BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi tahun 2003 di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen kesehatan pada periode 2005-2009. Prioritas lain adalah pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin ; penanggulangan penyakit menular, gizi buruk, dan krisis kesehatan akibat bencana ; serta peningkatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan daerah perbatasan. Menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup (Moedjiono, 2007). Departemen kesehatan menargetkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup. Strategi untuk mendukung pencapaian prioritas hal ini antara lain seluruh desa menjadi desa siaga, setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu, setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat resiko tinggi terlindungi dari penyakit, serta di setiap desa tersedia tenaga kesehatan yang kompeten. Pembentukan desa siaga untuk menunjang upaya penurunan AKI dan AKB serta mengatasi permasalahan kesehatan lain. Hal ini dilakukan dengan menempatkan bidan dan melatih para kader dari masyarakat (Moedjiono, 2007).
Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi dari paling rendah adalah 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.000 kelahiran hidup di Jawa Barat sampai paling tinggi adalah 1340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat. Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma, nilai lingkungan dan kepercayaan masyarakat. Suatu hal yang penting adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan (Syaifuddin, 2001). Kematian Ibu di Indonesia pada saat ini belum memiliki data statistik vital yang dapat langsung menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Data AKI yang diperoleh oleh Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) berasal dari pengumpulan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan atau setelah melahirkan. Data terakhir SDKI menunjukkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup antara tahun 1998 2002. Menurut laporan BPS tahun 2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia mencapai 248 / 100.000 kelahiran. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals / MDGs), yaitu 125 / 100.000 kelahiran pada tahun 2015. Dalam Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001 2010, Depkes RI (2001) menyebutkan bahwa dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (Nurhayati, 2008). Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat bertujuan untuk melakukan upaya pencegahan. Program yang dilakukan meliputi pelayanan keluarga berencana dan pelayanan persalinan yang aman dan bersih. Pada tingkat ini,
deteksi dini komplikasi dan rujukan yang memadai sangat penting karena banyak kasus komplikasi obstetri yang belum dapat ditangani pada tingkat masyarakat. Oleh karena itu peran anggota keluarga, dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan setempat sangat berpengaruh dalam masa rujukan ini. Bila terjadi keterlambatan dalam merujuk dan membawa ibu ke fasilitas rujukan yang memadai, maka akan membahayakan jiwa ibu dan bayinya (Nurhayati, 2008). Menurut WHO dinegara berkembang masih banyak terdapat ibu yang melahirkan di rumah tanpa ditolong oleh tenaga kesehatan. Para ibu tersebut mempercayakan proses kelahiran mereka untuk ditangani oleh dukun bayi. Dukun bayi sangat berperan dalam upaya keselamatan ibu bahkan menurut Minden and Levin (1996) dalam buku The right to know : women and their traditional birth attendants ; dukun bayi berperan penting sebagai penghubung antara masyarakat dengan sistem pelayanan kesehatan formal (Nurhayati, 2008). Menurut WHO kunjungan antenatal pertama dapat menjangkau 90 % dari ibu hamil, namun saat kelahiran tiba hanya 60 % yang dilakukan oleh tenaga terampil. Bahkan menurut SDKI tahun 1997 sebanyak 54 % persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Di samping itu data WHO tahun 2002 bahwa pada wanita yang memiliki tingkat ekonomi lebih tinggi sebanyak 89,2 % kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan. Kondisi ini sangat timpang pada wanita dengan ekonomi rendah yaitu hanya 21,3% (Nurhayati, 2008). Faktor geografis mempengaruhi seorang ibu memilih dan mendapatkan tenaga yang menolong persalinannya. Kondisi geografis yang sulit ditempuh dan masalah transportasi menjadi salah satu penyebab terlambatnya ibu mendapat
pertolongan persalinan. Di daerah dengan kondisi geografis dan transportasi yang sulit meski sudah ditangani oleh bidan, namun jika dalam proses memerlukan pertolongan darurat maka kondisi tersebut akan memperlambat ibu yang akan melahirkan mencapai fasilitas kesehatan. Di samping kondisi geografis, faktor budaya juga berperan dalam upaya menentukan siapa yang akan menolong persalinan seorang ibu. Ada budaya yang berlaku di suatu masyarakat tertentu yang hanya mau memilih dukun bayi sebagai penolong kelahiran. Kepala Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI pernah mengatakan ; Meski ditempatkan bidan, tapi masyarakatnya tidak mau meminta pertolongan (Nurhayati, 2008). Peran dukun bayi yang masih cukup besar sebagai tenaga penolong persalinan oleh sebagian besar wanita pada tingkat ekonomi rendah perlu digaris bawahi. Selayaknya fakta yang menyatakan bahwa dukun bayi masih digunakan sebagai penolong persalinan, dapat menjadi acuan kebijakan dan program serta strategi upaya keselamatan ibu di Indonesia (Nurhayati, 2008). Data yang didapat peneliti di Puskesmas Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo Jambi. Pada tahun 2009 di bulan Januari sampai Desember terdapat 150 orang ibu bersalin yang ditolong persalinannya oleh tenaga non kesehatan (dukun) dan 125 orang ibu bersalin yang ditolong persalinannya oleh tenaga medis (bidan, perawat, dokter) Desa Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo Jambi. Dan adapun faktor-faktor yang diperkirakan menyebabkan tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) adalah faktor geografis, faktor budaya, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor dukungan keluarga, dan faktor tenaga
kesehatan. Dan sebelumnya belum ada penelitian tentang ini faktor-faktor penyebab tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun). 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan maka pertanyaan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) di Kecamatan Sumay Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo Jambi. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. 3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) di Kecamatan Sumay Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo Jambi. 3.2 Tujuan Khusus Mengidentifikasi faktor geografis, faktor budaya, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor dukungan keluarga, dan faktor tenaga kesehatan yang menyebabkan tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) di Kecamatan Sumay Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo Jambi.
4. Pertanyaan Penelitian Apa saja faktor-faktor penyebab tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) di Kecamatan Sumay Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo Jambi. 5. Manfaat Penelitian 5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan, informasi bagi tenaga pendidikan keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan maternitas. 5.2 Bagi Tenaga Medis Keperawatan Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di bidang persalinan, khususnya pada ibu yang melahirkan. 5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah informasi pendukung untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor penyebab tingginya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun).