PENGECUALIAN MONOPOLI DAN/ATAU PEMUSATAN KEGIATAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA Tiara Oliviarizky Toersina 1), Anik Tri Haryani 2) 1),2) Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract Exclusion of Badan Usaha Milik Negara (BUMN) contained in Article 51 of Act No. 5 of 1999 eventually lead to legal issues related to the issues of justice in the application of the law. The spirit of the Act No. 5 of 1999 to create a healthy competition for all businesses to be reduced by the exclusion of Badan Usaha Milik Negara (BUMN) from the provisions of Act No. 5 of The business is Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tend to hide behind Article 51 of Act No. 5 of Badan Usaha Milik Negara (BUMN) is often a monopoly because positioned itself as a part of the state or government. And if further review, the position of Badan Usaha Milik Negara (BUMN) are not different from the company. The only difference is the ownership of shares. The price is expensive and rare products feared could harm consumers of Badan Usaha Milik Negara (BUMN) are concerned as stipulated in Act No. 8 of Keywords : Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Monopoly and/or Concentration of Activity, Act No. 5 of 1999, Consumer Protection, Act No. 8 of 1998. PENDAHULUAN Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan serta mencapai puncaknya pada tahun 1998 yang kemudian diperburuk dengan kondisi perekonomian dunia yang semakin buruk (L. Budi Kagramanto, 2008 : 3). Perekonomian Indonesia saat itu tengah mengalami berbagai tantangan, antara lain berupa inflasi, instruktur ekonomi, defisit neraca pembayaran, kebutuhan pangan yang belum tercukupi, serta terjadinya struktur pasar monopoli. Dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) tahun terakhir, beberapa pelaku usaha banyak atau bahkan acapkali melakukan berbagai perbuatan yang secara jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha tidak sehat. Terutama karena penguasa pada masa itu sering memberikan perlindungan ataupun priveleges kepada para pelaku usaha tertentu sebagai bagian dari praktek-praktek kolusi, korupsi, kroni, dan nepotisme. Dengan memonopoli suatu bidang, berarti terbuka kesempatan untuk mengambil keuntungan sebesarbesarnya bagi kepentingan sendiri. Pada waktu itu, penyelenggaraan ekonomi nasional kurang memperhatikan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Adapun Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pada tahun 1999, Negara Republik Indonesia mengeluarkan produk PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..115
hukum baru tentang antimonopoli dan persaingan usaha, yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut sebagai Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang tertuang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817) yang diundangkan pada 5 Maret 1999 dan mulai diberlakukan setahun kemudian pada 5 Maret 2000. Dibandingkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bisnis yang sudah ada sebelumnya, 1999 mempunyai dampak langsung terhadap pelaku usaha karena mengatur kegiatan atau tingkah laku pelaku usaha. Guna memaknai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, maka perlu ditelaah terlebih dahulu mengenai asas dan tujuan dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun Asas dari 1999 diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita yang telah diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut bagi pelaku usaha juga merupakan level playing field (tingkat usaha) untuk berusaha, bersaing secara sehat, serta mempermudah untuk masuk dalam pangsa pasar tertentu (L. Budi Kagramanto, 2008 : 11 12). Secara umum, tujuan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut adalah untuk menjaga kelangsungan persaingan antara pelaku usaha itu sendiri dengan cara menghapuskan serta mencegah adanya pembatasan pada usaha-usaha sektor swasta maupun sektor publik yang dapat menimbulkan monopoli atau merugikan proses persaingan usaha yang sehat. Sedangkan secara yuridis, tujuan dari dibentuknya undang-undang persaingan usaha tersebut diatur dalam Pasal 3 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni : 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Jika dikaji lebih lanjut, ternyata persaingan usaha seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak hanya menekankan visinya pada aspek kompetisi (bersaing) saja, tetapi undang-undang anti monopoli kita juga membawa visi sebagai suatu behaviour of conduct dalam tatanan dunia usaha, termasuk di dalamnya adalah untuk melindungi konsumen di tanah air (L. Budi Kagramanto, 2008 : 12 13). Karena pada dasarnya, hukum persaingan usaha dan perlindungan terhadap konsumen saling memiliki keterkaitan. Benang merah antara persoalan monopoli dengan perlindungan konsumen adalah untuk mencegah terjadinya perpindahan kesejahteraan konsumen kepada kesejahteraan produsen secara tidak fair (Ade Maman Suherman, 2005 : 97). PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..116
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mempunyai 2 (dua) unsur larangan, yaitu praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan secara substansi, 1999 mengatur mengenai 3 (tiga) larangan pokok, yakni perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan larangan yang berkaitan dengan posisi dominan. Pada dasarnya, persaingan dalam mekanisme pasar berlaku bagi setiap pelaku usaha tanpa terkecuali. Namun, meskipun memberikan perlindungan hukum, kepastian hukum, serta kesempatan yang sama pada setiap pelaku usaha, Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga memberikan pengecualiannya, antara lain terdapat dalam Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang Dasar Nomor 5 Tahun Pengecualian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdapat dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada akhirnya menimbulkan permasalahan hukum terkait dengan permasalahan keadilan dalam penerapan hukumnya. Semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk menciptakan persaingan yang sehat bagi semua pelaku usaha menjadi tereduksi dengan dikecualikannya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari ketentuan Terkait dengan adanya pengecualian terhadap monopoli dan/atau pemusatan kegiatan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa sebagian besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merasa bebas dari hukum persaingan usaha. Para pelaku usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cenderung berlindung dibalik Pasal 51 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap melakukan monopoli karena memposisikan diri sebagai bagian dari negara atau pemerintah. Padahal apabila ditinjau lebih lanjut, kedudukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak berbeda dengan perseroan. Yang berbeda hanyalah mengenai kepemilikan saham. Dalam posisi seperti itulah maka terjadinya harga yang mahal dan produk yang langka dikhawatirkan diakibatkan oleh penyalahgunaan posisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sangat mungkin terjadi dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana yang diatur dalam Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian fakta tersebut, maka dapat disimpulkan mengenai rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara mutlak mengecualikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999? 2. Apakah dampak negatif yang dirasakan oleh konsumen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan adanya pengecualian kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999? Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan tujuan : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengecualian kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Pasal 51 2. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan konsumen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan adanya pengecualian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..117
Undang-Undang Nomor 8 Tahun Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat : 1. Mengkaji dan memberikan pemahaman mengenai prinsipprinsip hukum persaingan usaha dalam kaitannya pengecualian kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Pasal 51 2. Mengkaji dan memberikan pemahaman mengenai prinsipprinsip hukum perlindungan konsumen dalam kaitannya perlindungan konsumen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan adanya pengecualian kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat : Sebagai bahan pembelajaran bagi para akademisi, praktisi hukum, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan permasalahan mengenai pengecualian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdapat dalam Pasal 51 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta perlindungan konsumen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan adanya pengecualian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun Metode Penelitian Pendekatan Masalah Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Fakta yang ada dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan yang masih berlaku. Kemudian setelah metode pendekatan undang-undang (statute approach) digunakan, selanjutnya yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dalam penulisan ini, pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan adalah pandanganpandangan dan doktrin-doktrin di dalam hukum persaingan usaha terkait dengan pengecualian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdapat dalam Pasal 51 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta pandangan-pandangan dan doktrindoktrin di dalam hukum perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 terkait dengan perlindungan konsumen. Bahan Hukum Untuk memecahkan suatu rumusan masalah, diperlukan adanya sumbersumber penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai kekuasaan. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan, dan putusan-putusan hakim. Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini, antara lain 1999 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun Selain menggunakan bahan- PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..118
bahan hukum primer, penelitian ini juga menggunakan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, serta komentar-komentar para ahli atas putusan pengadilan. Terutama yang berkaitan dengan pengecualian kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdapat dalam Pasal 51 1999 serta perlindungan konsumennya. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Prosedur pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan kategorisasi. Sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dikategorikan. Selanjutnya, sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dikategorikan tersebut berdasarkan cara studi kepustakaan. Apabila berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahasa dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan. Analisa Bahan Hukum Apabila berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahasa dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Monopoli Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pengertian monopoli secara umum adalah jika ada satu pelaku usaha (penjual) ternyata merupakan satusatunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu yang tidak mempunyai barang substitusi (pengganti). Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, definisi monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Dari pengertian tersebut terdapat unsurunsur yang dapat dikategorikan sebagai monopoli, yaitu : 1. Adanya penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa atas penggunaan jasa tertentu. 2. Dilakukan oleh satu pelaku usaha dan/atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan untuk pengertian praktek monopoli terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pengertian praktek monopoli dalam ketentuan tersebut mengandung 4 (empat) hal yang mendasar, yakni antara lain : 1. Adanya pemusatan kekuatan ekonomi. 2. Pemusatan kekuatan tersebut berada pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi. 3. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. 4. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut merugikan kepentingan umum. Dengan adanya beberapa kriteria, monopoli dapat dibedakan menjadi 2 (dua) variasi, antara lain : 1. Monopoli alamiah (natural monopoly). Pandangan masyarakat dalam menilai perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mempunyai PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..119
posisi monopoli dan posisi dominan di suatu pangsa pasar tertentu terbagi menjadi 2 (dua) bagian. Pandangan yang pertama menilai perusahaan yang memonopoli barang atau jasa tertentu melanggar Undang- Undang Nomor 5 Tahun Pandangan yang kedua adalah pandangan masyarakat yang menilai bahwa perusahaan yang memonopoli dan mempunyai posisi dominan terhadap barang atau jasa tertentu belum tentu melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena harus dinilai dari perilaku perusahaan tersebut untuk mencapai posisi monopoli dan posisi dominan tersebut apakah diraih dengan cara-cara yang melanggar hukum (unfair competition) atau secara alamiah mencapai posisi itu dengan menerapkan efisiensi dalam pengelolaan perusahaannya. Pandangan yang kedua ini seringkali diartikan sebagai monopoli alamiah (natural monopoly) yang muncul secara alamiah tanpa rekayasa sebagai konsekuensi logis dari perkembangan dan tuntutan pasar yang bebas dan terbuka. Jadi, monopoli alamiah (natural monopoly) ini memang didasarkan pada keunggulannya dalam pasar, sementara pasar itu sendiri tetap terbuka untuk dimasuki oleh pesaing-pesaing lain. 2. Monopoly by law atau monopoly by regulation (monopoli karena undang-undang). Monopoli ini diwujudkan dan berkembang melalui pemerintah. Pemerintah memberikan hak monopoli kepada suatu perusahaan tersebut dengan dasar undang-undang. Pemberian hak monopoli tersebut dilakukan pemerintah terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun mendapat hak monopoli atas barang atau jasa tertentu melalui undang-undang, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak diperbolehkan melakukan praktek monopoli. Penguasaan Negara atas Cabang- Cabang Produksi yang Penting bagi Negara dan Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penguasaan negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan hukum yang melegitimasi pemerintah untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas nama negara terhadap hampir seluruh sumber perekonomian. Penguasaan tersebut tidak dapat diartikan bahwa negara memiliki dan mempunyai kebebasan sebesarbesarnya untuk mengatur sendiri tanpa sedikitpun membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk turut menyelenggarakan. Negara menguasai dapat lebih ditekankan pada arti sebagai pengatur atau pengontrol. Sebab kata dikuasai tidak harus berarti penguasaan atas sesuatu, tetapi lebih pada pelaksanaan pengelolaan sumbersumber perekonomian yang harus dikontrol oleh negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penguasaan negara bukanlah dalam arti memiliki cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, namun terbatas pada penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak untuk kesejahteraan rakyat banyak dengan tetap membuka PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..120
kemungkinan kerjasama dengan pihak swasta. Dengan penerapan sistem ekonomi tersebut, negara berperan sebagai regulator untuk mengeluarkan seperangkat peraturan perundangundangan kepada pihak swasta atau badan hukum dalam penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, selain itu negara juga bertindak sebagai operator dalam penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003. KESIMPULAN 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai monopolist merupakan akibat dari adanya monopoli alamiah (natural monopoly) dan monopoli yang diberikan oleh undang-undang (monopoly by law atau monopoly by regulation). 2. Menurut Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang dilarang bukan monopoli oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melainkan perilaku pelaku usaha yang melakukan praktek monopoli. SARAN 1. Pemerintah diminta untuk secara tegas dan jelas menetapkan arah kebijakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengimplimentasikan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, serta memperkuat kebijakan yang bertujuan untuk melindungi konsumen. 2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hendaknya senantiasa konsisten dalam menangani perkara pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya terhadap Pasal 51. Terlebih lagi dengan tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Pasal 35 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan kebijakan pemerintah yang dinilai dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. DAFTAR BACAAN Amirizal, Hukum Bisnis (Risalah Teori dan Praktek), Djambatan, Jakarta, Fuady, Munir, Hukum Anti Monopoli : Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya Bakti, Bandung,, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Cet. II, Bandung 2005. Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008. L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha), Srikandi, Surabaya, 2008., Mengenal Hukum Persaingan Usaha (Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999), Cet. I, Laros, Surabaya, 2008. Lubis, Andi Fahmi, dkk, Hukum Persaingan Usaha : Antara Teks dan Konteks, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Oktober, 2009. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007. Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Cet. II, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 Usman, Rahmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..121
Yani, Ahmad dan Gunawan Wijaya, Anti Monopoli, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 1998. PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN : Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemennya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. PENGECUALIAN MONOPOLI DAN..122