BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kurikulum merupakan ciri utama pendidikan disekolah, dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pendidikan adalah agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan stoikiometri ini merupakan materi pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan sumber daya manusia diupayakan melalui pendidikan baik

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

B A B I PENDAHULUAN. khususnya proses pembelajaran di sekolah terus di lakukan seiring dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

I. PENDAHULUAN. lembaga pendidikan di negara kita. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana. mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berperan serta dalam proses pembentukan karakter bangsa

BAB. I PENDAHULUAN. pelajaran di sekolah. Namun demikian akhir-akhir ini ada beberapa mata

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

2015 PENERAPAN METODE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi pelajaran kimia di SMA/MA secara umum memiliki karakteristik bersifat abstrak sehingga diperlukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang dikembangkan pada tataran satuan pendidikan. Oleh karena itu,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kurikulum merupakan ciri utama pendidikan disekolah, dengan kata lain kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan atau pengajaran. Pemerintah telah berusaha memperbaiki kurikulum,dari awalnya yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 dengan tujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas atau lebih dikenal dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sebagai acuan proses pembelajaran dan guru sebagai fasilitator yang berperan dalam keberhasilan seorang siswa, sehingga guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan (Gultom, 2015). Permasalahan yang timbul pada setiap perubahan kurikulum adalah persoalan sosialisasi dan implementasi. Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, peserta didik diharapkan dapat memberi pengalaman proses pembelajaran yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja, tetapi harus meningkatkan kreativitas, inovasi, berpikir kritis, dan berkarakter kuat, bertanggung jawab, mandiri, toleran, produktif, bekerja sama, dan dengan dukungan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi (Nurhayati, 2013). Sesuai dengan amanah yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 3 menyatakan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya ditegaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan 1

2 bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis (Undang-Undang No.20, Tahun 2003). Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 14 Medan, pembelajaran kimia yang dilakukan masih cenderung berpusat pada guru. Selain itu, kesadaran belajar siswa juga masih kurang. Hal ini dapat diketahui dari 70 orang siswa kelas X MIPA, hanya 10 orang siswa saja yang mempunyai buku pegangan sebagai sumber belajarnya. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia didapatkan bahwa dalam pembelajaran kimia, guru tidak menggunakan buku teks/ bahan ajar sesuai kurikulum 2013, namun siswa hanya memiliki LKS ketika pembelajaran kimia berlangsung. Hal yang sama juga diperoleh Seftiana (2015) dimana dalam pembelajaran kimia guru tidak menggunakan buku teks atau LKS, namun siswa hanya di pinjami ketika pembelajaran kimia berlangsung, oleh karena itu sumber belajar yang dimiliki siswa masih kurang dan siswa hanya bergantung pada penjelasan dan catatan dari guru. Hal ini dapat menghambat siswa untuk dapat belajar secara mandiri (Khotim, 2015). Kimia sebagai salah satu mata pelajaran wajib peminatan bidang MIPA dalam kurikulum 2013 pembelajaran di Kelas X SMA. Reaksi Redoks adalah salah satu materi yang disajikan di mata pelajaran kimia, yang memiliki karakteristik gejalanya bersifat konkrit, menggunakan hitungan matematis logis, memerlukan hafalan simbolik, pemahaman, terapan dan peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak peristiwa yang berkaitan dengan reaksi redoks yang harus diidentifikasi penyebabnya, dirumuskan masalahnya, dianalisis untuk membuat keputusan, Materi redoks ini juga kadangkala menjadi kendala dalam belajar siswa, sehingga siswa akan kesulitan dalam mengikuti pembelajarannya. Kesulitan yang dialami peserta didik akan berdampak terhadap pemahaman peserta didik (Ulfa, 2015). Materi reaksi redoks tersebut menjadi sangat penting untuk dipelajari dan dipahami. Dalam kenyataannya, siswa dituntut oleh guru untuk sekedar menghafal tanpa menuntut siswa memahami materi tersebut secara mendalam dengan cara menghubungkan materi dengan permasalahan sehari - hari. Materi ini tidak hanya membutuhkan suatu bahan ajar

3 yang tepat agar siswa dapat menguasai konsep akan tetapi juga dibutuhkan suatu model pembelajaran kreatif yang dapat membuat siswa menguasai konsep dan aplikasi materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Solusi dari permasalahan diatas adalah pembelajaran harus dikemas dalam suatu bahan ajar berupa modul yang menarik dan juga dapat membuat siswa lebih berperan secara aktif dalam pembelajaran kimia. Bahan ajar juga dapat dikolaborasi dengan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif pilihan, yang nantinya akan membuat siswa dapat belajar secara mandiri dengan adanya modul berbasis model pembelajaran. Modul merupakan paket belajar mandiri siswa yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Menurut Russel dalam Wena (2014), sistem pembelajaran modul akan menjadikan pembelajaran lebih efisien, efektif dan relevan. Modul merupakan bahan ajar yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar mandiri bagi siswa, karena didalam modul telah dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar mandiri (Depdiknas, 2008). Peran guru dalam pembelajaran menggunakan modul yaitu sebagai fasilitator bukan lagi yang mendominasi dalam pembelajaran (Prastowo, 2012). Beberapa penelitian mencoba menerapkan bahan ajar modul berbasis model PBL diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Khotim, dkk (2015) diketahui bahwa modul yang dikembangkan berhasil dan sangat layak untuk dilakukan, sehingga modul kimia berbasis masalah pada materi asam basa yang dikembangkan efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2014) dalam pengembangan bahan ajar berbasis PBL, diperoleh hasil yang positif dan sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sunaringtyas, dkk (2015), diketahui bahwa modul kimia yang telah divalidasi oleh validator ahli, memperoleh kriteria kelayakan sangat baik dengan skor rata-rata 4,2 (rentang 1-

4 5), dan untuk penilaian kelayakan modul kimia oleh siswa diperoleh hasi skor rata-rata sebesar 2,97 (rentang 1,00-3,20) dengan kriteria sangat baik. Penelitian Juniar, dkk (2016) diketahui bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan modul berbasis kontekstual materi koloid diperoleh sebesar 75,9%, dan hasil rata-rata yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada dosen dan guru untuk analisis standarisasi sebesar 3.51. Penelitian Dibyantini dan Hartati, (2016) diketahui bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan modul berbasis masalah materi Alkana dan Sikloalkana diperoleh sebesar 84,6%, hasil rata-rata yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada dosen dan guru untuk analisis standarisasi 3,55, serta tanggapan siswa terhadap penggunaan modul pada uji coba skala luas diperoleh rata rata skor 3,56 dengan kriteria valid dan tidak perlu direvisi. Menurut Devi (2013), PBL tidak hanya sebatas proses pemecahan masalah, tetapi juga merupakan pembelajaran konstruktivis yang mengangkat permasalahan dalam kehidupan sehari hari yang didalamnya terdapat aspek kegiatan inkuiri, self-directed learning, pertukaran informasi, dialog interaktif, dan kolaborasi pemecahan masalah. Model PBL bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari dan pembelajarannya lebih melibatkan siswa. Penelitian yang dilakukan Trihatmo (2012) menunjukan bahwa penerapan model PBL efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk memenuhi bahan ajar dan model pembelajaran yang dapat meningkatkan peran aktif siswa, maka dapat disusun bahan ajar berupa modul yang diintegrasikan dengan model PBL. Bahan ajar modul berbasis masalah menjadikan masalah sebagai konteks dan penggerak bagi siswa untuk belajar. Bahan ajar modul berbasis masalah akan memotivasi siswa untuk belajar, membentuk pemahaman pendalaman pada setiap pelajaran, dan meningkatnya keterampilan aspek kognitif, pemecahan masalah, kerja kelompok, komunikasi, dan berpikir kriris (Kurniawati & Amarlita, 2013). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Pengembangan Bahan Ajar Modul Berbasis Masalah Pada Materi Reaksi Redoks di SMA.

5 1.2. Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah : 1. Bahan ajar berupa buku teks tidak tersedia dengan memadai, dimana para siswa tidak memiliki buku pegangan, hanya sekadar LKS. 2. Guru kurang mampu menyediakan/menghasilkan suatu bahan ajar untuk menunjang proses pembelajaran, ketika sumber bahan ajar tidak memadai. 3. Guru jarang menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, cenderung konvensional. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi Redoks di SMA memenuhi standar kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan menurut BSNP? 2. Bagaimana tanggapan dosen dan guru mengenai bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi redoks yang telah dikembangkan? 3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi redoks yang telah dikembangkan? 1.4 Batasan Masalah Dari ruang lingkup penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka pembatasan masalah dititikberatkan pada: 1. Pengembangan bahan ajar modul berbasis sesuai standar kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikan menurut BSNP. 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran berbasis masalah (PBL). 3. Materi yang dibahas dalam bahan ajar modul adalah reaksi redoks. 4. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 14 Medan.

6 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Memperoleh bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi redoks yang memenuhi standar kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan yang merujuk standar BSNP. 2. Mengetahui tanggapan dosen dan guru kimia terhadap bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi redoks yang telah disusun. 3. Mengetahui tanggapan siswa terhadap bahan ajar modul berbasis masalah pada materi reaksi redoks yang telah disusun. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa, dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasik belajarnya dan pengetahuannya dalam mempelajari materi reaksi redoks. 2. Bagi guru dan calon guru, dapat digunakan sebagai informasi bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan mengembangkan bahan ajar dan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. 3. Bagi Sekolah, dapat memberikan masukan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah sehingga dapat memperbaiki kualitas pembelajaran kimia. 4. Peneliti yang lain; menjadi bahan perbandingan atau masukan bagi peneliti yang mau meneliti hal yang sejalan dengan penelitian ini. 1.7 Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan ajar modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis yang di dalamnya menuntut suatu pengalaman belajar sehingga dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang spesifik yang bisa mencakup 1 pokok bahasan.

7 2. Pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai awal pembelajaran, yang menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan yang disajikan. 3. Reaksi Redoks adalah reaksi kimia oleh suatu zat yang didasarkan pada beberapa konsep yaitu pengikatan dan pelepasan oksigen, penangkapan dan pelepasan elektron, serta perubahan bilangan oksidasi. Reaksi redoks juga meliputi penentuan bilangan oksidasi, oksidator, reduktor, reaksi autoredoks, dan reaksi redoks di dalam kehidupan sehari-hari.