6 BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini menjabarkan tentang tujuan dari perancangan sistem, kriteria dan pilihan kesimpulan dalam menentukan pemilihan pegawai terbaik. Selain itu juga tahapan dalam merancang system pendukung keputusan serta pembahasan analisis sistem untuk pemilhan pegawai terbaik dengan metode AHP dan PROMETHEE. BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini akan membahas bentuk perangkat lunak yang dibuat, bentuk sistem yang digunakan dalm penyusunan fungsi dan prosedur yang mebangun program serta tampilan program sitem pendukung keputusan menggunakan metode AHP dan PROMETHEE. BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir akan memuat kesimpulan isi dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang diperoleh dan diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan selanjutnya. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Pengertian Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan
7 akhir dari suatu proses yang lebih dinamis yang disebut pengambilan keputusan. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan. 2.1.2. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Turban (2005) mendefenisikan pengambilan keputusan sebagai sebuah proses memilih tindakan untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan. Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan pendekatan sistematis terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data menjadi informasi serta ditambah dengan faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalm pengambilan keputusan. Sistem Pendukung Keputusan didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa, sistem pengetahuan dan sistem pemrosesan masalah. Pembuatan keputusan diperlukan diperlukan pada semua tahap kegiatan administrasi dan manajemen. Misalnyam dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusankeputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan tersebut dicakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan konsekuensi dan berbagai dampak yang timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan dan penilaian (evaluasi) terhadap hasil pelaksanaan kerja, juga banyak keputusan dibuat dalam rangka koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi agar hasil yang diperoleh lebih sesuai dengan sasaran mutu, waktu dan penggunaan sumber daya yang efisien.
8 2.2. Fase-fase Proses Pengambilan Keputusan Adapun proses dalam pengambilan keputusan terdiri dari 4 tahapan menurut Simon (Daihani, 2001), yaitu : 1. Tahap Penelusuran (Intelligence) Merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil. Langkah ini sangat penting menentukan tingkat ketepatan keputusan yang akan diambil, karena sebelum suatu tindakan diambil, tentunya persoalan yang dihadapi harus dirumuskan secara jelas terlebih dahulu. 2. Perancangan (Design) Merupakan tahap analisa dalam kaitan mencari atau merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Setelah permasalahan dirumuskan dengan baik, maka tahap berikutnya adalah merancang atau membangun model pemecahan masalahnya dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. 3. Pemilihan (Choice) Dengan mengacu pada rumusan tujuan serta hasil yang diharapkan, selanjutnya manajemen memilih alternatif solusi yang diperkirakan paling sesuai. Pemilihan alternatif ini akan mudah dilakukan kalau hasil yang diinginkan terukur atau memilki nilai kuantitas tertentu. 4. Implementasi (Implementation) Merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencan, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan-perbaikan. 2.3. Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan
9 Menurut Turban karekteristik Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut: 1. Sistem Pendukung Keputusan dirancang untuk membantu pengambilan keputusan dalam memecahkan suatu masalah yang bersifat semi terstruktur atau sebaliknya. 2. Sistem Pendukung Keputusan dalam proses pengolahannya menkombinasikan pengguna model-model anakisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari informasi. 3. Sistem Pendukung Keputusan dirancang untuk dapat digunakan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan mengoperasikan komputer. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif. 4. Dirancang dengan menekankan pad aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi, sehingga mudah disesuaikan dalam berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan kebutuhan pemakai. 2.3.1. Komponen Sistem Pendukung Keputusan Adapun komponen-komponen dari SPK adalah sebagai berikut: 1. Subsistem manajemen data, mencakup satu basis data (data base) yang berisi data yang relevan dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut Database Management System (DBMS). 2. Subsistem manajemen model, menggunakan perangkat lunak yang berkaitan dengan bidang-bidang seperti keuangan, statistik, manajemen, atau model-model kuantitatif yang memiliki kemampuan untuk melakukan analisa sistem. 3. Subsistem antarmuka pengguna, digunakan sebagai media interaksi antara system dengan pengguna. Pengguna dapat berkomunikasi dengan SPK dan memerintahkan SPK melalui susistem ini. 4. Subsistem manajemen berbasis pengetahuan, dapat mendukung subsistem lain atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri yang tidak terkait dengan komponen lain.
10 Untuk dapat lebih jelas memahami model konseptual SPK, perhatikan gambar di bawah ini: Model Database Gambar 2.1. Model Konseptual SPK 2.4. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP (Analitycal Hierarchy Process) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty [7] dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang kompleks, dengan aspek atau kriteria yang dipertimbangkan cukup banyak. Kompleksitas masalah disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidak pastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian ketersediaan data yang akurat. Pegambilan keputusan dalam metode AHP didasarkan atas tiga prinsip dasar, yaitu penyusunan hirarki, penentuan prioritas dan konsistensi logis. Dalam menggunakan ketiga prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek pengambilan keputusan, yaitu: secara konseptual AHP mendefinisikan permasalahan dari penilaian untuk mendapat solusi masalah, dan secara kuantitatif AHP melakukan perbandingan secara numerik dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan. Beberapa kelebihan penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut: (Suryadi dan Ramdhani, 1998). 1. Struktur yang berbentuk hirarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
11 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat keputusan. Dalam AHP terdapat prinsip dasar dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah: 1. Membuat hirarki Sistem yang komplek bisa dipahami dengan memecahkan menjadi elemen-elemen pendukung menyusun elemen secara hirarki dan menggabungkannya. 2. Penilaian kriteria dan alternative Kriteria dan alternative dilakukan dengan perbandingan berpasangan untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan table analisis seperti tabel berikut: Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Kebalikan Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari 3 pada elemen yang lainnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Satu elemen jelas mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 7 Satu elemen sangat mutlak lebih penting 9 daripada yang lainnya Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan 2, 4, 6, 8 yang berdekatan Jika aktivasi mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivasi i, maka j memiliki nilai kebalikannya
12 3. Menentukan Prioritas (Synthesis Of Priority) Untuk setiap dan alternative, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Paire Wise Comparison) nilai-nilai perbandingan alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan dengan memanipulasi matrik atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Dalam AHP, ada beberapa langkah dasar yang dilakukan, antara lain: 1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang siinginkan, lalu menyusun hirarki dan permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hirarki dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan. 2. Menentukan prioritas elemen a. Menentukan prioritas adalah membuat perbandingan pasangan yaitu membaningkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. b. Matriks perbandingan berpasangan di sisi menggunakan bilangan untuk mempresentasikan kepentingan alternatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lain. 3. Sintesis Pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal yang perlu dilakukan adalah: a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matrik b. Membagi nilai dari setiap kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matrik. c. Menjumlahkan niali-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapat nilai rata-rata. 4. Mengukur konsistensi
13 Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak mengiginkan keputusan berdasarkan keseimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal yang dilakukan adalah: a. Kalikan nilai setiap kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dan seterusnya. b. Jumlahkan setiap baris c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi di atas dengan elemen relatif yang bersangkutan d. Jumlah hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada hasilnya disebut λ max 5. Hitung konsistensi indeks (CI) dengan rumus: CI = (λ max-n)/n, dimana: n = banyaknya elemen 6. Hitung rasio konsistensi / Consistency Ratio (CR) Rumus: CR = CI/IR Dimana: CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index IR = Index Random Consistency 7. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilai lebih dari 10%, maka penilaian data judgetmen harus diperbaiki. Namun jika ratio konsistensi CI/IR kurang atau sama dengan 0.1, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. 2.5. Metode PROMETHEE (Preference Ranking Organizational Method for Enrichment Evaluation) Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1998). Ini adalah metode peringkat yang cukup sederhana dalam konsep dan aplikasi dibandingkan dengan metode lain untuk analisis multikriteria (Goumas, 1998).
14 PROMETHEE menyediakan kepada user untuk menggunakan data secara langsung dalam bentuk tabel multikriteria sederhana. PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk menangani banyak perbandingan, pengambil keputusan hanya mendefenisikan skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan preferensi untuk setiap kriteria dengan memusatkan pada nilai (value), tanpa memikirkan tentang metode perhitungannya. Metode PROMETHEE menggunakan kriteria dan bobot dari masing-masing kriteria yang kemudian diolah untuk menentukan pemilihan alernatif lapangan, yang hasilnya berurutan berdasarkan prioritasnya. Penggunaan metode PROMETHEE dapat dijadikan metode untuk pengambilan keputusan di bidang pemasaran, sumber daya manusia, pemilihan lokasi, atau bidang lain yang berhubungan dengan pemilihan alternatif. 2.5.1 Nilai Hubungan outranking dalam PROMETHEE 2.5.1.1 Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Aplikasi Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus, antara lain: a. Kriteria Biasa (Usual Criterion) H(d) = 0 jika d 0 1 jika d > 0 Keterangan: H (d) = selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f (a) = f (b) ; apabila nilai kriteria pada masing-masing alternative memiliki nilai berbeda,
15 pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih baik. Gambar 2.2 Kriteria Biasa b. Kriteria Quasi (Quasi Criterion) H(d) = 0 jika q 1 jika d > q Keterangan: H (d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } Parameter (q) = harus merupakan nilai tetap Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H (d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak. c. Kriteria dengan preferensi linier Gambar 2.3 Kriteria Quasi H(d) = 0 jika d 0 d/p jika 0 < d p
16 Keterangan: 1 jika d > p H (d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } p = nilai kecenderungan atas Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak (Brans, 1998). Gambar 2.4 Kriteria dengan preferensi linier d. Kriteria Level (Level Criterion) H(d) = 0 jika d q 0,5 jika q < d p 1 jika d > p Keterangan: H (d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif
17 p q = nilai kecenderungan atas = harus merupakan nilai yang tetap Kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0.5) (Brans, 1998). Gambar 2.5 Kriteria Level e. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda H(d) = 0 jika d q (d-q)/p-q jika q < d p 1 jika d > p Keterangan: H (d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } p = nilai kecenderungan atas q = harus merupakan nilai yang tetap
18 Pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p. dua parameter tersebut telah ditentukan. -p -q q p Gambar 2.6 Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda f. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion) H(d) = 0 jika d 0 1 exp(- d 2 2 g 2 ) jika Fungsi ini bersyarat apabila ditentukan nilai distribusi normal dalam statistik (Brans, 1998). σ, dimana dapat dibuat berdasarkan
19 Gambar 2.7 Kriteria Gaussian 2.6 Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang menggunakan metode AHP dan PROMETHEE sebagai metode pengambilan keputusan berdasarkan kriteria. Seperti :Ambar Harsono (2009) di dalam penelitiannya menggunakan metode AHP dan PROMETHEE untuk pemilihan pemasok sayuran di supermarket yang bertujuan untuk mengembangkan suatu metode penilaian kinerja untuk mendapatkan urutan prioritas pemasok berdasarkan bobot dari kriteria. Ada empat kriteria utama untuk menilai kinerja pemasok, yaitu kualitas, harga, metode pengiriman dan pelayanan yang kemudian dijabarkan menjadi sepuluh sub kriteria. Dengan metode AHP diperoleh bobot dari empat kriteria yang kemudian dijabarkan menjadi sepuluh sub kriteria dengan bobot masing-masing yaitu: kesesuaian spesifikasi, kondisi pengepakan, kemampuan mengganti produk yang tidak sesuai, stabilitas harga, kemauan bernegosiasi, kemudahan cara pembayaran, ketepatan waktu, kesesuaian jumlah, kemudahan dihubungi, dan kecepatan menjawab surat menyurat. Selain itu juga, Alfian Zakaria (2012) dalam penelitiannya bahwa metode PROMETHEE mampu menghasilkan urutan ranking dari calon peserta jamkesmas yang telah diseleksi. Penelitian ini bertujuan merancang sebuah aplikasi sistem pendukung keputusan penentuan peserta jamkesmas dengan menggunakan metode PROMETHEE sehingga dapat digunakan pada sebuah instansi kesehatan. Demikian juga Idam Kusomo W (2011), dalam penelitiannya mengambil keputusan dengan metode AHP pemilihan fakultas dengan berbasis web. Pemilihan Fakultas merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penelitiannya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka penulis merancang suatu
20 aplikasi yang menggunakan metode AHP sebagai metode inferensi dan dapat diakses secara mobile web. Pada penelitian Ariyanto (2012) tentang sistem pendukung keputusan pemilhan karyawan terbaik dengan metode SAW, yang bertujuan untuk mengetahui prosedur penilaian dan pemilihan karyawan terbaik dengan menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada untuk memacu semangat setiap karyawan dalam meningkatkan dedikasi dan kinerja. BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Permasalahan Pemilihan pegawai terbaik di RSU Prof. Dr. Boloni Medan dilakukan secara objektif yang dilakukan oleh bagian HRD. Adapun kriteria pemilihan pegawai terbaik antara lain: kehadiran, tanggungjawab, kepribadian, social dan keuletan. Penjelasan dri masing-masing kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria kehadiran merupakan penilaian bagaimana pegawai hadir di tempat sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan 2. Kriteria tanggungjawab dimana setiap pegawai dinilai melalui tangungjawab terhadap suatu pekerjaan yang dikerjakan 3. Kriteria kepribadian, merupakan penilaian bagaimana pegawai bersosialisasi terhadap masyarakat di sekitar rumah sakit, baik pasien maupun kelurga pasien 4. Kriteria sosial meliputi jiwa sosial yang tinggi, bijaksana, pandai bergaul, dapat bekerjasama. 5. Kriteria kemahiran dalam mengerjakan suatu pekerjaan dilihat dari segi kerapian dan pemahaman terhadap pekerjaan tersebut. Penilaian setiap pegawai terhadap kriteria-kriteria yang ada dilakukan dengan model penilaian yang bersifat kuantitatif.