BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, organisasi sektor publik membutuhkan akuntansi untuk mencatat, melaporkan dan mempertanggungjawabkan aktivitas keuangan yang telah terjadi yaitu berupa laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, laporan neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Perbaikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dibutuhkan dalam sistem pemerintahan saat ini yang mengalami perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi, seperti pemberian otonomi daerah, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataaan yang dipaparkan oleh Mardiasmo (2002). Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah 1
2 (SA SAFP) Tahun 1996 oleh BPKP dengan Keputusan Kepala BPKP No. Kep- 378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Upaya menuju pemerintahan yang baik atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik, seperti pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen, dan lembaga-lembaga negara. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Mardiasmo (2002). Menurut Mardiasmo (2002), pengertian akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk pertanggungjawaban tersebut. Sarang korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi, dan sumber pemborosan negara menjadi tudingan untuk sektor publik selama ini. Pemerintah sebagai salah satu organisasi sektor publik pun tidak luput dari tudingan ini. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Wilopo (2001). Kinerja serta pencapaian hasil suatu instansi sektor publik dapat terlihat dari Laporah Hasil Pemeriksaan (LHP) yang telah dilakukan oleh BPK RI. Berdasarkan
3 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2008 pada Pemerintah Kota Cimahi menyatakan terdapat temuan sisa kas oleh BPK RI pada Bendahara Pengeluaran Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp376.207.867,00 terlambat disetor, jumlah tersebut berasal dari 15 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Pemerintah Kota Cimahi, dengan rincian pada tabel berikut, Tabel 1.1 Sisa Kas di Bendahara Pengeluaran TA 2007 No. Kode Nama SKPD Saldo Belanja (Rp) 1 1.01.01 Dinas Pendidikan 9.48 1.382,00 2 1.02.01 Dinas Kesehatan 3.784.900,00 3 1.03.06 Dinas Tata Kota 36.183.480,00 4 1.06.01 Badan Perencanaan Daerah 125.693.130,00 5 1.07.01 Dinas Perhubungan 1.112.534,00 6 1.08.01 Dinas Lingkungan Hidup 32.604.000,00 7 1.10.02 Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan & Capil 29.2 14.400,00 8 1.13.02 BPMKB 7.525.300,00 9 1.15.02 Dinas Perekonomian dan Koperasi 1.730.000,00 10 1.16.02 Dinas Penanaman Modal 10.055.500,00 11 1.19.04 Badan Kesatuan Bangsa 22.000,00 12 1.20.03 Sekretariat Daerah 13.224.969,00 13 1.20.09 Kecamatan Cimahi Utara 704.975,00 14 1.20.09 Kecamatan Cimahi Selatan 23.271.297,00 15 1.21.03 Kantor Kepegawaian Daerah 81.600.000,00 Jumlah 376.207.867,00 Sumber : LHP BKP RI (2008) Berdasarkan tabel 1.1 dapat kita pahami bahwa Bendahara Pengeluaran pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tersebut diatas terkait lalai dalam melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sisa kas secara tepat waktu, yang mengakibatkan penerimaan daerah terlambat diterima sebesar Rp.376.207.867,00. Fenomena yang dapat diamati bahwa terjadinya keterlambatan penerimaan daerah
4 yang disebabkan adanya kelalaian Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sisa kas secara tepat waktu serta tanggungjawabnya dalam melaksanakan kewajibannya. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan dasar dari audit kinerja untuk menilai kinerja suatu organisasi, program, atau kegiatan yang meliputi atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, serta tidak sesuai dalam menjalankan tanggungjawabnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Ulum (2009). Selain itu, pengawasan secara intern di masing masing satuan kerja dilakukan oleh atasan langsung dan oleh Badan Pengawas Daerah dengan melakukan pemeriksaan reguler. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI mengungkapkan bahwa pada umumnya pengawasan atasan langsung masih lemah, sehingga masih ditemukan penyimpangan penyimpangan dalam pelaksanaan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan atasan langsung. Dari hal tersebut fenomena yang dapat kita pahami bahwa masih lemahnya pengawasan pada masing-masing satuan kerja, hal ini dapat menimbulkan berbagai macam bentuk penyimpangan dari pelaksanaan anggaran (LHP BKP-RI, 2008). Aparat pengawasan fungsional intern pemerintah terdiri dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Unit Pengawasan LPND, dan Inspektorat Wilayah. Peran aparat pengawasan fungsional pemerintah benarbenar dapat mendukung dan mendorong proses terwujudnya good governance dalam pelaksanaan pemerintah dan pembangunan. Selain BPK salah satu instansi yang
5 melakukan audit atau pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah Inspektorat Daerah. Inspektorat daerah bertugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Falah (2005). Audit kinerja merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah yang diaudit. Pengertian tersebut sejalan dengan pernyataan Bastian (2007) yang menyatakan bahwa audit kinerja merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah yang diaudit. Audit kinerja dalam pelaksanaannya harus di dorong juga dengan independensi auditor yang baik. Independensi berarti bahwa auditor harus jujur, tidak mudah dipengaruhi dan tidak memihak kepentingan siapapun, karena ia melakukan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun independen dalam penampilan (in appearance). Menurut Munawir (2001), auditor akan dianggap tidak independen apabila auditor tersebut mempunyai hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga, hubungan keuangan) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen. Oleh karena itu, auditor tidak hanya harus bersikap bebas menurut faktanya, tapi juga harus menghindari keadaan-keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasannya.
6 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai besarnya pengaruh kinerja audit sektor publik dan independensi auditor terhadap akuntabilitas publik pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi, dan bermaksud menuangkannya kedalam bentuk skripsi dengan judul: PENGARUH AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP AKUNTABILITAS PUBLIK DI KANTOR INSPEKTORAT PEMERINTAH KOTA CIMAHI. 1.2 Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang penulisan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang dapat diidentifikasikan yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan audit kinerja sektor publik, auditor independensi, akuntabilitas publik. 2. Bagaimana pengaruh audit kinerja sektor publik, independensi auditor, akuntabilitas terhadap kinerja audit sektor publik dan independensi auditor akuntabilitas publik baik secara simultan maupun parsial di Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah untuk memperoleh data dan informasi yang akan memberikan gambaran tentang pengaruh audit kinerja sektor publik dan independensi auditor terhadap akuntabilitas publik pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi.
7 Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pelaksanaan audit kinerja sektor publik, auditor independensi, akuntabilitas publik di Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi. 2. Mengetahui bagaimana pengaruh audit kinerja sektor publik, auditor independensi, akuntabilitas terhadap kinerja audit sektor publik dan independensi auditor akuntabilitas publik baik secara simultan maupun parsial di Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi. 1.4 Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kegunan Akademis 1. Bagi Penulis Penelitian yang dilakukan secara langsung ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang masalah yang akan diteliti yaitu pengaruh audit kinerja sektor publik dan independensi auditor terhadap akuntabilitas publik di Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi serta melihat kesesuaian teori yang ada dengan praktik di lapangan, dan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan digunakan sebagai bahan referensi dan dapat dikaji kembali untuk jenis objek yang lain.
8 b. Kegunaan Praktis Sebagai bahan masukan untuk Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi dalam peningkatan kinerja audit sektor publik dan independensi auditor terhadap akuntabilitas publik. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data ini akan dilakukan pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kota Cimahi yang beralamat di Jl. Rd. Demang Hardjakusumah Blok Jati, Cihanjuang, Cimahi. Telp. (022) 6654274 Fax: (022) 6654274. Penelitian akan dilakukan mulai dari bulan September 2012 sampai dengan selesai.