran beban pencemar yang masih diperbolehkan untuk dibuang atau besaran beban pencemar yang harus diturunkan di wilayah administrasi dan/atau DAS dari masing-masing sumber pencemar. 8. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. 9. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 10. Titik Penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu lindi. 11. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2016, No.1323-4- 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan acuan mengenai Baku Mutu Air Limbah Domestik kepada: a. Pemerintah Daerah provinsi dalam menetapkan Baku Mutu Air Limbah Domestik yang lebih ketat; b. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dalam menerbitkan izin lingkungan, SPPL dan/atau izin pembuangan Air Limbah; dan c. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan Air Limbah Domestik dalam menyusun perencanaan pengolahan Air Limbah Domestik, dan penyusunan dokumen lingkungan hidup. Pasal 3 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan Air Limbah Domestik wajib melakukan pengolahan Air Limbah Domestik yang dihasilkannya. (2) Pengolahan Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara: a. tersendiri, tanpa menggabungkan dengan pengolahan Air Limbah dari kegiatan lainnya; atau b. terintegrasi, melalui penggabungan Air Limbah dari kegiatan lainnya ke dalam satu sistem pengolahan Air Limbah. (3) Pengolahan Air Limbah secara tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib memenuhi Baku Mutu Air Limbah tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Pengolahan Air Limbah secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib memenuhi Baku Mutu Air Limbah yang dihitung berdasarkan ketentuan

-5-2016, No.1323 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Baku Mutu Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) setiap saat tidak boleh terlampaui. Pasal 4 (1) Terhadap pengolahan Air Limbah Domestik, wajib dilakukan pemantauan untuk mengetahui pemenuhan ketentuan Baku Mutu Air Limbah. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memenuhi ketentuan persyaratan teknis antara lain: a. menjamin seluruh Air Limbah Domestik yang dihasilkan masuk ke instalasi pengolahan Air Limbah Domestik; b. menggunakan instalasi pengolahan Air Limbah Domestik dan saluran Air Limbah Domestik kedap air sehingga tidak terjadi perembesan Air Limbah Domestik ke lingkungan; c. memisahkan saluran pengumpulan Air Limbah Domestik dengan saluran air hujan; d. melakukan pengolahan Air Limbah Domestik, sehingga mutu Air Limbah Domestik yang dibuang ke sumber air tidak melampaui Baku Mutu Air Limbah Domestik; e. tidak melakukan pengenceran Air Limbah Domestik ke dalam aliran buangan Air Limbah Domestik; f. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji Air Limbah Domestik dan koordinat titik penaatan; dan g. memasang alat ukur debit atau laju alir Air Limbah Domestik di titik penaatan. (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun secara tertulis yang mencakup: a. catatan Air Limbah Domestik yang diproses harian;

2016, No.1323-6- b. catatan debit dan ph harian Air Limbah Domestik; dan c. hasil analisa laboratorium terhadap Air Limbah Domestik yang dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. (4) Hasil pemantauan sebagaimanan dimaksud pada ayat (3) dilaporkan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur, Menteri dan instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 5 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan Air Limbah Domestik, wajib memiliki prosedur operasional standar pengolahan Air Limbah Domestik dan sistem tanggap darurat. (2) Dalam hal terjadi pencemaran akibat kondisi tidak normal, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran kepada bupati/walikota, dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. Pasal 6 Dalam hal setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak mampu mengolah Air Limbah Domestik yang dihasilkannya, pengolahan Air Limbah Domestik wajib diserahkan kepada pihak lain yang usaha dan/atau kegiatannya mengolah Air Limbah Domestik. Pasal 7 (1) Pihak lain yang usaha dan/atau kegiatannya mengolah Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib memiliki izin lingkungan dan izin

-7-2016, No.1323 pembuangan Air Limbah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara perizinan lingkungan dan perizinan pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 8 (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan dan mengelola sarana dan prasarana pengolahan Air Limbah Domestik yang berasal dari skala rumah tangga. (2) Penyediaan dan pengelolaan sarana dan prasarana pengolahan Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan badan usaha. (3) Penanggung jawab sarana dan prasarana pengolahan Air Limbah Domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memenuhi ketentuan: a. memiliki izin lingkungan atau SPPL; b. memiliki izin pembuangan Air Limbah; dan c. Baku Mutu Air Limbah Domestik tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan lingkungan atau SPPL, dan perizinan pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Pemerintah Daerah provinsi dapat menetapkan Baku Mutu Air Limbah Domestik daerah yang lebih ketat. (2) Dalam menetapkan Baku Mutu Air Limbah Domestik yang lebih ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah provinsi wajib melakukan kajian ilmiah yang memuat paling sedikit:

2016, No.1323-8- a. ketersediaan teknologi paling baik yang ada untuk mengolah Air Limbah Domestik; b. karakteristik Air Limbah Domestik; c. daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air; dan d. nilai Baku Mutu Air Limbah Domestik baru. Pasal 10 (1) Daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dihitung dengan memperhatikan laporan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang terdiri dari: a. inventarisasi jenis dan jumlah Air Limbah Domestik di wilayah administrasinya; b. inventarisasi jenis dan jumlah Air Limbah Domestik yang diproses di pengolahan Air Limbah Domestik; c. inventarisasi teknologi pengolahan Air Limbah Domestik; dan d. pengawasan terhadap pemrosesan Air Limbah Domestik, pengolahan Air Limbah Domestik dan pemenuhan Baku Mutu Air Limbah Domestik. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Daerah provinsi dengan tembusan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Pasal 11 Baku Mutu Air Limbah Domestik yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, wajib digunakan oleh Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam menerbitkan izin lingkungan dan/atau izin pembuangan Air Limbah, kecuali diperoleh Baku Mutu Air Limbah Domestik lain yang lebih ketat melalui hasil kajian dokumen lingkungan.

-9-2016, No.1323 Pasal 12 (1) Menteri dan/atau Pemerintah Daerah provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap penerapan ketentuan Baku Mutu Air Limbah Domestik. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Menteri dapat memberikan mandat kepada eselon I di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan b. Pemerintah Daerah provinsi dapat memberikan mandat kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup tingkat provinsi. (3) Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi Baku Mutu Air Limbah Domestik. Pasal 13 Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku: a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik;dan b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, Lampiran XLIII Usaha dan/atau kegiatan Perhotelan, Lampiran XLIV huruf A bagi Kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Lampiran XLVI tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Domestik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun... Nomor...), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2016, No.1323-10- Agar setiap mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2016 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA

-11-2016, No.1323 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/Menlhk-Setjen/2016 BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK TERSENDIRI Parameter Satuan Kadar maksimum* ph 6 9 BOD mg/l 30 COD mg/l 100 TSS mg/l 30 Minyak & lemak mg/l 5 Amoniak mg/l 10 Total Coliform jumlah/100ml 3000 Debit L/orang/hari 100 Keterangan: *= Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan, arena rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api,terminal dan lembaga pemasyarakatan. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA

2016, No.1323-12- LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/Menlhk-Setjen/2016 PENGHITUNGAN BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK TERINTEGRASI Penentuan Baku Mutu Air Limbah Domestik pada instalasi pengolahan Air Limbah terintegrasi dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: 1. Debit Air Limbah paling tinggi Debit Air Limbah paling tinggi adalah jumlah debit tertinggi Air Limbah Domestik senyatanya (bila ada) atau berdasarkan prakiraan dari masingmasing kegiatan dan Air Limbah dari kegiatan lainnya, seperti yang dinyatakan dalam persamaan berikut: Q max Keterangan Qmax : Debit Air Limbah paling tinggi, dalam satuan m 3 /waktu Qi : Debit Air Limbah Domestik paling tinggi dari kegiatan i, dalam satuan m 3 /waktu Qm : Debit Air Limbah paling tinggi dari kegiatan m, dalam satuan m 3 /waktu 2. Kadar Air Limbah gabungan paling tinggi Penentuan kadar paling tinggi pada parameter yang sama dapat ditentukan dengan cara sederhana, yaitu dengan menggunakan metoda neraca massa dengan perhitungan sebagai berikut: C max

-13-2016, No.1323 Keterangan Cmax Ci Qi Cn : kadar paling tinggi setiap parameter, dalam satuan mg/l : Kadar paling tinggi setiap parameter dalam Baku Mutu Air Limbah Domestik untuk kegiatan i, dalam satuan mg/l : Debit paling tinggi Air Limbah domestic kegiatan i, dalam satuan m 3 /waktu : Kadar paling tinggi setiap parameter dalam Baku Mutu Air Limbah untuk kegiatan n, dalam satuan mg/l Qn : Debit paling tinggi Air Limbah kegiatan n, dalam satuan m 3 /waktu Untuk kadar parameter yang berbeda: 1. Parameter dari salah satu kegiatan lain yang tidak diatur di dalam Baku Mutu Air Limbah Domestik dalam lampiran I Peraturan Menteri ini maka parameter tersebut wajib ditambahkan dalam Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan dalam izin. 2. Dalam hal terdapat Parameter yang sama dari beberapa kegiatan lain yang tidak diatur di dalam Baku Mutu Air Limbah Domestik dalam lampiran I Peraturan Menteri ini maka parameter tersebut wajib ditambahkan dalam Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan dalam izin dengan kadar yang paling ketat. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA