BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

Perkembangan Sepanjang Hayat

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah yang dalam masa perkembangannya berada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Tindak: kekerasan seksual kian marak terjadi di sekitar kita saat ini. Hampir

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. khususnya olahraga prestasi. Olahraga prestasi yang dimaksud dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

SURVEY KEMAMPUAN MOTORIK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH SE-KECAMATAN TAMAN SIDOARJO TAHUN AJARAN DIDIK CAHYO WICAKSONO ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan bakat olahraganya. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan ilmu keolahragaan karena UKM olahraga memiliki pelatih yang berpengalaman di bidangnya. Pada Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga UMP ini terdapat 9 divisi yaitu sepak bola, futsal, bola voli, bola basket, tenis meja, tenis lapangan, catur, sepak takraw dan bulutangkis. Selain dapat mengeksplorasi kemampuan dalam bidang olahraganya, mahasiswa juga dapat belajar berorganisasi yang sehat dan mahasiswa juga akan mendapat pengalaman yang lebih jika ikut dalam kepengurusan atau struktur organisasi yang ada pada UKM tersebut. Mahasiswa yang mempunyai bakat dan kemampuan dalam bidang olahraga, mempunyai prestasi, dan olahragawan yang terlatih kekuatan, ketangkasan, dan kecepatannya akan diikutsertakan dalam pertandingan. Mahasiswa yang tergabung dalam UKM olahraga tersebut adalah mahasiswa yang usianya berada pada perkembangan tahap remaja. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang nampak jelas adalah perubahan fisik, yaitu tubuh berkembang 1

2 pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, 1987& ingersoll, 1989). Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tidak ada habisnya mengenai seks. Mereka bertanya-tanya apakah mereka memiliki daya tarik seksual, bagaimana caranya berperilaku seks, dan bagaimana kehidupan seksual mereka di masa depan. Sebagian besar remaja, bahkan termasuk remaja yang berusaha mengembangkan identitas seksual yang matang, sejauh yang teramati oleh orang dewasa selalu mengalami masa-masa disaat mereka merasa rentan dan bingung dalam perjalanan kehidupan seksualnya. Seksual remaja melibatkan suatu orientasi seksual (apakah individu memiliki ketertarikan terhadap sesama atau lawan jenis kelamin), dan hal itu juga melibatkan berbagai aktivitas, minat, dan gaya perilaku. Sebuah studi yang melibatkan 470 anak muda Australia yang duduk di kelas X dan XII, menemukan adanya variasi dalam sikap dan praktik seksual diantara mereka. Buzwell & Rosenthal, 1996 (dalam Santrock, 2007). Koentjoro (1993) mengatakan bahwa kematangan organ-organ seksual baik primer maupun sekunder pada remaja terjadi akibat adanya perubahan hormonal dan secara psikis menimbulkan dorongan seksual yang menyebabkan rasa ingin tahu semakin intens pada masalah-masalah seksual.

3 Akhir-akhir ini berbagai fenomena perilaku negatif sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari pada remaja. Melalui surat kabar atau televisi dijumpai kasus-kasus remaja usia dini hingga usia remaja seperti pelecehan baik itu pelecehan fisik, verbal, mental, bahkan pelecehan seksualpun sudah dilakukan remaja. Pelecehan seksual dalam berbagai bentuknya mulai dari komentar yang berkonotasi seksual, kontak fisik secara tersembunyi misalnya memegang, sentuhan kebagian tubuh tertentu hingga ajakan yang dilakukan secara terangterangan dan serangan seksual (Santrock, 2007). Terdapat dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya, individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang (Calhoun & Acocella, 1990). Individu dalam mengontrol perilaku melibatkan tiga hal, yaitu : dengan sengaja, pilihan antara dua perilaku yang bertentangan dalam artian satu pihak perilaku menawarkan kepuasan dengan segera sedangkan perilaku yang lainnya menawarkan ganjaran jangka panjang, serta memanipulasi stimulus, agar satu perilaku yang kurang mungkin dilakukan dapat dilakukan dengan perilaku lain yang lebih mungkin dilakukan (Calhoun dan Acocella, 1990)

4 Dalam sebuah studi ditemukan bahwa 85 % dari perempuan kelas VIII hingga kelas XI melaporkan bahwa mereka sering mengalami pelecehan seksual (American Association of University Women, 1993). Disamping itu prosentase laki-laki yang menyatakan bahwa mereka juga mengalami pelecehan seksual juga cukup mengejutkan (terdapat 75 %). Komentar-komentar, gurauan, bahasa tubuh, dan penampilan yang berkonotasi seksual adalah bentuk-bentuk yang paling umum dari pelecehan. Kehidupan masyarakat yang kompleks membuat semakin besar resiko terjadinya perilaku pelecehan seksual termasuk dikalangan remaja yang tergabung di dalam organisani UKM Olahraga. Perilaku pelecehan seksual bisa dialami dan dilakukan baik itu remaja putra maupun remaja putri. Berdasarkan hasil observasi dan interview pada remaja di UKM Olahraga, sebagian besar informan beranggapan bahwa perilaku pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk cara mereka bergaul, menciptakan keakraban, suatu hal biasa, sebatas bercanda dan tidak perlu dipersoalkan. Pelecehan seksual yang dominan terjadi adalah lelucon jorok, cubitan. Selain itu, berupa siulan menggoda, lelucon bersifat menghina, bahasa bersifat mengancam, melihat atau memandangi seseorang dari atas kebawah atau sebaliknya, merangkul yang terdapat dalam aspek pecehan seksual yaitu aspek perilaku dan aspek situasional. (observasi & interview, 9-10 Desember 2015). Selain itu atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu

5 melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidakmampuannya dalam menahan keinginan dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui pelecehan seksual. (Collier,1992). Berdasarkan hasil tersebut perlu adanya kontrol pada diri remaja terkait dengan perilaku seksual, karena setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengontrol perilakunya. Dalam diri seseorang terdapat suatu sistem pengaturan diri (self regulation) yang memusatkan perhatian pada pengontrolan diri (self control). Proses ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan mengendalikan perilaku (Gahari, 2004). Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi dalam dirinya. Remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah tidak mampu mengatur dan mengarahkan dorongan-dorongan dari dalam dirinya sendiri. Sedangkan remaja yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan mampu mengatur dan mengarah dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Mereka mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya, serta mampu memilih tindakan dan melakukannya dengan meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Kontrol diri merupakan bagian yang penting dari remaja sebagai pengontrol dorongan dan keinginan yang berasal dari dalam. Remaja yang kontrol dirinya rendah cenderung berperilaku negatif, tidak mampu mengontrol perilaku-perilaku negatif sehingga dapat melakukan pelecehan seksual.

6 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh bagaimana hubungan kontrol diri dengan pelecehan seksual. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka peneliti mengambil judul Hubungan antara Kontrol Diri dengan Pelecehan Seksual pada Remaja di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwokerto. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan pelecehan seksual pada remaja di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwokerto? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dengan pelecehan seksual pada remaja di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwokerto. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang perkembangan psikologi khususnya psikologi perkembangan serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

7 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi remaja agar lebih meningkatkan wawasan tentang pengetahuan seks, sehingga dalam menjalin keakraban dengan lawan jenis tidak melanggar norma yang berlaku.