BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi akan menjadi dilarang ketika persaingan usaha menjadi tidak sehat. Dewasa ini, dalam era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Merek memegang peranan yang sangat penting dan memerlukan sistem pengaturan yang memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 18) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu Undang-Undang tentang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. 1 Kemudian sekarang diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam perdagangan barang dan jasa dibutuhkan suatu daya pembeda untuk dijadikan keunggulan ataupun ciri khas yang dapat menjadi daya tarik 1 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 89-90.
bagi konsumen. Salah satu cara untuk dijadikan sebagai daya pembeda oleh pelaku usaha adalah melalui merek. Merek merupakan daya pembeda antara suatu barang dan/ atau jasa yang satu dengan yang lainnya dan diproduksi dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Definisi merek dalam Undang- Undang Merek Tahun 2016 diperluas yaitu dengan ditambahkannya kali tanda secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi, suara hologram, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Merek memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat di era modern sekarang ini. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian pemakaiannya. Dari segi pedagang, merek (HAKI) digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan barang yang akan dibeli. 2 Merek juga sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. 3 Penggunaan merek dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi para pelaku usaha. Kesadaran terkait pentingnya pendaftaran merek guna memperoleh perlindungan hukum semakin meningkat dengan banyaknya 2 Erma Wahyuni et. all, 2002, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, hlm. 3. 3 Tim Lindsey, et.all, 2006, Hak Kekayaan Intelektual:Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, hlm. 131
pendaftaran merek baik barang ataupun jasa. Sistem pendaftaran merek menggunakan stelsel yang bersifat konstitutif, berarti bahwa hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, sistem pendaftaran merek diubah menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. 4 Pemohon dalam mendaftarkan merek harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan substantif untuk dapat didaftar. Pemohon harus memenuhi persyaratan yang ada dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10 Undang-Undang Merek Tahun 2016 untuk kemudian nantinya akan memperoleh Tanggal Penerimaan. Ketika semua persyaratan administratif telah terpenuhi, nantinya akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek selama 15 hari sejak tanggal penerimaan. Jika dalam waktu 15 hari tidak terdapat sanggahan ataupun keberatan, maka akan dilakukan pemeriksaan substantif terhadap sebuah permohonan. Adapun yang menjadi tolak ukur dalam pemeriksaan substantif terdapat dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang Merek Tahun 2016. Perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap merek dapat bersifat preventif maupun represif. Perlindungan preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, sedangkan perlindungan represif yaitu terhadap 4 Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 331-333
pelanggaran merek melalui pengajuan gugatan perdata dan atau tuntutan ganti rugi. Gugatan dapat diajukan untuk menghapus ataupun membatalkan merek yang sudah terdaftar. Para pihak juga dapat menyelesaikan sengketa merek melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001, salah satu penyebab merek harus dihapuskan dari Daftar Umum Merek adalah karena merek tersebut sudah tidak digunakan lagi dalam jangka waktu tiga tahun berturut-turut, penggunaan sebuah merek dapat dilihat dari pemakaian terakhir sebuah merek. Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat. 5 Kasus yang belum lama menarik perhatian publik adalah penghapusan merek dagang IKEA. Dalam perkara tersebut Penggugat adalah PT. Ratania Khatulistiwa melawan Tergugat yaitu Inter IKEA System B. V. Penggugat mendalilkan bahwa merek milik Tergugat sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut dengan alat bukti berupa hasil survey. Pada tingkat pertama Judex Facti mengabulkan gugatan pihak Penggugat. Kemudian Tergugat terhadap putusan tersebut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam pengambilan putusan terdapat dissenting opinion dari salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan bahwa merek IKEA milik Tergugat 5 Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 80.
adalah merek terkenal dan telah mendirikan gerai di Indonesia.. Namun, dalam perkara ini tetap mengambil suara majelis hakim terbanyak dan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dahulu Tergugat. Dalam sengketa ini, IKEA Surabaya telah memproses permohonan mereknya untuk kelas 20 dan 21. Selain kasus tersebut juga terdapat pula sengketa penghapusan merek nonuse lainnya. Penggugat yaitu PT Cakra Eka Mulia yang merupakan pemegang lisensi dan sebagai distributor tunggal atas produk Pagoda Brand + Hua Tiao Chiew di Indonesia. Sedangkan Tergugat adalah Hengki Arifin yang merupakan pemilik merek terdaftar pada tanggal 16 April 2008 untuk kelas barang-30, yang mengklaim bahwa merek milik Penggugat memiliki persamaan dengan mereknya yang telah didaftar. Atas dasar klaim tersebut, Penggugat merasa terganggu dan dirugikan bisnisnya sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jika merek milik Penggugat dianggap memiliki persamaan dengan milik Tergugat, maka merek milik Tergugatlah yang telah meniru dikarenakan merek yang dilisensi oleh Penggugat telah terdaftar dan terkenal di China. Walau merek milik Tergugat telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek, kenyataannya Tergugat tidak pernah melaksanakan kewajiban hukumnya sebagai pemilik merek terdaftar, yaitu menggunakan merek terdaftar tersebut untuk suatu barang dan memasarkan serta menjualnya produk-produk dengan menggunakan merek dagang terdaftarnya tersebut. Melihat pada dua kasus sengketa penghapusan merek di atas, pada dasarnya belum ada pengaturan
yang rinci terkait kriteria merek yang sudah tidak digunakan tiga tahun berturut-turut (merek non-use). Permasalahan yang cukup penting dalam merek non use adalah ada tidaknya itikad tidak baik dari pemegang merek non use untuk merugikan konsumen maupun menyesatkan pihak lain. Undang-Undang Merek menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Selain itu kurangnya upaya pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak digunakan selama tiga tahun atau lebih dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu segera dilakukan penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ditemukan dua pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah pengaturan terkait penghapusan sebuah merek yang sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) diatur lebih lanjut dalam UU Merek Tahun 2001 dan UU Merek Tahun 2016 serta bagaimana upaya pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use? 2. Bagaimanakah penerapan penghapusan merek yang tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam Merek Pagoda Brand+Hua Tiao Chiew milik Hengki Arifin dengan Sertifikat No. 000159262?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa hal mengenai tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini yaitu: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk menganalisis pengaturan terkait penghapusan sebuah merek yang sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam UU Merek Tahun 2001 dan UU Merek Tahun 2016 serta upaya pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use b.untuk mengetahui penerapan penghapusan merek yang tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam Merek Pagoda Brand+Hua Tiao Chiew milik Hengki Arifin dengan Sertifikat No. 0001592622. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bahan-bahan atau data guna penyusunan penelitian hukum sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang mendalam terkait pengaturan penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturutturut berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dan Undang Merek Tahun 2016 serta upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan secara praktis: a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut. b. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran bagi pengembangan Hukum Dagang khususnya di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian hukum dengan judul Analisa Hukum Terhadap Penghapusan Merek Terdaftar dari Daftar Umum
Merek (Analisa Putusan Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012) belum pernah dilakukan. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang membahas terkait Sengketa Merek pernah dilakukan sebelumnya. Namun, dengan objek dan permasalahan yang berbeda. Adapun penelitian hukum yang berkaitan dengan sengketa merek adalah: 1. Penelitian hukum yang ditulis oleh Annisa Laksmi Bestari pada tahun 2016 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Tinjauan Pembatalan Merek Dagang Flameson PT. Graha Fajar Parmaceuticallaboratories oleh Pengadilan Niaga Semarang (Analisis Putusan Nomor: 01/HAKI/M/2011/PN.Niaga.SMG). Penelitian tersebut lebih khusus membahas tentang perlindungan hukum terhadap merek yang menjadi pemegang merek terdaftar pertama dan mempunyai persamaan pada pokoknya terhadap barang yang sejenis. Sedangkan dalam penelitian hukum ini, peneliti lebih menekankan pada penghapusan merek yang tidak pernah dipakai dalam perdagangan barang selama tiga tahun berturut-turut serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak lagi digunakan dalam perdagangan barang atau jasa (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012) 2. Penelitian Hukum yang ditulis oleh Okta viani br Sipayung pada tahun 2016 dengan judul Analisis Penerapan Syarat Itikad Baik dalam Pendaftaran Merek Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Kasus Putusan MA No. 581/K/Pdt.Sus-HKI/2013).
Penelitian tersebut membahas tentang pengaturan terkait syarat itikad baik dalam hukum merek di Indonesia dan penerapannya dalam pembatalan merek dengan dasar itikad baik pada kasus Merek Ayam Lepaas. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas terkait penghapusan merek terdaftar yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dan upaya pemerintah dalam mengetahui merek serta penerapan penghapusan merek terdaftar pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012). Dari dua penelitian hukum di atas tidak terdapat persamaan substansi dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti. Kedua penelitian hukum di atas juga memiliki obyek penelitian yang berbeda dengan peneliti. Pada penelitian pertama putusan pengadilan yang diteliti adalah Putusan Nomor: 01/HAKI/M/2011/PN.Niaga.SMG yaitu pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan pada pokoknya terhadap barang yang sejenis. Putusan pada penelitian kedua adalah Putusan MA No. 581/K/Pdt.Sus-HKI/2013 yaitu terkait pembatalan merek terdaftar dengan alasan tidak adanya itikad baik dari pendaftar merek. Sedangkan putusan yang diteliti oleh Peneliti lebih menekankan pada penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam putusan MA Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012 dan upaya pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak lagi dipakai selama tiga tahun berturut-turt. Dengan demikian, penelitian hukum mengenai penghapusan merek dalam Daftar Umum Merek (Analisa Putusan Nomor
754/K/Pdt.Sus/2012) adalah asli dan untuk pertama kalinya dilakukan dalam penelitian hukum di Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada.