BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. handy talky. Tren alat komunikasi yang selalu mengalami pergeseran,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

Asas asas perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PERBANDINGAN ANTARA HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT KETENTUAN KUHPerdata Dan UUPA

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB III KAJIAN PUSTAKA. perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yaitu akibat-akibat hukum

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

Bab IV PEMBAHASAN. A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyimpanan Barang di SDB pada

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

HUKUM JASA KONSTRUKSI

BAB IV. Surabaya ini termasuk pada bab ija>rah karena merupakan akad yang objeknya. Menurut bapak A. Djohan Hidayat selaku PJS Penyelia Umum & SDM,

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah sebagai penuntun memiliki daya

BAB I PENDAHULUAN. setiap konsumen dalam menggunakan suatu barang atau jasa. Dengan demikian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Menjalin suatu hubungan / interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup akan menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Walaupun manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang bebas, independen, dan mandiri, namun manusia juga sekaligus sebagai makhluk yang berada dalam ikatan sosial. Setiap aktivitas kehidupan, baik yang bernuansa bisnis maupun sosial, selalu dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa manusia harus bekerja sama dengan manusia yang lainnya. Wujud / bentuk kerja sama yang dilakukan oleh sesama manusia terus mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Pada zaman dahulu ketika manusia masih hidup dengan pola yang amat sederhana, bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan pun masih amat sederhana. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan peradaban manusia, bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan juga berkembang semakin banyak macamnya dan semakin kompleks. Hal ini terjadi karena pikiran manusia yang terus menerus berkembang dan manusia semakin pintar. Kepintaran manusia yang terus menerus berkembang ini tentu merupakan hal yang amat positif. Kehidupan umat manusia banyak terbantu

2 dengan adanya berbagai penemuan-penemuan baru yang menopang dan semakin memudahkan kehidupan manusia. Namun di sisi lain, kepintaran manusia juga dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan memiliki niat buruk. Kepintaran / kepandaian seseorang dapat menjadi hal yang berguna bagi orang lain bila dimanfaatkan dengan benar dan dengan niat yang baik. Namun kepintaran / kepandaian seseorang juga dapat digunakan untuk mencelakakan orang lain bila kepintaran / kepandaian itu digunakan untuk membodohi orang lain. Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial tersebut untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan ideal haruslah hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat inilah segala bentuk kerja sama antar manusia dapat dilakukan. Untuk dapat melakukan kerja sama, tentu salah satu pihak harus mengungkapkan keinginannya dan harus ada pihak lain yang menerima keinginan dari pihak yang mengungkapkan keinginannya tersebut. Inilah konsep awal / asal muasal dari adanya sebuah perjanjian. Perjanjian pasti dibuat dengan melibatkan minimal dua pihak, tidak berarti harus dua orang. Di antara dua pihak tersebut pasti ada kepentingankepentingan yang melatarbelakangi disetujuinya / disepakatinya perjanjian tersebut. Pada umumnya suatu perjanjian disepakati karena ada keuntungan yang akan diperoleh oleh masing-masing pihak. Seandainya tidak ada keuntungan yang akan diperoleh masing-masing pihak dari perjanjian tersebut, sulit untuk dapat terjadi kesepakatan secara sukarela atas perjanjian tersebut.

3 Mengingat pada semakin berkembangnya peradaban manusia dan kepintaran manusia, dalam hal pembentukan sebuah perjanjian tentu semakin lama semakin kompleks. Setiap perjanjian yang dibuat dengan itikad baik di antara para pihaknya tentu tidak akan menjadi masalah. Persoalannya adalah pada perjanjian yang dibuat dengan itikad buruk dari salah satu pihaknya. Sesuai dengan apa yang telah diuraikan sebelumnya bahwa dengan kepintarannya manusia yang beritikad buruk dapat menggunakan kepintarannya tersebut untuk membodohi orang lain. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian. Demikian juga dalam hal pembentukan perjanjian. Dengan semakin kompleksnya bentuk-bentuk perjanjian di zaman modern seperti sekarang ini, maka semakin banyak pula cara bagi seseorang untuk membodohi orang lain. Bukan hanya pikiran-pikiran yang baik saja yang semakin berkembang, namun pikiran orang-orang yang tidak baik pun juga semakin berkembang. Semakin lama semakin banyak metode / cara yang terpikirkan untuk dapat membodohi orang lain dan mengambil keuntungan dari orang lain tersebut secara sepihak. Untuk itulah diperlukan suatu instrumen dalam masyarakat yang kemudian dikenal sebagai hukum. Pembentukan perjanjian pun demikian, diperlukan adanya sebuah hukum perjanjian yang mengatur segala sesuatu yang terkait mulai dari pembentukan hingga pelaksanaan perjanjian. Hal ini dimaksudkan demi menghindari terjadinya kerugian di salah satu pihak akibat adanya segala macam cara dari pihak lainnya untuk mengambil keuntungan

4 secara sepihak. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap langkah dalam aktivitas bisnis pun demikian. Persoalan perjanjian / kontrak yang dibuat dalam rangka aktivitas bisnis akan amat bergantung pada hukum perjanjian yang berlaku. Perjanjian / kontrak akan menjadi sebuah elemen yang sangat penting dalam pembuatan transaksi bisnis di era modern seperti sekarang ini. Dalam kondisi masyarakat modern, transaksi yang mengikat para pihak biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk perjanjian secara tertulis. Tujuannya adalah ketika suatu saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, atau salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut hak-haknya atau prestasi yang seharusnya diterima dengan berdasarkan pada bukti adanya perjanjian tertulis tersebut. Suatu perjanjian memang tidak diharuskan untuk dibuat dalam bentuk tertulis. Perjanjian yang dibuat secara lisan pun sebenarnya sah menurut hukum, namun perjanjian yang dibuat secara lisan akan sulit pembuktiannya bila salah satu pihak wanprestasi sedangkan pihak yang dirugikan ingin menagih janji / prestasi yang seharusnya diterima. Oleh karena itulah mengingat begitu kompleksnya jenis-jenis perjanjian yang ada di masa sekarang ini, setiap perjanjian yang penting dan kompleks pasti dibuat dalam bentuk tertulis. Apabila dicermati, sesuatu yang bernama kontrak sebenarnya memiliki esensi yang sama dengan perjanjian, kedua nama tersebut sebenarnya memiliki maksud dan arti yang sama. Persoalan kontrak sebenarnya tidak ada kaitannya dengan bentuk fisik atau dengan bentuknya yang harus tertulis, namun pada umumnya apabila seseorang menyebut kontrak, pikirannya akan langsung menunjuk

5 pada adanya suatu dokumen tertulis / written document (Suherman, 2005 : 17). Instrumen hukum yang mengatur segala sesuatu mengenai perjanjian di Indonesia diatur di dalam Burgerlijk Wetboek, yang biasa disingkat dengan BW. BW ini jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan biasa disingkat dengan KUH Perdata. Mengenai perjanjian ini diatur di dalam Buku III tentang Perikatan, lebih khususnya lagi dalam Bab II tentang Perikatanperikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian. Bab II dari Buku III BW ini dimulai dari Pasal 1313 hingga Pasal 1351, jadi pengaturan mengenai segala sesuatu yang terkait dengan perjanjian dapat dilihat pada pasal-pasal tersebut. Pengaturan hukum perjanjian yang ada di dalam Buku III BW ini sifatnya hanya merupakan hukum pelengkap saja, artinya dapat disimpangi apabila memang tidak diinginkan dan disepakati oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian untuk tidak menggunakan aturan hukum dalam Buku III BW. Hal ini sebagai akibat dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian. Asas kebebasan berkontrak memberi kebebasan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian untuk bebas menentukan sendiri isi dan bentuk perjanjian yang diinginkan, asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang pemaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ketentuan dalam Buku III BW ini adalah ketentuan umum yang hanya berlaku apabila ada hal-hal yang menimbulkan sengketa yang tidak diatur penyelesaiannya di

6 dalam perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak tersebut, atau karena memang diinginkan oleh kedua belah pihak tersebut untuk sepakat mengikatkan diri pada ketentuan hukum yang ada di dalam Buku III BW. Adanya asas kebebasan berkontrak memberikan dasar hukum bagi muncul dan berkembangnya jenis-jenis perjanjian baru yang belum ada pada waktu BW ini dibuat. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin berkembang pula jenis-jenis perjanjian yang terpikirkan oleh manusia. Tidak mungkin pikiran manusia mengalami stagnansi, karena jika demikian maka kehidupan manusia akan jalan di tempat dan tidak akan pernah berubah. Dengan berkembangnya jenis-jenis perjanjian baru, maka aturan hukum dalam Buku III BW tentu tidak dapat mengikuti perkembangan dan menampung jenis-jenis perjanjian yang baru. Contoh perjanjian jenis baru yang belum ada di dalam BW adalah perjanjian franchise, joint venture, leasing, dan sebagainya. BW ini adalah hukum yang merupakan peninggalan dari pemerintahan kolonial Belanda ketika menjajah Indonesia. Sesuai dengan asas konkordansi, maka hukum yang berlaku di Belanda juga diterapkan / diberlakukan di daerah-daerah jajahannya, termasuk di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, untuk mengisi kekosongan hukum maka sementara waktu segala hukum peninggalan Belanda yang berlaku pada zaman penjajahan Belanda dinyatakan tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia mampu membuat hukum nasionalnya sendiri. Hal ini dituangkan ke dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945

7 hingga saat ini, pemerintah Indonesia sudah banyak sekali mengeluarkan produk hukum nasional di berbagai bidang untuk menggantikan hukum kolonial peninggalan Belanda. Khusus untuk bidang keperdataan, pemerintah Indonesia hingga saat ini masih belum mampu untuk membuat kodifikasi dari hukum perdata nasionalnya sendiri. Akibatnya sampai saat ini Indonesia masih menggunakan BW peninggalan zaman kolonial Belanda sebagai pedoman untuk mengatur masalah keperdataan di Indonesia, termasuk juga mengenai perjanjian. Akibat perubahan dinamika dan tuntutan keadaan, menyebabkan norma hukum yang dibuat pada tempo dulu yang merupakan warisan dari hukum Belanda perlu diadakan reformulasi dalam rangka merespons perkembangan dan kebutuhan zaman. BW yang dibuat lebih dari 150 tahun yang lalu, yaitu tepatnya pada tahun 1848 sudah inappropriate untuk digunakan bila melihat kondisi dan perkembangan zaman saat ini (Suherman, 2005 : 25). Negara Belanda sendiri sudah lama tidak menggunakan BW ini lagi sebagai pedoman hukum perdatanya. Melihat perkembangan kehidupan masyarakat yang terjadi dan BW yang dipandang sudah inappropriate untuk terus digunakan, maka pemerintah Belanda kemudian membuat sebuah kodifikasi hukum perdata yang baru yang dinamakan Nieuw Burgerlijk Wetboek. Kemajuan teknologi serta polarisasi hubungan hukum antara para pihak dalam perjanjian semakin lama semakin menunjukkan kompleksitas yang serius. Salah satu permasalahan yang menarik dari implementasi asas-

8 asas perjanjian yang ada di dalam BW bila dihadapkan dengan realitas dewasa ini adalah permasalahan mengenai penggunaan perjanjian baku / perjanjian standar / standard contract. Mengkritisi penggunaan perjanjian baku, sebenarnya di dalamnya telah terjadi dominasi sepihak yang mengesampingkan hak-hak si penerima perjanjian. Substansi dari perjanjian itu serta persyaratan-persyaratan yang ada di dalamnya telah diformat sedemikian rupa secara baku, sehingga tidak memberikan peluang bagi pihak yang menerima perjanjian untuk berkompromi (Suherman, 2005 : 25). Permasalahan yang ingin penulis angkat dalam tesis ini adalah mengenai terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian. Dalam istilah Belanda, penyalahgunaan keadaan ini dikenal dengan istilah misbruik van omstandigheden. Menurut Purwahid Patrik (Miru dan Yodo, 2004 : 120), penyalahgunaan keadaan terjadi apabila seseorang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti misalnya keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman, tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan orang tersebut mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak lain tersebut seharusnya dicegah. Penyalahgunaan keadaan ini dapat terjadi jika suatu perjanjian lahir karena adanya keunggulan salah satu pihak, baik itu keunggulan ekonomi, keunggulan psikologi, maupun keunggulan-keunggulan lainnya.

9 Problematik hukum yang terjadi adalah di dalam BW yang berlaku di Indonesia tidak dikenal adanya aturan hukum yang secara eksplisit mengatur mengenai larangan penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian, sedangkan melihat realita yang hidup di dalam masyarakat sekarang ini harus diakui bahwa banyak sekali terjadi penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian, terutama apabila perjanjian itu dibuat oleh dua pihak yang kedudukannya tidak seimbang, misalnya karena salah satu pihak lebih kuat kedudukannya baik secara ekonomi, psikologi, jabatan, dan sebagainya. Dikhawatirkan jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi sebuah ketidakadilan yang merugikan pihak yang lemah posisi tawarnya, namun pihak yang dirugikan itu tidak dapat menggugat ke pengadilan karena secara hukum pihak lawan tidak melakukan pelanggaran apapun. Dengan kata lain, akan terjadi sebuah kondisi dimana ada ketidakadilan namun tidak ada yang bisa diperbuat untuk mengatasi ketidakadilan tersebut. Lalu bagaimana dengan perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai bentuk penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian, termasuk dalam hal penggunaan perjanjian baku, mengingat bahwa hukum positif Indonesia yang ada saat ini tidak mengenal adanya konsep penyalahgunaan keadaan? Secara parsial di dalam BW sudah ada ketentuan yang sedikit menyinggung mengenai perlindungan hukum di dalam perjanjian yang dibuat antara pihak-pihak yang tidak seimbang posisi tawarnya, yaitu di dalam Pasal 1601-1603z BW yang mengatur mengenai perjanjian hubungan kerja yang dibuat antara buruh dengan majikan. Pengaturan di dalam BW ini sendiri

10 sekarang sudah tidak berlaku lagi dengan dibuatnya undang-undang perburuhan / ketenagakerjaan nasional Indonesia sendiri. Konsep hukum dari penyalahgunaan keadaan ini baru ada di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek Belanda / BW baru Belanda yang sudah diberlakukan di negara Belanda sendiri sejak tahun 1970 untuk menggantikan BW lama, yang ironisnya sampai saat ini masih diberlakukan di Indonesia. Konsep hukum dari penyalahgunaan keadaan seperti yang telah diuraikan di atas ini ada di dalam Pasal 3.2.10 Nieuw Burgerlijk Wetboek Belanda (Miru dan Yodo, 2004 : 120). Kenyataan bahwa sampai saat ini Indonesia masih menggunakan BW peninggalan zaman kolonial Belanda yang dibuat pada tahun 1848 tentu perlu mendapat perhatian, karena sudah banyak perubahan masyarakat yang terjadi bila dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada tahun 1848. Logikanya BW lama Belanda yang dibuat pada tahun 1848 sudah tidak sesuai lagi / inappropriate untuk diterapkan di zaman sekarang. Hukum harus berubah mengikuti perkembangan masyarakat agar dapat memberikan perlindungan hukum yang tepat dan memadai bagi masyarakat. Berkaca pada pemerintah negara Belanda yang banyak melakukan revisi terhadap Nieuw Burgerlijk Wetboek bila dibandingkan BW yang lama, seharusnya dapat dipahami bahwa pemerintah Belanda menilai BW lama tersebut sudah tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang terjadi di masa sekarang, sehingga tidak akan memberikan perlindungan hukum yang tepat dan memadai bagi masyarakatnya. Oleh karena itulah seharusnya

11 pemerintah Indonesia juga menyadari bahwa BW yang dibuat pada tahun 1848 tidak akan bisa mengikuti perubahan masyarakat yang terjadi di masa sekarang, termasuk di Indonesia. Sudah sepantasnya bila pemerintah Indonesia membuat sebuah kodifikasi hukum perdata nasionalnya sendiri yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini dengan berusaha memperhitungkan juga / mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan. Termasuk juga di dalamnya pengaturan mengenai hukum perjanjian untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam setiap pembuatan perjanjian. B. Rumusan masalah 1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian? 2. Bagaimanakah sebaiknya perubahan hukum positif Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian? C. Batasan masalah Perlindungan hukum yang dimaksud adalah perlindungan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian sesuai dengan norma hukum positif yang berlaku di Indonesia. Pihak yang dimaksud adalah subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini adalah setiap orang, baik itu manusia maupun badan hukum, yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai wewenang hukum (Salim, 2006 : 23). Dalam konteks perjanjian,

12 pihak yang dimaksud adalah orang-orang, baik manusia maupun badan hukum, yang saling bersepakat untuk membuat perjanjian yang mengikat di antara mereka sendiri. Penyalahgunaan keadaan yang dimaksud adalah seperti yang diungkapkan oleh Purwahid Patrik, yaitu proses, cara, perbuatan menyalahgunakan suasana, situasi dan kondisi yang sedang berlaku dikarenakan adanya keunggulan ekonomi dan/atau psikologi dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam pembuatan suatu perjanjian. Pihak yang memiliki keunggulan ekonomi dan/atau psikologi tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa pihak yang lain itu dikarenakan adanya suatu keadaan khusus seperti misalnya keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman, tergerak untuk melakukan suatu perjanjian, sedangkan pihak yang memiliki keunggulan ekonomi dan/atau psikologi tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa sebenarnya perjanjian yang dilakukan oleh pihak lain tersebut seharusnya dicegah (Miru dan Yodo, 2004 : 120). Perjanjian yang dimaksud adalah sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Pasal 1313 BW, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan demikian yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian, sesuai dengan judul dalam tesis ini adalah : perlindungan hukum bagi pihak yang lebih lemah secara ekonomi dan/atau psikologi dari pihak lainnya dalam

13 pembuatan suatu perjanjian, dimana karena keadaannya tersebut pihak yang lebih lemah secara ekonomi dan/atau psikologi tadi menjadi terpaksa untuk menyepakati suatu perjanjian yang sebenarnya merugikan bagi dirinya, dan tetap dibiarkan terjadi meskipun pihak yang memiliki keunggulan ekonomi dan/atau psikologi tadi mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa perjanjian itu seharusnya dicegah, sesuai dengan norma hukum positif yang berlaku di Indonesia. D. Keaslian penelitian Penulis menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Sepanjang sepengetahuan penulis, permasalahan hukum yang diteliti belum pernah ditulis oleh penulis lain (bukan duplikasi), jika ternyata ada sebagian isi dari tesis ini yang serupa / mirip dengan hasil karya penulis lain tanpa penulis sebutkan sumber kutipannya, maka hal ini adalah suatu kebetulan semata yang tidak disengaja. Penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku apabila di kemudian hari terbukti bahwa tesis ini merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. E. Manfaat penelitian 1. Manfaat obyektif : a. Untuk dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan bagi perkembangan hukum kontrak / perjanjian di Indonesia pada khususnya.

14 b. Untuk dapat menghasilkan suatu penulisan hukum yang mampu memberi jawaban atas permasalahan yang ada. c. Untuk dapat memberikan suatu pemahaman kepada masyarakat terkait dengan masalah perlindungan hukum bagi pihak yang sebenarnya dirugikan karena adanya penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh pihak lain yang memiliki keunggulan ekonomi maupun psikologi dalam pembuatan suatu perjanjian. 2. Manfaat subyektif : a. Bagi penulis pribadi adalah untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh gelar S2 Ilmu Hukum di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. b. Untuk dapat memperluas wawasan, menambah pengetahuan, dan meningkatkan kemampuan analisa penulis. F. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian. 2. Untuk mengetahui dan memberikan suatu sumbangan pemikiran mengenai bagaimana sebaiknya perubahan hukum positif Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan perjanjian.