BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa desa sebagai subyek pembangunan. Desa tidak lagi hanya

dokumen-dokumen yang mirip
penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan berdasarkan

KEPUTUSAN KEPALA DESA DEPOK KECAMATAN CISOMPET KABUPATEN GARUT

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

BAB I PENDAHULUAN. maupun Pemerintah Kabupaten dengan penduduk desa dalam rangka

5 KEWAJIBAN PEMERINTAH DESA PASCA IMPLEMENTASI UU NO.6 TAHUN Suswanta

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

DESA LESTARI Konsep Komprehensif Pemberdayaan Masyarakat Desa yang Berkelanjutan. didukung oleh:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016

BUPATI BOGOR. Cibinong, Desember 2017

PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017

TENTANG. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA ( RPJM Desa ) PERIODE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SUKAKARYA

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDHULUAN. memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya masih tinggi dan

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

Taufik Madjid, S.Sos, MSi. Direktur Pemberdayaan Masyarkat Desa

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWRINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

KEPALA DESA BEDEWANG

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

SALINAN KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA CLURING NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

PENGAWASAN PENGELOLAAN DANA DESA. Oleh : Arief Hidayat, SE, MM INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

UU No. 6/Tahun PMK No 241/2014 ttg Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa

TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP Desa ) TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SUKAKARYA

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berikut adalah beberapa kesimpulan dalam penelitian ini:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu hal yang menjadi tuntutan dalam pemerintahan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang positif, tercapainya pelaksanaan infrastruktur,

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP Desa ) TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SUKALAKSANA

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

KEPALA DESA BENCULUK KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA BENCULUK NOMOR TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Peran Kepala Desa dan BPD dalam Penyusunan APBDesa

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan

Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa. Novita Anggraeni

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG SEKRETARIAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk. pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi.

BUPATI KEBUMEN SURAT EDARAN NOMOR... TENTANG PETUNJUK TEKNIS MUSRENBANG DESA/KELURAHAN TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa memasuki babak baru ketika pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 akan segera

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, peraturan perundang-undangan, pengelolaan keuangan, dan

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Demokratisasi Desa merupakan fase tersendiri yang sengaja dibedakan

KEPALA DESA MATTIRO DOLANGENG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAAUAN PERATURAN DESA MATTIRO DOLANGENG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Alur dan Modus Korupsi APBN

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. dan village yang dibandingkan dengan kota (city/town) dan perkotaan (urban).

KEPALA DESA SUMBERSARI KECAMATAN SRONO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SUMBERSARI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-DESA) TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PENCEGAHAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA KALIPAIT,

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dalam keuangan negara. Sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditetapkannya Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mengamanatkan bahwa desa sebagai subyek pembangunan. Desa tidak lagi hanya berperan sebagai unit pemerintahan terkecil yang hanya dapat menjadi lokasi pelaksanaan program dan kegiatan dari level pemerintahan di atasnya (supra desa), namun harus menjadi subyek yang memiliki kewenangan untuk menentukan arah kebijakan pembangunan sesuai dengan kewenangannya. Harapannya pembangunan yang dilakukan di desa-desa menjadi masif dan terakumulasi menjadi gerakan membangun di seluruh negeri dan akan berdampak pada percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Desa diharapkan mendorong dan memperkuat pembangunan desa yang dijalankan sesuai dengan prinsip pemberdayaan dan partisipasi masyarakat serta didasarkan atas kelembagaan tata kelola desa yang transparan dan akuntabel. Lahirnya Undang-Undang no 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa peluang dan tantangan tersendiri bagi pemerintah desa. Peluang mewujudkan desa yang sejahtera semakin terbuka karena Undang-Undang tentang Desa memberikan kewenangan yang jelas dan alokasi dana yang pasti (Sepdiatmoko, 2015). Undang-Undang Desa merupakan sebuah momentum bagi desa menuju desa yang mandiri dan sejahtera. Kewenangan Desa yang jelas 1

membuka ruang partisipasi politik masyarakat desa secara luas sehingga pemerintahan desa dan masyarakat bisa secara mandiri merencanakan dan melakukan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan (Suharsono, 2015). Pemerintah memberikan dana desa yang bersumber dari APBN kepada setiap desa untuk dikelola oleh desa secara mandiri mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan desa. Selain itu Undang-Undang tentang Desa ini juga memberikan kewenangan yang jelas bagi Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan pembangunan. Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan mengenai hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang membuat desa secara otonom bisa mengatur dan mengurus sendiri urusannya (Suharsono,2015). Kewenangan yang jelas memberikan kuasa kepada desa untuk menentukan anggaran yang dimiliki yang dituangkan pada dokumen perencanaan sebagai satu-satunya dasar penyusunan program dan kegiatan di desa baik berupa Rencana Jangka Menengah Desa (RPJMDes), atau rencana tahunan yang merupakan turunan dari RPJMDes, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Proses penyusunan dokumen RPJMDes, RKPDes,dan APBDes Harus disusun secara partisipatif melibatkan seluruh stakeholder di desa. Besaran angaran yang digelontorkan oleh APBNP 2015 mencapai 20.7 triliun untuk 74.093 desa (KPK 2015). Kisaran yang diterima oleh desa mencapai 300 juta - 1 milyar untuk setiap desa. Di satu sisi dengan adanya dana desa yang 2

diamanatkan undang-undang tersebut merupakan berkah bagi desa karena semakin banyak anggaran yang dikelola oleh pemerintah desa maka akan semakin banyak kegiatan pembangunan yang dapat dilakukan oleh masyarakat tanpa bergantung pada Pemerintah Daerah. Disisi yang lain dana desa yang jumlahnya tidak kecil itu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah desa dalam melakukan perecanaan dan penganggarannya, manajemen pelaksanaannya dan pertanggung jawaban dari anggaran tersebut. Termasuk bagaimana desa melakukan inisiasi agar masyarakatnya proaktif dalam setiap kegiatan di desa dan dapat pula berperan sebagai pengawas pengelolaan keuangan desa. Beberapa masalah yang masih ditemui di desa antara lain adalah masalah regulasi, partisipasi yang masih rendah, mekanisme penyusunan dokumen perencanaan yang masih disusun oleh sekelompok elite, siklus pengelolaan anggaran desa yang belum sesuai dengan aturan Undang-Undang 6 Tahun 2014, dan masalah sumber daya manusia. Berdasarkan Kajian yang dilakukan oleh KPK pada Tahun 2015, terdapat masalah pengelolaan keuangan desa termasuk adanya potensi korupsi dalam empat aspek yaitu Pertama, potensi masalah regulasi dan kelembagaan ditemukan belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa, tumpang tindih kewenangan Kemendes dan Kemendagri, Kedua, masalah dalam tata laksana antara lain mengenai siklus pengelolaan anggaran desa yang belum mematuhi aturan, APBDes yang disusun tidak sesuai dengan kebutuhan desa, hingga laporan pertanggung jawaban yang rawan manipulasi, Ketiga, potensi masalah 3

dalam pengawasan yang dinilai kurang efektif, saluran pengaduan masyarakat yang tidak optimal dan ruang lingkup evaluasi dan pengawasan oleh Camat yang belum jelas, Keempat adalah masalah Sumber daya manusia yaitu potensi korupsi oleh teanaga pendamping dan lemahnya aparat desa. (KPK,2015). Perencanaan desa menjadi pondasi dalam pelaksanaan pembangunan di desa, menjadi fase yang paling penting dalam keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di desa. Keterlibatan semua stakeholder yang terkait menjadi hal yang mutlak diperlukan dalam perencanaan dan pembangunan desa, keterbukaan pemerintah desa, kesadaran masyarakat untuk terlibat, stakeholder lain seperti Pemerintah Daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan melakukan intervensi salah satunya melalui pendampingan dalam perencanaan dan penganggaran desa dalam upaya reformasi perencanaan dan penganggaran desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Intervensi dari berbagai pihak menjadi salah satu faktor pendorong berhasilnya reformasi perencanaan dan penganggaran desa karena intervensi ini bertujuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan Pemerintah Desa, salah satunya dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran desa. Proses perencanaan desa yang tidak lagi hanya membahas usulan kegiatan pembangunan kepada Pemerintah Kabupaten, namun membahas kegiatan pembangunan yang akan dilakukan sendiri oleh masyarakat. Artinya, partisipasi aktif, trust, dan tindakan proaktif dari masyarakat diperlukan dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa. Korea Selatan 4

menjadi salah satu contoh Negara yang berhasil menerapkan konsep pembangunan yang berawal dari desa dengan menerapkan Saemaul Undong dengan tiga konsep nilai yang menjadi semangat gerakan desa baru yaitu ketekunan, swadaya, dan kerjasama (Lee dan Lim 2003 dalam Jamal : 2009). Saemaul Undong menjadi contoh bentuk kesuksesan peran modal sosial dalam pembangunan desa. Keberhasilan Pembangunan tidak hanya ditentukan oleh persoalan apakah pembangunan itu bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga oleh pertanyaan apakah masyarakat dilibatkan dalam usaha peningkatan kesejahteraan (sosial, ekonomi dan politik) terhadap diri mereka (Abdullah,1997). Partisipasi masyarakat tidak hanya dimaknai sekedar dalam bentuk kehadiran, namun timbul karena kesadaran untuk terlibat, dan semangat untuk berinteraksi, dan memberikan kontribusi dalam pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa. Kesadaran berpartisipasi akan menumbuhkan rasa handarbeni (rasa memiliki) atas apa yang telah diusulkan dan dilaksanakan ketika masyarakat merasakan manfaat atas apa yang telah dilakukan. Ketika kesadaran muncul maka akan dapat memicu munculnya aksi kolektif pada masyarakat pedesaan untuk terlibat dalam perencanaan dan pembangunan desa. Kunci keberhasilan sebuah komunitas dalam melaksanakan pembangunan adalah adanya organisasi atau lembaga sebagai wahana untuk membicarakan dan menyepakati berbagai hal terkait kepentingan bersama, kedua semua warga memiliki tempat untuk ikut serta dalam pembicaraan tersebut, ketiga partisipasi 5

aktif dari masyarakat dalam kegiatan-kegiatan demi kemanfaatan bersama, keempat, partisipasi didorong kesadaran diri, kelima setiap waga memberikan kontribusi dan keenam tidak patah semangat untuk menyelesaikan kegiatan demi kepentingan bersama (Syahra:2003). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana partisipasi, modal sosial dan intervensi dalam bentuk pendampingan baik dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah bekerja dalam proses perencanaan dan penganggaran desa. Diawali dengan melihat bagaimana pola relasi antar stakeholder perencanaan, dan melakukan intervensi dalam upaya reformasi perencanaan dan penganggaran desa, bagaimana modal sosial bekerja dalam menggerakkan partisipasi, dan memotret tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran desa untuk melihat pergeseran mekanisme perencanaan desa ke arah deliberative democracy dimana partisipasi menjadi poin utama dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran desa. Penelitian ini menjadi menarik karena akan melihat apakah perubahan regulasi yang membuka ruang partisipasi, secara linier juga diikuti oleh pergeseran gerak partisipasi masyarakat menjadi lebih baik. Penelitian ini juga akan melihat perbandingan pelaksanaan musrenbang desa di dua desa dengan perbedaan karakteristik masyarakat, dan pengalaman intervensi yang didapatkan. Bagaimana desa melakukan inovasi dan membuat kebijakan yang dapat mendukung untuk mewujudkan musrenbang desa yang partisipatif, dan responsive terhadap kebutuhan masyarakat. Penelitian ini akan 6

mengambil lokasi di Kabupaten Kebumen, dengan mengambil dua lokasi yakni desa Murtirejo Kecamatan Kebumen, dan desa Pejengkolan Kecamatan Padureso. Pemerintah Kabupaten Kebumen termasuk dalam tipe daerah kreatif berdasarkan upaya serius dan kreatif dalam penyusuan RKP Desa sesuai mandat Undang- Undang Desa, meskipun belum tentu selaras dengan pedoman Permendagri 114/2014 (IRE, 2015). Dua lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan perbedaan tipologi masyarakat desa dengan masyarakat sub-urban, dan desa yang mengalami proses intervensi serta pendampingan dengan desa yang belum pernah mendapatkan intervensi. Pembedaan tipologi ini diharapkan akan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai bagaimana modal sosial, intervensi dari pihak luar Pemerintah Desa dan tingkat partisipasi masyarakat dalam kerangka reformasi perencanaan dan penganggaran desa. Desa Pejengkolan dipilih karena desa tersebut mendapatkan penghargaan dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada Tahun 2015 yaitu Anugerah Desa Membangun Indonesia dengan kategori Desa terbaik dalam penguatan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Menurut penilaian Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kebumen dan Formasi (LSM yang mempunyai perhatian dan melakukan pendampingan perencanaan dan penganggaran di desa), Desa Pejengkolan ini berpredikat baik dalam hal perencanaan dana desa maupun pengelolaannya. Penggunaan dana desa yang sudah sesuai dengan aturan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. 7

Desa kedua yang menjadi obyek penelitian adalah desa Murtirejo Kecamatan Kebumen. Desa Murtirejo dipilih karena melihat karakteristik wilayah dan kondisi masyarakat. Desa Murtirejo merupakan salah satu desa di wilayah perkotaan yang akses ke Kecamatan maupun ke Kabupaten sebagai pusat informasi relatif dekat. Namun berdasarkan evaluasi perencanaan termasuk kategori desa yang tertinggal dalam proses perencanaan dan penganggaran desa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran partisipasi, modal sosial, dan intervensi pihak luar dalam reformasi perencanaan dan penganggaran desa pada era penerapan Undang- Undang no 6 Tahun 2014 tentang Desa? C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pola relasi antar stakeholder perencanaan desa, baik Pemerintah daerah, Lembaga non Pemerintah, Pemerintah Desa dan Masyarakat dalam upaya reformasi perencanaan dan penganggaran desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran desa di desa Pejengkolan dan desa Murtirejo pada era penerapan Undang-Undang no 6 Tahun 2014 tentang Desa. 8

3. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi, modal sosial, dan intervensi dari beberapa pihak mempengaruhi reformasi perencanaan dan penganggaran desa dalam era penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. D. Batasan Penelitian Riset ini difokuskan pada analisis pelaksanaan perencanaan dan penganggaran desa atau forum musyawarah perencanaan dan penganggaran desa (musrenbangdes) hingga menghasilkan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa pada era penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis: Sebagai bahan masukan yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu administrasi publik mengenai kajian mengenai reformasi perencanaan dan penganggaran desa pada era penerapan UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa b. Manfaat Praktis: Kontribusi yang dihasilkan dari riset ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam melakukan reformasi perencanaan pembangunan desa. Penelitian ini berusaha mengungkap mengenai bagaimana partisipasi, intervensi lembaga non pemerintah, dan modal sosial bekerja dalam perencanaan pembangunan desa. 9