BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai iklim tropis. Iklim tropis tersebut sangat cocok menghasilkan pangan yang khas dari berbagai daerah. Umbi-umbian, jagung, beras hingga sagu merupakan beberapa hasil pertanian yang bisa ditemukan di Indonesia. Tetapi seiring berjalanannya waktu, keanekaragaman pangan tersebut hilang digantikan oleh beras. Beras menjadi makanan pokok di Indonesia. Hal tersebut membuat pemerintah mengadakan diversifikasi pangan akibat ketidakseimbangan pangan dengan laju pertumbuhan penduduk. Indonesia memiliki berbagai macam umbi yang dapat dimanfaatkan sebagai diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan dapat meningkatkan ketahanan pangan dan swasembada pangan, sebagaimana yang sudah dicanangkan oleh pemerintah. Talas safira (Colocasia esculenta var Antiquorum) merupakan salah satu umbi yang berasal dari Jepang dan berhasil dikembangbiakan di Sulawesi. Talas safira pertama kali datang di Indonesia saat penjajahan Jepang yang kemudian dibudidayakan oleh bangsa Jepang karena talas safira merupakan makanan pokok bangsa tersebut selain beras. Talas safira dapat tumbuh di dataran rendah, sedang dan tinggi ± 1200 dpl (Andi, 2012). 1
Talas safira merupakan umbi yang cepat rusak jika tidak segera diolah atau dikonsumsi. Pengolahan talas safira menjadi produk hilir melalui berbagai proses dapat meningkatkan nilai ekonominya. Salah satu produk hilir yang banyak dikenal masyarakat adalah bihun. Bihun yang dikenal di masyarakat umumnya berbahan baku beras. Jenis beras yang digunakan adalah beras keras, yaitu beras IR 42. Namun, bihun keras semakin sulit diperoleh. Orang-orang makin menyukai beras pulen. Karena beras keras yang semakin sulit diperoleh maka dalam pembuatan bihun beras ditambahkan pati sagu atau pati jagung untuk mendapatkan bihun yang kenyal. Pati jagung sudah digunakan dalam industri bihun sejak tahun 1990. Produksi pati jagung yang semakin meningkat di Cina dan Filipina telah mendorong substitusi bihun beras dengan pati jagung makin banyak. Menurut Tjokrosaputro dalam Haryadi (2014) bihun jagung saat ini telah menggantikan lebih dari 50% pangsa pasar bihun beras, dan mulai merebut sedikit pasar mi terigu. Bahan dasar lokal yang cocok untuk substitusi bihun beras adalah pati aren, pati sagu, pati ganyong dan dalam proporsi terbatas digunakan pati tapioka (Haryadi, 2014). Sebelum diolah menjadi bihun, talas safira diolah menjadi tepung terlebih dahulu. Pengubahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi berupa tepung ini disebut penepungan. Pengolahan talas safira menjadi tepung mempunyai tujuan memperpanjang umur simpan dan memperkecil sifat ruah. Metode penepungan yang digunakan pada penelitian dilakukan dengan cara pemarutan atau kempa. Metode kempa mempunyai keunggulan 2
dibandingkan metode penepungan konvesional karena mempunyai warna tepung yang lebih cerah dan lama waktu pengeringan yang lebih singkat (Ismawati, 2013). Bahan pangan lainnya yang mempunyai potensi besar untuk mendukung diversifikasi pangan adalah aren. Batang pohon aren mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga mempunyai potensi sangat besar untuk dijadikan bahan baku. Pati aren kemudian diekstrak lalu dijadikan produk hilir sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Kadar amilosa pada pati aren cukup tinggi yaitu 39% (Alam d an Saleh, 2009). Penggunaan pati aren sudah banyak akhir-akhir ini, salah satu produk yang menggunakan pati aren sebagai bahan baku adalah sohun ( starch noodle). Produk-produk tersebut tidak hanya menggunakan pati aren dan beras sebagai bahan baku utamanya, tetapi mencampurkan beberapa jenis legum. Hal tersebut bertujuan untuk memperbaiki karakteristik bihun yang dihasilkan. Di samping itu, untuk mendapatkan produk yang tidak terbuat dari tepung terigu saja. Bihun yang dihasilkan dari tepung talas safira diharapkan bisa menyamai bihun yang dijual komersial. Pembuatan bihun pada penelitian ini yang menggunakan bahan baku berupa tepung talas safira dan pati aren bertujuan untuk mendukung program pemerintah yaitu diversifikasi pangan yang berbasis pangan lokal untuk upaya ketahanan pangan. Hal ini yang memicu pemerintah untuk membuat program diversifikasi pangan yang berbasis pangan lokal. Diversifikasi pangan yang dilakukan tidak mengganti 3
beras secara total, tetapi mengubah pola konsumsi pangan masyarakat sehingga masyarakat lebih banyak mengkonsumsi pangan lokal. Pembuatan bihun membutuhkan bahan mentah yang mempunyai kadar amilosa tinggi. Dalam penelitian ini akan dibuat bihun dengan mencampurkan bahan mentah tepung talas safira dan pati aren pada rasio tertentu. Pencampuran tepung talas safira dengan pati aren diharapkan bisa memberikan karakteristik bihun sesuai dengan harapan konsumen. Bihun yang dihasilkan akan dipelajari karakteristiknya. 1.2 Rumusan Masalah a. Apakah bihun komposit tepung talas safira yang dibuat dengan metode kempa dan pati aren, dapat memberikan karakteristik bihun sesuai dengan harapan konsumen? b. Pada rasio berapakah bihun komposit tepung talas safira yang dibuat dengan metode kempa dan pati aren, yang paling disukai? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung talas safira pada bihun pati aren dengan variasi rasio tertentu pada pembuatan bihun terhadap kualitas produk yang dihasilkan dan tingkat kesukaan panelis secara sensoris. 4
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah a) Menambah pengetahuan mengenai bihun yang dibuat dari komposit tepung talas safira dan pati aren sehingga menambah nilai talas safira dan pohon aren. b) Mendukung program pemerintah yaitu diversifikasi pangan yang berbasis pangan lokal dengan tujuan mencapai ketahanan pangan. 5