Dari data Suskernas tahun 2007, didapatkan

dokumen-dokumen yang mirip
Data Suskernas tahun 2007, mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB III METODE PENELITIAN

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

Gambaran Karakteristik Tuberkulosis Paru Berdasarkan Sistem Skoring pada Pasien Tuberkulosis Anak Rawat Jalan di Rsud Al-Ihsan Bandung Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. non-infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di Negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 di. RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Nama : Novita Sitanggang. Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM. 3. dr. Wisman Dalimunthe, M.Ked(Ped), Sp.A (K)

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB III METODE PENELITIAN

jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran profil penderita

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

Hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada anak di Puskesmas Tuminting periode Januari 2012 Juni 2012

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah


BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Aceh Besar

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran,

REZITA OKTIANA RAHMAWATI J500

DEPT PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI- RS PERSAHABATAN

Hubungan Karakteristik Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kejadian Dengue Syok Sindrom (DSS) pada Anak

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Kesehatan Anak dan Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan.

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

MALNUTRISI. Prepared by Rufina Pardosi UNICEF Meulaboh

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian dijumpai 35 anak yang dirawat di bangsal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

Transkripsi:

Artikel Asli Bob Wahyudin Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Wahidin Sudirohusodo, Makassar Latar belakang. Di kota Makassar, penyakit saluran napas pada anak memiliki angka morbiditas yang tinggi. Rumah Sakit Wahidin sebagai rumah sakit regional Indonesia timur juga menerima pasien rawat inap untuk pasien anak dengan penyakit saluran napas, namun belum ada laporan tentang karakteristik pasien yang dirawat jalan di Poli Khusus Respirologi. Tujuan. Melaporkan dan menganalisis karakteristik pasien yang mendatangi Poli Rawat Jalan Khusus Respirologi Anak tahun 2010. Metode. Metode penelitian analitik deskriptif retrospektif data sekunder status pasien rawat jalan Poliklinik Khusus Respirologi Anak Hasil. Pada tahun 2010, 65 anak dengan penyakit pernapasan dirawat di Bangsal Respirologi Anak RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Rerata umur 5,34±4,58 tahun. Terdapat perbedaan bermakna rerata umur menurut diagnosis masuk (p=0,03), dan perbedaan sangat bermakna proporsi gizi buruk menurut diagnosis masuk (p=0,000). Tidak terdapat hubungan antara status gizi dan diameter indurasi (p=0,07), dan antara adanya parut BCG dan diameter indurasi tuberkulin (p=0,97). Pada pasien tuberkulosis, terdapat perbedaan bermakna proporsi gizi buruk (p=0,03) dan sangat bermakna rerata diameter indurasi tuberkulin (p=0,000 ) apabila dibandingkan dengan pasien non-tuberkulosis. Kesimpulan. Terdapat perbedaan umur sesuai diagnosis masuk. Pasien pneumonia cenderung berusia lebih muda, sedangkan pasien tuberkulosis cenderung berusia lebih tua. Diameter indurasi uji tuberkulin tidak dipengaruhi oleh status gizi dan ada tidaknya parut BCG. Proporsi gizi buruk dan rerata indurasi lebih besar pada penyakit tuberkulosis dibanding non tuberkulosis. Sari Pediatri 2012;14(2):84-9. Kata kunci: karakteristik klinik, penyakit saluran napas, rawat jalan, indurasi tuberkulin Alamat korespondensi: Dr. Bob Wahyudin, Sp.A, IBCLC. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Jln Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar 90000. Telp (0411) 588442. E-mail: bob_wahyudin@ yahoo.com Dari data Suskernas tahun 2007, didapatkan 26% penduduk kota Makassar berada dalam kelompok umur 0 15 tahun. Dari sepuluh penyakit utama, penyakit pernapasan menempati urutan pertama dengan 84

persentase 52,7%, dan menempati urutan ketujuh dari 10 penyebab utama kematian di kota Makassar. Pada balita, penyakit pernapasan khususnya pneumonia merupakan penyebab kematian utama, sebesar 22,8% (suskernas 2001). 1 Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo adalah Rumah Sakit Regional tipe A yang berfungsi sebagai rumah sakit rujukan utama di Indonesia Timur, dengan jumlah tempat tidur 673 dan bed occupancy ratio 72,6%. Sayangnya belum ada data dan analisis mengenai penyakit-penyakit anak yang mendatangi Poliklinik Rawat Jalan Khusus Respirologi Anak. Poliklinik Khusus Respirologi Anak RS Wahidin Sudirohusodo hanya dibuka setiap hari Senin dalam seminggu. Beberapa pasien yang datang berasal dari rujukan poliklinik umum anak, sehingga jumlah kasus baru perbulan juga tidak terlalu banyak, hanya sekitar 5 sampai 10 orang perbulan. Tujuan penelitian kami untuk melaporkan insidens (kasus baru) penyakit pernapasan yang mendatangi Poli Khusus Rawat Jalan Respirologi Anak di Rumah Sakit Wahidin. Juga dianalisis tentang hubungan beberapa faktor sosiodemografik, dan beberapa karakteristik klinik penyakit, dengan penekanan pada penyakit tuberkulosis. Metode Data sekunder berasal dari status rawat jalan Poliklinik Khusus Respirologi Anak RS Wahidin Sudirohusodo selama tahun 2010. Dilakukan penelitian observasional analitik secara retrospektif. Dilakukan pengumpulan data pasien antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan orangtua, status gizi, status imunisasi. Dalam rangka membandingkan karakteristik klinis antara penyakit tuberkulosis dan bukan tuberkulosis, dicatat juga data tentang uji tuberkulin, parut BCG, dan riwayat kontak dengan pasien TB dewasa. Status gizi dikelompokkan berdasarkan kriteria BB/TB sesuai kurva CDC tahun 2000. Diagnosis pneumonia ditegakkan secara klinik berdasarkan kriteria WHO, yaitu batuk dan nafas cepat. Rinitis akut, tonsilitis akut, faringitis akut, atau kombinasi keadaan tersebut dikelompokkan sebagai infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas. Didiagnosis rinitis apabila terdapat rinore. Tonsilitis apabila ditemukan pembesaran tonsil T3/T3 yang hiperemis. Faringitis apabila ditemukan hiperemis pada daerah farings. Pendekatan diagnosis tuberkulosis dilakukan dengan TB Skor dan kemudian dievaluasi lebih lanjut secara klinis dan laboratorik. Riwayat kontak positif apabila pasien hidup serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa, baik yang baru didiagnosis atau sedang menjalani pengobatan. Parut BCG dilihat pada lengan atas kanan. Uji Tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan 2TU (0,1ml) larutan PPD RT 23 produksi PT Biofarma Bandung, interpretasi dilakukan 48-72 jam kemudian dengan mengukur diameter indurasi dengan mistar tembus pandang. Arah pengukuran tegak lurus dengan arah penyuntikan sebelumnya, dinyatakan, dan dicatat dalam millimeter. Analisis statistik menggunakan program SPSS 18. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, kemudian dilakukan pengujian dengan analisis yang sesuai. Analisis univariat digunakan untuk deskripsi karakteristik data seperti distribusi frekuensi, rerata, dan cakupan. Analisis ini akan menjelaskan karakteristik data seperti sosioekonomi. Analisis bivariat menggunakan Uji chi square (X 2 ), untuk membandingkan proporsi variabel kategorik (mis: status gizi, riwayat kontak). Uji Student-t dan Anova digunakan untuk membandingkan nilai rerata dua atau lebih variabel numerik yang mempunyai distribusi dan varians normal (mis: diameter uji tuberkulin). Analisis visual dibuat menggunakan scattered plot. Kemaknaan uji statistik dinyatakan tidak bermakna apabila p>0,05, bermakna apabila p 0,05, dan sangat bermakna apabila p<0,01. Hasil Enampuluh lima pasien dirawat di Poliklinik Khusus Respirologi Anak selama tahun 2010. Karakteristik sosiodemografik tertera pada Tabel 1. Rerata umur pasien 5,34 4,58 dengan umur termuda 0,25 dan tertua 14,60 tahun. Rerata berat lahir adalah 3040 360,46 gram. Terbanyak beragama Islam dengan pekerjaan ayah wiraswasta. Distribusi status gizi terbanyak gizi baik, diikuti gizi kurang, buruk, dan lebih. Sebagian besar pasien telah dimunisasi lengkap (76,9%). Pada Gambar 1 dapat dilihat distribusi diagnosis penyakit pernafasan menurut umur dan jenis kelamin. Nampak bahwa pasien pneumonia dan ISPA cenderung mengenai anak balita, sedangkan tuberkulosis terbanyak diderita oleh anak yang lebih tua. Uji Anova menunjukkan perbedaan bermakna rerata umur di 85

Tabel 1. Karakteristik sosiodemografik dan klinik Karakteristik n (%) Rerata ± SB Rentang Jumlah subyek 65 (100) Umur (tahun) 5,34±4,58 0,25-14,16 Laki-laki: perempuan 31(47,7):34 (52,3) Pekerjaan ayah Buruh Petani PNS Wiraswasta Pegawai swasta Lain-lain 10 (15,4) 9 (13,8) 14 (21,5) 20 (30,8) 8 (12,3) 4 (6,1) Gizi Baik 47 (72,3) Kurang 13 (20,0) Buruk 5 (7,7) Pernapasan/menit 30,68±7,59 25-56 Nadi/menit 102,94±13,03 80-140 Suhu ( 0 C) 36,84±0,42 36,5-38,1 Leukosit/mm 3 11879±5851 2700-39100 BB Lahir (gram) 3040±360,46 1700-4000 Status imunisasi Lengkap 50 (76,9) Tidak/belum lengkap 15 (23,1) ASI sampai umur (bulan) 0-6 1 1(16,9) 6-12 33 (50,8) >12 20 (30,8) Tidak pernah 1 (1,5) Gambar 1. Distribusi penyakit menurut umur dan jenis kelamin antara berbagai kelompok penyakit, namun analisis post-hoc untuk membedakan kelompok penyakit yang berbeda bermakna tidak dilakukan, karena beberapa kelompok penyakit mempunyai nilai 0. Tabel 2 memperlihatkan berbagai diagnosis penyakit pernapasan dan hubungannya dengan beberapa karakteristik klinik. Sebagian besar pasien didiagnosis dengan penyakit tuberkulosis. Apabila pasien hanya menderita ISPA, pasien tersebut tidak dirujuk ke poli khusus anak, namun apabila ada kecurigaan kearah tuberkulosis, maka residen di poli umum anak akan merujuknya. Tidak ada perbedaan bermakna antara rerata hemoglobin maupun rerata leukosit menurut kelompok penyakit, namun terdapat perbedaan bermakna dalam umur dan gizi. Untuk mengetahui lebih lanjut karakteristik umur, gizi, parut BCG, riwayat kontak, diameter indurasi tuberkulin serta pengaruh masing-masing faktor pada penyakit tuberkulosis, maka dibuat analisis dengan mengelompokkan pasien kedalam dua kelompok 86

Tabel 2. Jenis diagnosis penyakit saluran pernapasan dan hubungannya dengan beberapa karakteristik klinik Diagnosis Rerata umur Gizi buruk Rerata HB Rerata leukosit n (tahun) (persen) (mg%) (ribu) Tuberkulosis TB paru 12 6,94 0 10,75 12,76 Suspek limfadenitis TB 8 4,14 0 10,48 14,10 Limfadenitis TB 5 3,78 0 10,64 10,84 Pleuritis TB 1 12,75 0 8,60 9,50 Meningitis TB 1 11,83 100 12,30 21,60 Koksitis TB 2 8,95 100 12,05 61,65 Spondilitis TB 2 6,50 50 10,75 9,67 Suspek TB paru 12 6,88 0 11,90 10,85 ISPA 5 2,58 0 9,88 13,12 Pneumonia 6 1,23 20 9,21 11,65 Asma 7 6,73 0 11,44 10,77 Bronkitis 4 1,62 0 11,42 12,00 Total 65 5,34 7,69 10,86 11,87 *Uji Oneway Anova. # Uji X 2 UJi bivariat df=11 p=0,03*, df =11 p=0,000 #, df= 11 P= 0,16*, df= 11 P=0,78* Tabel 3. Perbandingan karakteristik penyakit tuberkulosis dan non tuberkulosis Parameter Tuberkulosis Bukan tuberkulosis Kemaknaan Umur, (rerata) 0-1 >1-4 6,84±4,84 4 7 > 5 12 c df=2, p= 0,167* Rasio laki-laki:perempuan 10:13 21:21 df=1, p= 0,61* Proporsi gizi buruk 4/23 1/42 df=1, p=0,03* Parut BCG 19/23 34/42 df=1, p=0,86* Riwayat kontak Tidak ada Tidak tahu Ada Diduga Ada Disangkal 3 5 2 1 12 5 9 0 4 24 df =4 P=0,373 # Uji tuberkulin (Rerata diameter, mm) 13,35±4,06 5,14±4,69 p=0,000 & *Uji X 2, # Uji Anova, & Uji t 95%CI= (-10,52)-(-5,8) besar; tuberkulosis dan non tuberkulosis. Apabila pasien dilabel suspek saja, maka pasien dimasukkan kedalam kelompok non tuberkulosis. Tabel 3 menunjukkan pasien tuberkulosis lebih banyak pada anak di atas lima tahun, sedangkan non tuberkulosis banyak terdapat pada anak balita, meskipun perbedaan ini tidak bermakna. Distribusi jenis kelamin relatif berimbang dan tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal parut BCG dan riwayat kontak, namun terlihat proporsi gizi buruk secara bermakna terdapat lebih banyak pada kelompok tuberkulosis. Terdapat perbedaan bermakna di antara kelompok diameter uji tuberkulin. Telah diketahui bahwa faktor gizi bisa berpengaruh terhadap uji tuberkulin dan faktor gizi ini bisa menjadi faktor perancu hubungan antara diameter uji tuberkulin dan penyakit tuberkulosis. 87

Dilakukan analisis faktor perancu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan gizi buruk di antara berbagai diameter uji tuberkulin. Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata diameter tuberkulin antara pasien PEM dan non PEM. Sehingga disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan rerata uji tuberkulin pada pasien tuberkulosis dan non tuberkulosis, dan perbedaan tersebut bukan disebabkan oleh pengaruh faktor gizi (Tabel 4). Faktor parut BCG juga sering dihubungkan dengan besarnya diameter uji tuberkulin. Dari penelitian kami, tidak ditemukan hubungan antara parut BCG dengan rerata diameter uji tuberkulin seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Hubungan antara parut BCG dan diameter uji tuberkulin Uji tuberkulin Scar BCG N Rerata diameter (mm) Ada 35 9,89 5,88 Tidak Ada 8 10,13 6,49 Uji bivariat p= 0,9. 95%CI = -4,98 4,50 Tabel 4. Hubungan antara faktor gizi dan diameter uji tuberkulin Uji tuberkulin Status gizi n Rerata diameter (mm) Non-PEM 39 9,41±5,97 PEM 4 15±0,81 Uji bivariat p= 0,07. 95%CI = -11,69 0,51 Pembahasan Penyakit saluran pernapasan, termasuk pneumonia dan tuberkulosis tetap menjadi penyebab kematian terbanyak kematian pada anak balita pada negara negara berkembang, meskipun saat ini telah dikembangkan berbagai strategi dan pedoman untuk pencegahan dan tata laksana. 2 Tuberkulosis pada anak masih menjadi masalah yang sulit teratasi. Upaya untuk menentukan burden of disesase pun sulit dilakukan karena kesulitan dalam mendiagnosis penyakit ini pada anak. 3 Diperkirakan insidens tuberkulosis anak bervariasi sekitar 60-600 kejadian pertahun. 4 Distribusi umur di antara berbagai jenis penyakit berbeda. Pada penelitian kami, tuberkulosis lebih banyak berdampak pada usia yang lebih tua. Hal tersebut disebabkan beberapa tuberkulosis ekstra paru (9 dari 23 kasus tuberkulosis, 39%) yaitu limfadenitis TB, koksitis TB, dan spondilitis TB. Menurut timetable Walgren, komplikasi ke tulang memerlukan waktu yang lebih lama biasanya dalam 3 tahun setelah infeksi primer. 5 Hal tersebut menyebabkan manifestasi klinik ditemukan pada usia yang lebih tua. Faktor gizi konsisten mempengaruhi perjalanan penyakit pada anak, khususnya penyakit tuberkulosis. Sebaliknya penyakit tuberkulosis juga akan menyebabkan seorang anak menjadi lebih mudah terkena penyakit tuberkulosis.,6,7 Defisiensi gizi meningkatkan risiko dan beratnya penyakit tuberkulosis dengan mempengaruhi fungsi imunologis, terutama imunitas selular, dengan mengurangi kinerja limfosit T dan sel fagosit. Infeksi TB dengan mudah menjadi penyakit TB pada anak yang menderita tuberkulosis. Pada jangka panjang, juga terjadi peningkatan risiko reaktivasi. Obat anti tuberkulosis juga akan berkurang efek farmakodinamiknya pada pasien malnutrisi. Penyakit tuberkulosis juga dapat menyebabkan malnutrisi. Pasien tuberkulosis mengalami penurunan nafsu makan, malabsorpsi protein, dan mikronutrien akan menyebabkan wasting otot dan jaringan lemak dalam jangka waktu panjang. 7 Kami juga menganalisis efek status gizi terhadap diameter uji tuberkulin dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Walaupun beberapa penelitian telah menyokong hubungan antara malnutrisi dan diameter indurasi. Ganapathy dkk 7 tidak menemukan hubungan antara status gizi (anthropometric) dan diameter indurasi tuberkulin, bahwa PEM antropometrik saja tidak akan terlalu menekan status imun selular. Pada pasien dengan malnutrisi yang secara klinis tampak berat (marasmus dan kwashiorkor), maka diameter uji tuberkulin akan terpengaruh. Scar BCG merupakan salah satu indikator seorang anak telah divaksinasi BCG atau tidak. Bozaykut dkk 9 menemukan hubungan yang bermakna antara keberadaan parut BCG dgn diameter uji tuberkulin (tidak ada parut vs ada parut BCG; 2.8 2,6 vs 6,1 5,1), dengan rerata umur 3,3 1,7. Bozaykut juga menemukan bahwa pada kelompok umur yang semakin tinggi, kemaknaan hubungan parut dan uji tuberkulin juga semakin berkurang. Hal tersebut karena respons imun yang lemah akibat vaksinasi BCG seiring umur yang semakin meningkat. Pada penelitian 88

kami, rerata umur pasien lebih tinggi (5,34 4,58) tidak terdapat perbedaan bermakna antara parut BCG dan diameter indurasi tuberkulin. Penelitian dengan mengandalkan data sekunder dari rekam medik Rumah Sakit, berpeluang mendapatkan data yang kurang terpercaya. Jumlah pasien yang kurang juga berpeluang dalam menimbulkan bias analisis. Disarankan dimasa depan untuk membuat sistem rekam medik yang lebih baik sehingga dapat mencatat berbagai aspek perjalanan penyakit beserta hasil radiologik dan laboratorium. Daftar pustaka 1. Pemerintah Kota Makassar. Profil kesehatan Kota Makassar Tahun 2007. Makassar: Pemerintah Kota Makassar; 2007. 2. Black RE, Cousens S, Johnson HL. Global, regional and national causes of child mortality in 2008: a systematic analysis. Lancet 2010; 375: 1969-87. 3. Starke JR. Childhood tuberkulosis. A diagnostic dilemma. Chest 1993;104;329-30. 4. Newton SM, Brent AJ, Anderson S. Paediatric tuberkulosis. Lancet Infect Dis. 2008; 8: 498-51. 5. Miller FJW. Tuberkulosis in children. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1982. h. 144-55. 6. Gupta BK, Gupta R, Atreja A. Tuberkulosis and nutrition. Lung India 2009;26:9-16. 7. Nutrition Information Centre University of Stellenbosch. Tuberkulosis (TB) and nutrition. Diunduh dari: http:// www.sun.ac.za/nicus/. Di akses tamggal 10 Juni 2011. 8. Ganapathy T, Chakraborty AK. Does malnutrition affect tuberkulin hypersensitivity reaction in the community. Indian J Pediat 1982;49:377-82. 9. Bozaykut A, Ipek OA Ozkars MY. Effect of BCG vaccine on tuberkulin skin tests in 1 6-year-old children. Acta Pediatr 2002;91:235-8. 89