BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, teorema, dalil,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dari yang mudah sampai yang rumit. Hal itu berguna untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Prasyarat Guna Mencapai Derajat Strata 1 Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sholihatun Azizah, 2015

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Matematika berperan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

Oleh : Muhamad Toyib K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan hidup dalam dunia yang semakin mengglobal amat berat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat baik

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. sebab pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan dan. mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. halnya bahasa, membaca dan menulis. Kesulitan belajar matematika. bidang studi memerlukan matematika yang sesuai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan ditemukan solusinya. Di antara berbagai masalah yang ada, masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat menarik dan tidak akan habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan indikator untuk menilai kualitas sistem pendidikan yang diterapkan pada umumnya. Menurut Uno (2009: 2) potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa yang hanya dapat digali dan dikembangkan secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan dikelola secara seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih bersifat massal, yang memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua peserta didik. Pelayanan pendidikan yang seperti ini kurang menunjang usaha mengoptimalisasikan pengembangan potensi peserta didik secara tepat. Hasil penelitian Depdikbud tahun 1994 (Uno, 2009: 2) menunjukkan sekitar sepertiga peserta didik dapat digolongkan sebagai peserta didik berbakat mengalami gejala prestasi kurang. Salah satu penyebabnya adalah kondisi lingkungan belajar yang

2 kurang menunjang dan kurang mendukung peserta didik untuk mewujudkan kemampuannya secara optimal. Menurut Fontana (Suherman, 2001: 8) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, bersifat internal dan unik dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, bersifat eksternal dan sengaja direncanakan. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah baik jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Matematika memiliki peranan penting dan bersifat universal, artinya matematika diperlukan oleh bidang ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Nurdiansyah (2009: 1) simbol, rumus, teorema, ketetapan, serta konsep dalam matematika sangat diperlukan untuk perhitungan, pengukuran, dan penilaian. Dalam pembelajaran matematika, kecerdasan logis matematika lebih dominan dibandingkan dengan 7 kecerdasan lainnya yang dipaparkan Gardner. Menurut Uno (2009: 100) kecerdasan ini berkaitan dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dengan kecerdasan logis matematis akan berpikir secara logis, linier, teratur yang dalam teori belahan otak disebut berpikir konvergen, atau dalam fungsi belahan otak, kecerdasan logis matematis merupakan fungsi kerja otak belahan kiri. Inteligensi logis matematis menggunakan banyak komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir

3 logis, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif dan induktif, dan ketajaman pola dan hubungan (Uno, 2009: 101). Beberapa survei/ penelitian yang berkaitan dengan intelegensi kecerdasan logis matematis siswa seperti yang dipaparkan di atas, antara lain sebagai berikut: 1) Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian OECD PISA dukungan bank dunia (dalam Fitriyani, 2010: 3) pada tahun 2003 terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 390 SLTP/ SMK se-indonesia diketahui bahwa hanya 7.070 siswa menguasai matematika sebatas memecahkan permasalahan sederhana dan belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks/ rumit. 2) Berdasarkan penelitian Priatna (dalam Gandriani, 2010: 4-5) mengenai penalaran matematis siswa SLTP kelas 3, diperoleh bahwa kualitas kemampuan penalaran matematis (analogi dan generalisasi) rendah karena skornya hanya 49% dari skor ideal. 3) Dalam Mulyadi (2011: 2) salah satu faktor yang dapat diduga sebagai penyebab utama kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah objek matematika yang bersifat abstrak. Siswa belum mampu berpikir abstrak atau kemampuan pernyataan verbal ke dalam bentuk gambar belum ada. 4) Hasil tes Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS 2007) atau lembaga yang mengukur dan membandingkan kecerdasan matematis siswa-siswa SLTP (eigthth-graders) antarnegara (dalam Handayani, 2011: 3-4), menyatakan bahwa pada tahun 2007, rerata skor yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 397 yang masih jauh dari skor

4 internasional yaitu 500. Selain itu murid Indonesia yang mampu menggunakan pemahaman matematikanya untuk menyelesaikan persoalan dengan beberapa langkah rumit (high order thinking) hanya kurang dari 1%. Hasil ini masih jauh dari rerata internasional yang sekitar 2% dan juga murid Korea Selatan, Taiwan, serta Singapura yang di atas 40%. TIMSS juga menyatakan bahwa siswa SLTP Indonesia sangat lemah dalam pemecahan masalah namun cukup baik dalam kemampuan prosedural (Ardiyanti, 2006: 3). 5) Rendahnya kemampuan siswa dalam geometri bangun datar juga terungkap berdasarkan hasil laporan ujian nasional matematika SMP/ MTs pada tahun 2007/ 2008 bahwa skor untuk indikator menghitung besar sudut segi empat, menghitung luas dan keliling gabungan beberapa bangun datar, berturut-turut skor rata-ratanya adalah 64.39, 56.19, dan 34.99 (dalam Mulyadi, 2011: 1). Kekurangan kecerdasan logis matematis mengakibatkan sejumlah besar problema individu dan budaya. Tanpa kepekaan terhadap bilangan, seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan-harapan tidak realistis akan memenangkan sebuah undian atau membuat keuangan yang keliru. Seseorang juga tidak mampu memahami permasalahan ekonomi, politik dan sosial yang penting seperti anggaran pemerintah. Menurut Lwin (2008: 45) berpikir logis penting untuk anak karena anak memperoleh disiplin mental yang keras dan belajar menentukan apakah alur pikir itu sah atau tidak sah. Hal ini sejalan pula dengan hasil studi yang dilakukan Direktorat PLP 2002 (dalam Yusniati, 2009: 4) menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SMP terhadap

5 Matematika masih kurang. Pembelajaran matematika di SMP cenderung text book oriented, kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa, serta masih abstrak sehingga konsep-konsep akademik sulit dipahami. Hasil penelitian Wahyudin (dalam Ardiyanti, 2006: 3) menunjukkan bahwa proses mengajar di kelas masih didominasi oleh guru. Sebanyak 90% guru matematika menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan adalah kombinasi ceramah dan ekspositori. Dari kedua metode tersebut, diduga proses pembelajaran tidak mendukung siswa untuk meningkatkan kecerdasan logis matematisnya karena pembelajaran cenderung berjalan satu arah. Dengan demikian siswa kurang aktif dan menjadi tidak terampil dalam memecahkan persoalan-persoalan terutama yang mencakup persoalan tidak rutin yang menuntut strategi pemecahan dengan pemikiran tingkat tinggi. Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Dalam proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen penting yang saling berhubungan satu sama lain (id.shvoong.com, 2011). Tiga komponen itu adalah: 1. Kurikulum, materi yang akan diajarkan 2. Proses, bagaimana materi diajarkan 3. Produk, hasil dari proses pembelajaran

6 Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan yang membentuk lingkungan pembelajaran. Namun selama ini kita hanya terpaku pada materi dan hasil/ produk pembelajaran. Kita sibuk dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan menyusun materi apa saja yang dirasa perlu diajarkan. Namun sering kali kita lupa bahwa proses dalam lingkungan pembelajaran bisa menjembatani antara kurikulum dan hasil pembelajaran (Gunawan, 2007: 1). Gunawan (2007: 6) menyatakan bahwa yang ditawarkan oleh metode Genius Learning adalah suatu sistem yang terancang dengan satu jalinan yang sangat efisien yang meliputi diri anak didik, guru, proses pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Dalam Genius Learning, anak ditempatkan sebagai pusat dari proses pendidikan, sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan. Dengan adanya guru dan anak didik di kelas tidak berarti proses pendidikan dapat berlangsung secara otomatis. Bila ada proses pengajaran, tidak berarti pasti diikuti dengan proses pembelajaran. Kedua proses ini memang diusahakan untuk bisa dicapai secara bersamaan. Namun perlu dipahami bahwa keduanya merupakan dua kegiatan yang berbeda. Untuk itulah Genius Learning dirancang, yakni untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses belajar. Metode Genius Learning ini memungkinkan siswa untuk meningkatkan kecerdasan logis matematisnya karena disusun berdasarkan hasil riset mutakhir mengenai berbagai disiplin ilmu, terutama cara kerja otak dan memori (Gunawan, 2007: 8).

7 Dasar Genius Learning adalah metode accelerated learning atau cara belajar yang dipercepat. Nama Genius Learning diberikan Adi W. Gunawan untuk membedakan metode accelerated learning. Metode Genius Learning telah memasukkan dan mempertimbangkan kondisi masyarakat Indonesia secara umum, kebudayaan bangsa yang beragam, kondisi sosial dan ekonomi, sistem pendidikan nasional dan tujuan pendidikan yang utama, yaitu untuk menyiapkan siswa bisa menjalani hidupnya dengan berhasil setelah meninggalkan sekolah formal. Pada tahun 1993, Bridley Moor High School di Redditch, Inggris, mengujicobakan efektivitas metode accelerated learning dalam mempelajari bahasa asing. Selama 10 minggu sekelompok murid mempelajari bahasa Jerman dengan menggunakan metode accelerated learning dan hasil ujian mereka dibandingkan dengan murid lain yang belajar dengan menggunakan metode konvensional. Hasil yang diperoleh ialah dengan menggunakan metode accelerated learning murid lulus dengan nilai 90% atau lebih, jumlahnya 10 kali lipat dibandingkan pembelajaran konvensional (Gunawan, 2007: 12-13). Menurut Gunawan (2007: 11) secara ringkas proses pembelajaran Genius Learning adalah sebagai berikut : 1. Membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang kondusif 2. Melakukan penghubungan antara apa yang akan dipelajari dan apa yang telah diketahui oleh murid 3. Guru menunjukkan gambaran besar dari keseluruhan materi 4. Menetapkan tujuan pembelajaran

8 5. Pemasukan informasi 6. Proses aktivasi yang membawa murid kepada satu tingkat pemahaman yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan 7. Demonstrasi 8. Melakukan pengulangan sekaligus membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan penulis tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul Penggunaan Metode Genius Learning Untuk Meningkatkan Kecerdasan Logis Matematis Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori? 2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan metode Genius Learning?

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori. 2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan metode Genius Learning. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut ini : 1. Bagi siswa, dengan menggunakan metode Genius Learning dapat meningkatkan kecerdasan logis matematis siswa. 2. Bagi guru, memperoleh informasi mengenai pembelajaran matematika menggunakan metode Genius Learning untuk meningkatkan kecerdasan logis matematis siswa. 3. Bagi peneliti, memberikan gambaran yang jelas tentang metode Genius Learning untuk meningkatkan kecerdasan logis matematis siswa.

10 4. Bagi sekolah dan mutu pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menerapkan metode Genius Learning dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. E. Definisi Operasional 1. Metode Genius Learning Genius Learning adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu rangkaian pendekatan praktis dalam usaha meningkatkan hasil proses pembelajaran. Ssecara ringkas proses pembelajaran metode Genius Learning adalah sebagai berikut : 1) Membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang kondusif 2) Melakukan penghubungan antara apa yang akan dipelajari dan apa yang telah diketahui oleh murid 3) Guru menunjukkan gambaran besar dari keseluruhan materi 4) Menetapkan tujuan pembelajaran 5) Pemasukan informasi 6) Proses aktivasi yang membawa murid kepada satu tingkat pemahaman yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan 7) Demonstrasi 8) Melakukan pengulangan sekaligus membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari

11 2. Metode Ekspositori Metode ekspositori adalah metode pembelajaran konvensional yang di dalamnya ceramah sebagai metode dominan, tetapi divariasikan dengan penggunaan metode lain dan disertai dengan ilustrasi gambar-tulisan tentang pokok-pokok materi untuk diekspos sehingga lebih menjelaskan sajian. 3. Kecerdasan Logis Matematis Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang menuntut seseorang untuk berpikir abstrak, kemampuan perhitungan, logika, analogi (proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data/ fakta), dan pemahaman pola dan bilangan. F. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah Peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori.