PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah adalah salah satu komoditi unggulan di beberapa daerah di Indonesia, yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, khasiatnya sebagai zat anti kanker dan pengganti antibiotik, menurunkan tekanan darah, kolestrol serta penurunan kadar gula darah (Irawan, 2010). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi bawang merah pada tahun 2012 sebanyak 964,22 ribu ton mengalami peningkatan sebanyak 71,10 ribu ton (7,96 persen) dibandingkan pada tahun 2011. Produksi bawang merah dalam negeri cukup memadai secara kuantitas dalam mensuplai kebutuhan konsumsi, namun karena tingkat ketersediaan yang fluktuatif khususnya pada bulan Desember April, maka terjadi gejolak harga di pasaran. Solusi penyediaan antara lain dari impor bawang merah (Kementrian Pertanian, 2011). Berdasarkan data 2012, produksi bawang merah di Sumut hanya 14.156 ton, sementara kebutuhannya telah mencapai 41.863 ton atau defisit 27.707 ton. Selama ini bawang masih didatangkan dari daerah lain seperti Brebes atau bahkan diimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik Sumut. Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian agar produksi yang diharapkan dapat tercapai. Selain dari sistem budidayanya, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bawang merah tidak tahan kekeringan karena akarnya yang pendek. Selama pertumbuhan dan perkembangan umbi, dibutuhkan air yang cukup banyak. Namun, tanaman bawang merah tidak tahan terhadap tempat yang
tergenang air. Banyaknya air di musim hujan dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh cendawan (Rahayu dan Berlian, 1999). Salah satu upaya manipulasi lingkungan tanaman yaitu dengan pemberian mulsa. Melalui teknologi pemulsaan dapat menurunkan suhu tanah, mencegah evaporasi dan akibatnya lahan tidak kekurangan air, mampu menahan hantaman butiran air hujan, serta mencegah persaingan dengan tanaman pengganggu sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman (Umboh, 2000). Hasil penelitian Tabrani dkk. (2005) menunjukkan penggunaan mulsa alang alang, plastik transparan dan mulsa plastik hitam perak berpengaruh terhadap semua parameter bawang merah yang diamati. Hasil penelitian Ansar (2012) pada tanaman bawang merah menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi dan mulsa plastik hitam dapat meningkatkan bobot segar umbi per hektar masing-masing 29,3 % dan 24,7 % dibanding tanpa mulsa. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah lokal melalui teknik budidaya adalah dengan pemberian pupuk kandang (Latarang dan Syukur, 2006). Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya (Hartatik dan Widowati, 2010). Hasil penelitian Rahmah (2013) dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah daun, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, bobot kering umbi per plot, dan jumlah siung per sampel. Secara umum pemberian pupuk kandang ayam 120 g/tanaman meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara/bahan organik tanah dengan pemberian pupuk kandang ayam pada jenis mulsa tertentu sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap jenis mulsa dan dosis pupuk kandang ayam. Hipotesa Penelitian Penggunaan jenis mulsa tertentu dan dosis pupuk kandang ayam tertentu serta interaksi keduanya nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.). Kegunaan Penelitian Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L. (Steenis dkk., 2005). Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Wibowo, 2008). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan mata tunas. Dibagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepahpelepah daun. Batang semu berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (Rukmana, 1995). Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak. Daun berwarna hijau (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki umbi lapis yang bervariasi. Ada yang berbentuk bulat, bundar seperti gasing terbalik sampai pipih. Ukuran umbi ada yang besar, sedang dan kecil. Warna kulit umbi ada yang kuning, merah muda, hingga merah tua ataupun merah keunguan. Baik biji maupun umbi lapis dapat dijadikan sebagai bahan perbanyakan tanaman (Jaelani, 2007).
Bunga bawang merah berbentuk tandan yang mengandung 50 200 kuntum bunga. Setelah tepung sari matang, tangkai bunga berhenti memanjang. Bunga bawang merah adalah bunga sempurna yang terdiri dari 5 6 helai benang sari dan sebuah putik. Bunga berwarna putih dan bakal buah duduk di atas membentuk bangun segitiga sehingga kelihatan seperti kubah (Samadi dan Cahyono, 2005). Letak bakal biji dalam ruang bakal buah (ovarium) terbalik atau dikenal dengan istilah anatropus. Oleh karenanya, bakal biji bawang merah dekat dengan plasentanya. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih. Setelah tua, biji akan berwarna hitam (Rahayu dan Berlian, 1999). Syarat Tumbuh Iklim Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau, dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan, 2003). Pertumbuhan tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, iklim, CO 2 yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Gardner, dkk., 1991). Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70 % penyinaran), suhu udara 25 0 32 0 C, dan kelembaban nisbi 50
70 %. Tanaman bawang merah masih dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata rata 22 0 C tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas (Sumarni dan Hidayat, 2005). Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-900 m dpl) dengan curah hujan 300-2500 mm/th. Namun, pertumbuhan tanaman maupun umbi yang terbaik di ketinggian sampai 250 m dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800-900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan warnanya juga kurang mengilap. Selain itu, umurnya lebih panjang dibanding umur tanaman di dataran rendah karena suhu di dataran tinggi lebih rendah (Rahayu dan Berlian, 1999). Tanah Berbagai tipe tanah dapat ditanami bawang merah, tetapi harus memenuhi syarat antara lain gembur, kandungan humus tinggi, serta drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) baik (Umboh, 2000). Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya besar-besar. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu (Wibowo, 2008). Kemasaman tanah (ph) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-ph 5,5-7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan ph di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu basa dengan ph lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah (Rahayu dan Berlian, 1999).
Jenis Mulsa Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Metode pemulsaan dapat dikatakan sebagai metode hasil penemuan petani (Umboh, 2000). Pemulsaaan merupakan suatu cara memperbaiki tata udara tanah dan juga tersedianya air bagi tanaman (dapat diperbaiki). Selain itu pemberian mulsa dapat mempercepat pertumbuhan tanaman yang baru ditanam (Barus, 2006). Berdasarkan sumber bahan dan cara pembuatannya, bahan mulsa pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu mulsa organik, mulsa anorganik, dan mulsa kimia-sintesis (Umboh, 2000). Hasil penelitian Mayun (2007), terjadi perbedaan yang nyata antara pemberian mulsa jerami padi (M1) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) terhadap jumlah daun per rumpun pada hasil umbi. Pemberian mulsa jerami padi dapat meningkatkan hasil umbi kering sebesar 4,49 Ku Ha-1 atau terjadi peningkatan sebesar 35,13%. Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993). Permukaan perak dari MPHP dimaksudkan agar pemantulan (refleksi) radiasi matahari dipertinggi. Tingginya pemantulan radiasi matahari ini memiliki efek ganda. Efek pertama ialah memperkecil panas yang mengalir ke tanah sehingga kemungkinan suhu tanah dapat diturunkan, sementara efek kedua ialah
memperbesar radiasi matahari yang dapat diterima oleh daun daun tanaman sehingga kemungkinan proses fotosintesis dapat ditingkatkan. Permukaan hitam dimaksudkan untuk lebih membatasi radiasi matahari yang menembus sampai ke permukaan tanah sehingga keadaan permukaaan tanah menjadi gelap total. Keadaan ini akan menekan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) (Umboh, 2000). Hasil penelitian Tabrani dkk (2005) perlakuan mulsa plastik hitam perak meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah, bobot basah dan bobot produksi bawang merah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa berbeda dengan perlakuan yang lainnya. Sungkup plastik bening setebal 0,13 mm meningkatkan suhu tanah ratarata 0,3 0 C dibanding tanpa sungkup pada semua ketinggian tempat. Mulsa jerami padi menurunkan suhu tanah rata-rata 2,5 %, sedangkan mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah rata-rata 1,3 % dibanding tanpa mulsa. Mulsa jerami padi dan plastik hitam meningkatkan kadar lengas tanah masing-masing 9,9 % dan 9,2 % dibanding tanpa mulsa (Ansar, 2012). Pemberian mulsa memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah umbi yang dipanen. Dengan pemberian mulsa jerami padi sebanyak 10 ton/ha, umbi bawang merah yang tumbuh dangkal di permukaan tanah menjadi terlindungi dari pengaruh cuaca dan jasad pengganggu karena kondisi kelembaban tanah dapat dipertahankan menjadi konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian mulsa 10 ton/ha dapat memberikan konstribusi peningkatan hasil nyata dengan rata rata 700 kg/ha atau kenaikan hasil 20 % (Gurning dan Arifin, 1994).
Pupuk Kandang Ayam Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan. Hewan ternak yang banyak dimanfaatkan kotorannya antara lain ayam, kambing, sapi, kuda, dan babi. Kotoran yang dimanfaatkan biasanya berupa kotoran padat atau cair yang digunakan secara terpisah maupun bersamaan (Musnamar, 2003). Kandungan hara dalam pukan sangat menentukan kualitas pukan. Pupuk kandang ayam mengandung hara 57% H 2 O, 29% bahan organik, 1,5% N, 1,3% P 2 O 5, 0,8% K 2 O, 4% CaO dengan rasio C/N 9-11 (Hartatik dan Widowati, 2010). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah dengan mengintensifkan penggunaan lahan dan pemberian pupuk yang optimal. Pemberian pupuk organik sangat baik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan lebih ramah terhadap lingkungan (Yetti dan Elita, 2008). Dosis pupuk kandang ayam yang terbaik untuk tanaman bawang merah adalah 20 ton/ha (Samadi dan Cahyono, 2005). Pupuk kandang ayam meningkatkan bobot basah umbi per rumpun, bobot kering umbi per rumpun dan volume umbi. Produksi umbi yang lebih tinggi ini disebabkan kandungan unsur hara N, P, K pada pupuk kandang ayam lebih tinggi dibandingkan pada pupuk kandang sapi (Jazilah, dkk., 2007). Kandungan unsur hara pupuk kandang dapat hilang karena beberapa faktor, antara lain penguapan, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan K rata rata setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya. Penyimpanan di tempat terbuka dalam waktu lama akan menambah besarnya
kehilangan unsur N. Selain kehilangan dalam bentuk ammonia (menguap), juga terjadi pencucian senyawa nitrat oleh air hujan. Pencucian ini berlaku juga untuk unsur K dan P (Musnamar, 2003). Jumlah unsur hara yang dikandung dimana semakin tinggi dosis pupuk kandang yang diberikan semakin banyak jumlah unsur hara yang terkandung dan tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Latarang dan Syukur, 2006). Pupuk kandang segar mempunyai C/N = 25. Bila langsung dipupuk ke dalam tanah, jasad renik akan menarik N dari dalam tanah. Kenyataannya dalam penarikan N ini akan berlangsung persaingan diantara jasad renik, peristiwa persaingan antara jasad renik di dalam tanah disebut immobilisasi N. Pupuk kandang mempunyai cara kerja yang lambat karena harus mengalami proses proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap tanaman (Sutejo, 2002). Umbi bawang merah termasuk umbi lapis yang sekaligus merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan calon tanaman baru sebelum dapat memanfaatkan unsur hara yang ada dalam tanah. Pertumbuhan awal tanaman sangat ditentukan oleh berat benih dan juga calon mata tunas yang terdapat pada pangkal umbi lapis. Bibit bawang merah yang berukuran kecil kemungkinan dapat menghasilkan umbi yang besar jika diberikan dosis pupuk kandang sapi yang tinggi dan sebaliknya bibit yang besar cukup diberikan pupuk kandang dengan dosis sedang atau rendah. Penggunaan bibit yang lebih berat diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kandang karena pada bibit yang berat memiliki cadangan makanan yang lebih banyak untuk pertumbuhannya (Lana, 2010).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dengan ketinggian ± 25 meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan Juli 2014. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu bibit bawang merah varietas Bima, mulsa plastik hitam perak, mulsa jerami padi, pupuk kandang ayam, urea, TSP, dan KCl, dan fungisida berbahan aktif propineb. Alat yang digunakan yaitu cangkul, pisau/cutter, handsprayer, pacak sampel, meteran, timbangan digital, gembor, jangka sorong digital, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor : Faktor I : Penggunaan mulsa (M) dengan 3 jenis, yaitu : M 0 : Tanpa mulsa M 1 : Mulsa plastik hitam perak M 2 : Mulsa jerami padi Faktor II : Pupuk kandang ayam (P) dengan 4 taraf, yaitu : P 0 : tanpa pupuk P 1 : 1 kg/plot P 2 : 2 kg/plot P 3 : 3 kg/plot
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu : M0P0 M1P0 M2P0 M0P1 M1P1 M2P1 M0P2 M1P2 M2P2 M0P3 M1P3 M2P3 Jumlah ulangan Jumlah plot Ukuran plot Jarak antar plot Jarak antar blok Jumlah tanaman/plot Jumlah sampel per plot Jumlah sampel seluruhnya : 3 ulangan : 36 plot : 100 cm x 100 cm : 30 cm : 50 cm : 25 tanaman : 5 tanaman : 180 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 900 tanaman Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut : Y ijk = μ + ρ i + α j + β k + (αβ) jk + ε ijk dimana : Y ijk : Data hasil pengamatan dari unit percobaan blok ke-i dengan perlakuan jenis mulsa cara ke-j dan pukan ayam taraf ke-k μ ρ i α j β k : Nilai tengah : Efek blok ke-i : Efek jenis mulsa pada cara ke-j : Efek perlakuan pukan ayam pada taraf ke-k
(αβ) jk : Efek interaksi dari jenis mulsa pada cara ke-j dan perlakuan pukan pada taraf ke-k ε ijk : Galat dari blok ke-i, jenis mulsa pada cara ke-j dan perlakuan pukan ayam pada taraf ke-k Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993).