BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, suatu produk barang atau jasa yang dibuat pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. dengan persaingan bisnis antar para pelaku usaha, tentu saja tiap-tiap pihak

BAB I PENDAHULUAN. Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil data di lapangan yang

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Halaman 1

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KAJIAN PEMBATALAN MEREK PUTUSAN NOMOR 08/HAKI/M/2007/ PN.NIAGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya,olahraga,pendidikan,dan bahkan politik. 3. berlangsung berabad-abad, namun makna merek (brand meaning) mengalami

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini teknologi merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual. yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

BAB III KASUS KEMIRIPAN MEREK PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bajaj Auto Limited adalah sebuah pabrikan kendaraan roda dua dan roda-tiga dari

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

STATISTIK BULANAN DJKI

Herlina Ratna SN. Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Jl. ZA Pagar Alam No 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang efisien. Perusahaan yang semula menitikberatkan pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa

JURNAL EKSISTENSI KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M. 03-HC TAHUN 1991 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Ada dua terjemahan resmi atas istilah Intellectual Property Rights (IPR),

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya perdagangan internasional dan adanya gerakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi akan menjadi dilarang ketika persaingan usaha menjadi tidak sehat. Dewasa ini, dalam era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Merek memegang peranan yang sangat penting dan memerlukan sistem pengaturan yang memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 18) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu Undang-Undang tentang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. 1 Kemudian sekarang diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam perdagangan barang dan jasa dibutuhkan suatu daya pembeda untuk dijadikan keunggulan ataupun ciri khas yang dapat menjadi daya tarik 1 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 89-90.

bagi konsumen. Salah satu cara untuk dijadikan sebagai daya pembeda oleh pelaku usaha adalah melalui merek. Merek merupakan daya pembeda antara suatu barang dan/ atau jasa yang satu dengan yang lainnya dan diproduksi dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Definisi merek dalam Undang- Undang Merek Tahun 2016 diperluas yaitu dengan ditambahkannya kali tanda secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi, suara hologram, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Merek memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat di era modern sekarang ini. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian pemakaiannya. Dari segi pedagang, merek (HAKI) digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan barang yang akan dibeli. 2 Merek juga sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. 3 Penggunaan merek dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi para pelaku usaha. Kesadaran terkait pentingnya pendaftaran merek guna memperoleh perlindungan hukum semakin meningkat dengan banyaknya 2 Erma Wahyuni et. all, 2002, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, hlm. 3. 3 Tim Lindsey, et.all, 2006, Hak Kekayaan Intelektual:Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, hlm. 131

pendaftaran merek baik barang ataupun jasa. Sistem pendaftaran merek menggunakan stelsel yang bersifat konstitutif, berarti bahwa hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, sistem pendaftaran merek diubah menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. 4 Pemohon dalam mendaftarkan merek harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan substantif untuk dapat didaftar. Pemohon harus memenuhi persyaratan yang ada dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10 Undang-Undang Merek Tahun 2016 untuk kemudian nantinya akan memperoleh Tanggal Penerimaan. Ketika semua persyaratan administratif telah terpenuhi, nantinya akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek selama 15 hari sejak tanggal penerimaan. Jika dalam waktu 15 hari tidak terdapat sanggahan ataupun keberatan, maka akan dilakukan pemeriksaan substantif terhadap sebuah permohonan. Adapun yang menjadi tolak ukur dalam pemeriksaan substantif terdapat dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang Merek Tahun 2016. Perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap merek dapat bersifat preventif maupun represif. Perlindungan preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, sedangkan perlindungan represif yaitu terhadap 4 Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 331-333

pelanggaran merek melalui pengajuan gugatan perdata dan atau tuntutan ganti rugi. Gugatan dapat diajukan untuk menghapus ataupun membatalkan merek yang sudah terdaftar. Para pihak juga dapat menyelesaikan sengketa merek melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001, salah satu penyebab merek harus dihapuskan dari Daftar Umum Merek adalah karena merek tersebut sudah tidak digunakan lagi dalam jangka waktu tiga tahun berturut-turut, penggunaan sebuah merek dapat dilihat dari pemakaian terakhir sebuah merek. Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat. 5 Kasus yang belum lama menarik perhatian publik adalah penghapusan merek dagang IKEA. Dalam perkara tersebut Penggugat adalah PT. Ratania Khatulistiwa melawan Tergugat yaitu Inter IKEA System B. V. Penggugat mendalilkan bahwa merek milik Tergugat sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut dengan alat bukti berupa hasil survey. Pada tingkat pertama Judex Facti mengabulkan gugatan pihak Penggugat. Kemudian Tergugat terhadap putusan tersebut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam pengambilan putusan terdapat dissenting opinion dari salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan bahwa merek IKEA milik Tergugat 5 Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 80.

adalah merek terkenal dan telah mendirikan gerai di Indonesia.. Namun, dalam perkara ini tetap mengambil suara majelis hakim terbanyak dan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dahulu Tergugat. Dalam sengketa ini, IKEA Surabaya telah memproses permohonan mereknya untuk kelas 20 dan 21. Selain kasus tersebut juga terdapat pula sengketa penghapusan merek nonuse lainnya. Penggugat yaitu PT Cakra Eka Mulia yang merupakan pemegang lisensi dan sebagai distributor tunggal atas produk Pagoda Brand + Hua Tiao Chiew di Indonesia. Sedangkan Tergugat adalah Hengki Arifin yang merupakan pemilik merek terdaftar pada tanggal 16 April 2008 untuk kelas barang-30, yang mengklaim bahwa merek milik Penggugat memiliki persamaan dengan mereknya yang telah didaftar. Atas dasar klaim tersebut, Penggugat merasa terganggu dan dirugikan bisnisnya sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jika merek milik Penggugat dianggap memiliki persamaan dengan milik Tergugat, maka merek milik Tergugatlah yang telah meniru dikarenakan merek yang dilisensi oleh Penggugat telah terdaftar dan terkenal di China. Walau merek milik Tergugat telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek, kenyataannya Tergugat tidak pernah melaksanakan kewajiban hukumnya sebagai pemilik merek terdaftar, yaitu menggunakan merek terdaftar tersebut untuk suatu barang dan memasarkan serta menjualnya produk-produk dengan menggunakan merek dagang terdaftarnya tersebut. Melihat pada dua kasus sengketa penghapusan merek di atas, pada dasarnya belum ada pengaturan

yang rinci terkait kriteria merek yang sudah tidak digunakan tiga tahun berturut-turut (merek non-use). Permasalahan yang cukup penting dalam merek non use adalah ada tidaknya itikad tidak baik dari pemegang merek non use untuk merugikan konsumen maupun menyesatkan pihak lain. Undang-Undang Merek menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Selain itu kurangnya upaya pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak digunakan selama tiga tahun atau lebih dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu segera dilakukan penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ditemukan dua pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah pengaturan terkait penghapusan sebuah merek yang sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) diatur lebih lanjut dalam UU Merek Tahun 2001 dan UU Merek Tahun 2016 serta bagaimana upaya pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use? 2. Bagaimanakah penerapan penghapusan merek yang tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam Merek Pagoda Brand+Hua Tiao Chiew milik Hengki Arifin dengan Sertifikat No. 000159262?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa hal mengenai tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini yaitu: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk menganalisis pengaturan terkait penghapusan sebuah merek yang sudah tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam UU Merek Tahun 2001 dan UU Merek Tahun 2016 serta upaya pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use b.untuk mengetahui penerapan penghapusan merek yang tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam Merek Pagoda Brand+Hua Tiao Chiew milik Hengki Arifin dengan Sertifikat No. 0001592622. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bahan-bahan atau data guna penyusunan penelitian hukum sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang mendalam terkait pengaturan penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturutturut berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dan Undang Merek Tahun 2016 serta upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengetahui adanya merek non-use. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan secara praktis: a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut. b. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran bagi pengembangan Hukum Dagang khususnya di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian hukum dengan judul Analisa Hukum Terhadap Penghapusan Merek Terdaftar dari Daftar Umum

Merek (Analisa Putusan Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012) belum pernah dilakukan. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang membahas terkait Sengketa Merek pernah dilakukan sebelumnya. Namun, dengan objek dan permasalahan yang berbeda. Adapun penelitian hukum yang berkaitan dengan sengketa merek adalah: 1. Penelitian hukum yang ditulis oleh Annisa Laksmi Bestari pada tahun 2016 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Tinjauan Pembatalan Merek Dagang Flameson PT. Graha Fajar Parmaceuticallaboratories oleh Pengadilan Niaga Semarang (Analisis Putusan Nomor: 01/HAKI/M/2011/PN.Niaga.SMG). Penelitian tersebut lebih khusus membahas tentang perlindungan hukum terhadap merek yang menjadi pemegang merek terdaftar pertama dan mempunyai persamaan pada pokoknya terhadap barang yang sejenis. Sedangkan dalam penelitian hukum ini, peneliti lebih menekankan pada penghapusan merek yang tidak pernah dipakai dalam perdagangan barang selama tiga tahun berturut-turut serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak lagi digunakan dalam perdagangan barang atau jasa (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012) 2. Penelitian Hukum yang ditulis oleh Okta viani br Sipayung pada tahun 2016 dengan judul Analisis Penerapan Syarat Itikad Baik dalam Pendaftaran Merek Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Kasus Putusan MA No. 581/K/Pdt.Sus-HKI/2013).

Penelitian tersebut membahas tentang pengaturan terkait syarat itikad baik dalam hukum merek di Indonesia dan penerapannya dalam pembatalan merek dengan dasar itikad baik pada kasus Merek Ayam Lepaas. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas terkait penghapusan merek terdaftar yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dan upaya pemerintah dalam mengetahui merek serta penerapan penghapusan merek terdaftar pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012). Dari dua penelitian hukum di atas tidak terdapat persamaan substansi dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti. Kedua penelitian hukum di atas juga memiliki obyek penelitian yang berbeda dengan peneliti. Pada penelitian pertama putusan pengadilan yang diteliti adalah Putusan Nomor: 01/HAKI/M/2011/PN.Niaga.SMG yaitu pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan pada pokoknya terhadap barang yang sejenis. Putusan pada penelitian kedua adalah Putusan MA No. 581/K/Pdt.Sus-HKI/2013 yaitu terkait pembatalan merek terdaftar dengan alasan tidak adanya itikad baik dari pendaftar merek. Sedangkan putusan yang diteliti oleh Peneliti lebih menekankan pada penghapusan merek yang sudah tidak dipakai selama tiga tahun berturut-turut (merek non-use) dalam putusan MA Nomor 754/K/Pdt.Sus/2012 dan upaya pemerintah untuk mengetahui sebuah merek sudah tidak lagi dipakai selama tiga tahun berturut-turt. Dengan demikian, penelitian hukum mengenai penghapusan merek dalam Daftar Umum Merek (Analisa Putusan Nomor

754/K/Pdt.Sus/2012) adalah asli dan untuk pertama kalinya dilakukan dalam penelitian hukum di Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada.