PERGESERAN KEWENANGAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN: STUDI MENGENAI PERANAN CAMAT SEBAGAI KONSEKUENSI DARI PERUBAHAN UU.

dokumen-dokumen yang mirip
T E S I S. Disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum. O l e h : S U H A R T O NIM. R.

PENEGAKAN HUKUM DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN BATANG T E S I S

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara.

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN

PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PEMBINAAN OLEH CAMAT TERHADAP PEMERINTAHAN DESA PUDAK KABUPATEN MUARO JAMBI

Sumarma, SH R

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN FUNGSI PEMBINAAN CAMAT TERHADAP APARATUR DESA DI KECAMATAN GALELA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. instan tanpa memperdulikan adanya norma yang sudah diatur Negara, maka

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang Retribusi Pasar, maka tugas yang diemban oleh Dinas Pengelolaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini disajikan uraian mengenai metode penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research),

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

III. METODOLOGI PENELITIAN. cara-cara yang akan digunakan bersifat operasional dari kegiatan yang akan

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang menjadi objek penelitian sebagaimana adanya, tanpa maksud. mengkomprasikan atau membandingkan.

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif,

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud penelitian kualitatif adalah metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasar Undang-Undang telah ditetapkan sebagai kewenangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Metode Penelitian dan Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. data yang ada dalam ini adalah upaya guru PAI dalam pengembangan. data untuk memberi gambaran penyajian laporan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB 3 METODE PENELITIAN. yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

Moleong (2012: 6) mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan lokasi di Panti asuhan ini

IMAM MUCHTAROM C

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan adalah sebuah pembagian wilayah administratif negara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Hal ini didasarkan atas tujuan penelitian yang ingin mengetahui dan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN KLAIM DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI WANA ARTHA LIFE SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB III METODE PENELITIAN. KH.Drs. Muhammad Qoyyim Ya qub dan lewat beliau Tarekat Syadziliyah

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB III METODE PENELITIAN

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sacara umum penelitian ini bertujuan untuk mengamati, mengkaji,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berlangsung selama 40

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. keinginan penulis yang berusaha semaksimal mungkin yang didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh desa dan adat istiadat desa tersebut. Dilihat dari asal katanya, desa

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB III METODE PENELITIAN

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAGA KEUANGAN JASA SYARIAH

PELAKSANAAN JAMSOSTEK UNTUK KECELAKAAN KERJA DI PTP NUSANTARA IX ( PERSERO ) PG. PANGKA DI KABUPATEN TEGAL

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dikemukakan tentang prosedur penelitian yang berkaitan

PERAN KOPERASI UNIT DESA DALAM MEMBERIKAN KREDIT DI KALANGAN MASYARAKAT KLATEN (Studi Di KUD JUJUR Karangnongko)

Zakat (Studi Pada BAZNAS Kabupaten Kolaka Utara) maka peneliti akan. menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di

TESIS. Disusun Oleh : Much. Nur Daim. NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. HalinisesuaidenganpendapatSugiyonoyangmendeskripsikan penelitian kualitatif sebagai berikut: 69

BAB III METODE PENELITIAN. Majalengka adalah suatu penelitian untuk mengkaji sejauh mana siswa terlibat

BAB III METODE PENELITIAN. dan Taylor (Moleong, 2000:3) penelitian kualitatif adalah prosedur

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PERGESERAN KEWENANGAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN: STUDI MENGENAI PERANAN CAMAT SEBAGAI KONSEKUENSI DARI PERUBAHAN UU. No. 5/1974, UU. No. 22/1999, UU. No. 32/2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN PEKALONGAN T E S I S Disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum O l e h : BAMBANG SUPRIYADI NIM. R.100030013 PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM UIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS) 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai perwujudan tujuan nasional bangsa Indonesia pada intinya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional yang dilaksanakan pada hakekatnya mencakup semua aspek kehidupan manusia yang dilakukan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan serta menyeluruh ke seluruh pelosok tanah air. Agar pembangunan nasional sesuai dengan sasaran, maka pelaksanaannya dapat diarahkan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kegiatan pembangunannya sendiri. Pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional mencakup seluruh segi kehidupan masyarakat, sudah barang tentu memerlukan pengorganisasian pemerintah yang mampu mengikuti perkembangan jaman. Pelaksanaan pembangunan yang ditujukan demi kemakmuran rakyat tersebut, penyelenggaraannya dilakukan menyeluruh sampai ke pelosok daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing, dengan kata lain bahwa negara memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi. Dalam gerak pelaksanaannya sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian sekarang 1

2 undang-undang tersebut telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang tersebut dalam substansinya juga mengalami perubahan, namun pada esensinya tetap menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua unsur pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. 1 Kebijakan desentralisasi melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah secara eksplisit memberikan kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, kewenangan ini mencakup semua bidang pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam undang-undang. Desentralisasi yang kini berkembang di Indonesia, harus dilihat sebagai bagian dari langkah koreksi terhadap model politik lama-sentralisasi. Sebagai sebuah koreksi, sudah tentu politik desentralisasi harus berhadapan dengan masalah-masalah warisan yang berakar lama. Desentralisasi sebagai sebuah jalan baru, tentulah tidak 1 Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintahan Daerah, Setneg, Jakarta, hal. 3.

3 sebagaimana membalikan telapak tangan, Ada banyak masalah, ada banyak kendala dan ada banyak dinamika yang terjadi. Resistenti kekuatan lama adalah salah satu kendala penting dalam proses realisasi pembaharuan. Patut diakui bahwa kita tidak cukup punya pengalaman dalam menyikapi berbagai kendala yang berkembang, dan juga memberikan respon terhadap peluang yang muncul. Berbagai persoalan yang kini mengemuka, seperti konflik antar Kabupaten dan Propinsi, dan juga sikap Pemerintah pusat yang tidak sepenuh hati menyerahkan kewenangan pada daerah, merupakan bagian penting dari dinamika desentralisasi yang harus dipandang seksama, sebab kegagalan pemberian sikap terhadap perkembangan tersebut, bukan tidak mungkin hanya akan menghasilkan arus balik yang merugikan perubahan. Dalam konteks ini dibutuhkan banyak referensi untuk bisa belajar bagaimana mensikapi gerak desentralisasi menuju arah kebaikan dan tidak menimbulkan kegoncangan dan masalah-masalah baru. 2 Implementasi kebijakan otonomi daerah tersebut mendorong terjadinya perubahan secara struktural, fungsional dan kultural dalam keseluruhan tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial adalah yang berkenaan dengan kedudukan, kewenangan, tugas dan fungsi Camat. 2 Abdul Azis, Desentralisasi Pemerintahan Pengalaman Negara-Negara Asis.2003, Pustaka Amanah, Bantul Yogyakarta, hal. 5.

4 Perubahan paradigmatik penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, mengakibatkan pola distribusi kewenangan Camat menjadi sangat tergantung pada pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota, sehingga berimplikasi terhadap optimalisasi peran dan kinerja Camat dalam upaya pemenuhan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu pergeseran kewenangan Camat dari Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tersebut penulis tinjau dari tiga aspek yaitu aspek pergeseran paradigmatis otonomi daerah, aspek kewenangan Camat baik yang atribusi maupun delegasi, serta aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk itu penulis berusaha mengungkap pergeseran kewenangan Camat tersebut melalui penelitian dengan menggunakan metode deduktif, analisis kualitatif serta pendekatan sosio-legal. Dilihat dari perjalanan sejarah pembentukan daerah di Indonesia yang diawali dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 1 tahun 1945, dan dalam perkembangan selanjutnya diatur dengan UU No. 22 tahun 1948, UU No. 1 tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, dan sekarang diatur dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dari berbagai undang undang tersebut sudah barang tentu Wewenang, fungsi, dan tugas Pemerintahan Daerah secara yuridis membawa konskwensi yang berbedabeda dan berubah ubah. Fenomena aktual yang muncul adalah kewenangan

5 daerah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 telah membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di era otonomi yaitu dengan dilaksanakannya asas Desentralisasi, dan ini merupakan konsekwensi dari bentuk Pemerintah Daerah Otonom yang secara teoritis memang harus memberikan keleluasaan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri guna memberikan pelayanan kepada masyarakat hal ini dimaksudkan agar Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas pemerintahan dan kewajibannya lebih terfokus pada upaya peningkatan pelayanan, taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. 3 Untuk menjamin mekanisme penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang lebih berhasil guna dan berdaya guna di Kabupaten Pekalongan perlu ditumbuh kembangkan keserasian pelimpahan kewenangan Camat sebagai perangat daerah yang mempunyai wilayah tertentu, maka dengan pemberian kewenagan, fungsi dan tugas camat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang sesuai dengan pergeseran paradigmatik otonomi daerah yang disebabkan oleh perubahan undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa Kepala Wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam 3 Djaenuri Aries, 2000, Organisasi Pemerintahan Daerah, UT, Jkt.hal. 2.1

6 wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa Kewenangan Camat hanya berdasarkan pelaksanaan tugas pelimpahan kewenangan, dan dalam perkembangannya sekarang ini dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan Camat disamping tugas pelimpahan kewenangan juga memiliki kewenangan Atribusi. Berdasarkan hal tersebut maka kami akan meneliti masalah Pergeseran Kewenangan Camat yang diakibatkan dari perubahan paradigmatik peraturan perundang-undangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Pekalongan berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1974, Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. B. Permasalahan Guna mengetahui pergeseran kewenangan Camat mulai dari Undangundang nomor 5 tahun 1974, Undang-undang nomor 22 tahun 1999, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Pekalongan, permasalahan yang timbul dan menjadi bahan kajian dalam penelitian ini ialah : 1. Apakah yang menyebabkan pergeseran kewenangan Camat berdasarkan UU No. 5/1974, UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004? 2. Bagaimana kewenangan Camat berdasarkan UU No. 5/1974 dan UU No. 22/1999?

7 3. Bagaimana kewenangan Camat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui pergeseran kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dan Undang-Undang Nomr 22 tahun 1999. b. Mengetahui pelaksanaan kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999. c. Mengetahui pelaksanaan kewenangan Camat setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004. 2. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat (kegunaan) sebagai berikut : a. Terhadap aspek ilmu pengetahuan hasil penelitian ini dapat menjadi khasanah/wacana baru dalam pemahaman kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat antara lain :

8 1). Sebagai salah satu bahan referensi dalam penyusunan pedoman pelaksanaan Kewenangan Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah. 2). Sebagai acuan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan. 3). Sebagai tambahan wacana dalam rangka meningkatkan pemberdayaan kelembagaan dan Tatalaksana melalui penerapan kewenangan Camat. 4). Sebagai sumbangan pemikiran yuridis normatif maupun sosiologis kepada penyelenggara pemerintahan daerah baik bagi kalangan eksekutif maupun legislatif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sehingga diharapkan mampu menumbuhkan pemahaman kewenangan Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan manfaat penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi dan masyarakat secara luas sehingga pada akhirnya mampu memperluas akselerasi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. D. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Pada penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang diangkat, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan sociolegal, karena dalam study kewenangan Camat ini disamping dipelajari

9 peraturan-peraturan perundangan yang berlaku juga diteliti bagaimana fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Camat dalam norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional, meneliti dan mengamati peraturan perundangan yang berlaku secara positifistis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta pendekatan secara sosiologis yaitu bahwa apakan pergeseran kewenangan Camat berimplikasi terhadap pelayanan masyarakat sebagai variabel sosial yang empirik. Pergeseran Kewenangan Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974, Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004, baik ditinjau dari sisi kewenangan maupun aspek yuridis lainnya, dalam penulisan ini secara lebih spesifik menggunakan pendekatan interaksional makro yaitu tentang Kewenangan camat dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang berkaitan dengan sistem Otonomi Daerah. 2. Instrumen Penelitian Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpul data,analisis,penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil

10 penelitiannya. 4 Sebagai instrumen utama penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti adalah merupakan instrumen kunci (key instrument). Penelitilah yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak berstruktur dan hasil catatan. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia yang mempunyai perasaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. 5 3. Informan Kunci Untuk memperoleh data yang diperlukan secara akurat, sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa informan kunci yang utama adalah peneliti itu sendiri. Akan tetapi dari pengamatan ataupun wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap obyek yang diteliti terkadang belum cukup. Oleh karena itu dipergunakan teknik sampling yang disebut snow ball sampling artinya memaparkan kepada anggota sample siapa saja yang menjadi teman terdekatnya. Kepada teman terdekat itu ditanyakan lagi siapa terdekatnya. Demikian seterusnya sehingga akan diperoleh informasi dari sejumlah sampel yang relatif besar, dalam study Pergeseran Kewenangan Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ini informan kunci selain dari peneliti, adalah dari pejabat Eksekutif dan legislatif serta Tokoh 4 Lexy Melong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 121 5 S. Nasution,1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif,Transito,Bandung,hal.9

11 masyarakat pemerhati Pergeseran Kewenangan Camat dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Pekalongan. 4. Analisis data Analisis data adalah proses penyusunan data data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan dalam pola, tema atau kategori. 6 Dalam penelitian ini penulis mempergunakan analisa kualitatif. Dalam penelitian kualitatif analisa data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Untuk analisa kualitatif ini ada bermacam-macam cara yang dapat diikuti. Tidak ada salah satu ketentuan yang dapat dijadikan pegangan bagi semua penelitian. Salah satu cara yang dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah berikut yang masih sangat bersifat umum yakni induksi dan display data,mengambil kesimpulan dan verifikasi. 7 Untuk menguji hipotesa tentang Pergeseran Kewenangan Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Pekalongan analisis data kualitatif, yaitu mengolah data kualitatif sehingga dapat diambil kesimpulan atau makna yang valid serta memenuhi metode syarat ilmiah dengan melalui tahapan Reduksi data ( data yang diperoleh di 6 Nasution.S. Op.cit., hal. 126 7 Ritzer. George. Op.Cit. hal. 31.

12 lapangan ditulis dalam bentuk uraian laporan yang terinci dan seterusnya kemudian dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan, pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya, dibuat laporan yang merupakan bahan mentah kemudian direduksi dengan susunan yang sistematis, sehingga lebih mudah dikendalikan ). Tahap analisis selanjutnya adalah Display data dengan cara dibuat matrik, grafik, networks dan chart, sehingga peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan data detail. 5. Validasi Data Agar data atau informasi yang diperoleh dapat menjadi valid, maka data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang halhal yang sama dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini mencegah bahaya subyektifitas, Metode ini sering disebut Triangulasi. 8 8 Ibid, hal. 11.

13 6. Metode pengumpulan data Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pekalongan dengan pertimbangan bahwa Pergeseran Kewenangan Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974, Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 berlaku secara umum di seluruh wilayah Indonesia, namun lokasi tersebut dipilih karena penulis bekerja di lingkungan ini sehingga diharapkan dapat dilakukan penelitian secara partisipatip oleh peneliti secara baik, cermat dan akurat. Metode pengumpulan data primer yang dikumpulkan adalah jumlah dan jenis-jenis Kewenangan Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah serta produk-produk hukum yang dihasilkan mulai dari berlakunya undang-undang nomor 5 Tahun 1974 sampai dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan hingga dilakukannya penelitian ini. Data sekunder dihimpun dari Kantor Kecamatan, Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan ( Bagian Hukum, Organisasi dan Bagian Pemerintahan ), sekretariat DPRD Kab. Pekalongan serta dari lembaga lain non pemerintah pemerhati masalah Pergeseran Kewenangan Camat dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Pekalongan.

14 7. Proses Penyimpulan hasil Penelitian Sejak mulanya berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan, untuk mencari pola, thema, hubungan, persamaan, halhal yang sering timbul, hipotesis, dsb. Jadi data yang diperoleh sejak mulanya mengambil kesimpulan, kesimpulan itu pada mulannya sangat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan itu akan menjadi lebih grounded. E. Sistematika dan Pertanggungjawaban Penulisan Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab, yang tersusun secara berurutan dari bab pertama sampai bab terakhir, yang satu sama lain terdapat keterkaitan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Substansi tesis ini diawali dengan memaparkan latar belakang masalah yang mengungkapkan bahwa Pergeseran Kewenagan Camat akibat adanya perubahan undang-undang sebagai efek perubahan sistem politik dalam proses Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah belum dapat dipahami secara utuh, pemahaman kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dalam pelaksanaan otonomi daerah mempengaruhi pelaksanaan tugas Camat dalam melaksanakan kegiatan di wilayah kerjanya, karena sementara ini kewenangan Camat masih dipandang sebagai

15 penguasa tunggal di wilayah, melalui perubahan peraturan perundangundangan sudah barang tentu tugas pokok dan fungsi Camat juga akan mengalami perubahan yang mendasar, hal ini merupakan persoalan yang sangat kompleks dan bersifat komprehensif. Oleh karena itu dalam penulisan ini tidak dapat dibahas secara menyeluruh, melainkan studi ini difokuskan dalam tiga permasalahan utama yang diuraikan dalam rumusan masalah sebagai pertanyaan penelitian yaitu pertama apakah yang menyebabkan pergeseran kewenangan, bagaimana kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan bagaimana kewenangan Camat setelah berlakunya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 di Kabupaten Pekalongan. Selanjutnya dalam bab I diuraikan pula tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, sistimatika dan pertanggungjawaban penelitian, untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan teori sebagai dasar dalam melakukan analisa dari hasil penelitian, yang didiskripsikan dalam kerangka teoretik meliputi Perubahan hukum (UU), kekuasaan, kewenangan, kedudukan dan Peranan serta teori-teori yang berkaitan dengan substansi penulisan disajikan pula teori-teori sumber kewenangan yang didiskripsikan dalam bab II. Selanjutnya dalam Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan/analisis yang menguraikan deskripsi obyek penelitian yaitu kewenangan Camat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan UU. No. 5/ 1974, UU. No. 22/ 1999 dan UU. No. 32/ 2004 tentang Pemeritahan Daerah. Sedangkan Bab IV merupakan analisis

16 teoretik tentang Kewenangan Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Pekalongan. Dari hasil kajian yang telah penulis lakukan secara yuridis normatif maupun sosiologis ditemukan fakta bahwa kewenangan Camat belum diterapkan secara penuh baik pelaksanaan tugas atributif maupun pelimpahan kewenangan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kemampuan pemahaman terhadap penelaahan suatu peraturan dari masing-masing individu Camat maupun budaya hukum yang berlaku pada masyarakat, serta aspek peraturan di daerah belum mampu mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan yang ada. Pada akhir dari penulisan ini disajikan bagian penutup yang merangkum bab-bab sebelumnya yang berisi Kesimpulan dari seluruh pembahasan, disamping itu juga diajukan pula rekomendasi terhadap pihakpihak yang terkait dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya Camat sebagai pelaksana tugas Atributif maupun tugas-tugas pelimpahan kewenangan, sehingga diharapkan dapat terwujud kewenangan Camat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

17