UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PENDAHULUAN. Memasukan: Januari 2013, Diterima: April 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN TEKNIK PENANGKARAN PENGEMBANGBIAKAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI AREA PT. ARARA ABADI

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2014 TENTANG JEJARING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

Transkripsi:

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Sentosa Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan suryandari.astri@yahoo.com ABSTRAK Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) termasuk jenis kura-kura air tawar yang masuk dalam Apendix II CITES yaitu jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol. Salah satu daerah penyebaran labi-labi di Jawa adalah di Cirebon, Jawa Barat. Di Desa Belawa, Cirebon, labi-labi dilindungi keberadaannya dalam suatu kawasan dan dikelola bersama antara masyarakat dengan instansi terkait. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi upaya konservasi labi-labi yang dilakukan di Desa Belawa, Cirebon. Penelitian dilakukan pada April 2012 di Desa Belawa dan pengumpulan data dilakukan dengan suvey dan wawancara. Upaya konservasi labi-labi di Belawa didasarai oleh kearifan lokal masyarakat setempat yang diwujudkan dengan didirikannya Obyek wisata Belawa sebagai kawasan lindung satwa tersebut. Hasil pendataan menunjukkan terdapat sekitar 37 labi-labi dewasa, 91 tukik dan 126 telur pada masa inkubasi. Secara umum, upaya konservasi labi-labi di kawasan tersebut telah berjalan dengan baik namun demikian masih diperlukan perbaikan untuk menyempurnakan tujuan tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan upaya tersebut diantaranya penataan ulang kawasan Obyek Wisata Belawa, melengkapi sarana dan prasarana di kawasan tersebut, pembinaan yang intensif bagi masyarakat pengelolaan dan memaksimalkan fungsi Obyek Wisata Belawa. Kata kunci: labi-labi, Amyda cartilaginea, konservasi, Desa Belawa PENDAHULUAN Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan jenis kura-kura air tawar yang menyebar luas di Asia Tenggara (Asian Turtle Conservation Network, 2006; Iskandar, 2000; van Dijk, 2000). Menurut Iskandar (2000), labi-labi umumnya dijumpai di daerah yang tenang dan berarus lambat. Labi-labi, merupakan salah satu satwa air yang masuk ke dalam komoditas perikanan (Rahmi, 2008). Pemanfaatan labi-labi di Indonesia sudah berlangsung lama mengingat hewan tersebut termasuk satwa liar yang tidak dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia walaupun menurut IUCN Tahun 2006 statusnya di alam adalah rawan dan tidak dilindungi (CITES, 2004). Oleh karena itu, labi-labi pada masa tersebut masih banyak diperdagangkan dan dieksploitasi secara bebas, namun pada tahun 2008, A. cartilaginea telah masuk dalam Apendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered of Wild Flora and Fauna) yang menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol (CITES, 2010). Amyda cartilaginea di Indonesia dapat ditemukan di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok (Auliya, 2007; Iverson, 1992). Salah satu daerah penyebaran labi-labi di Jawa adalah di Cirebon, Jawa Barat (Insana, 1999; Rahmi, 2008; Mashar, 2009). Labi-labi di Cirebon, Jawa Barat dikenal sebagai Kuya Belawa atau Kura-Kura Belawa dengan ciri khas yaitu bentuk punggung yang cekung pada kura-kura dewasa (Mashar, 2009). Kusrini & Tajalli (2012) menyatakan bahwa kura-kura Belawa merupakan satwa khas daerah Cirebon. FNPKSI - IV

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Keberadaan labi-labi di Desa Belawa memiliki keunikan dibandingkan di lokasi lainnya mengingat adanya mitos yang berkembang di masyarakat terkait Kuya Belawa sehingga labilabi di Belawa tidak ditangkap dan diperdagangkan. Namun, Priyono et al. (1999) menyebutkan bahwa keberadaan labi-labi di Desa Belawa semakin menurun. Ancaman utama bagi kelestarian labi-labi di Cirebon adalah akibat perubahan habitat dan gangguan manusia. Kusrini et al. (2007) menambahkan beberapa contoh kegiatan yang dapat menurunkan populasi labi-labi di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon yaitu adanya pembukaan areal baru seperti perluasan lahan untuk pemukiman penduduk sehingga berkurangnya lahan alami sebagai ruang gerak kura-kura, kualitas kolam yang buruk karena adanya pencemaran domestik, dan pengambilan telur secara liar. Hal tersebut dikhawatirkan dapat mengakibatkan menurunnya populasi dan mengancam kehidupan satwa liar khususnya labi-labi di Cirebon. Masyarakat dan pemerintah daerah di Desa Belawa telah berusaha melakukan pelestarian labi-labi dengan membuat Obyek Wisata Belawa, sebuah obyek wisata sekaligus penangkaran dari labi-labi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengelolaan dan pelestarian labi-labi di Desa Belawa. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian labi-labi dilaksanakan di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat pada April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan suvey dan wawancara. Penentuan lokasi survei labi-labi dilakukan dengan bantuan informan kunci (key informan), yaitu responden awal menunjuk responden selanjutnya berdasarkan kriteria yang ditetapkan (dalam hal ini kriteria utama adalah orang yang terkait dengan pemanfaatan labi-labi). Informan kunci di Kabupaten Cirebon adalah Pengurus POKMASWAS Kuya Asih Mandiri yang mengelola keberadaan labi-labi di Desa Belawa. Pengumpulan data dan informasi meliputi informasi mengenai kegiatan pengelolaan di kawasan Obyek Wisata Belawa Desa Belawa dan kondisi habitat labi-labi di kawasan tersebut. Pengamatan habitat dilakukan dengan melakukan pengamatan visual secara langsung di lokasi habitatnya dan melakukan pengukuran kualitas air, kedalaman, dan kecerahan. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan dan pelestarian di kawasan tersebut dilakukan melalui wawancara dengan pengurus Obyek Wisata Belawa, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Cirebon dan masyarakat sekitar. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Obyek Wisata Belawa terletak di Desa Belawa sekitar 20 km dari Kota Cirebon. Lokasi tersebut berada di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 109-150 m dpl. Di lokasi tersebut terdapat kolam utama yang berbentuk segi enam (heksagonal) serta beberapa kolam- milik penduduk yang berderet di sepanjang aliran Sungai Cikuya yang dikeliling oleh vegetasi yang rindang/berkanopi. Kolam utama tersebut yang terletak pada 6 49'55,7''

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim Lintang Selatan dan 108 35'7,9" Bujur Timur merupakan kolam tempat pemeliharaan labilabi dengan sumber air berasal dari mata air yang keluar dari pohon-pohon besar di sekitarnya. Keberadaan Sungai Cikuya merupakan sungai kecil yangberperan besar dalam mengairi kolam-kolam yang ada di sepanjang alirannya di Desa Belawa. Kolam utama di Obyek Wisata Belawa merupakan kolam pemeliharaan yang dibangun oleh Yayasan Bina Lingkungan pada tahun 1997 dengan tujuan untuk menangkarkan labilabi agar tidak berkeliaran. Kolam ini berbentuk segi enam dengan luas total 192,75 m² dengan taman berbentuk lingkaran di tengah kolam seluas 71,11 m² untuk tempat berjemur dan bertelur labi-labi yang dikelilingi oleh perairan dengan luas sekitar 121,64 m². Lokasi tersebut cukup teduh karena adanya tutupan kanopi dari pohon-pohon besar yang berada di sekitarnya. Gambar 2. Kondisi Obyek Wisata Belawa dengan kolam utamanya Di kawasan wisata Desa Belawa tersebut selain terdapat 1 kolam induk labi-labi berbentuk heksagonal yang merupakan kolam bagi labi-labi dewasa juga terdapat 3 bak penetasan, 3 kolam pemeliharaan tukik serta 1 ruangan yang berfungsi sebagai museum untuk menyimpan spesimen labi-labi (Gambar 3). (a) Bak penetasan (b) Kolam pemeliharaan (c) Museum Gambar 3. Bak penetasan, pemeliharaan dan museum di Obyek Wisata Belawa Desa Belawa

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Keberadaan aliran sungai Cikuya selain memasok air ke kolam-kolam habitat labilabi juga telah dimanfaatkan oleh warga setempat untuk berbagai aktivitas seperti mandi dan mencuci. Aktivitas warga di sekitar perairan Cikuya semakin meningkat sehingga beban pencemaran bagi perairan tersebut juga semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari masukan air limbah rumah tangga yang mengandung detergen serta sampah-sampah yang mengotori perairan di sekitar Obyek Wisata Belawa. Keberadaan sarana pemandian di bagian atas kolam utama secara tidak langsung dapat mengancam habitat perairan bagi kura-kura Belawa (Gambar 4). Gambar 4. Sarana pemandian dan sampah di sekitar Obyek Wisata Belawa Kualitas Perairan Habitat Labi-Labi di Desa Belawa Secara umum, habitat perairan untuk kehidupan labi-labi di Desa Belawa merupakan perairan yang relatif tenang dengan dasar perairan berupa lumpur atau lumpur berpasir. Hasil pengamatan beberapa kualitas perairan secara in situ di kolam utama disajikan pada Gambar 5. Suhu udara berkisar antara 23 30,5 C (rerata 25,96 C) dan suhu air berkisar antara 25,38 28,36 C (rerata 26,76 C). Secara umum, kisaran suhu air lebih rendah dibandingkan suhu udara pada siang hari dan pada malam hari berlaku sebaliknya. Hal tersebut terkait dengan kapasitas penyimpanan panas air yang lebih tinggi dibandingkan udara. Kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,01 3,76 mg/l (rerata 2,91 mg/l) dan relatif tidak terlalu berfluktuasi mengingat kedalaman kolam yang relatif dangkal dan adanya pergerakan labi-labi seperti berenang berpotensi meningkatkan kadar DO melalui difusi O 2 secara langsung dari udara. Fahri et al. (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut bukan merupakan faktor pembatas bagi labi-labi mengingat organisme tersebut bernafas dengan paru-paru dan memliki kemampuan mengambil udara langsung. 35 30 25 20 15 10 5 0 Waktu Pengamatan Suhu Udara ( C) Suhu Air ( C) DO (mg/l) ph Gambar 5. Grafik suhu udara, suhu air, oksigen terlarut dan ph di kolam utama selama 24 jam

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim Kisaran ph perairan di kolam utama adalah 5,48 6,77 (rerata 5,97) sehingga cenderung bersifat asam. Nilai kekeruhan atau turbiditas berkisar antara 36,4 143 NTU (rerata 71,93 NTU) dengan nilai padatan total terlarut (Total Dissolved Solids/TDS) antara 0,13 0,191 g/l (rerata 0,18 g/l). Nilai turbiditas cenderung lebih fluktuatif mengingat setiap pergerakan labi-labi cenderung bersifat mengaduk lumpur sehingga dapat meningkatkan kekeruhan. Populasi Labi-Labi di Obyek Wisata Belawa Jumlah labi-labi atau kura-kura Belawa di kolam induk Obyek Wisata Belawa sejak tahun 2010 hingga 2012 tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah labi-labi di Obyek Wisata Belawa No. Kategori Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 1. Telur 8 182 126 2. Tukik 17 21 91 3. Remaja 49 26-4. Dewasa 26 21 37 Menurut penelitian Mashar (2009) populasi labi-labi di wilayah tersebut sebanyak 220 individu yang terdiri dari 29 individu tukik (13,18%), 112 individu remaja (50,91%), 58 individu dewasa muda (26,36%), dan 21 individu dewasa (9,55%). Namun jumlah tersebut semakin menurun terutama di tahun 2010 ketika terjadi kematian massal labi-labi sebanyak 136 ekor yang terdiri dari 6 ekor labi-labi induk berukuran 40 45 kg, 70 ekor labilabi dewasa produktif dan 60 ekor ukuran tukik (Dislutkan Kab. Cirebon, 2010). Kematian massal Labi-labi diakibatkan serangan bakteri Edwardsiella tarda. Kondisi sekitar kolam dan sumber air yang diduga tercemar bakteri tersebut yang menyebabkan kematian massal, mengingat di sekitar kolam terdapat pemandian umum dan seringnya aktivitas masyarakat di sekitar kolam tersebut. Selain itu kepadatan labi-labi di kolam pada waktu itu diduga juga menjadi penyebab kematian massal tersebut. Jumlah labi-labi atau kura-kura Belawa di kolam induk Obyek Wisata Belawa pada tahun 2012 menurut data POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Kuya Asih Mandiri diduga berjumlah 37 labi-labi sedangkan jumlah tukik total di kolam pemeliharaan sebanyak 91 dan jumlah telur dalam masa inkubasi sejumlah 126. Pengelolaan Labi-labi di Obyek Wisata Belawa Labi-labi oleh masyarakat Belawa dianggap sebagai hewan khas daerah tersebut. Di kalangan masyarakat Belawa secara turun temurun berkembang mitos yang mengatakan bahwa barangsiapa yang membawa Kura Kura Belawa keluar dari Desa Belawa akan mendapat musibah, oleh sebab itulah labi-labi di Belawa tidak dieksploitasi atau dimanfaatkan seperti yang terjadi pada populasi labi-labi lainnya di luar Pulau Jawa. Pemahaman masyarakat Belawa tentang mitos labi-labi tersebut dapat disebut sebagai kerifan lokal. Kearifan lokal tersebut yang membuat labi-labi di Belawa terjaga keberadaannya. Masyarakat Belawa sangat bangga terhadap labi-labi atau kura-kura Belawa

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV sehingga menjadikan satwa tersebut sebagai ciri khas daerah Belawa. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon mengeluarkan Surat Keputusan Bupati KDH Tingkat II Cirebon No.522.51/SK.29/PEREK/1993 yang menyatakan bahwa labi-labi atau kura-kura Belawa merupakan satwa khas daerah Cirebon. Peraturan ini kemudian ditindaklanjuti menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon No. 13 tahun 1997 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang di dalamnya menetapkan Desa Belawa sebagai kawasan Suaka Margasatwa. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 17 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupaten Cirebon 2011-2031 disebutkan bahwa luas kawasan lindung kura-kura Belawa di Desa Belawa adalah 20 hektar namun luas wilayah yang ada saat ini masih sekitar 0,2 hektar. Jika mengacu pada pengertian mengenai kawasan lindung suaka margasatwa serta kondisinya saat ini, Desa Belawa tersebut belum dapat dikategorikan sebagai kawasan lindung suaka margasatwa. Walaupun demikian, keberadaan obyek wisata kura-kura Belawa telah dianggap sebagai suatu upaya konservasi Amyda cartilaginea yang berdasar pada kearifan lokal masyarakat dengan adanya mitos yang berkembang terkait kura-kura Belawa tersebut. Pada tahun 1997 setelah ditetapkannnya Desa Belawa sebagai kawasan lindung, dibentuklah Kompepar (Kelompok Peduli Pariwisata) yang dibina oleh Dinas Pariwisata. Kegiatan Kompepar adalah mengelola kegiatan pariwisata di Taman Wisata Belawa yaitu dalam hal retribusi. Sekitar tahun 2008, dibentuk Pokwasmas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Kuya Asih Mandiri yang dibina oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Cirebon berdasarkan Surat Keputusan Bupati Cirebon Nomor 523/Kep.596-Dislakan/2008 tentang pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pengawas (POKMASWAS) Kuya Asih Mandiri. Tujuan pembentukan kelompok tersebut adalah sebagai pelaksana pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan khususnya labi-labi, menampung usulan dan membina kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian labi-labi serta untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan jenis labi-labi. Saat ini Pokwasmas yang ada memiliki total anggota sebanyak 14 orang. Kegiatan Pokwasmas tersebut meliputi penetasan telur serta pemeliharaan dan perawatan labi-labi baik tukik maupun labi-labi dewasa, pendataan jumlah telur, tukik dan labi-labi dewasa secara berkala, pemeliharaan kolam utama seperti pengecekan kondisi lingkungan perairan bersama Dinas Perikanan dan Kelautan serta penyuluhan masyarakat untuk mencegah pencurian telur labilabi dan pengelolaan retribusi dari pengunjung. Saat ini pengelolaan Obyek Wisata Belawa dikelola bersama antara Kompepar dan Pokwasmas dibawah pembinaan Dinas Pariwisata dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon. Kearifan lokal masyarakat Belawa dan kepedulian Pemerintah Daerah hingga didirikannya Obyek Wisata Belawa merupakan salah satu bentuk konservasi untuk satwa labi-labi di Cirebon. Pengelolaan labi-labi di Obyek Wisata Belawa yang dikelola bersama dengan melibatkan masyarakat dan instansi pemerintah setempat dianggap efektif dan sampai saat ini berjalan dengan baik, namun demikian untuk menyempurnakan upaya konservasi tersebut perlu dilakukan perbaikan dalam berbagai hal diantaranya: 1) Penataan ulang kawasan Taman Wisata Belawa. Peraturan daerah kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon No. 13 tahun 1997 tentang pengelolaan kawasan lindung pada pasal 26 menyebutkan bahwa Desa Belawa

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim merupakan kawasan margasatwa untuk satwa labi-labi atau kura-kura Belawa. Namun dalam perkembangannya lokasi tersebut belum bisa dikategorikan sebagai kawasan lindung suaka margasatwa. Hingga saat ini lokasi tersebut masih dikategorikan objek atau taman wisata, sehingga masih diperlukan penataan yang banyak. Selain itu di dalam taman wisata itu sendiri masih terdapat sumber air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk mencuci dan mandi dimana air limbah tersebut dapat mengalir ke kolam induk. 2) Melengkapi sarana dan prasarana yang menunjang pemeliharaan dan perawatan labilabi. Taman wisata Belawa akan dapat melakukan perannya sebagai kawasan untuk perlindungan dan pengelolaan dengan maksimal jika memiliki tempat-tempat pemeliharaan yang representatif bagi labi-labi dalam tiap fase hidupnya, mengingat fase hidup labi-labi cukup lama dan sangat sensitif. Sampai saat ini pemeliharaan labilabi seperti proses penetasan telur masih menggunakan cara dan peralatan tradisional. Oleh sebab itu, diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang perawatan dan pemeliharaan dalam tiap fase hidup labi-labi agar pengelolaannya dapat maksimal. 3) Pembinaan yang intensif bagi kelompok masyarakat pengelola Pembinaan yang intensif dalam bentuk pelatihan ataupun peningkatan pengetahuan dalam pemeliharaan dan perawatan labi-labi mutlak diperlukan. Pengetahuan yang masih terbatas dapat menjadi kendala dalam perawatan dan pemeliharaan labi-labi. Penanganan labi-labi yang terserang penyakit tidak dapat dilakukan secara cepat dan tepat karena keterbatasan pengetahuan pengelola dalam pencegahan dan pengobatan dari serangan penyakit. 4) Memaksimalkan peran Taman Wisata Belawa sebagai daerah kunjungan wisata daerah Kabupaten Cirebon. Konservasi akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat bila tujuan konservasi tersebut selaras dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat akan mendukung konservasi jika masyarakat mendapat manfaat dari kegiatan konservasi itu sendiri. Jika Taman wisata Belawa dikelola sebagai lokasi perlindungan dan pemeliharaan labi-labi yang sekaligus sebagai tujuan wisata dan memberi kontribusi bagi masyarakat Belawa, maka dengan mudah masyarakat akan turut serta dalam mengelola dan menjaga kelestarian labi-labi atau kura-kura Belawa tersebut. 5) Menjadikan Obyek Wisata Belawa sebagai sarana edukasi konservasi bagi siswa sekolah di Cirebon. Memberi pemahaman masyarakat tentang pentingnya konservasi akan lebih mudah dilakukan sejak dini yaitu dimulai dari usia anak-anak. Dengan menanamkan kebanggaan akan keberadaan labi-labi Amyda cartilaginea sebagai hewan khas Cirebon dibarengi dengan pelajaran konservasi kepada anak-anak diharapkan menjadi motivasi bagi mereka untuk peduli terhadap keberadaan satwa tersebut. KESIMPULAN Upaya konservasi labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) di Desa Belawa didasari oleh kearifan lokal masyarakat setempat dan diwujudkan dengan didirikannya Obyek Wisata Belawa sebagai kawasan lindung untuk satwa tersebut. Pengelolaan labi-labi di

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV kawasan tersebut dilakukan bersama antara masyarakat dalam bentuk POKWASMAS (Kelompok Pengawas Masyarakat) dan Kompepar (Kelompok Pencinta Pariwisata) dengan Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Pariwisata. Upaya pelestarian labi-labi di kawasan tersebut sudah berjalan baik namun demikian masih ada beberapa hal yang harus dibenahi untuk menyempurnakan upaya tersebut diantaranya penataan ulang kawasan Obyek Wisata Belawa, melengkapi sarana dan prasarana di kawasan tersebut, pembinaan yang intensif bagi masyarakat pengelola dan memaksimalkan fungsi Obyek Wisata Belawa. DAFTAR PUSTAKA Asian Turtle Conservation Network. 2006. Species: Amyda cartilaginea. Retrieved on 27 January 2012 from http://www.asianturtlenetwork.org/field_guide/amyda_cartilaginea.htm. Auliya, M. 2007. An Identification Guide to the Tortoise and Freshwater Turtles of Brunei Daussalam, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Singapore and Timor Leste. TRAFFIC Southeast Asia. Petaling Jaya, Malaysia. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES 13 th Meeting of the Conference of the Parties Bangkok (Thailand), 2 14 October 2004. Bangkok. Amyda cartilagenea proposal.pdf. Diakses pada tanggal 03 Februari 2012. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora. 2010. http://www.cites.org/eng/resources/species.html [20 Juli 2010]. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. 2010. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Perairan Umum Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Tahun Anggaran 2010. Fahri, S., R. Jaya, dan Ardianor. 2002. Ekobiologi, Tingkah Laku dan Pertumbuhan Labi- Labi, Amyda cartilaginea Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002. Pusat Penelitian Limnologi LIPI: 359 374. Insana, D.R.M. 1999. Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 61p. Iskandar, D.T. 2000. Kura-Kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini dengan Catatan Mengenai Jenis-Jenis di Asia Tenggara. PAL Media Citra, Bandung. 191p. Iverson, J.B. 1992. A Revised Checklist with Distribution Maps of the Turtles of the World. Richmond, Indiana: Privately Printed. 363p. Kusrini, M.D. dan A. Tajalli. 2012. Nasib Kura-Kura Belawa Kini. Warta Herpetofauna Vol. V No.2 Juni 2012: 12 15. Mashar, A. 2009. Karakteristik Morfologi, Struktur Populasi dan Karakteristik Telur Kura- Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert 1770). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Laporan Penelitian. 29p.

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim Priyono, A., M.D. Kusrini dan Kusdinar. 1999. Kajian Aspek Bioekologi dan Konservasi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea). Prosiding Seminar Nasional Konservasi Keanekaragaman Amfibia dan Reptilia di Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Rahmi, N. 2008. Pertumbuhan Juvenil Labi-Labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia: Testudinata: Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda, dalam Upaya Domestikasi untuk Menunjang Konservasi di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon. ). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 65p. van Dijk, P.P. 2000. The status of Turtles in Asia. Chelonian Research Monograph 2: 15 23p.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV