BAB VI PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa ada hubungan positif persepsi terhadap budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Semakin positif persepsi terhadap budaya organisasi, maka semakin tinggi kepuasan kerja karyawan demikian juga sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Adapun persepsi budaya organisasi memberikan sumbangan sebesar 12,39 % terhadap kepuasan kerja karyawan. B. Saran Saran yang dapat diberikan setelah melihat hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kepuasan kerja pada karyawan PT Barlow Tyrie Indonesia berada pada kategori sedang dan persepsi terhadap budaya organisasi pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut PT Barlow Tyrie Indonesia disarankan agar dapat mempertahankan penilaian dan penerimaan karyawan yang positif terhadap nilai-nilai dan peraturan yang berlaku di perusahaan, sehingga karyawan dapat merasakan kepuasan dalam bekerja. PT Barlow Tyrie Indonesia mampu mempertahankan
kecenderungan untuk tidak meninggalkan pekerjaan. Persepsi yang positif terhadap budaya organisasi akan mendorong timbulnya perilaku individu, dalam hal ini adalah kepuasan kerja karyawan. Artinya ketika seorang individu dapat dengan baik memahami budaya kerja dilingkunganya maka individu tersebut akan merasa puas terhadap dirinya maupun pekerjaanya. Disisi lain, persepsi positif terhadap budaya organisasi ditandai dengan adanya penerimaan terhadap setiap budaya yang berlaku dalam suatu perusahaan dimana karyawan berada. Persepsi positif terhadap budaya organisasi akan menghindarkan karyawan dari adanya ketidakpuasan dalam bekerja karena adanya penerimaan terhadap setiap nilai yang berlaku di dalam suatu perusahaan. Octaviana (2011, h.103) dalam penelitiannya menyatakan Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pada karyawan, hal ini berarti bahwa karyawan melakukan pekerjaan secara terus menerus dan selalu mencari cara untuk bekerja secara lebih efektif. Karyawan selalu diperlakukan secara adil oleh perusahaan dan perusahaan yang memandang penting setiap karyawan lainnya sehingga akan meningkatkan kepuasan kerja. Makin dalam nilai-nilai budaya yang ada diserap, dimengerti dan diterapkan pada organisasi maka akan berpengaruh pada makin kuatnya organisasi tersebut. Penelitian lain yang dilakukan Aswan (2014, h. 128) mendapatkan hasi serupa yaitu adanya hubungan yang positif persepsi budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja cenderung menampilkan perilaku yang positif
yang secara efektif dapat memberikan kontribusi pada seluruh fungsi organisasi. Wulansari (2012, h. 8) pada hasil penelitian menemukan hubungan yang positif antara budaya organisasi dan kepuasan kerja karyawan pada PT Pelindo IV Makassar. Jika nilai budaya organisasi dinaikkan, maka akan menyebabkan kenaikan kepuasan kerja. Jadi semakin kuat budaya organisasi yang terapkan oleh perusahaan maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sangadji (2009, h. 63) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kepuasan kerja terefleksikan pada perencanaan, kerjasama, komunikasi, pelatihan dan pengembangan, imbalan, pengambilan keputusan, pengambilan resiko, praktik manajemen, motivasi bekerja, keikhlasan, disiplin dan menghargai waktu dan semangat. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 12,39%. Sisanya sebesar 87,61% dari faktor-faktor lain seperti sikap kerja, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, promosi jabatan dan kenaikan gaji. Pada variabel persepsi terhadap budaya organisasi diperoleh Mean Empirik sebesar 148,58, Mean Hipotetiknya sebesar 105 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 6,66. Dengan demikian hasil Mean Empirik persepsi budaya organisasi lebih besar Mean Hipotetik, hal ini mengindikasikan bahwa persepsi terhadap budaya organisasi tergolong pada kategori tinggi. Dengan artian bahwa karyawan PT Barlow Tyrie
Indonesia pada dasarnya telah menerima setiap kebijakan yang berlaku di dalam perusahaan dan menganggap bahwa setiap nilai-nilai yang berlaku di organisasi sesuai dengan keinginan dari karyawan tersebut. Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel kepuasan kerja diperoleh Mean Empirik sebesar 68,10, Mean Hipotetiknya sebesar 57,5 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 2,50. Dengan demikian hasil Mean Empirik kepuasan kerja karyawan lebih besar Mean Hipotetik, hal ini mengindikasikan bahwa kepuasan kerja pada kategori sedang (cenderung baik). Dengan artian bahwa karyawan PT Barlow Tyrie Indonesia cukup merasakan kenyamanan dalam bekerja. Seperti halnya dengan adanya keserasian antara apa yang diterima oleh karyawan dari perusahaan dengan apa yang diberikan kepada perusahaan. Disisi lain, berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa terdapat karyawan yang merasakan ketidakpuasan dalam bekerja. Ketidakpuasaan ini berkaitan dengan munculnya keluhan terhadap pekerjaan yang mereka kerjakan, gaji yang dianggap kurang sesuai dengan harapan karyawan, situasi kebersamaan di tempat kerja yang kurang dekat satu dengan yang lain dan kurangnya pengawasan kerja yang dilakukan perusahaan sehingga karyawan merasa bahwa hal tersebut jelas membuat karyawan bekerja dengan tidak maksimal. Jika peneliti menilik lebih dalam lagi terkait kedua hal tersebut yakni pada saat karyawan mengisi skala penelitian dan hasil wawancara didapatkan hasil yang berbanding terbalik dimana berdasarkan olah data yang berkaitan dengan kepuasan kerja tergolong dalam kategori sedang
(cenderung baik), sedangkan hasil wawancara karyawan merasakan ketidakpuasaan dalam bekerja atau dengan kata lain karyawan melakukan fakingood dengan pemikiran bahwa pengisian skala penelitian yang dilakukan, kemungkinan merupakan evaluasi dari perusahaan dan akan mempengaruhi posisi kerja mereka di perusahaan, meskipun sudah ada penjelasan tentang hal ini. Bentuk fakingood yang dikakukan karyawan ini berkaitan dengan pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja dan penyelia. Kelima hal tersebut merupakan aspek dari kepuasan kerja itu sendiri. Indikasi yang berkaitan dengan fakinggood karyawan salah satunya adalah pekerjaan itu sendiri. Muncul keluhaan dari karyawan seperti pekerjaan yang mereka kerjakan cukup berat, memiliki resiko atau kecelakaan kerja yang tinggi, tanggung jawab pekerjaan yang banyak tidak sesuai dengan jumlah karyawan yang mengerjakan. Hal tersebut jelas menunjukan bahwa setiap karyawan jauh dari arti kepuasan kerja, artinya karyawan tidak merasakan kepuasan yang berhubungan dengan pekerjaan yang harus mereka kerjaan. Selanjutnya, berkaitan dengan gaji yang diterima, karyawan merasa bahwa apa yang mereka berikan kepada perusahaan tidak sesuai dengan apa yang perusahaan berikan pada mereka, gaji dianggap tidak sesuai dengan harapan karyawan dan gaji yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gaji dapat mempengaruhi seberapa besar tingkat kepuasan karyawan dalam bekerja, apabila gaji yang diterima sudah sesuai dengan apa yang sudah dikerjakan untuk perusahaan maka karyawan tersebut dapat dikatakan
puas dalam bekerja. Namun, apabila gaji yang diterima tidak sesuai dengan apa yang dilakukan untuk perusahaan maka akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Kemudian banyak karyawan yang mengeluh tentang jenjang karir mereka di perusahaan. Promosi memberikan peranan penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan oleh setiap karyawan. Banyak karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun, namun belum pernah mendapatkan promosi jabatan diperusahaan. Karena dengan promosi karyawan berharap hal tersebut bentuk kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menjabat suatu jabatan yang lebih tinggi di perusahaan. Dengan demikian, promosi akan memberikan kepuasan kerja karyawan yang akan semakin meningkat. Selain itu juga ditemukanya adanya disharmonisasi hubungan antar karyawan di lingkungan kerja. Hubungan yang kurang baik antar rekan kerja tersebut memunculkan suasana kurang nyaman di likungan kerja dan rasa saling tidak percaya antar karyawan. Perusahaan ataupun manajemen harus lebih memperhatikan kebutuhan karyawannya, dalam hal ini adalah hubungan antar rekan kerja. Perusahaan dituntut mampu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, dengan dimilikinya hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. Jika kepuasan kerja terpenuhi, karyawan akan bekerja optimal dan hal tersebut dapat menguntungkan perusahaan. Berkaitan dengan penyelia atau dengan kata lain adalah fungsi pengawasan didalam ruang lingkup pekerjaan. Karyawan merasa bahwa
pengawasan di tempat kerja cukup rendah, mereka berkerja dengan alatalat kerja yang memiliki potensi kecelakaan kerja yang cukup tinggi, seperti mesin gergaji kayu, pisau pahat kayu dan mesin potong almunium. Apabila fungsi pengawasan dapat dijalankan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para karyawan, maka karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja dan merasakan kepuasan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan Nasution (2009, h. 10) menunjukkan bahwa pekerjaan, kualitas supervisi, hubungan dengan rekan kerja, promosi dan upah berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian tersebut memberikan arti penting bahwa kepuasan kerja merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan di lingkungan kerja yang patut dijaga oleh perusahaan, sehingga karyawan dapat bertahan pada perusahaan tempatnya bekerja untuk memberikan produktivitas terbaik bagi perusahaan. Adapun kelemahan dalam penelitian ini : 1. Pelaksanaan bertepatan dengan jam kerja, sehingga konsentrasi subjek kurang terjaga. 2. Tingkat pengawasan dari perusahaan yang cukup ketat saat pengisian skala penelitian, sehingga menyebabkan munculnya perasaan kwatir dari karyawan sebagai sumber informasi apabila jawaban respon yang diberikan berdampak pada pekerjaannya di perusahaan 3. Dalam penelitian ini kontribusi persepsi budaya kerja terhadap kepuasan kerja sebesar 12,39 % sehingga peneliti selanjutnya dapat
mencari variabel lain yang berkontribusi lebih besar dari pada variabel yang ada pada penelitian ini.
penerimaan yang positif karyawan terhadap setiap peraturan dan nilai-nilai. Hal tersebut dimaksudkan demi tercapainya tujuan bersama, sehingga karyawan tidak akan merasa terbebani dan berdampak pada kepuasan kerja yang dirasakan karyawan. 2. Bagi Peneliti selanjutnya Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang persepsi budaya organisasi dan kepuasan kerja pada perusahaan diharapkan dapat melanjutkan penelitian lebih baik. Dalam pelaksanaannya ada keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para karyawan PT Barlow Tyrie Indonesia sebagai sumber informasi dalam penelitian ini, sehingga data yang diperoleh tidak maksimal. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada perusahaan yang sejenis tetapi berskala besar dengan tujuan untuk mengetahui apakah persepsi budaya organisasi dan Kepuasan kerja karyawan berlaku pula bagi perusahaan yang berskala besar. Hal ini perlu dilakukan karena kemungkinan yang terjadi adalah adanya perbedaan pengaruh persepsi budaya organisasi antara perusahaan skala menegah dan besar. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan melihat faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja selain persepsi budaya organisasi seperti sikap kerja, motivasi kerja, komitmen organisasi, perilaku pimpinan, kepribadian, promosi jabatan dan kenaikan gaji.