1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap anak apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan memilih dilahirkan dalam keluarga yang harmonis, hangat, dan penuh kasih sayang. Keluarga demikian adalah dambaan semua anak di dunia. Tapi sayangnya, anak tidak dapat memilih siapa yang akan menjadi orang tuanya. Saat anak lahir, anak harus menerima siapapun yang menjadi orang tua anak. anak tidak menginginkan memiliki orang tua yang tidak harmonis dan mengalami perceraian. Masa remaja adalah awal masa transisi, usia remaja sekitar 14 hingga 17 tahun. Awal masa remaja biasanya disebut sebagai usia belasan bahkan disebut usia yang tidak menyenangkan istilah belasan tahun yang secara populer dihubungkan dengan pola perilaku khas dari remaja yang menunjukan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku yang matang selama remaja (Hurlock, 1999) Setiap perceraian orang tua, menjadikan anak sebagai korban utama. Efek merugikan pada tumbuh kembang anak dengan orang tuanya bercerai sangat luas. Studi yang dilakukan peneliti Universitas Wisconsin Madison menyimpulkan, bahwa anak dengan orang tua bercerai memiliki prestasi yang tertinggal jatuh dibanding teman-teman sebayanya dalam bidang sosial. Para remaja juga lebih mungkin menderita kecemasan, stres dan rendah diri. Kim (dalam Nurlaila, 2011)
2 menyatakan bahwa efek merugikan pada anak-anak sudah dimulai sebelum orang tua memulai proses perceraian. Kasus perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan berkeluarga. Peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam. Kasus ini menimbulkan stres, tekanan, dan menimbulkan perubahan fisik dan mental. Keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, orang tua dan anak. Kasus perceraian di Amerika Serikat dan Inggris setiap tahunnya meningkat. Menurut hasil beberapa penelitian, hampir 60% kasus perceraian di Amerika Serikat dan 75% di Inggris melibatkan anakanak. Meski sudah ada ketentuan dan undang undang tentang pihak siapa yang bertanggung jawab atas diri anak dalam kasus perceraian itu,namun kenyataannya sering pihak ibu yang mencapai 90% mengambil alih tanggung jawab itu (Dagun, 2002). Anak tidak membayangkan kehidupan sekompleks orang dewasa seperti perceraian. Pada perkembangan jiwa remaja mengalami hambatan apabila orang tua sedang mengalami permasalahan dalam rumah tangga maka secara tidak langsung anak juga ikut merasakan. Riyana (2010) melakukan penelitian di kota Bandung pada anak yang berasal dari keluarga broken home karena hubungan orang tua yang harmonis (tidak bercerai) dengan keluarga broken home struktural atau keluarga broken home karena orang tuanya bercerai. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah baik remaja yang berasal dari keluarga broken home yang disebabkan karena keluarga tidak harmonis namun tidak bercerai maupun remaja yang berasal
3 dari keluarga yang orang tuanya bercerai memiliki konsep diri negatif dilihat dari pengetahuan tentang diri yang tidak teratur, harapan terhadap diri yang tidak realistis dan penilaian tentang diri yang rendah. Di kota Salatiga, data perceraian tiap tahunnya meningkat. Tahun 2009 data yang tercatat perceraian mencapai 797, tahun 2010 jumlah 887, dan jumlah tahun 2011 meningkat hingga 897. Gugatan untuk mengajukan perceraian terbanyak dilakukan oleh pihak istri. Dari penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa perceraian dan perpisahan orang tua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi perkembangan remaja sehingga membutuhkan persepsi tertentu mengenai kehidupan perkawinan dimasa yang akan datang. Peneliti bertujuan untuk mengetahui persepsi remaja korban perceraian terhadap pernikahan di kota Salatiga 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan peneliti sebagai bagaimana persepsi remaja yang orang tuanya bercerai terhadap pernikahan?.
4 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi remaja yang orang tuanya bercerai terhadap pernikahan. 1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat antara lain sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat Teoritik: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan kehidupan psikologis remaja korban perceraian bahwa perceraian membuat dampak negatif dalam diri remaja dalam teori Dagun (2002). b. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagai penelitian selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas. 1.4.2. Manfaat Praktis : a. Bagi orang tua, diharapkan agar para orang tua lebih memikirkan anak dalam menjaga hubungan dalam keluarga dengan cara saling menghargai, pengertian, penuh dengan kasih sayang dan tidak bertengkar didepan anak sehingga dapat dipersepsi anak adalah anak yang tumbuh dalam keluarga yang harmonis. b. Bagi peneliti selanjutnya, Penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya dengan keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti maka,
5 diharapkan adanya penelitian lanjutan yang diharapkan dapat mengungkap lebih banyak tentang dampak perceraian terhadap kehidupan remaja. 1.5. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab yaitu : Bab I : Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. Bab II : Kajian Teori yang berisi pengertian pernikahan, tujuan pernikahan, penyebab perceraian, pengertian remaja, ciri-ciri remaja, persepsi remaja terhadap perceraian. Bab III : Metode Penelitian, yang berisi jenis penelitian, subjek penelitian, tahap-tahap penelitian, tahap pelaksanan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV : Hasil Analisis Dan Pembahasan yang berisi persiapan dan pelaksanan penulisan, pengumpulan data, sintetis hasil penelitian dan pembahasan. Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan, saran untuk orang tua, subjek dan dan peneliti selanjutnya.