III. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

IV METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

IV. METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

II. BAHAN DAN METODE

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

III. METODOLOGI PENELITIAN

KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) Destri Yuliani 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

VII. ANALISIS FINANSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

II. KERANGKA PEMIKIRAN

18/09/2013. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 1. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 2

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO

Ujong Blang village Banda Sakti district of Lhokseumawe

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

III KERANGKA PEMIKIRAN

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Ruang lingkup periode pengkajian proyek adalah dalam kurun waktu sejak dimulainya pembangunan fisik proyek pada tahun 1990 sampai dengan kondisi stagnasi tahun 1996. Waktu pengamatan dan inventarisasi tentang kondisi terakhir fisik tambak dilakukan pada bulan Maret 2006. 3.2. Kerangka pemikiran Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai sejak tahun 1996 dalam keadaan stagnan dan selain itu dari segi fisik tambak mengalami abrasi yang mengakibatkan tambak di sepanjang pantai mengalami kerusakan. Dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai secara berkelanjutan, maka dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kelayakan bioteknis, finansial dan kelembagaan. Aspek bioteknis akan mengkaji kelayakan kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan dan dari aspek finansial akan dihitung biaya investasi yang dibutuhkan untuk merehabilitasi infrastruktur dan fisik tambak. Hasil analisis bioteknis dan finansial tersebut yang akan menentukan teknologi budidaya yang tepat untuk diterapkan pada lokasi proyek. Sedangkan dari aspek kelembagaan dan pengelolaan akan dibahas pelaksanaan pengelolaan proyek periode sebelum dan pasca pelunasan kredit tambak yang mencakup karakteristik produktifitas plasma dan organisasi tata laksana. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model pengelolaan TIR yang berkelanjutan dan menjadi rekomendasi dalam rangka untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

20 Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai Permasalahan (Stagnasi & Abrasi) Bioteknis Finansial Kelembagaan - Kesesuaian lahan - Daya Dukung kawasan - Biaya Investasi - Kelayakan Usaha Pelaksanaan sebelum dan pasca kredit lunas Menentukan teknologi budidaya udang yang tepat - Karakteristik Produktifitas Plasma - Organisasi Tata laksana Mendapatkan model pengelolaan TIR yang berkelanjutan Rekomendasi dalam rangka upaya mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai Gambar 1. Skema kerangka pemikiran 3.3. Metode pengumpulan data 3.3.1. Pengumpulan data sekunder Dalam penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder, hal ini disebabkan karena obyek yang diteliti adalah kejadian masa lampau yaitu pelaksanaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1996. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan laporan, hasil penelitian, publikasi ilmiah, publikasi daerah, studi kelayakan (feasibility study), dan peta yang dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari instansi pemerintah dan swasta antara lain : PT. Ciptawindu Khatulistiwa, KUD. Cipta Bina Sejahtera, Konsultan PT. Lenggogeni, Bank Kalbar, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bakosurtanal, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi

21 Kalimantan Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas. Data Sekunder yang dikumpulkan adalah Kondisi bio-fisik, Kebijakan Pemerintah Pusat, Laporan Pelaksanaan Proyek, Data Hasil Panen Plasma, Studi Kelayakan Proyek, Surat Perjanjian Kerjasama Inti Plasma. 3.3.2. Pengumpulan data primer Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapang. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui dampak abrasi terhadap kondisi petak tambak dan menginventarisir keadaan barang yang tersisa di lokasi proyek, sedangkan pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi konstruksi saluran irigasi dan tanggul tambak. 3.4. Analisis bioteknis 3.4.1. Kesesuaian lahan Parameter kesesuaian lahan dalam penelitian ini meliputi parameter air dan tanah pada lokasi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari laporan akhir teknis drainase dan penyajian evaluasi lingkungan (1992). Analisis kesesuaian lahan dilakukan secara deskriptif dengan mengacu kepada batas toleransi persyaratan mutu yang baik untuk budidaya udang dan kesesuaian lahan untuk lokasi pertambakan berdasarkan kandungan unsur hara dan fisika tanah. Data sekunder tersebut masih dianggap relevan untuk kondisi saat ini karena 1) data tersebut diperoleh pada saat pelaksanaan operasional budidaya berlangsung, dan 2) proyek ini praktis tidak beroperasi (stagnasi) sejak tahun 1996. 3.4.2. Daya dukung kawasan Daya dukung kawasan dalam penelitian adalah berdasarkan pasokan air laut yang masuk keperairan pantai dimana pasokan air laut tersebut menurut Widigdo (2003) dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : V 0 = 0,5 hy 2x h tgθ Dimana: Vo = volume air laut yang masuk ke perairan pantai

22 h = kisaran pasang surut (tidal range) setempat x = jarak dari garis pantai (pada waktu pasang) hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai tang θ = kemiringan (kelandaian) dasar laut. Perhitungan volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut (Vo) adalah volume air dalam satu kali pasang yaitu untuk daerah dengan tipe pasut diurnal, jadi jika tipe pasut semi diurnal dimana terjadi dua kali pasang pasang surut dalam sehari, maka volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut adalah 2 kali Vo. Jika tinggi air tambak rata-rata adalah 1,0 m, dan pergantian air harian rata-rata 10 % maka kebutuhan air tambak 1,0 ha per hari adalah = 10.000 m 2 x 0,1 x 1,0 m = 1.000 m 3. Allison (1981) dalam Widigdo (2001) menyatakan bahwa agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya, maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus memiliki volume 60 100 kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang ke perairan umum. Jadi luas tambak (ha) yang dapat dibangun berdasarkan volume air laut yang masuk ke aliran pantai adalah = V o / 100.000. 3.5. Analisis kelayakan usaha Dengan adanya abrasi yang menyebabkan kerusakan tambak, maka diperlukan kegiatan pengamatan mengenai kondisi tambak di sepanjang pantai. Selain itu akibat proyek ini tidak beroperasi sejak tahun 1996 dilakukan kegiatan mengenai 1) pengukuran dimensi konstruksi tambak seperti pendangkalan yang terjadi pada saluran irigasi tambak dan penyusutan tanggul tambak, serta 2) inventarisir infrastruktur seperti barang-barang dan bangunan yang masih tersisa dilokasi proyek. Metoda pengukuran yang dilakukan meliputi panjang saluran, panjang tanggul, lebar atas, lebar bawah, kedalaman saluran, dan ketinggian tanggul, sedangkan pengamatan dilakukan untuk inventarisir barang dilokasi proyek. Kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk menghitung rincian kebutuhan biaya investasi dalam rangka rencana pelaksanaan re-design akibat adanya abrasi dan pekerjaan rehabilitasi tambak akibat proyek ini sudah tidak

23 beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada Tabel 3 dapat dilihat metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak. Tabel 3. Metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak Jarak Jumlah Jenis Konstruksi Satuan Volume Pengukuran Pengukuran (m) (kali) Saluran Pemasukan 1. Saluran Intake Laut m 1,500.00 100.00 16.00 2. Saluran Primer Ruas I m 885.00 100.00 10.00 3. Saluran Primer Ruas II m 1,650.00 100.00 18.00 3. Saluran Primer Ruas III m 1,225.00 100.00 13.00 4. Saluran Sekunder I m 385.05 100.00 5.00 5. Saluran Sekunder II m 375.05 100.00 5.00 6. Saluran Sekunder III m 41.90 25.00 3.00 7. STP Beton Semen m 5,950.00 100.00 61.00 8. STP Gravitasi (Tanah) m 450.00 100.00 6.00 J u m l a h 12,462.00 137.00 Saluran Pembuangan 1. Saluran Sekunder I m 2,098.30 100.00 22.00 2. Saluran Sekunder II m 1,419.70 100.00 16.00 3. Saluran Sekunder III m 1,216.80 100.00 13.00 3. Sal. Tersier Pembuangan m 6,146.65 100.00 124.00 J u m l a h 10,881.45 175.00 Petak Tambak petak 247.00 1. Tanggul STD petak 247.00-50.00 2. Tanggul Antara Tambak petak 228.00-50.00 3. Tanggul STP petak 247.00-50.00 J u m l a h 150.00 Untuk mengetahui prospek kelayakan usaha tambak dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan usaha yang dalam penelitian ini digunakan analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis). Adapun kriteria yang digunakan dalam analisis ini antara lain : 3.5.1. Net present value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV = n ( Bt - Ct) t ( 1 i) t= 1 +

24 Dimana : Bt Ct 1/(1+i) t = Benefit kotor tahunan (annual gross benefit) = Biaya kotor tahunan (annual gross cost), tidak dilihat apakah biaya tersebut merupakan modal atau rutin. = Discount Factor (DF) Dengan Kriteria Usaha : NPV > 0, berarti usaha tambak tersebut layak diusahakan NPV = 0, dengan modal berarti usaha tambak tersebut menghasilkan nilai sama besarnya yang ditanam NPV < 0, berarti usaha tambak tidak layak diusahakan. 3.5.2. Net benefit cost ratio ( Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan jumlah nilai kini (present value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut : Net B/C = n t= 1 n t= 1 ( Bt - Ct) t ( 1+ i) ( Bt - Ct > 0) ( Bt - Ct) ( Bt - Ct > 0) t ( 1+ i) Dimana : Bt = Benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t Ct = Biaya kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya dianggap sebagai modal atau rutin n = Umur ekonomis dari usaha tambak i = Tingkat suku bunga bank. Dengan kriteria usaha : Net B/C > 1, berarti usaha tambak tersebut menguntungkan sehingga layak diusahakan Net B/C < 1, berarti usaha tambak tidak menguntungkan sehingga tidak layak diusahakan

25 3.5.3. Internal rate of return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskonto dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV' IRR = i' + - ( ) ( i" i' ) NPV' - NPV" Dimana : i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif ii = Tingkat suku bunga yang menghsilkan NPV negatif NPV = NPV pada tingkat suku bunga i NPV = NPV pada tingkat suku bunga i Dengan kriteria usaha : IRR > i, berarti usaha tambak ini bisa dilanjutkan IRR < i, berarti usaha tambak ini tidak layak, dimana i = suku bunga. Dengan kriteria tersebut diatas, maka usaha tambak dikatakan layak untuk diusahakan adalah apabila : NPV > 0, Net B/C > 1, IRR > i. 3.6. Analisis kelembagaan 3.6.1. Kelembagaan Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu berdasarkan 1) Pembahasan dalam konteks pola TIR yaitu pada saat pelaksanaan pengelolaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai yaitu masa sebelum lunas dan gambaran pasca lunas kredit tambak, 2) Pembahasan mengenai alternatif yang dapat diambil dalam konteks upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Pembahasan dalam konteks pola TIR dilakukan berdasarkan gambaran keadaan nyata yang terjadi di lapangan, sehingga dari gambaran tersebut akan didapatkan solusi terbaik tentang mekanisme managemet pengelolaan tambak yang tepat untuk dapat diterapkan di lokasi. Pembahasan tersebut dilakukan pada saat sebelum lunas kredit tambak yaitu dari mulai awal proyek yaitu pada proses pencairan kredit untuk tambak

26 sampai dengan proyek ini stagnasi pada tahun 1996. Pembahasan pada masa pasca lunas kredit tambak dilakukan berdasarkan hasil kajian dari solusi yang didapatkan pada masa pelaksanaan proyek. Kajian ini bertujuan untuk mempersiapkan KUD dan Plasma dalam mengelola proyek pasca lunas kredit tambak. Pembahasan mengenai alternatif dalam upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah berdasarkan model kontrak usaha tambak (contract farming) yang bertujuan untuk memberikan beberapa alternatif pilihan yang dapat diambil oleh Pemda/Bank Kalbar. 3.6.2. Karakteristik produktifitas plasma Target Produksi Data laporan hasil panen proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai diolah menjadi data hasil panen yang disusun berdasarkan : petak tambak, nama plasma, daerah asal plasma, hasil panen per petak tambak (kg) dan pola kepadatan penebaran benur yaitu untuk 4, 20 dan 15 ekor/m 2. Dari data hasil panen tersebut akan dianalisis menjadi tabel realisasi hasil panen terhadap target produksi yang memberikan gambaran mengenai besaran dan prosentase hasil panen dalam pencapaian target produksi dari masing-masing pola tebar 4, 20 dan 15 ekor/m 2 serta periode I, II, III, IV dan V pada padat penebaran 15 ekor/m 2. Deskriptif hasil panen dilakukan terhadap daerah asal plasma, pola tebar (4, 20 dan 15 ekor/m 2 ), periode musim tanam (I, II, III, IV dan V) pada pola kepadatan tebar 15 ekor/m 2. Spatial autocorrelation Spatial autocorrelation adalah suatu metode analisis statistika spasial yang dalam penelitiaan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan hasil produksi antar petak tambak dalam suatu kawasan. berdasarkan pola sebaran spasial lahan tambak Menurut John Odland (1988), deskripsi dari hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kemungkinan, yaitu apabila : - I > I (random) disebut Auto Correlation Positif, yaitu suatu hubungan yang mencerminkan pola sebaran searah yaitu pengaruh yang saling meningkatkan antar petak tambak yang berdampingan.

27 - I = Random, yaitu suatu hubungan yang tidak mencerminkan suatu pola sebaran tertentu (acak) antar petak tambak yang berdampingan. - I < I (random) disebut Auto correlation Negatif, yaitu hubungan yang mencerminkan pola sebaran dengan pengaruh yang saling berkebalikan yaitu apabila salah satu petak tambak hasil produksinya meningkat maka tambak yang berdampingan akan cenderung turun produksinya. berikut: I Rumus yang digunakan untuk perhitungan auto correlation adalah sebagai ( random) = ΣΣ = - n Wij 1 n -1 ( ) ΣΣ Wij Σ ( Zi - Z)( Zj - Z) ( Zi - I 2 I adalah Indeks Moran, n adalah jumlah petak tambak, Z adalah hasil produksi (kg), dan Z adalah hasil produksi rata-rata (kg), i = j adalah petak tambak dan Wij adalah matriks spatial autocorrelation. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam melakukan perhitungan dalam penelitian ini adalah menentukan pola sebaran spasial dengan membuat matrik spatial autocorrelation, dimana matrik tersebut diisi dengan notasi angka 0 (nol) dan 1 (satu) sesuai dengan pola sebaran yang ingin ditetapkan. Angka 0 berarti mengindikasikan tidak ada korelasi antara petak tambak yang berpasangan, sedangkan angka 1 mengindikasikan adanya korelasi antara petak tambak yang berpasangan. Pola sebaran spatial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menetapkan notasi angka 1 (satu) untuk petak tambak yang saling berdampingan, sedangkan angka 0 (nol) untuk petak tambak yang tidak saling berdampingan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa operasional pelaksanaan budidaya udang dilapangan yaitu hubungan antara petak tambak yang saling berdampingan adalah lebih erat dibandingkan dengan petak tambak yang tidak berdampingan. Penetapan pola sebaran spasial tersebut dimaksudkan agar analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran korelasi spasial produksi tambak yang berada dalam satu kawasan hamparan tambak. Dalam penelitian ini perhitungan auto correlation hanya dilakukan pada pola tebar kepadatan benur 15 ekor per m 2. Hal ini disebabkan karena pada

28 pelaksanaan pola tebar 15 ekor/m 2 ininberlangsung sebanyak 5 (lima) periode musim tanam sehingga semua petak tambak dapat terwakili, sedangkan pada pola tebar kepadatan benur 4 dan 20 ekor/m 2 hanya dilakukan dalam 1 (satu) periode musim tanam saja sehingga pada pelaksanaannya tidak semua petak pernah (terwakili) melaksanakan penebaran benur. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan periode musim tanam dan tahun dengan rincian 1) periode musim tanam yaitu : I; II; III; IV dan V dan 2) tahun yaitu : 1993; 1994; 1995 dan total (tahun 1993 sampai 1995).