BAB l PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang

dokumen-dokumen yang mirip
Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah suatu Lembaga Pemerintah Non. Departemen (LPND) yang ditugasi untuk mengendalikan dan menjaga kestabilan

BABI PENDAHULUAN Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

I. PENDAHULUAN Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah satu-satunya Lembaga

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk. Indonesia. Selain itu, pemanfaatan beras pun masih dalam jumlah yang cukup

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TAHUN 1995 TENTANG BADAN URUSAN LOGISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I - 1

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, BULOG tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar. Tugas pokok BULOG sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No 50 tahun

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

Andalan Ketahanan Pangan

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 016 TAHUN 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan internasional, yaitu : Universal Deklaration Of Human Right. (1948), Rome Deklaration on World Food Summit

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. rata-rata konsumsi beras sebesar 102kg/jiwa/tahun (BPS, 2013). Hal ini pula

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen bertugas sebagai stabilisator harga sembilan bahan pokok terutama beras, dengan cara melakukan pengadaan

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan perekonomian di Indonesia. Perum BULOG Divisi Regional Sumbar adalah salah satu perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bahan FGD Antisipasi Penerapan Kebijakan RASTRA Sistem Tunai Oleh : Dirjen Pemberdayaan Sosial

10. Satuan kerja beras miskin yang selanjutnya disebut Satker Raskin adalah petugas yang melayani dan bertangung jawab atas pengambilan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

I. PENDAHULUAN 927, ,10

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DAERAH

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sebagaimana dalam pasal 27 Undang-undang Dasar Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya Undang-undang No.

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. berusaha membangun dalam segala bidang aspek seperti politik, sosial,

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN KOTA DUMAI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangganya. Program raskin tersebut merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN. yang cocok digunakan untuk pertanian. Sedangkan berdasarkan letak astronominya,

BAB III METODE PENELITIAN. pelaksanaan OPK Raskin. PKS-BBM dan PPD-PSE di Kecamatan Rambipuji

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. akan diterapkan atau dengan memperbaiki sistem transportasi yang sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2008:2). Sedangkan pengertian sistem menurut Romney dan Steinbart

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

penurunan, jumlah tersebut cukup besar dan masih rentan terhadap gejolak

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN BERAS REGULER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

Pangan untuk Indonesia

1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen;

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 95 TAHUN 2009 PENYEDIAAN DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DI JAWA BARAT TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

2015 PENGARUH IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN/INSTANSI. Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi belum berakhir dan dampak yang ditimbulkannya adalah menurunnya pendapatan masyarakat yang diikuti 1 dengan kenaikan harga termasuk pangan dan penurunan produksi padi skala nasional, sehingga sangat berpengaruh terhadap menurunnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga baik di perkotaan maupun di pedesaan. Ketahanan pangan tersebut dicerrninkan oleh kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan baik dari sisi fisik ketersediaan pangan (jumlah dan mutu) maupun dari sisi keterjangkauan ekonominya. Masyarakat yang paling terkena dampaknya adalah kelompok rnasyarakat yang tergolong miskin, yaitu : a. Sebagian besar pengeluaran dari pendapatannya masih digunakan untuk keperluan konsumsi pangan, b. Turunnya daya beli untuk memperoleh kebutuhan pangan pokok (terutama beras). Kondisi rawan pangan di tingkat rumah tangga berpotensi meluas dengan bertambahnya jumlah keluarga miskin. Dalam upayanya mengendalikan pangan yang berkecukupan, Pernerintah telah menugaskan Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai suatu!

Lernbaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berada di bawah dan sekaligus bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga tersebut memiliki tugas yaitu mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalarn rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan dan pakan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum pemerintah. Dengan demikian, maka BULOG memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Pengadaan dalam negeri, pengadaan luar negeri serta pengelolaan persediaan dan perawatan persediaan, 2. Penganalisaan harga dan pasar, penyaluran serta angkutan, 3. Pengelolaan dan pembinaan administrasi keuangan serta pertanggungjawaban, 4. Pengelolaan dan pernbinaan administrasi kepegawaian serta penelitian dan organisasi, hukum dan klaim serta perlengkapan, 5. Pendidikan dan pelatihan kepegawaian serta penelitian dan pengembangan, 6. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengadaan, penyaluran, keuangan, administrasi pendidikan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Salah satu tugas BULOG adalah mengendalikan harga di tingkat produsen dan konsumen dengan melakukan intervensi bilamana diperlukan

untuk rnencapai keseimbangan antara pasokan (supply) dan perrnintaan (demand) bahan pangan dan pakan. Secara umuni menurut Amang (1995), kebijaksanaan harga yang ditetapkan oleh pemerintah bertujuan untuk : 1. Melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar yang biasa terjadi pada saat musim panen, 2. Melindungi konsumen dari kenaikan harga yang rnelebihi daya beli khususnya di musim paceklik, 3. Mengendalikan tingkat inflasi melalui stabilisasi harga pangan. Untuk rnewujudkan ha1 tersebut maka BULOG melaksanakan fungsi pengadaan (pernbelian) dari dalam negeri pada masa panen dan pada saat harga merosot tajam dan fungsi penyaluran (penjualan) pada saat paceklik ketika harga mulai naik karena pasok yang berkurang. Selain itu BULOG juga melaksanakan fungsi pengadaan luar negeri, fungsi penyimpanan dan perawatan stok serta fungsi penyebaran stok ke seluruh w~layah Indonesia. dari : Arus masuk persediaan (in flow) berupa kegiatan pengadaan yang terdiri 1. Pengadaan Dalam Negeri, diartikan sebagai hasil pernbelian gabahlberas di dalam negeri dalam rangka pengamanan harga dasar. Sebagai pe~~ujudan untuk memberikan jarninan pasar bagi petani produsen agar memperoleh pendapatan yang wajar,

2. Pengadaan luar negeri, diartikan sebagai hasil pembelian beras di luar negeri yang digunakan sebagai pelengkap untuk memperkuat kemampuan persediaan apabila hasil pengadaan dalam negeri tidak mencukupi dalam rangka pengamanan pelaksanaan program stabilisasi harga, 3. Movement atau pemindahan persediaan diartikan sebagai pergeseran (dislokasi) atau pemindahan persediaan. Menurut pengertian dan pola operasinya, maka pemindahan terbagi atas 3 (tiga) kelompok, yakni : a. Pemindahan lokal (local movement), yaitu pemindahan yang terjadi secara lokal atau pemindahan persediaan antar gudang dalam wilayah kerja Sub DOLOG yang sama, b. Pemindahan regional (regional movement), yaitu pemindahan yang terjadi secara regional atau pemindahan persediaan antar Sub DOLOG dalarn wilayah kerja DOLOG yang sama, c. Pernindahan nasional (national movement), yaitu pemindahan yang terjadi secara nasional atau pemindahan persediaan antar DOLOG. Arus keluar persediaan (outflow) merupakan kegiatan pengeluaran atau penyaluran. Penyaluran diartikan sebagai hasil penjualan persediaan kepada Pemerintah maupun kepada pasaran umum, baik untuk tujuan melindungi golongan berpenghasilan rendah dan tetap maupun untuk mempengaruhi harga pasar agar tetap berada di bawah harga atap (ceiling price). Penyaluran beras secara garis besar terbagi dalam 4 (empat) kelompok, yakni :

1. Penyaluran untuk Golongan Anggaran, yaitu penyaluran kepada pegawai negeri, baik ABRI, pegawai negeri pusat, pegawai negeri otonom maupun pegawai negeri Daerah Tingkat I dan II, 2. Penyaluran untuk PNIPTP, yaitu penyaluran kepada pegawai Perusahaan Negara atau Perusahaan Terbatas Perkebunan, pegawai BUMN atau BUMD yang membuka kontrak pembelian beras bagi pegawainya kepada BULOGIDOLOG. 3. Penyaluran untuk operasi pasar dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : a. Operasi Pasar Umum, yaitu penjualan beras ke pasaran umum dalam rangka stabilisasi Iiarga beras untuk menjaga agar harga beras di pasaran umum tetap berada di bawah harga atap yang telah ditetapkan, b. Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB), yaitu penjualan langsung beras kepada keluarga sasaran penerima Operasi Pasar Khusus pada tingkat harga bersudsidi dengan jumlah tertentu untuk memenuhi sebagian kebutuhan konsumsinya dalam periode waktu tertentu sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan akses keluarga miskinlrawan pangan kepada bahan pangan pokok. 4. Penyaluran untuk lain-lain, yaitu penyaluran untuk keadaan darurat karena bencana alam atau hal-ha1 yang bersifat khusus. Dalam rangka membantu keluarga miskinlrawan pangan tersebut maka dilakukan langkah penanggulangan berupa Pelaksanaan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) I99912000 yang mulai diberlakukan dari 1 Juni 1999 sampai dengan 31 Maret 2000. Setiap keluarga miskin diberikan jatah beras 20

Kglbulan dengan harga Rp 1000,- /Kg dan pelaksanaan program tersebut telah menjangltau sekitar 10 juta keluarga dengan jumlah beras mencapai sekitar 1 r' juta ton beras yang dilaksanakan di 27 propinsi, 400 kabupaten dan lebih dari 30.000 titik distribusi. Operasi Pasar Khusus Beras bersubsidi merupakan langkah penanggulangan yang ditempuh dalam rangka membanti~ keluarga miskinlrawan pangan, bersifat khusus karena : a. Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepada keluarga sasaran penerima, b. Jurnlah beras yang disalurkan tidak tergantung kepada permintaan pasar, tetapi berdasarkan jurnlah keluarga sasaran penerima, c. Tidak ditujukan dalam upaya stabilisasi harga pasar, tetapi untuk membantu pemenuhan beras keluarga yang menjadi sasaran penerima Operasi Pasar Khusus (OPK). Pelaksanaan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) melibatkan berbagai instansi dan untuk menjamin kelancaran dan ketepatan pencapaian tujuan pelaksanaan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) secara menyeluruh, maka dikeluarkanlah Pedoman Umum OPKB oleh Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura dan Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan dan Distribusi dikeluarkan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG). Kemudian berdasarkan Pedoman Umum dan Petunjuk Pelaksanaan tersebut diterbitkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan di Daerah yang dikeluarkan oleh Gubernur KDH Tingkat I dengan mempertimbangkan kondisi obyektif sesuai dengan spesifikasi daerah.

BULOGlDOLOGlSUBDOLOG bertugas untuk merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan beras untuk kebutuhan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) di seluruh wilayah Indonesia dari gudang sampai ke titik distribusi, yaitu tempat penyerahanlpendistribusian beras yang terdekat ke keluarga sasaran penerima, yang ditentukan atas dasar kesepakatanlrnusyawarah antar instansi pelaksana OPKB yang terkait sesuai dengan tingkatan wilayah operasionalnya. DOLOG Propinsi Nusa Tenggara Barat sebagai instansi vertikal BULOG di Wilayah Propinsi Dati I melakukan sistem distribusi yang bersifat lebih permanen untuk rnembantu kelompok miskin tersebut sehingga bantuan pangan yang diharapkan rneningkatkan akses keluarga miskinirawan pangan terhadap bahan pangan tetap efektif dan efisien. 8. Perumusan Masalah Plafon Keluarga sasaran Penerima OPK adalah angka indikatif dari jumlah maksimal keluarga penerima OPK secara nasional dan propinsi atas dasar perkiraan yang dibuat oleh BKKBN dan Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura, sedangkan target sasaran penerima OPK adalah jumlah kebutuhan riil yang ditetapkan o!eh Gubernur KDH Tingkat I yang dapat direvisi setiap 3 (tiga) bulan. BULOG melalui DOLOG di Tingkat Propinsi melakukan koordinasi dengan Gubernur KDH Tingkat I dan BKKBN Tingkat Propinsi mengenai jumlah Kepala Keluarga sasaran penerima OPKB. Kepala Sub Depot Logistik (KaSubdolog) menclapatkan pendelegasian wewenang dari Kepala Depot

Logistik (Kadolog) untuk menerbitkan DO (Delivery Order) asli beras kepada Kepala Gudang sesuai dengan jumlah permintaan alokasi dari pemda. Kepala Gudang melayani pengeluaran beras kepada Satgas OPKB sesuai dengan ketentuan pergudangan yang berlaku. Satgas OPKB DologlSubdolog mengantar beras OPKB dari gudang ke titik distribusi yang telah disepakati dengan Pemda setempat dan dari titik distribusi inilah maka penjualan beras kepada keluarga sasaran penerima OPKB dilakukan, sehingga titik distribusi dapat disebut sebagai titik pelayanan. Dalam pelaksanaan sistem distribusi pangan di atas terlihat bahwa : 1. Keterlibatan aparat pelaksana dari unsur pemerintah bersifat dominan, mulai dari proses perencanaan sampai melakukan distribusi ke titik sasaran, 2. Keterlibatan masyarakat hanya pada pengambilan beras ke titilc distribusi saja. Pada masa yang akan datang diharapkan keterlibatan masyarakat perlu ditingkatkan sehingga kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat diserahkan kepada mereka. Pada masa krisis keterlibatan aparat pemerintah secara penuh dimaksudkan agar program penyelamatan dapat dilakukan dengan cepat, tetapi pada saat Icondisi normal mekanisme tersebut dianggap tidak tepat karena bantuan pangan kepada keluarga miskin masih tetap diperlukan, terutama mereka yang berada pada kondisi sangat miskin sehingga tetap tidak mampu membeli pangan meskipun situasi ekonomi telah pulih kembali.

Agar bantuan pangan tersebut tetap efektif dan efisien maka diperlukan suatu sistem distribusi yang bersifat lebih permanen untuk membantu kelompok miskin tersebut. Perlu dilakukan uji coba mekanisme lain yaitu dengan mondirikan gudangltoko sebagai tempat titik distribusi karena selama ini beras untuk OPKB didistribusikan ke tempat-tempat yang dapat dikatakan kurang tepat seperti di kantor kelurahan, balai desa, sekolah bahkan pasar terdekat. Pelaksanaan distribusi yang dilakukan oleh Dolog NTB yaitu dari Gudang Dolog ke titik distribusi meliputi : 1. Penetapan alokasi beras yang disalurkan melalui titik distribusi. 2. Penetapan frekuensi pengedropan beras ke titik distribusi (gudangltoko), 3. Sistem distribusi (penetapan alokasi beras dan penetapan frekuensi) disesuaikan dengan kondisi dan pertimbangan di lapangan (seperti jumlah keluarga sasaran yang akan dilayani, jarak, sarana penyimpanan dan lainlain). Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana mengoptimalkan biaya transportasi Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) dengan didasarkan kepada tercapainya sasaran OPKB yaitu keluarga miskinlrawan pangan dan terbaginya secara merata pengiriman beras OPKB di setiap gudang yang terkait di wilayah kerja DOLOG NTB. 2. Menganalisis keberadaan toko catu sebagai titik distribusi sebagai wujud partisipasi masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan pengurangan keterlibatan aparat pemerintah..

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perrnasalahan yang telah dirumuskan tersebut, penelitian ini rnerniliki tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis jalur transportasi Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) dari Gudang-gudang Dolog ke titik distribusi di wilayah kerja Dolog Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2. Menganalisis keberadaan toko catu sebagai wujud keterlibatan masyarakat yang semakin rneningkat dalarn upaya peningkatan ketahanan pangan. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masultan bagi Badan Urusan Logistik (BULOG) khususnya Dolog NTB dalam menetapkan kebijaksanaan sistem distribusi pangan bagi keluarga miskin yang lebih perrnanen, berdaya jangkau I~las, efektif dan efisien. D. Ruang Lingkup Penelitian dilakukan di DOLOG Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan rnelakukan analisis jalur transportasi Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB) yang optimal dari gudang-gudang Dolog ke desa sasaran penerima di wilayah kerja yang langsung di tangani oleh Dolog NTB yaitu Kotarnadya Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lornbok Tengah dan Kabupaten Lombok Tirnur, sehingga akan rnerninirnurnkan total biaya distribusi fisik.