II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pembuatan Terak Baja dengan Metode Converter dalam Hadisaputra, 2011).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Pengertian Tanah Gambut Sifat-Sifat Kimia Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Sifat Kimia Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

PENGARUH TERAK BAJA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza Sativa) PADA TANAH GAMBUT DALAM DARI KUMPEH, JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman dari famili Gramineae. Padi memiliki akar serabut

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

Pengelolaan lahan gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya padi gogo dilahan kering dapat dilakukan dengan dua cara yaitu gogo

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

Transkripsi:

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut 2.1.1. Pengertian Tanah Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Menurut Andriesse (1992, dalam Noor, 2001), gambut adalah tanah organik (organic soils), tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peatymuck, mucky). Menurut Notohadiprawiro (1986), yang dinamakan gambut (peat) ialah endapan bahan organik sedenter (pengendapan di tempat), yang terutama terdiri dari atas sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa itu. Oleh karena bahan sisa nabati itu belum mengalami proses perombakan jauh, maka gambut masih jelas menampakkan bentuk jaringan asli yang menjadi asalnya. Apabila proses perombakan telah berjalan cukup jauh, sehingga bentuk jaringan aslinya sudah tidak tampak lagi dan sedikit banyak telah memperoleh kenampakan serba sama (homogen), maka bahan organik itu dinamakan sepuk (muck). 2.1.2. Kesuburan Tanah Gambut Kesuburan alamiah tanah gambut sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor : (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi, (b) komposisi tanaman penyusun gambut, dan (c) tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah gambut. Gambut di Indonesia umumnya dikategorikan pada tingkat kesuburan oligotrofik, yaitu gambut dengan tingkat kesuburan yang rendah. Kesuburan gambut

4 oligotrofik ini dijumpai pada gambut ombrogen, yaitu gambut pedalaman yang terdiri dari gambut tebal dan miskin unsur hara (Noor, 2001). Fleischer (dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) mengklasifikasikan kesuburan tanah gambut pada tiga tingkat kesuburan; oligotrofik (tingkat kesuburan rendah), mesotrofik (tingkat kesuburan sedang), dan eutrofik (tingkat kesuburan tinggi), dapat mengikuti kisaran kandungan beberapa unsur hara yang terdapat pada tanah gambut seperti berikut ini (Tabel 1). Tabel 1. Kriteria Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Fleischer, dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) Tingkat Kesuburan Eutrofik Mesotrofik Oligotrofik Kandungan hara (% bobot kering) N K 2 O P2O5 CaO Abu 2.50 0.10 0.25 4.00 10.00 2.00 0.10 0.20 1.00 5.00 0.80 0.03 0.05 0.25 2.00 Tabel 2. Kriteria Penilaian Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Tim IPB, 1976 dalam Prasetyo, 1996) Sifat Tanah ph N-total P-tersedia K-tersedia Kriteria Penilaian Rendah Sedang Tinggi < 4 4-5 > 5 < 0.2 0.2-0.5 > 0.5 < 20 20-40 > 40 < 0.39 0.39-0.78 > 0.78 Kandungan kation basa-basa (Ca, Mg, K, dan Na) umumnya terdapat dalam jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah menjadi lebih masam (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974). Rendahnya ketersediaan kation-kation

5 basa dan tingginya kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut menyebabkan nilai kejenuhan basa (KB) yang rendah. Upaya untuk meningkatkan KB pada tanah gambut adalah dengan penambahan basa-basa atau dengan menurunkan nilai KTK tanah (Halim, 1987). Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya dalam jumlah yang sangat rendah, dan dapat menyebabkan gejala defisiensi bagi tanaman. Menurut Andriesse (1988), gugus karboksilat dan fenolat pada tapak pertukaran kation tanah gambut dapat membentuk ikatan kompleks dengan unsur mikro, sehingga unsur mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu, adanya reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi menjadi bentuk logamnya yang tidak bermuatan. Selanjutnya, Tan (1998) menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi, ketersediaan unsur mikro seperti Cu, Fe dan Mn sangat rendah karena diikat oleh senyawa-senyawa organik. 2.1.3. Kendala Utama Pemanfaatan Lahan Gambut Kendala kimia yang membatasi produktivitas lahan gambut adalah rendahnya ketersediaan hara dan tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman seperti asam-asam fenolat. Ameliorasi kemasaman tanah dengan pengapuran terbukti dapat meningkatkan ph tanah dan menekan aktivitas asam-asam fenolat. (Barchia, 2006) Menurut Noor (2001), pengembangan pertanian di lahan gambut tropik dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain sebagai berikut. 1. Lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan pirit yang mempunyai potensi keasaman tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti Fe, Al, dan asam-asam organik lainnya. Sebagian lahan gambut terhampar di atas lapisan pasir kuarsa yang miskin hara. 2. Lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah direklamasi antara lain menjadi kering tak balik, berubah sifat menjadi hidrofob.

6 3. Kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi jangkitan penyakit (virulensi) tinggi. Perkembangan organisme pengganggu tanaman (gulma, hama, dan penyakit tanaman) dan gangguan kesehatan manusia (malaria, cacing) cukup tinggi. 2.1.4. Klasifikasi Tanah Gambut Menurut Noor (2001), Sistem Klasifikasi Tanah (Soil Taxonomy) yang sering dijadikan acuan dalam tata nama tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Dalam klasifikasi, tanah gambut dikelompokkan dalam ordo Histosol. Menurut sistem klasifikasi ini, disebut tanah gambut jika memenuhi kriteria sebagai berikut. 1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama (sekalipun dengan adanya pengatusan buatan) dan dengan meniadakan akarakar tanaman hidup, mengandung : a. 18% bobot karbon organik (setara dengan 30% bahan organik) atau lebih jika mengandung fraksi liat (clay) sebesar 60% atau lebih, atau b. 12% bobot karbon organik (setara dengan 20% bahan organik) atau lebih jika tidak ada kandungan fraksi liat, atau c. 12% + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik atau lebih, jika mengandung fraksi liat <60%, atau 2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20% bobot atau lebih karbon organik Sebaran kelas tebal gambut dalam ordo Histosol ialah 17% mempunyai tebal 25-50 cm, 20% dalam kelas 51-100 cm, 11% antara 101-150 cm, 5% antara 151-200 cm, dan 47% lebih tebal daripada 200 cm. Menurut taraf perombakannya, 36% bersifat fibrik (gambut mentah), 28% bersifat hemik (taraf perombakan sedang) dan 36% bersifat saprik, yaitu taraf perombakan terjauh dan sudah mencapai sifat sepuk (Notohadiprawiro, 1986). Tanah gambut adalah tanah yang : (1) tidak pernah terendam air selama lebih dari beberapa hari mengandung bahan organik 20% atau lebih, (2) pernah terendam

7 air untuk waktu lama atau yang telah didrainase mengandung (a) bahan organik 18% atau lebih jika fraksi lempungnya 60% atau lebih, (b) bahan organik 12%-18% jika fraksi lempung kurang dari 60%, dan bahan organik kurang dari 12% tanpa mengandung fraksi lempung. Tanah Organik digolongkan ke dalam Organosol, dimana di Indonesia secara umum dinamakan tanah Gambut (Veen, Peat). Jenis tanah ini mengandung bahan organik sedemkian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horison-horison yang berbeda, berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (ph 3-5) (Darmawijaya, 1990). Menurut Noor (2001), berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, gambut dipilah dalam empat kategori, yaitu gambut dangkal, tengahan, dalam, dan sangat dalam. 1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm. 2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 100-200 cm. 3. Gambut dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 200-300 cm. 4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara > 300 cm. 2.1.5. Usaha-Usaha Perbaikan Lahan Gambut Menurut Soepardi (1983), usaha-usaha yang dilakukan untuk perbaikan lahan gambut antara lain : 1. Drainase lahan gambut, penurunan dan pengendalian aras air untuk jangka waktu relatif lama sehingga memungkinkan aerasi pada daerah akar selama musim pertanaman 2. Pengelolaan struktur, tanah organik pada umumnya memerlukan pemadatan daripada penggemburan. Makin lama gambut diusahakan pemadatan makin penting. Pengelolaan cenderung merusak struktur semula, dan tanah

8 menjadi peka terhadap erosi angin. Untuk alasan itu suatu pemadat merupakan hal penting dalam pengelolaan tanah demikian. Pemadatan tanah organik memungkinkan akar berhubungan lebih dekat dengan tanah dan memungkinkan air naik dari bawah. 3. Penggunaan kapur, keadaan yang sangat masam menyebabkan pelarutan besi, aluminium, dan mangan sampai suatu tingkat sehingga mereka menjadi racun. Di bawah keadaan demikian, sejumlah besar kapur diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan normal. 4. Unsur mikro, tanah gambut tidak hanya memerlukan kalium, fosfor, dan nitrogen, tetapi seringkali membutuhkan beberapa unsur mikro. Pada tanah gambut berkayu dari New York, penambahan tembaga sulfat berhasil menekan penyakit pada selada dan berhasil memberikan warna bawang yang diinginkan. Bukan hanya tembaga sulfat, garam mangan dan seng digunakan untuk memperbaiki keadaan fisiologik tanah gambut dan gambut yang telah melapuk lanjut. 2.2. Terak Baja Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Terdapat beberapa macam jenis terak baja, antara lain blast furnace slag, open-hearth slag, basic slag, converter slag, dan electric furnace slag. Materialmaterial ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan ph tanah masam ataupun sebagai sumber silikat bagi tanaman padi. Terak baja Indonesia (Indonesia Electric Furnace Slag) setiap tahunnya diproduksi sekitar 350.000 ton, tetapi belum ada yang digunakan untuk bidang pertanian. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan ph tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terak baja Indonesia mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 42% Fe 2 O 3, 7.2 % Al 2 O 3, 21.5 % CaO, 11.2 % MgO, 14.6 % SiO 2 dan 0.4 % P 2 O 5 (Suwarno dan Goto, 1997).

9 Pemberian terak baja telah meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi terutama pada pengisian gabah pada tanah sawah (Suwarno dan Goto, 1997), jagung dan kedelai pada tanah gambut (Halim, 1983 dalam Barchia, 2002). Kation yang dominan dalam terak baja adalah Fe, Ca, Mg, Si, dan Al (Suwarno dan Goto, 1997). Memperhatikan kandungan kation-kation tersebut terak baja dapat dipakai sebagai alternatif bahan ameliorasi tanah gambut. 2.3. Tanaman Padi Menurut Yoshida (1981), tanaman padi pada umumnya memerlukan waktu 3-6 bulan dari fase perkecambahan hingga pemasakan, tergantung pada varietas dan lingkungan tempat padi itu tumbuh. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase vegetatif, reproduktif, dan fase pemasakan 1. Fase Vegetatif, meliputi pertumbuhan kecambah sampai dengan inisiasi primordia malai. Selama fase vegetatif anakan dan tinggi tanaman bertambah dengan cepat, serta daun tumbuh secara teratur. Anakan aktif ditandai dengan pertambahan anakan yang cepat sampai tercapainya anakan maksimum. Setelah anakan maksimum tercapai, sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilan malai, yang dapat disebut sebagai anakan tidak efektif. 2. Fase Reproduktif, dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga. Ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang, yang sebelumnya tertumpuk rapat pada permukaan tanah. Di samping itu, fase reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum bunga. Pembungaan merupakan stadia keluarnya malai. Dalam suatu rumpun, fase pembungaan memerlukan waktu 10-14 hari. Antesis telah mulai setelah pembungaan atau 25 hari setelah bunting. 3. Fase Pemasakan, dimulai dari berbunga sampai masak panen. Ditandai dengan bobot jerami mulai turun, bobot gabah meningkat dengan cepat dan terjadi penuaan daun. Fase pemasakan terdiri dari masak bertepung,

10 menguning, dan masak panen. Periode yang dibutuhkan untuk fase ini sekitar 30 hari. 2.4. Silikat 2.4.1. Peranan Silikat pada Tanaman Terak baja Indonesia (Electric Furnace Slag) yang dapat digunakan sebagai pupuk silikat pada tanaman padi bermanfaat mengurangi persentase gabah hampa dan meningkatkan produksi padi pada tanah dengan ketersediaan Si yang rendah (Suwarno dan Goto, 1997). Peranan silikat pada tanaman padi antara lain adalah memelihara daun tetap tegak (Yoshida et al.,1969 dalam Suwarno dan Goto, 1997), meningkatkan pertumbuhan padi, memperkuat akar dan batang, meningkatkan bobot gabah, mempercepat pematangan bulir padi (De Datta,1981), dan meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap hama penyakit (Yoshida et al., 1962 dalam Suwarno dan Goto, 1997). Silikat mempunyai beberapa manfaat dalam pertumbuhan padi, antara lain melindungi tanaman dari serangan jamur dan serangga, memelihara daun tetap tegak, mengurangi kehilangan air akibat transpirasi melalui kutikula, meningkatkan toleransi tanaman terhadap berkurangnya tekanan osmosis pada perakaran medium, dan mengurangi pengambilan yang berlebihan pada Fe dan Mn (Yoshida, 1981). 2.4.2. Gejala Tanaman Kekurangan Silikat Yoshida (1975, dalam Yoshida, 1981) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa tanaman padi yang tidak diberi tambahan silikat menunjukkan gejalagejala sebagai berikut : daun padi lemas dan menunduk, daun bagian bawah cepat layu dan mengering terutama pada saat pembentukan malai, pertumbuhan akar tidak normal dan setelah malai terbentuk nampak bercak-bercak coklat pada bulir padi. Yoshida (1975, dalam Yoshida, 1981) melaporkan bahwa tanaman yang kekurangan silikat kecepatan transpirasinya 33 % lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang diberi tambahan silikat. Hal ini terjadi karena peningkatan transpirasi kutikuler di mana tanaman itu sendiri tidak dapat mengendalikannya, yang

11 disebabkan pengendapan silikat pada kutikula dan sel-sel epidermis rendah serta stomata lebih mudah terbuka. Dengan demikian, tanaman ini akan menderita stres air internal, jika ditempatkan pada lingkungan yang menyebabkan transpirasi meningkat dengan hebat atau serapan air sangat terganggu. Penelitian tentang fisiologi air secara jelas menunjukkan bahwa perpanjangan sel-sel tanaman sangat peka terhadap stres air internal. 2.5. Logam Berat Menurut Rahayu (1995, dalam Suendarti, 2004), logam berat adalah unsurunsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm 3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur sulfur dan biasanya logam berat bernomor atom 22 sampai 92 dari periode tiga sampai tujuh daftar susunan berkala. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hingga batas tertentu logam berat sangat beracun bagi manusia atau binatang. Kadmium dan arsen sangat beracun; air raksa, timah, nikel, dan fluor mempunyai tingkat racun yang sedang; dan boron, tembaga, mangan, dan seng mempunyai tingkat racun terendah. Pemakaian logam berat sangat luas dan sangat penting, seperti untuk pereaksi atau katalis dalam berbagai proses industri. Hasil proses industri sangat penting artinya bagi kehidupan manusia, namun bersamaan dengan itu dihasilkan pula limbah yang tidak berguna, bahkan dengan jumlah tertentu dapat membahayakan kehidupan manusia. Salah satu zat yang terkandung dalam limbah adalah logam berat yang akan masuk ke lingkungan, seperti sungai, danau, tanah, udara dan dapat mengalami magnifikasi biologis pada tumbuhan dan hewan yang akan dikonsumsi manusia, sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya (Darmono, 1995). Sutrisno dan Salirawati (1993, dalam Suendarti, 2004) menyatakan ada dua hal yang menyebabkan logam berat termasuk sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu : a) tidak dihancurkan oleh mikroba yang hidup di lingkungannya, b) terakumulasi ke dalam komponen-komponen lingkungan.