5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya yang sangat kecil (< 5µm). Pada sebagian kasus, kuman M.tuberculosis dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik sedangkan sebagian kecil kuman M.tuberculosis yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Kuman M.tuberculosis selanjutnya membentuk lesi di tempat tersebut dan dinamakan fokus primer Ghon. 12,13 Dari fokus primer Ghon, kuman M.tuberculosis menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. 14 Masa inkubasi TB bervariasi antara 2 sampai 12 minggu, biasanya berlangsung 4 sampai 8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 10 3 sampai 10 4, yaitu jumlah yang
6 cukup untuk merangsang imunitas selular. Pada saat kompleks primer telah terbentuk maka infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk dan dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu uji tuberkulin positif. Uji tuberkulin adalah uji yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi M.tuberculosis. 3,12,15 Lima tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama) pada anak, biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5% sampai 3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB. Hal ini biasanya terjadi 3 sampai 6 bulan setelah infeksi primer. Terjadinya TB paru kronik biasanya sangat bervariasi dan bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. Tuberkulosis paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja serta dewasa muda. 12 Tuberkulosis ekstra paru dapat terjadi pada 25% sampai 30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis tulang dan sendi terjadi pada 5% sampai 10% anak yang terinfeksi dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2 sampai 3 tahun kemudian. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi 5 sampai 25 tahun setelah infeksi primer. 13
7 2.2. Metabolisme Besi Besi merupakan unsur mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Peranan besi adalah sebagai alat angkut oksigen, alat angkut elektron di dalam sel dan bagian dari reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Fungsi besi dalam bentuk senyawa besi adalah sebagai pembentuk hemoglobin (Hb), mioglobin dan mengaktifkan enzim yang diperlukan dalam fungsi metabolisme. Besi mengangkut dan menyimpan oksigen, mengangkut elektron mitokondria dan sintesis deoxyribo nucleic acid (DNA). 16,17 Senyawa besi di dalam tubuh dikelompokkan menjadi dua yaitu senyawa besi yang berhubungan dengan fungsi enzimatik atau metabolik seperti Hb, mioglobin, non heme enzim, transferin serta senyawa besi yang berfungsi sebagai transportasi dan penyimpanan. Besi merupakan kofaktor bagi protein besi heme dan non heme. 18-20 Senyawa besi dijumpai dalam bentuk padat serta fero atau Fe (II) dan feri atau Fe (III) jika dalam bentuk larutan. Besi dalam bentuk fero dengan protein membentuk Hb sebagai pembawa oksigen dalam darah. Senyawa ini sangat penting bagi pernafasan sel untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida serta sisanya digunakan dalam reaksi enzimatik pada jaringan tubuh. 18,21 Besi juga ditemukan pada mioglobin, hemosiderin, feritin dan pada banyak enzim yang terlibat dalam reaksi redoks dan metabolisme energi. 20 Mioglobin juga berfungsi untuk mengangkut oksigen. Oksigen pada mioglobin
8 juga terikat pada fero. Oksigen yang telah diangkut hemoglobin dari paruparu ke jaringan tubuh akan diberikan ke mioglobin. Mioglobin akan memberikan oksigen tersebut ke sel yaitu mitokondria. Oksigen pada mitokondria digunakan untuk proses oksidasi sehingga dihasilkan energi. 18 Penyimpanan besi sementara dalam suatu bentuk larut protein plasma atau bentuk tidak larut dalam hati. Dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Simpanan besi ada di hati, sumsum tulang yaitu sebagai feritin dan hemosiderin. 18,22 Feritin bersirkulasi dalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam tubuh. Pengukuran feritin di dalam serum merupakan indikator penting untuk menilai status besi. 10,11,23 Rangkaian metabolisme besi di dalam tubuh terdiri dari lima tahap yaitu penyerapan, transportasi, penggunaan, penyimpanan dan ekskresi. Penyerapan besi dalam tubuh terjadi di bagian atas duodenum dengan bantuan alat angkut protein khusus yaitu besi heme dalam bentuk Hb dan mioglobin serta besi non heme. Besi non heme harus berada dalam keadaan terlarut agar dapat diabsorbsi. Besi non heme di dalam lambung mengalami ionisasi oleh asam lambung serta direduksi menjadi fero dan dilarutkan dalam ph 7 sehingga dapat diserap. Pada suasana ph hingga 7 di dalam duodenum, sebagian besar besi dalam bentuk feri akan mengendap. 18,20 Transferin mukosa sebagai transpor yang membawa besi ke permukaan sel usus halus untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali
9 ke rongga saluran cerna untuk mengangkut besi lain. Besi di dalam sel mukosa dapat mengikat apoferitin dan membentuk feritin sebagai simpanan besi sementara dalam sel. 16 Besi dilepaskan dari feritin dalam bentuk fero masuk ke plasma darah sedangkan apoferitin yang terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan feri hasil oksidasi di dalam sel mukosa. Besi fero setelah masuk ke dalam plasma segera dioksidasi menjadi feri dan bergabung dengan transferin yang mengikat besi. 22 Kelebihan besi disimpan sebagai feritin dan hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang dan selebihnya di dalam limpa serta otot. Simpanan akan dipakai untuk keperluan tubuh seperti membuat Hb. Homeostasis besi dikontrol melalui pengaturan perubahan dalam penyerapan besi. 18,22 Terdapat tiga regulator dalam mekanisme homeostasis besi yaitu regulator penyimpanan, eritroid, dan dietary sehingga akan mengontrol penyerapan besi untuk melindungi terhadap kekurangan dan kelebihan besi. 18,22 Regulator penyimpanan yang menjaga homeostasis besi endogen dimana penyerapan zat besi tubuh usus diatur oleh respon tingkat simpanan zat besi tubuh dan jumlah besi yang dibutuhkan untuk eritropoesis. Ketika jumlah besi di penyimpanan tubuh menurun maka regulator penyimpanan akan meningkatkan uptake besi hingga cadangan besi tubuh penuh. Jika penyimpanan besi meningkatkan mengurangi penyerapan besi usus sehingga mencegah kelebihan besi. 20,22 Regulator eritroid akan mengirimkan ke enterosit terhadap kebutuhan eritroid sehingga absorbsi besi akan
10 ditingkatkan sesuai keperluan besi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis sebagai respon utama anemia terhadap kekurangan besi yang kronik. 18,20. Regulator dietary berfungsi untuk merespon perubahan akut pada asupan zat besi terutama untuk mencegah kelebihan besi tubuh. 20 2.3. Anemia Anemia adalah keadaan yang menggambarkan penurunan Hb dan hematokrit (Ht) sesuai usia pada suatu populasi.kadar Hb berdasarkan WHO tergolong rendah untuk umur 6 bulan sampai 6 tahun apabila di bawah 11 gr/dl dan untuk umur 6 tahun sampai 14 tahun bila memiliki nilai di bawah 12 gr/dl. 6,24 Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 balita dengan nilai cut- off anemia pada Hb < 11 gr/dl dijumpai proporsi anemia 28.1%. Anak usia 6 sampai12 tahun dengan nilai cut-off anemia pada Hb < 12 gr/dl didapatkan proporsi anemia 26.4%. 25 Anemia sering didapatkan pada sebagian besar penderita TB yang merupakan gambaran utama pada pasien dengan infeksi bakteri, khususnya infeksi yang terjadi lebih dari 1 bulan. 8,9 Hal ini dialami pada infeksi dengan spektrum yang luas terutama TB, infeksi pyogenik kronik, osteomyelitis, pneumonia, endokarditis bakterial subakut, abses paru, empiema, selulitis, infeksi saluran kemih kronik. 9 Anemia merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada penderita TB. Penelitian di Korea melaporkan dari 880 penderita TB didapatkan 281 (31.9%) yang menderita anemia. 10 Penelitian di Jakarta
11 didapatkan 66 anak penderita TB dari 81 anak yang dilakukan pemeriksaan Hb mengalami anemia. 11 Anemia pada TB dapat disebabkan karena terjadinya gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya malabsorbsi, dan ketidakcukupan zat gizi dikarenakan rendahnya nafsu makan. Baik anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi (ADB) dapat terjadi pada penderita TB. 8,10,11 Defisiensi besi adalah penyebab paling umum dari anemia kekurangan gizi di negara berkembang. Hal ini menjadi penting untuk menyatakan adanya defisiensi besi pada penderita TB karena kekurangan yang ringan menyebabkan penurunan yang signifikan dan mengurangi kapasitas status imunologi penderita dalam mengendalikan infeksi. 23,26 Patogenesis anemia penyakit kronik dihubungkan dengan gangguan metabolisme besi yang disebabkan pengalihan besi pada cadangan untuk penyimpanan dalam sel tubuh sehingga tidak dapat digunakan dalam produksi sel darah merah. 11 Profil besi pada penderita TB anak dengan anemia digunakan untuk menentukan etiologi anemia apakah karena penyakit kronik maupun defisiensi besi. Selain itu ADB dapat ditemukan bersamaan dengan anemia penyakit kronik pada penderita TB. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tertinggi di Indonesia dan menjadi diagnosis banding dari anemia penyakit kronik. 11,27
12 2.4. Anemia defisiensi besi Kejadian ADB pada penderita TB disebabkan kurangnya besi yang diserap dimana adanya masukan besi dari makanan yang tidak adekuat dan malabsorbsi besi. 29 Studi di Surabaya menyebutkan status gizi pada anak kontak dengan penderita TB dewasa adalah gizi kurang. Asupan besi dari makanan pada sebagian besar anak tidak cukup. 7 Penelitan di Afrika Selatan didapatkan penderita TB dengan status nutrisi yang buruk. 29 Tahapan dari defisiensi besi yaitu iron depletion, iron deficient erythropoiesis, iron deficiency anemia. Iron deficient dijumpai adanya penurunan cadangan besi tanpa perubahan pada Ht atau besi serum dan dapat ditemukan penurunan feritin serum. Keadaan iron deficient erythropoiesis dijumpai adanya penurunan cadangan besi pada makrofag retikuloendotelial. Besi serum akan menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat tanpa perubahan pada Ht. Eritropoesis akan dibatasi karena cadangan besi yang kurang dan transferin reseptor serum yang meningkat. Iron deficiency anemia dengan keadaan besi pada sumsum tulang tidak cukup sehingga terjadi anemia. 30 Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi atau feritin serum yang rendah serta pewarnaan besi jaringan sumsum tulang. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO adalah kadar Hb yang kurang dari normal berdasarkan usia, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 31% dengan nilai normal 32% sampai 35%, kadar besi serum < 50µg/dL dengan nilai
13 normal 80 sampai 180 µg/dl dan saturasi transferin < 15% dengan nilai normal 20% sampai 25%. 24 Penelitian di Semarang menemukan anak dengan TB paru mengalami anemia dan feritin serum kurang (kemungkinan terjadi ADB) 13.6%. 6 Laporan di Tanzania menyebutkan 9% penderita TB dijumpai adanya defisiensi besi. 31,32 2.5. Anemia penyakit kronik. Penelitian di Jakarta melaporkan 9% anak penderita TB mengalami anemia penyakit kronik. 11 Studi di Semarang didapatkan 40.9% anak penderita TB mengalami anemia penyakit kronik. 6 Salah satu penyebab anemia penyakit kronik adalah proses infeksi atau inflamasi. Respon imun yang muncul karena reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin. Pada anemia penyakit kronik, pelepasan sitokin dan pengalihan besi pada cadangan besi di RES menyebabkan perubahan homeostasis besi yang mengganggu kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan besi, proliferasi sel progenitor eritroid, produksi eritropoietin, serta mempengaruhi masa hidup eritrosit, dimana semua proses ini menyebabkan anemia. 5,33 Anemia pada infeksi kemungkinan respon pertahanan yang penting pada infeksi kronik dimana aktivasi dari sistem imun yang tidak memberikan besi pada serangan patogen melalui penekanan eritropoesis pada sumsum tulang yang diperantarai oleh sitokin. 9,19 Infeksi bakteri menyebabkan aktivasi
14 limfosit T dan monosit yang menyebabkan produksi sitokin seperti interferon gamma (INF-γ), tumor nekrosis faktor alpha (TNF-α), interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan interleukin 10 (IL-10). 5,34 Interleukin 6 merangsang sintesis dari hepsidin, sebuah peptida antimikroba yang diproduksi di hati yang bertindak sebagai hormon pengatur besi sistemik dengan mengatur transportasi besi sehingga terjadi pengalihan besi ke cadangan, penurunan penyerapan besi di duodenum yang menyebabkan penurunan besi pada plasma, serta menghasilkan pengurangan besi eritropoesis dan terjadi anemia. 5,35,36 Sitokin INF-γ dan TNF-α meningkatkan regulasi divalent metaltransporter 1 (DMT1) yang merupakan protein untuk perpindahan besi transmembran menuju makrofag sehingga terjadi pengambilalihan besi oleh makrofag, dan menurunkan ferroportin1 untuk perpindahan besi transmembran keluar dari makrofag menuju sirkulasi sehingga penurunan besi pada plasma. Sitokin TNF-α akan merusak membran eritrosit sehingga merusak, mengurangi masa hidup eritrosit dan menghambat produksi eritrosit di sumsum tulang. 17,36 Selain itu INF-γ dan TNF-α menghambat produksi eritropoetin di ginjal. 35 Tumor nekrosis faktor alpha, IL-1, IL-6, IL-10 pada saat yang sama menyebabkan ekspresi feritin, merangsang penyimpanan dan retensi besi di makrofag sehingga mengakibatkan penurunan besi plasma. Sitokin INF-γ, TNF-α, IL-1 secara langsung merusak respon sel progenitor
15 terhadap eritropoetin. 35 Patogenesis anemia pada infeksi dijelaskan pada gambar berikut. 9 Infeksi Produksi sitokin IL-6 IL-1 TNF-α INF-γ Hepsidin Fe serum Cadangan Fe Absorbsi Fe Produksi eritropoetin Respon eritropoetin Kerusakan eritrosit e Retriksi Fe untuk eritropoesis Respon terhadap anemia Masa hidup eritrosit Anemia Gambar 1. Patogenesis anemia pada infeksi 9
16 2.6. Anemia pada infeksi Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis membutuhkan besi untuk pertumbuhan dan replikasi. 16,31 Besi tidak tersedia secara bebas pada pejamu tetapi terikat dalam bentuk kompleks dengan protein afinitas tinggi pengikat besi pejamu. Perolehan besi oleh bakteri dengan menghasilkan zat chelating yang dikenal dengan siderofor yang dapat mengikat besi dalam bentuk feri yang berasal dari pejamu. Siderofor M.tuberculosis berisi molekul mycobactin yang menghasilkan dua bentuk yang berbeda dalam polaritas dan kelarutannya. Bentuk yang lebih polar yaitu carboxymycobactin yang dilepaskan ke medium, sedangkan bentuk yang kurang polar yaitu mycobactin tetap terikat pada sel. 16,17 Ikatan feri-siderofor diangkut kembali ke dalam bakteri. Proses reduksi akan terbentuk fero yang berikatan dengan protein porfirin akan disimpan dalam sitoplasma sebagai bakterioferitin. Bentuk fero sebagian lagi akan berikatan dengan siderofor untuk melanjutkan proses perolehan besi seperti yang dijelaskan pada gambar berikut ini. 17,18
17 Gambar 2. Transportasi besi dengan diperantarai siderofor 18 Mycobacterium tuberculosis berada pada fagosom dalam tahap maturasi sampai fagolisosom yang akan dihambat dan pengasaman yang terbatas. Sumber besi makrofag berasal dari heme yang terikat besi dari eritrosit dan ikatan hemoglobulin-haptoglobulin yang diambil melalui reseptor hemoglobin CD163. Sumber lain berasal dari besi yang berikatan dengan transferin dan laktoferin. 16 Pada pelepasan ke dalam sitoplasma, besi bergabung dengan protein. Besi dikeluarkan dari sel melalui ferroportin1 (SLC40A1). Hepsidin akan meningkat dan mengikat ferroportin1 dengan adanya peradangan. Kompleks tersebut akan diinternalisasikan sehingga keluarnya besi akan dihambat dan
18 menghasilkan penyimpanan besi. Ikatan besi-transferin mengikat reseptor transferin pada permukaan sel membentuk kompleks dengan ph rendah memisahkan besi dari kompleks yang memungkinkan besi bebas untuk mendaur ulang ke permukaan sel dan selanjutnya besi yang akan dimasukkan ke dalam sitoplasma melalui SLC11A2 (DMT1). 17,22 Dalam fagosom M.tuberculosis dapat menangkap besi yang berasal dari sitoplasma atau dari kompleks reseptor transferin dengan berinteraksi pada awal endosom. Penangkapan dimungkinkan oleh siderofor yang terdiri dari rantai ganda mycobactin. Carboxymycobactin membawa besi ke mycobatin yang bersifat lipofilik dan terikat pada dinding sel M.tuberculosis. 18 Mycobacterium tuberculosis berada dalam makrofag fagosom dan hidup pada ph 6.3 sampai 6.5 untuk menghindari pertahanan pejamu serta mencegah fusi fagosom lisosom. Untuk mendapatkan besi diperoleh dari endosomal holotransferin pejamu dan memanfaatkan jalur lipid pejamu agar memperoleh besi tambahan dengan mycobactin. 17 Pejamu akan menanggapi infeksi dengan mengubah status besi internal dimana makrofag yang merupakan sel utama akan menyerap bakteri serta monosit dan akan menelan bakteri yang menyerang sehingga makrofag akan mempertahankan besi dan penyerapan besi menurun yang menghasilkan hipoferemi. 18,36 Proses ini dijelaskan pada gambar berikut. 17
19 Gambar 3. Skema representasi dari makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis dan metabolisme besi. 17 Status besi pejamu yang diubah oleh infeksi M.tuberculosis dengan penurunan besi dalam serum dan konsentrasi feritin yang normal cenderung meningkat. Keadaan ini menunjukkan cadangan besi yang dapat segera digunakan sehingga penurunan ketersediaan besi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap bakteri patogen. 17,22 Anemia defisiensi besi membutuhkan terapi besi tetapi tidak pada anemia penyakit kronik serta pada keduanya dijumpai penurunan besi serum.serum transferin meningkat pada ADB tetapi rendah oleh anemia penyakit kronik. Saturasi transferin pada ADB akan menurun tetapi pada
20 anemia penyakit kronik normal sampai sedikit menurun. Feritin didapatkan menurun pada ADB dan normal sampai meningkat pada anemia penyakit kronik.kombinasi anemia penyakit kronik dan ADB didapatkan konsentrasi transferin dan saturasi transferin menurun karena ada hubungannya dengan infeksi serta feritin didapatkan normal sampai sedikit menurun. 5,9 2.7. Kerangka konsep penelitian Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa Uji tuberkulin cara Mantoux Infeksi M. tuberculosis Tanpa Infeksi M. tuberculosis Besi serum Feritin TIBC Saturasi transferin Besi serum Feritin TIBC Saturasi transferin Gambar 4. Kerangka konsep penelitian