BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Antibiotik merupakan substansi yang sangat. bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bahan baku obat tradisional tersebut tersebar hampir di seluruh

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maesaroh, 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berbentuk coccus (Rosenkranz et al., 2001). Secara serologis, sampai saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI MENGHASILKAN ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli MULTIRESISTEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Burkholderia pseudomallei merupakan bakteri penyebab utama penyakit melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering menyebabkan sepsis, pneumonia dan bakterimia pada penderita, (Koh et al., 2013). Peningkatan jumlah penderita meliodosis setiap tahunnya dilaporkan meningkat di beberapa negara seperti di Thailand, Malaysia, China, Australia Utara dan di Amerika Selatan (Chantratita et al., 2008). Kejadian meliodosis juga dilaporkan di Malaysia dan Singapura sejak tahun 1913 kemudian di Vietnam tahun 1925 (Currie, 2003). Kasus yang sama juga ditemukan pada beberapa daerah tropis seperti daerah India, Afrika, Amerika tengah dan Amerika Selatan (Dance, 1991). Laporan melioidosis di Indonesia masih jarang. Kejadian melioidosis diakibatkan karena penyakit ini dibawa oleh wisatawan dari luar negeri yang berkunjung ke Indonesia (Beeker et al., 1999). Hal yang sama dilaporkan oleh Allworth, (2005) bahwa kasus melioidosis di Indonesia ditemukan setelah bencana tsunami. Melioidosis terbukti bahwa 4 dari 10 pasien pneumonia terdiagnosis sebagai melioidosis setelah kejadian tsunami atau terendam oleh air laut. Kasus tersebut memberikan informasi awal mengenai keberadaan penyakit ini di Indonesia. 1

2 Burkholderia pseudomallei adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang, berperan sebagai saprofit, patogen opurtunistik, hidup di bawah permukaan tanah pada musim kering tetapi setelah curah hujan yang deras ditemukan dalam permukaan air dan lumpur serta juga dapat naik di udara (Wuthiekanun et al., 1996). Genom B. pseudomallei mengandung banyak gen dengan karakteristik yang berbeda, yang dapat dilihat pada pola lingkungan hidup, patogenisitas dan interaksi antara sel-host. Analisis komparatif B. pseudomallei dan B.mallei telah mengidentifikasi banyak nya Coding Sequence (CDS) yang dapat berkontribusi pada perbedaan fenotipik antara dua spesies. Fenotip ini meliputi faktor-faktor penentu virulensi yang dikenal, seperti flagela dan tipe III sistem sekresi protein. Penentu resistensi antibiotik; dan potensi fungsi kelangsungan hidup lingkungan, termasuk berbagai jalur metabolit sekunder, jalur katabolik, sistem transportasi, dan protein stres-respon (Holden et al., 2004). Salah satu keistimewaan dari bakteri B. pseudomallei adalah memiliki keragaman genetik yang menimbulkan variasi sifat fenotip dan genotip. Adanya variasi genetik pada salah satu gen dari B. pseudomallei sehingga menimbulkan perbedaan sifat virulensi yang bisa saja berbeda pada strain yang hidup pada lingkungan yang berbeda (Wuthiekanun et al., 1996). Perbedaan dari substrain B. pseudomallei terutama ditentukan oleh kemampuannya untuk mengasimilasi arabinose. Burkholderia pseudomallei mempunyai dua substrain yaitu strain yang mampu mengasimilasi L-arabinose (Ara + ) dan tidak mampu mengasimilasi L-arabinose (Ara - ). Sifat ini berhubungan

3 dengan faktor virulensi kuman (Wuthiekanun et al., 1996). Laporan oleh Smith et al., (1997) menunjukan bahwa Strain Ara - atau B. pseudomallei yang tidak mampu mengesimilasi L-arabinosa lebih virulen dari pada strain Ara + yang dapat mengesimilasi L-arabinosa. Selain itu dilaporkan oleh Brook, et al (1997) dalam penelitiannya bahwa keberadaan dari gen Ara ternyata berhubungan erat sifat virulensi dari kuman ini. Burkholderia pseudomallei yang mempunyai gen Ara + ternyata bersifat avirulen sedangkan kuman yang mempunyai gen Ara - ternyata sangat virulen. Dan memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara gen Ara dengan kemampuan virulensi sehingga menimbulkan penyakit meliodosis. Beberapa penelitian telah diketahui adanya distribusi dari kuman yang mempunyai gen Ara. Trakulsomboon et al., (1999) telah melakukan penelitian untuk mengetahui distribusi B. pseudomallei yang mampu mengasimilasi arabinose di daerah endemik Thailand dimana telah berhasil diisolasi 830 isolat B. pseudomallei pada empat lokasi yang berbeda baik yang diisolasi dari tanah maupun dari pasien. Distribusi substrain B. pseudomallei yang tidak mampu mengasimilasi arabinose ternyata cukup tinggi dan hal ini berkontribusi terhadap tingginya prevalensi meliodosis di daerah timur laut Thailand. Banyak nya gen dengan karakteristik yang berbeda pada B. pseudomallei yang dapat berpengaruh atau berkontribusi pada fenotipik, selain berpengaruh pada faktor virulensi yang telah dijelaskan di atas, juga berpengaruh pada faktor penentu resistensi antibiotik (Holden et al., 2004).

4 Burkholderia pseudomallei secara intrinsik resisten terhadap berbagai antibiotik, pengobatan melioidosis melibatkan terapi antibiotik yang berkepanjangan, generasi β-laktam khususnya ceftazidime digunakan untuk terapi fase akut tetapi resistensi terhadap sefalosporin ini telah diamati (Rholl et al., 2011; Schweizer, 2012). Laporan yang sama dilaporkan oleh Behera et al, (2012) bahwa pilihan pertama untuk pengobatan melioidosis adalah ceftazidim, dimana menjelaskan kasus melioidosis dari pasien diabetes yang memperlihatkan hasil pengobatan terhadap beberapa antibiotik, B. pseudomallei sensitif terhadap carbapenem, kotrimoksazol dan resisten terhadap ceftazidim. Chantratita et al (2011) dalam penelitiannya melaporkan bahwa salah satu bentuk modifikasi antibiotik yaitu dengan cara menghilangkan salah satu dari target, seperti penghapusan dari penisilin-binding protein 3 pada B. pseudomallei kini telah terbukti resisten terhadap ceftazidime. Selain itu dalam penelitiannya berhasil mengisolasi strain yang resisten terhadap ceftazidime yang tidak memiliki target PBP3 yang berasal dari enam pasien melioidosis di Thai yang telah mendapatkan pengobatan ceftazidime. PenA merupakan sebuah kromosom β-laktam yang terdapat dalam genom B. pseudomallei yang resisten terhadap beberapa antibiotik β-laktam (Rholl et al., 2011). Point mutasi dari pena menyebabkan adanya perubahan asam amino pada pena juga dapat menyebabkan resistensi terhadap ceftazidime dan amoksisilin-klavulanat yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan (Schweizer, 2012). Berdasarkan penjelasan diatas diperlukan adanya penelitian eksploratif untuk melihat keberadaan bakteri B. pseudomallei di Indonesia khususnya daerah

5 Yogyakarta, serta mendeteksi gen Ara bakteri B. pseudomallei yang berperan sebagai faktor tingkat virulensi melioidosis dan menganalisis hubungan tingkat resistensi ceftazidime dengan keberadaan gen pena sebagai salah satu gen yang mengkode faktor resistensi dari isolat klinis B. pseudomallei. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah dari beberapa isolat klinis yang positif berdasarkan pengujian morfologi pada media spesifik dan biokimia mempunyai gen 16S rrna yang spesifik terhadap B. pseudomallei. 2. Apakah dari beberapa isolat klinis B. pseudomallei yang diisolasi di Yogyakarta mempunyai gen Ara + dan gen Ara - sebagai faktor virulensi penyakit melioidosis? 3. Apakah dari beberapa isolat klinis B. pseudomallei yang diisolasi di Yogyakarta mempunyai gen reistensi β-lactam (pena) sebagai penyandi resistensi ceftazidime?

6 I.3. Tujuan Penelitian A. Tujuan umum Penelitian ini secara umum untuk mengetahui keberadaan gen 16SrRNA, gen Ara dan gen reistensi β-lactam (pena) terhadap tingkat resistensi antibiotik ceftazidime dari B. pseudomallei yang berasal dari Yogyakarta. B. Tujuan khusus 1. Melihat adanya gen 16SrRNA B. pseudomallei pada isolat klinis yang dicurigai berdasarkan pengujian morfologi pada media spesifik dan biokimia. 2. Melihat keberadaan gen Ara + dan gen Ara - terhadap isolat klinis B. pseudomallei. 3. Melihat keberadaan gen pena dan pola resistensi ceftazidim terhadap isolat klinis B. pseudomallei. I.4. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian ini merupakan penelitian pertama kali dilakukan dalam mengkaji identifikasi bakteri B. pseudomallei, deteksi gen Ara sebagai faktor virulensi dan melihat pengaruh resistensi antibiotik ceftazidime terhadap gen pena sebagai salah satu faktor resistensi pada isolat klinik B. pseudomallei di Yogyakarta. Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki ruang lingkup yang serupa antara lain:

7 1. Penelitian yang dilakukan oleh Beceiro et al (2013) yang berjudul Antimicrobial Resistance and Virulence: a Successful or Deleterious Association in the Bacterial World?. Penelitian oleh Beceiro et al (2013) mengkaji parameter yang sama dengan parameter yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu resistensi antibiotik ceftazidim dan virulensi dari bakteri B.pseudomallei yang dipengaruhi oleh mekanisme genetik yang berbeda. Akan tetapi pada penelitian Beceiro et al (2013), pengujian dilakukan secara umum pada bakteri patogen. Penelitian tersebut menemukan pengembangan penanganan resistensi antimikroba dan virulensi terhadap bakteri patogen yang melibatkan senyawa antimikroba baru dan metode diagnostik dengan cepat dalam mendeteksi bakteri patogen dan tingkat verulensi dari bakteri. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Sarovich et al (2012) yang berjudul Characterization of Ceftazidime Resistance Mechanisms in Clinical Isolates of B.pseudomallei from Australia. Penelitian yang dilakukan oleh Sarovich et al (2012) mengkaji parameter yang sama dengan parameter yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu pola resistensi ceftazidim dengan melihat hubungan pada gen pena yang merupakan salah satu gen penyandi resistensi dari isolat B. pseudomallei. Akan tetapi pada penelitian Sarovich et al (2012) menganalisis pena dengan cara sequencing dari isolat yang berasal dari dua pasien melioidosis yang berbeda dan menghubungkan dengan pola resistensi dari ceftazidim. Pada penelitiannya menemukan hasil identifikasi dua polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) yang meningkatkan hidrolisis dari ceftazidim, kedua SNP tersebut ditemukan pada daerah pena yang

8 menyebabkan subtitusi dari asam amino (C69Y) dan SNP yang satu ditemukan pada daerah promotor pena, resistensi dari ceftazidim berhubungan langsung dengan SNP tersebut. 3. Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Thepthai et al (2001) yang berjudul Differentiation Between Non-Virulent and Virulent B.pseudomallei with Monoclonal Antibodies to the Ara+ or Ara- Biotypes. Pada penelitian yang dilakukan oleh Thepthai et al (2001) mengkaji hal yang sama yang dikaji dalam penelitian ini yaitu melihat perbedaan antara non-virulen dan virulen B. pseudomallei. Akan tetapi pada penelitian Thepthai et al (2001) menguji dengan antibodi monoklonal terhadap biotipe Ara + atau Ara - dengan menggunakan metode SDS-PAGE dan Western blot analysis, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode PCR dengan primer yang spesifik. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Dharakul et al (1999) dengan judul Phylogenetic Analysis of Ara + and Ara B. pseudomallei Isolates and Development of a Multiplex PCR Procedure for Rapid Discrimination between the Two Biotypes. Pada penelitia yang dilakukan oleh Dharakul et al (1999) mengkaji hal yang sama dengan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu mendeteksi gen Ara pada isolat B. pseudomallei dengan menggunakan metode PCR. Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Dharakul et al (1999) menganalisis filogenetik gen Ara isolat bakteri B. pseudomallei dan menerapkan pengembangan prosedur Multiplex PCR untuk mendeteksi lebih cepat antara dua biotipe dari bakteri B. pseudomallei.

9 I.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: sumber data ilmiah yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya atau peneliti lainnya tentang deteksi gen Ara virulen dan gen pena serta pola resistensi dari bakteri B. pseudomallei penyebab penyakit Melioidosis. 2. Manfaat pragmatis: sumber informasi bagi Laboratorium Klinik maupun masyarakat tentang keberadaan bakteri B. pseudomallei penyebab Melioidosis di Indonesia khususnya daerah D.I Yogyakarta.