BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain (Chaer dan Agustina, 1995: 14). Melalui bahasa dapat terungkap

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala. Kaitan tersebut dilakukan oleh peneliti berdasarkan observasinya.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

RESENSI BUKU. : Lalu Faesal Amrullah. Kelas : X MIPA 3. No. absen : 33 SMA NEGERI 5 MATARAM

1. Identitas Buku. Judul : Sang Pemimpi. Penulis : Andrea Hirata. Judul Resensi:3 Sahabat Mengejar Mimpi. Tahun Terbit:2009

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

Film yang mengupas proses pelestarian lingkungan. Film yang menceritakan pengabdian seorang pelestari bumi. Cara melestarikan lingkungan yang baik

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RESENSI NOVEL LASKAR PELANGI. Judul Buku: Laskar Pelangi. Penulis: Andrea Hirata. Negara: Indonesia. Bahasa: Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan. mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. sudah terlanjur dewasa. Kebanggaan kita terhadap anak-anak tidak hanya sebatas

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial yang dapat bekerjasama serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriani Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V MODEL PEMBELARAN DAN RANCANGANNYA. 5.1 Model Pembelajaran Novel Laskar Pelangi melalui Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan

PESAN MORAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI (KARANGAN ANDREA HIRATA) Skripsi. Diajukan Oleh : EXVARIA YUANDA

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu pengungkapan kehidupan melalui bentuk bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM NOVEL SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

NOVEL LASKAR PELANGI DAN NOVEL MA YAN. (Suatu Kajian Perbandingan) SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Abdu Zikrillah, 2013 Kajian visual desain sampul buku novel Karya andrea hirata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977:

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

I. PENDAHULUAN. budaya. Menurut Semi (1993:1) sastra tidak hanya dinilai sebagai karya seni yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya sastra merupakan suatu gambaran dari kehidupan nyata. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari sebuah proses gejolak dan perasaan seorang pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadinya. Dengan kedalaman imajinasi, visi, asumsi, dan kadar intelektualitas yang dimilikinya, seorang pengarang akan mencoba untuk menggambarkan realitas yang ada ke dalam karya ciptanya. Di dalam karya sastra tersebut tergambar tata kehidupan dan pola tingkah laku masyarakat tempat karya tersebut diciptakan. Sebuah karya sastra tercipta berdasarkan imajinasi pengarang. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah suatu kenyataan bahwa seorang pengarang itu senantiasa hidup dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Di dalamnya ia akan senantiasa terlibat dengan berbagai permasalahan, Jabrohim (2003:157) mengatakan, "Dalam bentuk yang paling nyata, ruang dan waktu tersebut adalah masyarakat atau kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi." Dengan kalimat lain, konteks ini menyatakan bahwa suatu karya sastra bukanlah suatu karya yang bersifat otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu diciptakan. Sastra sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan, dialami, diperenungkan, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan. (Hardjana, 1981:10). Keadaan masyarakat, cara hidup masyarakat dapat menjadi

bahan bagi seorang sastrawan. Salah satu hakikat sastra adalah menggambarkan keadaan manusia dalam masyarakat. Adakalanya suatu karya sastra tidak dapat menggambarkan kehidupan masyarakat pada saat karya itu beredar. Namun, secara umum sastra akan tetap menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lalu dan masa sekarang, serta masa yang akan datang. Swingewood (dalam Damono, 1984:13) mengatakan bahwa sastra adalah cermin masyarakat, atau cermin suatu zaman. Karya sastra tidak pernah terlepas dari peristiwa dan suatu persoalan yang dihadapi masyarakat pada masa tertentu. Karya-karya yang lahir pada masa Balai Pustaka misalnya, berbeda dengan karya zaman Pujangga Baru dan angkatan 45. Hal ini disebabkan oleh pengaruh keadaan masyarakat pada masa itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu karya sastra adalah cermin kenyataan yang hidup dalam suatu masyarakat. Karya sastra adalah ungkapan kesadaran pengarang, jadi bersifat subjektif. Karya sastra mengandung penilaian kehidupan nyata dalam bentuk pemikiran tertentu. Karya sastra adalah refleksi kesadaran pengarangnya tentang apa yang dialaminya, diketahuinya, sehingga realitas kehidupan menjadi realitas kesadaran pengarangnya. Sastra merupakan cerminan zamannya. "Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cerminan langsung dari berbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain" (Damono, 1984:8-9). Luxemburg, dkk. (1984:23) mengatakan, "Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu."

Sastra berhadapan dengan pemikiran, penghayatan, penilaian dan sikap hidup pengarangnya. Wellek dan Warren (1990:276) mengatakan, Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat meyakinkan), sebagai sebuah cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup seseorang dan zamannya. Tentu saja sastra harus bersifat menarik sastra harus memiliki struktur dan tujuan estetis, koherensi keseluruhan dan efek tertentu. Pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra seorang pengarang mengandung kebenaran berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif, menarik dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman hidup manusia. Damono (2002:1) menyatakan bahwa karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Wellek dan Warren (1990:112) juga mengatakan pengarang adalah "Warga masyarakat. Ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat pengarang tinggal dan berasal." Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan penafsiran kehidupan. Proses pengungkapan realita yang dilakukan

pengarang di dalam karya sastranya, tidak terlepas dari berbagai faktor yang secara sadar atau tidak sadar turut mempengaruhi ide, visi, atau sikap pengarangnya. Keseluruhan faktor tersebut berasal dari lingkungan masyarakat yang ditempati pengarang. Novel Laskar Pelangi (selanjutnya disingkat LP) setebal 534 halaman ini merupakan sebuah novel yang telah mengalami cetak ulang sebanyak enam belas kali semenjak terbit pada September 2005 sampai dengan Januari 2008. Walaupun pengarang merupakan sastrawan pemula, tetapi karya-karyanya sudah menjadi best seller. Laskar Pelangi merupakan buku pertama dari tetralogi Laskar Pelangi. Buku berikutnya adalah Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Menurut rencana, Laskar Pelangi akan diadaptasikan menjadi sebuah film. Film Laskar Pelangi akan diproduksi oleh Miles Productions dan Mizan Cinema dan digarap oleh sutradara Riri Rizal. Novel ini merupakan karya dari seorang pengarang Indonesia yang pernah menuntut ilmu di Sorbonne, Prancis. Novel ini bercerita tentang kehidupan sepuluh anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan. Menurut Hartono (2007), Novel LP penuh dengan taburan wawasan yang luas bak samudra dari pengarangnya yang paham betul tentang ilmu eksakta, seni budaya, dan humaniora. Ia juga menambahkan lagi bahwa novel ini mempunyai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan novel ini terletak pada sentilan humaniora tentang pentingnya pendidikan sekolah dan sekaligus kuatnya moral agama. Sedangkan kelemahan novel ini, terletak pada cara mengakhiri cerita. Seharusnya, novel ini sudah ditutup pada bab 33: Anakronisme, yang menceritakan kejatuhan

Bangka Belitung yang dulu bergelimang timah. Bab 34: Gotik, menjadi ekor cerita yang membingungkan karena penutur "Aku", Ikal tiba-tiba menjadi orang lain, bukan Ikal lagi. Bab 34 ini menjadi mubazir. Sama halnya dengan seorang pelukis yang seharusnya berhenti menguaskan catnya pada bidang lukisan yang sudah sempurna, tapi kemudian menjadi berantakan karena sebuah goresan yang tidak perlu. Novel ini merupakan perjalanan hidup dari pengarang, mengenai masa kecil yang dihabiskannya di tanah kelahirannya yaitu pulau Belitong yang terkenal dengan timahnya. Budaya Melayu Belitong dan kemiskinan absolut masyarakat daerah pertambangan menjadi warna yang pekat melatarbelakangi kisah yang dituturkannya. Namun, dengan kepandaiannya bercerita, Andrea mampu menampilkan segala kekurangan dan keterbatasan hidup bukan hanya sebagai ironi dan tragedi, melainkan juga bisa berbentuk ria dan suka cita, angan dan kebahagiaan (Wikipedia Indonesia: 2008). Pembaca yang membaca novel ini akan merasakan gambaran kemiskinan, seperti atap sekolah yang bocor, berdinding papan, berlantai tanah, dan pada malam hari sekolah Muhammadiyah dipakai untuk menyimpan ternak. Bukan pertama kali kemiskinan dibahas, baik dalam skripsi maupun dalam jurnal. Antara lainnya "Kemiskinan dalam Novel Berkisar Merah karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologis oleh Kayad" dan "Tinjauan Terhadap faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Kelompok Etnis Tionghoa di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat." Dalam Jurnal Ilmu Sosial Tentang Politik, Ekonomi, Hukum, dan Humaniora oleh Izhar Salim dkk.

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial. Menurut Rampan (2008) "Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi langsung dengan kebodohan atau kegeniusan. Sebagai penyakit sosial, kemiskinan harus diperangi dengan metode yang tepat guna." Karya sastra ini banyak berisikan tentang keadaan kehidupan masyarakat Belitong yang sebagian besar dalam keadaan melarat (miskin). Oleh sebab itu, penelitian ini menitikberatkan pada gambaran kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP karya Andrea Hirata. 1.2 Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1.2.1 Bagaimanakah kemiskinan yang tergambar dalam novel LP? 1.2.2 Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kemiskinan dalam novel LP? 1.3 Batasan Masalah Karya sastra mengandung berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia. Dengan kalimat lain, karya sastra merupakan kompleksitas dalam kehidupan manusia. Di dalamnya tertuang berbagai bentuk kehidupan manusia. Untuk membahas permasalahan yang bersifat kompleks dalam sebuah karya sastra, diperlukan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan judul penelitian ini, masalah penelitian dibatasi dengan hanya menggambarkan kemiskinan meliputi segi pendidikan, status sosial, kesenjangan

sosial, dan lingkungan. Selain menggambarkan kemiskinan tersebut, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor penyebab kemiskinan seperti faktor tingkat pendidikan, mata pencaharian, keterpencilan sosial, dan pengelolaan alam. Pada akhirnya, semua ruang lingkup pembahasan ini merupakan sebuah deskripsi yang disertai analisis untuk memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap novel LP. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Mengungkapkan dan memaparkan kemiskinan yang tergambar dalam novel LP. 1.4.2 Menguraikan faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: Memperkaya pengkajian karya sastra Indonesia. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa Sastra Indonesia tentang nilai dan makna karya sastra. Memperkaya bidang ilmu sastra dan mengembangkan lebih lanjut dengan mengkaji aspek lain dari sastra Indonesia.

1.6 Motode Penelitian 1.6.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research. Data dikumpul dari novel Laskar Pelangi. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode heuristik dan hermeneutik. Pradopo (2003:80) menjelaskan, Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara berurutan, cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian cerita secara berurutan. Menurut Nasution (2003:312), Hermeneutik adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang penafsir terhadap objek yang diteliti dan lebih dipentingkan daripada mengambil jarak dari objeknya. Penghayatan, pemahaman, dan penafsiran terhadap objek merupakan ciri khas metode ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Teeuw (1984:123), Hermeneutik adalah ilmu atau keahlian menginterpretasi karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Selain itu, Teeuw (1984:123) juga mengatakan bahwa dalam praktik interpretasi sastra itu dipecahkan secara dialektik, bertangga, dan lingkaran dalam bentuk spiral. Nasution (2003:312) juga menjelaskan lagi, Seorang penafsir tidak boleh bersikap pasif, ia harus merekonstruksikan makna yang terdapat dalam sebuah karya dan berusaha menginterpretasikan pesan dan tujuan dari si pengarang. Penafsir sebaiknya melihat aspek dalam dan luar dari karya itu dengan tujuan agar sampai pada makna yang terkandung di dalamnya. Maka bukanlah sekedar

isyarat yang dibawa oleh suatu bahasa sebab bahasa sekaligus dapat menunjukkan dan menyembunyikan makna tersebut. Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data adalah dengan mencatat pada kartu data. Kartu data dibuat sesuai dengan kebutuhan permasalahan penelitian. 1.6.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data Data dianalisis dengan mendeskripsikan data yang sudah dicatat pada kartu data sesuai dengan masalah yang ditawarkan. Pendeskripsian dimulai dengan menggambarkan kemiskinan dan faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP. 1.6.3 Bahan Analisis Adapun yang menjadi bahan analisis adalah: Judul Pengarang Penerbit Tebal Buku Ukuran Cetakan : Laskar Pelangi : Andrea Hirata : Bentang Pustaka : 534 Halaman : 13 cm x 20.5 cm : Keenam belas Tahun : 2008 Warna Sampul Gambar sampul Desain sampul : warna hitam, merah, kuning, abu-abu, dan putih : gambar beberapa anak yang melihat matahari terbenam : Andreas Kusumahadi

Sinopsis Novel ini diawali dari penerimaan siswa baru SD Muhammadiyah. Pada hari terakhir yang mendaftar hanya sembilan orang yaitu: Ikal, Mahar, Lintang, Samson, Sahara, A-Kiong, Syahdan, Trapani, dan Kucai. Saat itu, seorang guru yang bernama Bu Mus dan kepala sekolah yang bernama Pak Harfan merasa gelisah karena pengawas Sekolah dari Depdikbud Sumsel telah menetapkan peraturan yakni siswa baru minimal sepuluh orang. Kalau kurang dari sepuluh, maka sekolah itu akan ditutup. Pada akhirnya, sekolah itu tidak jadi ditutup karena Harun datang mendaftar, sehingga SD tersebut terselamatkan. Sekolah Muhammadiyah adalah salah satu sekolah termiskin di Belitong. Bangunannya seperti akan roboh dan mirip gudang kopra. Selain itu, sekolah Muhammadiyah kekurangan guru dan hanya memiliki enam kelas dan ruangan kecil. Kalau pagi untuk SD dan sore untuk SMP. Pada kegiatan belajar, kesepuluh siswa kelas satu itu mempunyai semangat belajar yang tinggi, walaupun orang tua mereka berat menyekolahkan karena beranggapan lebih baik bekerja membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari daripada sekolah. Salah satu siswa yang mempunyai semangat membara adalah Lintang. Walaupun jarak antara sekolah dan rumahnya sangat jauh, kira-kira delapan puluh kilometer pulang dan pergi, tetapi Lintang tidak pernah bolos sekolah. Lintang menempuh jarak itu dengan mengendarai sepeda setiap hari. Lintang adalah siswa yang genius terutama di bidang eksakta. Selain Lintang, ada juga Mahar yang mempunyai bakat istimewa di bidang kesenian.

Walaupun kesepuluh siswa itu kehidupannya miskin, tetapi mereka sama dengan kebanyakan anak yang gemar bermain. Mereka mempunyai permainan tradisional yang tidak kalah menyenangkan. Permainan itu bernama tarak yang berasal dari buah karet. Cara permainan tarak yaitu dua buah karet ditumpuk kemudian dipukul dengan telapak tangan. Buah yang tidak pecah adalah pemenangnya. Bu Mus menjuluki kesepuluh siswa itu Laskar Pelangi karena mereka suka melihat pelangi dari atas dahan-dahan pohon fillicium. Pada setiap bulan Agustus biasanya diadakan perlombaan antarsekolah yang selalu dimenangkan oleh sekolah PN (Perusahaan Negara) Timah. Sekolah PN Timah adalah sekolah yang elit dan hanya orang kaya saja yang dapat sekolah di sana. Namun, bulan Agustus ini berbeda karena sekolah Muhammadiyah memenangkan perlombaan tersebut. Hal itu terjadi karena adanya ide Mahar. Mahar membuat koreografi massal suku Masai dari Afrika dan menggunakan aksesoris kalung yang terbuat dari buah aren yang masih hijau dan ditusuk dengan tali rotan yang kecil. Pada saat anggota Laskar Pelangi lainnya menari-nari dan bergerak dengan lincah, buah aren itu akan mengeluarkan getah. Getah ini menimbulkan rasa gatal. Akibat rasa gatal ini, para penari Masai bergerak membabi buta karena menahan rasa gatal. Di sinilah kunci kemenangan sekolah Muhammadiyah. Setelah tamat dari SD Muhammadiyah, kesepuluh siswa tersebut melanjutkan ke SMP Muhammadiyah yang sama. Ketika diadakan perayaan Agustusan, di samping mengikuti perlombaan, mereka juga berekreasi. Namun, mereka hanya berekreasi ke pantai, yang jaraknya enam puluh kilometer dari kampung mereka, sedangkan siswa-siswa PN Timah berekreasi ke Jakarta.

Selanjutnya diceritakan Ikal jatuh cinta pada masa SMP dengan gadis Tionghoa yang bernama A-Ling, sepupu A-Kiong. Perjalanan cinta mereka hanya sebentar karena A-Ling pindah ke Jakarta untuk menemani bibinya. Lalu kisah berlanjut, pada saat Mahar menemukan Flo yang tersesat di Gunung Selumar pada saat berkemah. Flo adalah siswa PN Timah dan anak orang kaya. Setelah beberapa hari Flo diselamatkan oleh Mahar, Flo pindah ke SMP Muhammadiyah. Pada saat itu juga, Flo resmi diangkat menjadi anggota Laskar Pelangi yang kesebelas dan perempuan kedua setelah Sahara. Empat bulan sebelum menyelesaikan SMP, Lintang berhenti sekolah karena ayahnya meninggal dunia dan ia harus menggantikan posisi ayahnya menjadi tulang punggung keluarga dan menanggung nafkah ibu, adik-adik, kakeknenek, dan paman-pamannya yang tidak berdaya. Ia tidak punya peluang untuk melanjutkan sekolah. Ia harus mengambil alih menanggung nafkah untuk empat belas orang. Sekolah Muhammadiyah kehilangan siswa yang super genius. Dua belas tahun kemudian, Sahara akhirnya menikah dengan A-Kiong dan membuka toko kelontong. Ikal menjadi tukang pos dan dengan kerja kerasnya mampu mendapatkan beasiswa ke Jakarta dan kuliah di Universitas Indonesia. Lintang menjadi kuli karena kekurangan biaya dan harus menopang biaya hidup keluarganya, Trapani yang menderita penyakit mother complex, akhirnya sembuh. Samson akhirnya menjadi kuli di toko A-Kiong. Harun masih seperti dahulu. Bedanya, kalau dulu, anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa dan sekarang, orang dewasa yang terperangkap dalam alam pikiran anak kecil. Flo menjadi guru TK dan menikah dengan seorang petugas teller bank BRI. Mahar,

menjadi penulis artikel kebudayaan Melayu. Syahdan menjadi manager di perusahaan Multinasional, dan Kucai menjadi ketua salah satu fraksi di DPRD. 1.7 Landasan Teori Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Landasan teori yang dipergunakan untuk mengkaji novel LP dalam penelitian ini adalah teori Sosiosastra. Damono (1987:58) mengatakan, Suatu pokok yang penting ditinjau dari segi sosiologis adalah pada mulanya para pengarang erat sekali hubungannya dengan pembaca, yakni pihak istana atau masyarakat. Mereka berbagi pandangan dunia sehingga tercapailah totalitas dalam karya mereka. Penulis memilih teori sosiosastra karena dengan menggunakan teori ini akan diketahui dengan jelas penggambaran suatu masyarakat di dalam sebuah karya sastra. Pradopo, (2002: 22) mengatakan Sosiosastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, yaitu masyarakat yang melingkungi penulis sebab sebagai anggotanya penulis tak dapat lepas darinya. Selanjutnya Damono (1978: 56) menambahkan lagi bahwa Sosiosastra mencakup kepada pengarang, buku, dan pembaca. Mahayana (2007: 225) berpendapat, Karya sastra adalah produk pengarang yang hidup di lingkungan sosial. Dengan begitu, karya sastra merupakan dunia imajinatif pengarang yang selalu terkait dengan kehidupan sosial. Pengarang sebagai anggota masyarakat dilahirkan, dibesarkan, dan memperoleh pendidikan di tengahtengah kehidupan sosial. Oleh karena itu, ia juga secara sadar atau tidak telah menjalankan peranannya sebagai anggota masyarakat sejak ia lahir.

Sedangkan Ratna (2003: 1) berpendapat, Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orangorang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaan antara sosiolog dengan sastrawan adalah apabila sosiolog melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sedangkan sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi didominasi oleh emosionalitas. Oleh karena itu, apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan penelitian terhadap masalah suatu masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cenderung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas sedangkan hakikat karya sastra adalah subjektivitas dan kreativitas sesuai dengan pandangan masing-masing. Sosiosastra dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yang berbeda, sosiologi dan sastra secara harfiah harus didukung oleh dua teori yang berbeda yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Di dalam penelitian sosiosastra itu sendiri, karya sastra merupakan objek yang paling dominan, sedangkan ilmu-ilmu yang lain hanyalah sebagai ilmu pembantu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna, (2004:18) yang mengatakan, Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal. Dalam sosiosastra yang mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer (pelengkap).

Ratna (2003:18) juga menambahkan, Teori-teori sosiologi yang mendukung analisis sosiologi adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khusus dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti: kelompok sosial, status sosial, kelas sosial, stratifikasi sosial, institusi sosial, sistem sosial, interaksi sosial, konflik sosial, dan kesadaran sosial, yang semua berhubungan dengan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu gambaran bahwa kedua ilmu tersebut mempunyai satu objek penelitian yang sama yakni manusia. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosiologi, tetapi jika kemiskinan itu dijadikan pembicaraan pada sebuah karya sastra, seperti pada LP, maka kemiskinan menjadi permasalahan sosiosastra. Oleh karena itu, konsepkonsep, kriteria-kriteria, dan definisi tentang kemiskinan itu perlu dikemukakan. Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis kemiskinan dalam LP. Beberapa konsep kemiskinan yang dimuat pada website Feri s Site (2008) di antaranya: 1. Menurut John Friedman Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, meliputi, modal yang produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik (Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek sosial saja, tapi juga aspek natural material). 2. Menurut Wolf Scott Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan (dalam jumlah uang) ditambah dengan keuntungan nonmaterial yang diterima seseorang, cukup tidaknya memiliki aset seperti tanah, rumah, uang, emas dan lain-lain, di mana kemiskinan nonmaterial yang meliputi kebebasan hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

3. Menurut Bank Dunia Bahwa aspek kemiskinan yaitu pendapatan yang rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah. Kemiskinan itu bersifat relatif, tergantung dari sudut mana memandangnya. Seperti yang dikatakan Penny (1990:44), Kemiskinan merupakan suatu konsep yang bersifat relatif; masyarakat miskin adalah mereka yang berpenghasilan jauh kurang daripada yang lebih baik. Masalah kemiskinan telah ada sejak manusia hidup. Pada masa lalu, umumnya masyarakat miskin bukan karena kurang pangan tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan model pada masa kini, mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan,dan kemudahan-kemudahan lainnya. Dalam novel LP masalah kemiskinan sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka terutama masyarakat Melayu asli Belitong. Walaupun kekayaan alamnya sangat kaya tetapi masyarakatnya tidak hidup dengan layak baik kesehatan, pendidikan, pekerjaan maupun kemudahan-kemudahan lainnya. Kemiskinan ialah satu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahanbahan keperluan hidup. Dalam masyarakat modern, kemiskinan biasanya disamakan dengan kekurangan uang. Menurut Ath-Thawil (1985:36), Kemiskinan dikenal sebagai tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan ini dianggap pokok karena ia menyediakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia, khalifah Allah di atas bumi yaitu kehidupan yang baik dengan tingkatan kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.

Menurut Yusniati (2007:13), Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial-ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, namun juga dialami negara-negara maju seperti Inggris (tahun 1700-an) dan Amerika (tahun 1930-an). Menurut Para Kontributor Wikipedia (2008), Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin. Lebih lanjut Para Kontributor Wikipedia (2008) menjelaskan bahwa kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Yusniati menambahkan lagi (2007:13-15), Kemiskinan adalah suatu kondisi di mana seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental dan fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Hadi (2008) berpendapat, kemiskinan banyak dihubungkan dengan: Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; penyebab keluarga yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; Penyebab sub-budaya ( subkultural ), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah rendah, dan daya tawar rendah, tabungan nihil. Sedangkan dari aspek politik berkaitan dengan

kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Zulkarnain (2006:64) kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu: 1. Kemiskinan absolut, apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan. 2. Kemiskinan relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan, namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 3. Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekali pun ada kuasa dari pihak lain untuk membantunya.