Abstract The purposes of this paper are : to predict when the steam power plant (PLTU) X will have a shortage of coal fuel supply, and to compare the cost of risk management with futures instrument hedging against the cost for Operations when the plant operates using petroleum fuels replace coal, when this power plant having a shortage of supply of coal, using the approach monte carlo and crystal ball simulation. Simulations predicted that this power plant going to face the shortages of coal supply in the first quarter of 2014. The next step is taking action of risk management for these conditions, namely the coal futures hedging instruments. Once the costs are known, the next action is comparing the cost of hedge in futures instrument with the cost of production with fuel oil, which cost is lower. This study concludes that the cost of risk management over the shortage of coal supply in hedging in futures instrument is lower than the production cost with oil fuel, if the steam power plan X is really meet a shortage of coal supply as the results predicted by the author. The saving is about Rp 1.259.167.447.283,82. Key words: risk management, hedging, futures xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kegiatan tidak bisa dilepaskan dari risiko, begitu pula dengan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan penyimpangan antara kenyataan dengan yang diharapkan (Jones, 2004), dengan demikian risiko dapat mempengaruhi pencapaian tujuan kegiatan tersebut. Risiko yang dihadapi oleh perusahaan dalam kegiatan bisnisnya, bisa terjadi pada setiap tahap kegiatan yang dilakukannya. Disamping tahap terjadinya, risiko juga memiliki karakteristik yang belum tentu sama untuk industri yang berbeda, sehingga ada risiko yang spesifik bagi suatu industri. Hal tersebut juga berlaku untuk industri pembangkit listrik, Perusahaan di industri ini akan menghadapi risiko yang tidak sama dengan yang dihadapi oleh perusahaan di industri perbankan misalnya. Industri pembangkit listrik sendiri memiliki risiko-risiko yang sifatnya unik dan melekat pada jenis pembangkit listrik itu sendiri, sehingga sebuah pembangkit listrik tenaga uap akan memiliki jenis risiko tertentu yang tidak ada di pembangkit listrik tenaga air, pembangkit tenaga panas bumi maupun pembangkit listrik tenaga matahari. Salah satu risiko spesifik yang ada di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah risiko ketersediaan bahan bakar. Bahan bakar keberadaannya mutlak 1
diperlukan untuk memutar turbin dan generator untuk menghasilkan energi listrik. PLTU batubara juga menghadapi risiko tersebut. PLTU batubara adalah pembangkit listrik tenaga uap yang beroperasi dengan menggunakan bahan bakar utama batubara untuk menghasilkan energi listrik. Kekurangan batubara bukan berarti PLTU X harus berhenti beroperasi, karena PLTU ini masih bisa memproduksi energi listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak bumi sebagai pengganti batubara. Operasi masih bisa dilakukan, namun bila ini terjadi konsekuensinya adalah biaya produksi yang ditanggung oleh PLTU tersebut menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan beroperasi menggunakan bahan bakar minyak bumi. Hal tersebut dikarenakan harga bahan bakar minyak bumi yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kwh energi listrik lebih mahal dibanding harga batubara yang diperlukan untuk memproduksi energi listrik 1 kwh. Perhitungannya adalah sebagai berikut : produksi listrik menggunakan bahan bakar batubara memerlukan 0,5067 kg/kwh, harga batubara yang digunakan oleh PLTU X Rp 631.241,- per MT (1 MT = 1.000 kg); Sedangkan bila menggunakan bahan bakar minyak bumi diperlukan 0,3 liter untuk menghasilkan 1 kwh dengan harga Rp 5.674,-/liter, sehingga biaya produksi listrik dengan bahan bakar batubara adalah Rp 319,85/kWh, sedangkan biaya produksi energi listrik dengan menggunakan minyak bumi adalah Rp 1.702,20/kWh Perbandingan biaya produksi listrik dengan kedua bahan bakar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. 2
Tabel 1.1 perbandingan produksi listrik dengan batubara dan minyak bumi Batubara Minyak bumi Harga Rp 631,241 / kg Rp 5.674,00 / liter Kuantitas yang diperlukan untuk hasilkan 1 kwh 0,5067 kg 0,3 liter Biaya produksi/kwh Rp 319,85 Rp 1.702,20 (sumber : data internal PLTU X, diolah) Tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa biaya produksi listrik/kwh dengan menggunakan bahan bakar minyak bumi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Akibat dari hal itu, untuk tujuan efisiensi biaya produksi sebuah PLTU batubara meskipun bisa beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak bumi namun PLTU tersebut akan mengoptimalkan produksinya dengan menggunakan bahan bakar batubara. Konsekuensi dari hal tersebut adalah PLTU ini harus mampu menjaga ketersediaan batubara dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat. Hal ini mengakibatkan terhambatnya kelancaran produksi, namun bila kondisi ini diatasi dengan beroperasi menggunakan bahan bakar minyak, maka akan berdampak pada menurunnya laba perusahaan sebagai akibat membengkaknya biaya produksi yang harus dikeluaran oleh PLTU ini. Menjaga ketersediaan bahan bakar batubara bagi PPLTU X tidak selalu mudah untuk dilakukan, karena ada berbagai kondisi yang perlu diantisipasi dalam rangka untuk mewujudkan hal tersebut. Kondisi tersebut antara lain tidak 3
seimbangnya pasokan dengan penawaran di pasar sebagai akibat melonjaknya permintaan yang tidak diimbangi dengan kenaikan pasokan atau berkurangnya pasokan batubara sebagai akibat jumlah produksinya yang menurun atau tidak lancarnya jalur pendistribusiannya. Kondisi yang demikian akan memicu kenaikan harga, pemasok batubara sebagai mana penjual pada umumnya, akan cenderung menjual produknya kepada pihak yang bersedia untuk membeli dagangannya dengan harga yang lebih tinggi, dengan asumsi kondisi lain di luar harga adalah sama. Itu berarti PLTU X harus siap kehilangan pasokan batubara apabila produsen batubara menjual produksinya kepada pihak lain yang bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Salah satu antisipasi atas kemungkinan kurangnya pasokan batubara, PLTU X dapat melakukan tindakan manajemen risiko dengan cara hedging. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi ketidakpastian harga batubara di masa yang akan datang. Alat untuk melakukan hedging, antara lain dengan kontrak forward, futures, dan option. Kontrak forward adalah suatu perjanjian yang mengharuskan satu pihak untuk membeli atau menjual sesuatu pada suatu tanggal mendatang yang disepakati dan pada suatu harga yang telah ditentukan. Harga yang disepakati pihak-pihak untuk bertransaksi di masa depan disebut harga berjangka. Tanggal kesepakatan pihakpihak untuk bertransaksi di masa depan disebut tanggal penyelesaian (exercise date). Kontrak futures kontrak berjangka adalah tempat/fasilitas memperjualbelikan kontrak atas sejumlah komoditas atau instrumen keuangan dengan harga tertentu 4
yang penyerahan barangnya disepakati akan dilakukan pada saat yang akan datang. Kontrak adalah mengikat pada saat terjadinya kesepakatan antara pembeli dan penjual. Tidak ada pasar sekunder untuk kontrak dalam perdagangan berjangka. Semua kontrak adalah kontrak primer dan setiap kontrak dengan subjek tertentu yang terjadi (dibuka) harus didaftarkan pada otoritas bursa setempat, jadi kontrak diciptakan di sebuah bursa. Perbedaan antara kontrak forward dan kontrak futures, yaitu: 1. Nilai kontrak, futures nilai kontraknya terstandar, sedangkan forward tidak. 2. Tanggal pengiriman, kontrak forward mempunyai kebebasan menentukan tanggal pengiriman antara penjual dan pembeli, sedangkan futures tertentu tanggal pengirimannya. 3. Exercise date, untuk forward akan tergantung pada pihak-pihak yang bertransaksi sedangkan kontrak futures dilakukan dengan bursa, disamping itu dalam kontrak futures ada marking to market selama kurun waktu persetujuan kontrak sapai dengan exercise date-nya. 4. Ada beberapa ciri forward yang bisa diperbaiki agar diperoleh instrumen keuangan derivatif yang lebih baik. Pertama, dalam forward, potensi kerugian (dan juga keuntungan) akan diakumulasi sampai jatuh tempo. Kedua, instrumen forward mempunyai fleksibilitas (variasi) yang cukup tinggi. Variasi tersebut mencakup : besarnya nilai kontrak dan waktu jatuh tempo. Fleksibilitas semacam itu menguntungkan di satu sisi karena bisa 5
mengakomodasi kebutuhan yang berbeda-beda, namun di sisi lain fleksibilitas tersebut tidak menguntungkan karena menghambat likuiditas. 5. Instrumen keuangan futures didesain untuk meminimalkan dua kelemahan tersebut. Secara spesifik, instrumen keuangan futures diperdagangkan oleh Bursa Keuangan, dengan menggunakan bentuk yang standar, dan menggunakan mekanisme marking to market untuk meminimalkan akumulasi kerugian. Perbedaan antara forward dengan futures terletak pada mekanisme perdagangannya, sedangkan struktur pay-off antara keduanya pada dasarnya sama. Barangkali ada perbedaan kecil karena aliran kas yang diterima oleh forward diterima pada saat jatuh tempo, sedangkan pada futures, aliran kas bisa terjadi sebelum jatuh tempo. Futures dan forward sama-sama bisa digunakan untuk perlindungan nilai,. Option adalah suatu hak (boleh digunakan dan juga boleh tidak digunakan) yang didasarkan pada suatu perjanjian untuk membeli atau menjual suatu komoditas, surat berharga keuangan, atau suatu mata uang asing pada suatu tingkat harga yang telah disetujui dan ditetapkan di muka untuk suatu waktu dalam masa kontrak. Option dapat digunakan untuk meminimalisasi risiko dan sekaligus memaksimalkan keuntungan dengan daya ungkit (leverage) yang lebih besar. Berdasarkan waktu exercise-nya, kontrak ini dibedakan menjadi 2 yaitu American Option dan European Option. 6
1.1.1 Isu Penelitian PLTU X untuk memperoleh batubara yang diperlukan untuk operasional memproduksi energi listrik, mengandalkan pasokan batubara dari Perusahaan- Perusahaan penghasil batubara. Saat kondisi pasar batubara stabil serta sarana dan prasarana penunjangnya tidak mengalami permasalahan, pasokan batubara yang diterima oleh PLTU X juga relatif lancar. Keadaan tersebut akan berubah pada saat pasar batubara berada pada kondisi jumlah penawaran batubara kurang dari jumlah yang diminta, sehingga keseimbangan pasar akan mengalami pergeseran. Kejadian ini bisa mengganggu kelancaran pasokan batubara ke PLTU X sebagai akibat para pemasok lebih memilih untuk memenuhi permintaan batubara dari Luar Negeri atau swasta dan mengesampingkan memasok batubara ke PLTU X. Ini disebabkan karena pembeli dari Luar Negeri dan pihak swasta tersebut bersedia membeli batubara dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan kemampuan PLTU X untuk membeli komoditas tersebut yang berpatokan pada Harga Batubara Acuan (HBA) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. HBA ini berfungsi sebagai acuan harga bagi PLTU X, namun tidak mengikat bahwa harga beli batubara dari pemasok harus sama persis dengan HBA. Harga beli masih dimungkinkan lebih tinggi atau lebih rendah daripada HBA, tergantung pada kondisi yang ada di lapangan antara lain kondisi pasar batubara dan kondisi lain yang mempengaruhi pasokan batubara. 7
Keadaan ini berdampak pada menurunnya jumlah produksi energi listrik yang dihasilkan oleh PLTU tersebut, bila PLTU ini mengandalkan batubara sebagai bahan bakarnya. Sementara bila PLTU ini berkomitmen untuk menjaga jumlah produksi dengan menggunakan bahan bakar minyak bumi sebagai pengganti batubara, maka PLTU ini akan menanggung konsekuensi kenaikan biaya produksinya. Hal ini terjadi sebagai akibat biaya produksi listrik per kilo Watt hour (kwh) dengan menggunakan bahan bakar minyak bumi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi listrik/kwh dengan menggunakan bahan bakar batubara. 1.1.2 Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif solusi atas ketidaklancaran pasokan batubara di PLTU X yang berdampak pada menurunnya jumlah produksi atau meningkatnya biaya produksi yang ditanggung oleh PLTU tersebut, oleh karena itu penulis menyarankan PLTU X melakukan hedging batubara dengan instrumen kontrak futures. Meskipun kontrak futures mensyaratkan adanya biaya margin, namun kontrak ini mampu menjamin kepastian pasokan batubara pada tanggal exercise date-nya. Kontrak futures yang tersedia di bursa ada berbagai pilihan tanggal jatuh tempo kontrak (exercise date), sehingga PLTU X memiliki keleluasaan untuk memilih exercise date yang sesuai dengan waktu yang diperkiran persediaan batubara di PLTU X berada pada titik kritis. 8