BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Prinsip dasar KRPL adalah: a. Pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan. b. Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal. c. Konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, dan ikan). d. Menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju. e. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementrian Pertanian, 2012). Untuk mendukung progam tersebut, pemanfaatan lahan pekarangan yang dilakukan secara optimal melalui Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) telah menimbulkan inspirasi untuk mengimplementasi program MKRPL melalui teknologi hemat lahan Sistem Vertikultur. 2.1.2. Sistem Vertikultur Sistem pertanian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem budidaya pertanian menggunakan teknologi vertikultur secara vertikal atau bertingkat ini merupakan sistim penghijauan yang sangat sesuai dan direkomendasikan untuk daerah perkotaan 6
dengan lahan pekarangan yang terbatas atau sempit. Persyaratan aplikasi teknologi vertikultur yang harus dipenuhi dalam budidaya sayuran di lahan pekarangan yang sempit adalah harus memiliki nilai estetika atau keindahan, sehingga selain dapat menghasilkan sayuran sehat dan bergizi untuk dikonsumsi, juga dapat memperindah halaman rumah. Selain itu persyaratan lainnya adalah bahan harus kuat dan mudah untuk di pindahkan. Keuntungan budidaya sayuran sistem vertikultur antara lain : a. Efisien dalam penggunaan lahan. b. Mudah dalam pemeliharaan. c. Penghematan pemakaian pupuk dan biopestisida. d. Praktis dan mudah dalam kontrol pertumbuhan rumput dan gulma. e. Dapat dipindahkan dengan mudah. f. Tanaman sayuran yang dipanen lebih bersih dan sehat (Werdhany, 2012). 2.1.3. Pengertian Rekayasa Sistem Pengairan Pengairan adalah prasarana yang cukup menentukan dalam pembangunan pertanian. Pengairan didefinisikan sebagai usaha penambahan air pada tanah dengan tujuan memelihara dan menambah kelembapan tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhannya. Jumlah air yang diberikan tergantung kepada kebutuhan tanaman dan curah hujan di daerah tersebut. Pada prakteknya penambahan air hanya dilakukan bilamana penambahan air secara alami tidak mencukupi kebutuhan tanaman (Sumarna, 1998). Dalam pengairan tanaman terdapat dua cara yaitu manual dan otomatis. Manual dengan penyiraman air ke tanaman secara langsung, sedangkan otomatis menggunakan mekanisasi dengan sistem irigasi tetes. Pengairan atau irigasi tetes termasuk salah satu sistem irigasi permukaan (surface irrigation) dengan cara pemberian air di antara jalur jalur tanaman. Air diberikan melalui jaringan jaringan pipa di atas permukaan tanah yang dipasang menurut jalur jalur tanaman. Cara ini tidak memerlukan pembuatan parit parit atau selokan selokan seperti pada sistem irigasi lainnya, tetapi diperlukan peralatan khusus seperti pipa paralon (utama, sub-utama dan lateral), alat penetes, pompa 7
air, saringan, katup katup, pengontrol tekanan dan umumnya dilengkapi dengan alat injektor pupuk (Sumarna, 1998). Beberapa keuntungan dari irigasi tetes yang dikemukakan oleh (Keller Karmeli 1975, Jensen 1980, dan Sumarna 1998) antara lain adalah : 1) Meningkatkan nilai guna air secara umum air yang digunakan pada irigasi tetes relatif sedikit, penghemat air ini dapat terjadi karena pemberian air yang bersifat lokal dengan debit yang kecil, sehingga dapat menekan evaporasi, aliran permukaan dan perlokasi. 2) Meningkatkan keseragaman pertumbuhan dan hasil tanaman aerasi danfluktuasi kadar air tanah relatif konstan karena pemberian air dilakukan secara sedikit demi sedikit, hal ini sangat menunjang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. 3) Dapat mencegah erosi dan memperbaiki drainase tanah; penyimpanan air di dalamtanah sangat efektif karena pemberian air disesuaikan dengan kedalaman yangdibutuhkan. 4) Dapat menekan pertumbuhan gulma pada permukaan tanah yang kering gulma tidak dapat tumbuh, sehingga dapat menekan kerja penyiangan. 5) Pemupukan dapat dilakukan melalui irigasi (fertigasi). 6) Dapat menghemat tenaga kerja. Setiap tanaman secara langsung akan menerima air irigasi melalui penetes yang dipasang pada pipa lateral dan terletak di atas perakaran tanaman. Permukaan tanah akan menerima air berupa tetesan-tetesan yang debitnya tergantung kepada tekanan yang diberikan (Sumarna, 1998). Tekanan dan volume air tergantung dari diameter paralon dan pompa air listrik yang digunakan. Berikut adalah hasil penelitian pendahuluan yang terkait dengan diameter paralon dan volume air. 8
Tabel 2.1. Volume Air yang Diterima per Polybag per Satu Kali Pengairan, Frekuensi Pengairan per Hari, Durasi Air Habis Dari Masing Masing Paralon. Durasi Waktu tiap Pengisian Air Keseluruh Paralon. Model Rekayasa Pengairan Volume Air Yang Diterima Per Polybag Per Satu Kali Pengairan Frekuensi Pengairan Per Hari Durasi Air Habis Dari Masing- Masing Paralon Durasi Waktu Tiap Pengisian Air Ke Seluruh Paralon Manual P0 200 ml 1 - Manual Paralon 1 inci 90 ml 2 P1 danp4 16 Menit Paralon 1,5 inci 200 ml 2 90 detik P2 dan P5 24 Menit Paralon 2 inci 360 ml 2 P3 dan P6 31 Menit Keterangan: Manual P0 (Kontrol) penyiraman tanaman dilakukan dengan secara langsung atau dilakukan oleh peneliti, sedangkan pada P1, P2, P3, P4, P5, dan P6, pengairan dilakukan oleh Sistem Pengairan pukul 8.00 dan 16.00 Tabel 2.1. menyajikan hasil pengamatan tentang volume air yang diterima per polybag per satu kali pengairan. Model manual (P0) takaran pengairan setiap tanaman atau per polybag sudah ditentukan yaitu 200 ml air per polybag per hari sejak pindah tanam sampai panen. Penentuan 200 ml air tersebut berdasarkan uji coba pada paralon 1,5 inci (P2 dan P5), dimana hasil uji coba pada paralon 1,5 inci menunjukkan tetesan air pengairan selama 24 menit sebanyak 200 ml per polybag dan belum terlihat berlebihan (menetes keluar dari polybag). Selain itu penetapan volume air pengairan secara manual juga mempertimbangkan kepraktisan penyiraman oleh tiap orang yang menyiram, karena 200 ml setara dengan volume satu gelas (termasuk gelas kemasan air mineral). Uji coba penetesan air dari selang paralon 1,5 inci tersebut dilakukan dua kali pada hari pertama dimana polybag belum ada tanamannya. Selang waktu uji coba pertama dan kedua tidak lebih dari satu jam. Model sistem pengairan paralon 1 inci P1 dan P4 meneteskan 90 ml air per polybag dalam waktu 16 menit. Model pengairan paralon 2 inci P3 dan P6 meneteskan 360 ml air per polybag dalam waktu 31 menit. Pompa air dalam 9
sistem pengairan menyala pada pukul 8.00 dan 16.00 tiap hari dengan durasi menyala masing masing 90 detik. Berdasarkan volume yang diteteskan maka dapat diduga bahwa P1 dan P4 mendekati volume pengairan secara manual. Oleh karena itu diduga pertumbuhan dan hasil selada dari model P1 dan P4 akan menyamai penyiraman secara manual. Tabel 2.2. Munculnya Lumut dalam Selang Macam Selang Saat Munculnya Lumut P1,P2,P3 Selang Bening 21 hari (25 januari P4,P5,P6 Selang Hitam Tidak pernah muncul lumut Keterangan: (P1,P2,P3) Menggunakan selang bening, (P4,P5,P6) Menggunakan selang hitam (Selang tebal yang sulit ditembus sinar matahari) dengan ukuran 5mm. Pengamatan tabel 2.2 membandingkan dua macam selang, terlihat bahwa pada hari ke 21 didalam selang bening muncul lumut. Hal ini disebabkan selang bening yang dilintasi air dan tertembus cahaya matahari (warna bening) yang menimbulkan munculnya lumut. Hal ini sama yang diutarakan oleh (Sutrisno 2004 lihat Sinaga, 2014) Munculnya lumut karena adanya sinar matahari dan O 2. Beda halnya dengan selang hitam yang dilintasi air dan udara, namun tidak dapat tertembus sinar matahari maka didalam selang hitam tidak muncul adanya lumut. Berdasarkan saat munculnya lumut, maka dapat diduga bahwa selang bening (P1,P2,P3) meneteskan jumlah air yang lebih sedikit daripada selang hitam.(p4,p5,p6) setelah 21 hari. Jika dikombinasikan informasi tabel 2.1 dan tabel 2.2 maka diduga bahwa p4 mampu meneteskan air yang lebih banyak daripada P1 setelah 21 hari hingga panen selada. Oleh karena itu diduga pertumbuhan dan hasil selada dari model P4 akan lebih menyamai penyiraman secara manual. Dengan kata lain dapat diduga bahwa Model P4 adalah model yang paling efisien. 2.1.4. Deksripsi Tanaman Selada Menurut (Haryanto dkk, 2003), klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Devisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) 10
Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Lactuca Spesies : Lactuca sativa L. Tanaman selada (Lactuca sativa) termasuk jenis tanaman sayuran daun dan tergolong ke dalam tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman tumbuh pendek dengan tinggi berkisar antara 20-40 cm atau lebih (Rukmana, 1994). Walaupun bukan tanaman asli Indonesia namun sudah lama dikenal dan banyak digemari penduduk Indonesia. Selada daun ini nama internasional untuk jenisnya ialah Lactuca lettuce atau Cutting lettuce. Apabila daunnya dipanen dengan cara lepasan satu persatu, tidak mencabut sekaligus, maka tanaman akan dapat dipanen beberapa kali. Meskipun demikian selada daun dipanen sekaligus seluruh bagian tanamannya (Suhartini dkk, 1994). Selada varietas Grand Rapid (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran daun yang berumur semusim dan termasuk dalam famili compositae. Selada dapat tumbuh baik di dataran tinggi, pertumbuhan dapat optimal di lahan subur, yang banyak mengandung humus, pasir atau lumpur dengan ph tanah 5-6,5. Di dataran rendah kropnya kecil-kecil dan cepat berbunga.waktu tanam terbaik pada akhir musim hujan, walaupun demikian dapat juga ditanam pada musim kemarau dengan pengairan atau penyiraman yang cukup. (Rukmana, 1994) Mengatakan selada termasuk jenis tanaman yang banyak mengandung air (herbaceous), batangnya pendek berbuku-buku, daun selada mempunyai bentuk bulat panjang mencapai 25 cm atau lebih. Sistem perakaran adalah akar tunggang dan cabangcabang akar menyebar kesemua arah pada kedalaman 25-30cm. 2.1.5. Syarat Tumbuh Tanaman Selada Selada tergolong tanaman yang dapat tumbuh pada berbagai musim sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau dengan hasil relatif tidak jauh berbeda, asalkan air cukup tersedia dan jangan sampai terjadi penggenangan (Haryanto dkk, 2003). Daerah yang dapat ditanami selada terletak pada ketinggian antara 50-2200 mdpl. Untuk 11
pertumbuhan selada menghendaki tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, ph 6-7 (Haryanto dkk, 2003). 2.2. Hipotesa Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, model hipotetik dan tinjauan pustaka maka dapat diajukan hipotesa sebagai berikut: 1. Diperoleh beberapa sistem pengairan yang dapat diterapkan pada model vertikultur untuk kawasan rumah pangan lestari. 2. Sistem Pengairan model P4 merupakan model yang paling efisien dalam penggunaan air untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman selada. 2.3. Definisi dan Pengukuran Variabel Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap hipotesis yang diinginkan, maka dibuat definisi dan pengukuran variabel yang meliputi: 1. Sistem irigasi yang dicoba dibedakan dengan diameter paralon sebagai tandon air sementara dan warna selang tetes tetapi jumlah tetes per menit sama diawal tanam 2. Sistem pengairan dinyatakan efisien apa bila pertumbuhan dan hasil tanaman selada dapat tumbuh dengan hasil yang maksimal tetapi dengan penggunaan air yang minimal. Efisiensi dihitung dengan cara berat segar tanaman dibagi dengan jumlah air yang diteteskan pada tiap polibag. 3. Pertumbuhan diukur melalui pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun. 4. Tinggi tanaman diukur untuk mengetahui panjang dari leher akar sampai ujung daun dan diukur secara berkala dengan satuan cm 5. Jumlah daun diukur berdasarkan banyaknya daun per tanaman. Pengukuran dilakukan secara berkala seminggu sekali. 6. Hasil tanaman selada diukur melalui pengukuran berat segar dan berat kering daun. 7. Berat segar diukur setelah panen dengan menimbang daun dan tangkainya per tanaman. Satuan pengukuran gram. 12
. 8. Berat kering daun diukur dengan menimbang daun dan tangkainya setelah panen dan setelah dikeringkan dengan oven pada suhu 105-110 0 C selama 24 jam. Satuan pengukuran gram. 13