BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping)

dokumen-dokumen yang mirip
TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1

BAB IV PENUTUP. tanah, luasan bidang tanah, dan batas batas wilayah bidang tanah. Pentingnya

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

PELAKSANAAN ASAS CONTRADICTOIRE DELIMITATIE DALAM PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BANGLI

Restandarisasi Survey Kadaster

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

Drs.H.Adang Tadjuddin,M.Si. Drs.H.ADANG TADJUDDIN,M.Si

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PELANGGARAN DISIPLIN BERAT

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

Survey Kadaster Ber-SNI? Why Not. Kusmiarto 1*, Eko Budi Wahyono 2*

Nomor 72 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 72 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB V PENUTUP. commit to user

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI DALAM PROSES PENDAFTARAN TANAH DI KOTA MAKASSAR OLEH: TRIGITA TIKU B

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FUNGSI PETA PENDAFTARAN DALAM UPAYA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DATA FISIK BIDANG-BIDANG HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Seorang yang memiliki HGB yang sudah habis masa berlakunya, maka

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

No. 16/12/DPAU Jakarta, 22 Juli 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

PUTUSAN Nomor: 001/I/KI_Kepri-PS-M-A/2012 KOMISI INFORMASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1. IDENTITAS

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang

PUTUSAN NOMOR: 011/X/KIPDIY-PS/2015 KOMISI INFORMASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1. IDENTITAS PARA PIHAK

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

DPN APPEKNAS KODE ETIK ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL DAN BATUBARA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

URGENSI PENGUKURAN ULANG BATAS KEPEMILIKAN TANAH DI BPN KAB MAGELANG. Ayu Sari Risnawati 1 Nurwati 2. Abstrak

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

PUTUSAN. Nomor : 05/PTS/KIP-SU/III/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI SUMATERA UTARA 1. IDENTITAS

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemerintah yang

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) berupa terdapatnya dua atau lebih sertifikat hak milik yang data yuridisnya berbeda namun data fisiknya menunjukkan letak, luas, dan batas suatu bidang tanah yang sama secara menyeluruh atau sebagian sehingga saling bertumpuk. Tumpang tindih (overlapping) ini kemudian menyebabkan sertifikat hak milik tidak dapat menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum. 1. Dari penelitian dan analisis hukum terhadap 3 (tiga) kasus tumpang tindih (overlapping) dalam penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) sebagai berikut: a. Bahwa di dalam pelaksanaan proses pengukuran ternyata tidak dilaksanakan sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Petugas Ukur dan Pasal 19 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana ditentukan yaitu: 1. Bahwa dari pihak pemilik tidak menghadirkan pemilik tanah yang berbatasan, hanya menghadirkan perangkat desa (Dukuh); 115

2. Bahwa dari pelaksana Petugas Ukur juga tidak mempermasalahkan atau mengharuskan kehadiran dari pemilik tanah yang berbatasan, sekedar hanya menuruti apa yang ditunjukkan oleh pemilik tanah sebagai pemohon, sementara perangkat desa (Dukuh) hanya menyaksikan. b. Bahwa antara bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang berbatasan pasti saat diajukannya pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) waktunya berbeda atau tidak bersama-sama, apabila antara bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang berbatasan tersebut pengajuannya bersama-sama maka tidak akan terjadi kasus tumpang tindih (overlapping). c. Bahwa bidang tanah pada saat dilakukan pengukuran untuk pengajuan pendaftaran tanah untuk pertama kali masih menggunakan peta manual yang menggunakan koordinat lokal dan belum terdigitalisasi dalam Peta TM-3 yang sudah berkoordinat nasional sehingga dimungkinkan tidak cocok dengan keadaan sebenarnya dan memungkinkan timbulnya kasus tumpang tindih (overlapping). d. Bahwa pemilik tanah yang berbatasan tidak mengusahakan dan memelihara tanda-tanda batas bidang tanah dengan baik, padahal pemeliharaan dan perawatan tanda-tanda batas (patok) adalah menjadi kewajiban dari pemilik tanah yang bersangkutan sesuai dengan aturan dalam Pasal 17 ayat (3) PP 24 Tahun 1997. 116

e. Bahwa peralatan pengukuran dan pemetaan yang dimiliki Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan seperti theodolite, GPS, Total Station dan komputer pemetaan dinilai masih kurang lengkap dan banyak yang sudah rusak sehingga menghambat pekerjaan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan program pendaftaran tanah. f. Bahwa pemilik tanah kesulitan mendatangkan pemilik tanah yang berbatasan pada saat melaksanakan pengukuran bidang tanah sehingga Asas Contradictoire Delimitatie di dalam pengukuran sesuai yang tersirat dalam pasal 17 dan 18 PP 24 Tahun 1997 sulit terlaksana. 2. Dari kesimpulan yang merupakan uraian dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) tersebut di atas, berikut ini beberapa solusi antisipasi dan penyelesaian atas kasus tumpang tindih (overlapping), sebagai berikut: a. Bahwa Petugas Ukur dalam melaksanakan proses pengukuran bidang tanah wajib konsisten dan menaati apa yang telah diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) Petugas Ukur dan Pasal 19 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Nasional nomor 3 tahun 1997 juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 yaitu dalam tahap penunjukan dan penetapan batas wajib melaksanakan asas kontradiktur delimitasi dimana menghadirkan pemilik bidang tanah yang berbatasan dan Perangkat Desa setempat. 117

b. Bahwa pemilik tanah wajib mengusahakan dan memelihara tandatanda batas (patok) bidang tanah dengan baik sesuai dengan aturan dalam Pasal 17 ayat (3) PP 24 Tahun 1997. c. Kepala Kantor secara berkala wajib mengadakan evaluasi terhadap semua tahapan dalam proses pendaftaran tanah. d. Kepala Kantor perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh terhadap aturan dalam proses pelaksanaan pendaftaran tanah. e. Pemilik bidang tanah yang berbatasan berhak mengajukan pembatalan atas hasil pengukuran kepada Kepala Kantor yang tidak melibat pemilik bidang tanah yang berbatasan dan meminta untuk dilakukan pengukuran ulang yang melibatkan pemilik bidang tanah yang berbatasan. f. Semua jajaran di dalam lingkungan Badan Nasional wajib mentaati kode etik yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Nomor 8 Tahun 2011. g. Kepala Kantor berkewajiban untuk melakukan sosialisasi secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW) khususnya dalam hal pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi dan pemeliharaan tanda batas bidang tanah. h. Bahwa peralatan pengukuran dan pemetaan yang dimiliki Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan harus memadai dan dilakukan perawatan secara berkala agar dapat melakukan proses pengukuran 118

dan pemetaan dengan teknologi digitalisasi yaitu menggunakan sistem pemetaan nasional TM-3 sesuai yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Nasional nomor 3 tahun 1997. Adapun khususnya untuk kasus tumpang tindih (overlapping) pada Sertifikat Hak Milik nomor 7450/Wedomartani, penulis dapat memberikan saran atau solusi sebagai berikut: a. Bahwa penyelesaiannya terlebih dahulu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di antara kedua belah pihak yang berbatasan dengan prinsip win win solution. b. Bahwa musyawarah dan mufakat dapat dilakukan dengan mediasi di Kantor dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor. c. Bahwa salah satu pihak seyogyanya merelakan atas luasan bidang tanah yang tumpang tindih (overlapping) dengan mempertimbangkan pihak yang terlebih dahulu mengajukan pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) akan dimenangkan oleh Kantor. d. Bahwa pihak pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan penyelesaian kasus sengketa tumpang tindih (overlapping) bidang tanah ke Peradilan Umum, dan apabila salah satu pihak tidak dapat menghadiri acara persidangan dilakukan putusan tanpa hadirnya salah satu pihak/tergugat (verstek). 119

e. Bahwa penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) bidang tanah dapat dilakukan pula melalui Peradilan Tata Usaha Negara. B. Saran Beberapa saran penulis untuk mengantisipasi tidak terjadinya tumpang tindih (overlapping) dan untuk penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) yang telah terjadi. 1. Saran untuk Antisipasi Kasus Tumpang Tindih (Overlapping) a. Kepala Kantor melakukan pemeriksaan secara cermat atas hasil dari pengukuran dan pemetaan. b. Kepala Kantor melakukan evaluasi secara berkala. c. Kepala Kantor perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh dan sesuai dengan aturan. d. Pihak yang berbatasan secara proaktif untuk mengajukan pembatalan/keberatan apabila tidak dilibatkan dalam proses penunjukan dan penetapan batas bidang tanah. e. Kepala Kantor berkewajiban untuk melakukan solialisasi pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi dan pemeliharaan tanda batas secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW). f. Secara berkala mengadakan bimbingan kepribadian dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Nasional, khususnya Petugas Ukur. 120

g. Kantor secara berkala perlu melakukan penyegaran bimbingan teknis, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Nasional, khususnya Petugas Ukur. h. Perlu dilakukan penyegaran dan perawatan peralatan pengukuran dan pemetaan secara berkala. 2. Saran Penyelesaian untuk Kasus Tumpang Tindih (Overlapping) yang Telah Terjadi a. Bahwa penyelesaiannya terlebih dahulu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di antara kedua belah pihak yang berbatasan dengan prinsip win win solution. b. Bahwa musyawarah dan mufakat dapat dilakukan dengan mediasi di Kantor dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor. c. Bahwa salah satu pihak seyogyanya merelakan atas luasan bidang tanah yang tumpang tindih (overlapping) dengan mempertimbangkan pihak yang terlebih dahulu mengajukan pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) akan dimenangkan oleh Kantor. d. Bahwa pihak pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan penyelesaian kasus sengketa tumpang tindih (overlapping) bidang tanah ke Peradilan Umum, dan apabila salah 121

satu pihak tidak dapat menghadiri acara persidangan dilakukan putusan tanpa hadirnya salah satu pihak/tergugat (verstek). e. Bahwa penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) bidang tanah dapat dilakukan pula melalui Peradilan Tata Usaha Negara. 122

TABULASI No Faktor-Faktor Penyebab Solusi dalam Praktek Saran 1. Tidak hadirnya Pemilik/Pemegang Hak Atas Tanah yang berbatasan. Petugas Ukur mewajibkan pada pemohon untuk menghadirkan pihak yang berbatasan. - Kepala Kantor melakukan pemeriksaan secara cermat atas hasil dari pengukuran. - Kepala Kantor melakukan evaluasi secara berkala. - Kepala Kantor perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh dan sesuai dengan aturan. - Pihak yang berbatasan secara proaktif untuk mengajukan pembatalan/keberat an apabila tidak dilibatkan dalam proses penunjukan dan penetapan batas bidang tanah. - Kepala Kantor berkewajiban untuk melakukan solialisasi pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi secara berkala (bekerjasama 123

2. Pemilik tanah tidak memelihara tanda-tanda batas bidang tanah dengan baik. 3. Kurangnya pemahaman Petugas Ukur terhadap Peraturan Kepala Badan Nasional Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayanan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di Lingkingan Badan Nasional Republik Indonesia. 4. Kurangnya sumber daya manusia dan produktivitasnya dalam lingkungan Badan Nasional. Kantor melakukan pengawasan dan meberikan peringatan terhadap kelalaian pemeliharaan tanda-tanda batas bidang tanah. Secara berkala melakukan penyegaran atas Peraturan Kepala Badan Nasional Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayanan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di Lingkingan Badan Nasional Republik Indonesia. Penambahan dan pelatihan sumber daya manusia di lingkungan dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW) Kepala Kantor berkewajiban untuk melakukan solialisasi pemeliharaan tanda batas bidang tanah secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW). Secara berkala mengadakan bimbingan kepribadian dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Nasional, khususnya Petugas Ukur. Kantor secara berkala perlu melakukan penyegaran bimbingan 124

Badan Nasional. teknis. 5. Kurang memadai dan rusaknya peralatan pengukuran dan pemetaan. 6. Teknik pengukuran dan pemetaan menggunakan sistem manual dan berkoordinat lokal. Penambahan dan perbaikan peralatan pengukuran dan pemetaan. Perubahan teknik pengukuran dan pemetaan dalam sistem digital yang berkoordinat nasional TM- 3. Perlu dilakukan perawatan peralatan pengukuran dan pemetaan secara berkala. - Pelaksana proses pengukuran dan pemetaan perlu pembinaan teknis secara berkala. - Ketersediaan peralatan pengukuran dan pemetaan yang memadai dan terbaru. 125