BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika. berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Koneksi Matematis. Sejak sekolah dasar, siswa telah diperkenalkan dengan banyak konsep

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB V PEMBAHASAN. akan diketahui kemampuan berpikir reflektif siswa. Materi yang digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penalaran merupakan proses berpikir seseorang dalam mengambil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting yaitu sebagai proses untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI PENELITIAN. menyelesaikan soal cerita matematika, dapat dinyatakan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian. Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Biluhu

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dipikirkan atau dipelajari. Resnick (Talia dan Star, 2002) menyatakan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) BERDASARKAN GENDER

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu mutakhir dalam pembelajaran matematika saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci: komunikasi matematis, perbedaan gender, faktor penyebab

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. A. Deskripsi Waktu Pengembangan Perangkat Pembelajaran

BAB II. Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan induk dari segala ilmu. Matematika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan formal, penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari tujuan pendidikan. ukur dari keberhasilan penyelengaraan pendidikan.

Nizran Paputngan [1] Sarson W. Dj. Pomalato [2] Tedy Machmud [3]

mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMP dan MTs Mata Pelajaran : Matematika Kelas : VIII (Delapan) Semester : 2 (Dua)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

(PTK pada Siswa Kelas VIIIG SMP Negeri 2 Gatak Tahun Ajaran 2009/2010)

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan dalam mengolah data mulai dari

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai

BAB V PEMBAHASAN. Analisis Berpikir Visual Siswa Laki-laki Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN. lainnya (Permana dan Utari Sumarmo, 2007: 117). Koneksi matematika harus

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. di kelas VIII H pada semester genap tahun ajaran 2016/2017.

BAB I PENDAHULUAN. maka manusia akan sulit untuk berkembang dalam hal apapun, akibatnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER SISWA KELAS VIII SMP

BAB V PEMBAHASAN. tentang kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan gender kelas VII C MTs Darul

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB III PELAKSANAAN TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. komunikasi matematis peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORETIK. sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP 1) : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

Mohammad Asrori, Penelitian Tindakan Kelas, ( Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hlm 4.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Sokaraja tahun ajaran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Gunungsari Kabupaten Serang-Banten

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.3

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL.

PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MATERI KUBUS DAN BALOK

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Chee (2012) menyatakan bahwa pemikiran reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan. Menurut Dewey (1910) berpikir reflektif adalah aktif, terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang ingin dipercayai kebenarannya. Sedangkan menurut Noer (2008) kemampuan berpikir reflektif adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, apa yang diperlukan untuk mengetahui, dan bagaimana menjembatani kesenjangan selama proses belajar. Berpikir reflektif meliputi memperhitungkan waktu dan hal-hal yang berkaitan, membuat keputusan-keputusan, pemecahan masalah, dan perumusan kesimpulan. Dari beberapa definisi berpikir reflektif diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan siswa dalam kemampuan siswa dalam memberi respon yang cepat terhadap suatu permasalahan serta mengaitkan antara apa yang telah diketahui dan ditanyakan pada masalah dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya sehingga dapat merenungkan dan menentukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut disertai dengan alasan mengapa penyelesaian masalahnya seperti itu.

7 Menurut Skemp (1962) proses berpikir reflektif (reflective thinking) dapat digambarkan sebagai berikut: (a) informasi atau data yang digunakan untuk merespon, berasal dari dalam diri, (b) bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, (c) menyadari kesalahan dan memperbaikinya, dan (d) mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar bukan dengan objek langsung. Berpikir reflektif melibatkan pertimbangan pribadi seseorang tentang proses belajarnya (Noer, 2008). Berpikir reflektif menuntut siswa untuk memikirkan tentang proses berpikir mereka. Proses berpikir reflektif akan terjadi apabila guru saat pembelajaran berlangsung melakukan interaksi dengan siswa. Hal ini didukyung oleh Shermis (1999) yang menyatakan bahwa refleksi dalam suatu kelas dapat berlangsung ketika dalam pembelajaran terdapat suatu tanya jawab antar guru dan siswa. Bisa juga pada saat siswa menyelesaikan soal tertulis yang diberikan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru ketika pembelajaran akan dijadikan sebagai suatu permasalahan bagi siswa karena pada saat tersebut siswa merasa bingung dan curiga sehingga menyebabkan siswa dengan cepat memikirkan jawaban apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari guru. Siswa akan mengaitkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dengan pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut.

8 Menurut Surbeck, Han, dan Moyer (1991) fase dalam berpikir reflektif terdiri dari: a. Reaction Kategori bereaksi yaitu respon awal siswa termasuk guru, diskusi dalam pembelajaran, kegiatan selama pembelajaran, pemberian motivasi, lingkungan, pembelajaran, teman sebaya, dan artikel yang mereka baca. b. Elaboration Elaboration merupakan inti dari fase berpikir reflektif. Siswa menjelaskan reaksi awal mereka dengan menjelaskan apa yang mereka pikirkan, membuktikan apa yang dipikirkan, memberi contoh, atau menyajikan dalam beberapa situasi. c. Contemplation Fase ini siswa diminta menunjukkan reaksi awal yang digabungkan dengan penyelidikan yang lebih lanjut, yang di dalamnya termasuk pemikiran individu, ahli, atau masalah sosial. Menurut Noer (2010) fase berpikir reflektif terdiri atas: a. Reacting Reacting berarti bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap peristiwa, situasi, atau masalah matematis. b. Comparing Comparing berarti melakukan analisis dan klarifikasi pengalaman individual, serta makna dan informasi untuk mengevaluasi apa yang

9 diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada suatu prinsip umum maupun suatu teori. c. Contemplating Contemplating berarti mengutamakan pengalaman pribadi yang mendalam yang bersifat membangun terhadap permasalahan atau berbagi kesulitan. Dalam hal ini terdapat proses-proses seperti menguraikan, menginformasikan, dan merekomendasikan situasi atau masalah. Dari dua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa langkahlangkah dalam berpikir reflektif dibagi menjadi tiga fase, yaitu: a. Reaction Dalam fase ini siswa mampu mengetahui dan menyebutkan dengan cepat apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan berdasarkan soal yang telah disajikan. b. Elaboration dan Comparing Pada fase ini siswa menjelaskan dan membuktikan apa yang mereka pikirkan dengan membuat perencanaan penyelesaian masalah. Rencana penyelesaian dibuat dengan membandingkan pengetahuan yang lama untuk menyelesaikan masalah yang telah disajikan. Misalnya siswa diminta untuk mencari volume suatu kubus. Pada pembelajaran sebelumnya pasti siswa sudah pernah diminta mengerjakan soal tentang volume kubus sehingga siswa sudah mengetahui bagaimana cara dan apa yang diperlukan untuk mencari suatu volume kubus. Dari

10 pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, siswa dapat menyelesaikan soal yang disajikan. Pada fase ini siswa menjelaskan secara singkat aluralur untuk menjawab soal yang disajikan. Pada saat tes siswa menjelaskan mengapa setiap langkah penyelesaian yang dibuat seperti itu dan berdasarkan apa. c. Contemplating Pada fase ini siswa mengembangkan strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal/pertanyaan yang telah disajikan. Artinya siswa mengaitkan antara apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Siswa diminta menjelaskan secara detail bagaimana cara untuk mengerjakan soal yang disajikan dan juga memeriksa kembali hasil jawabannya. Contoh soal: Benarkah pernyataan berikut: Sebuah kaca berbentuk kubus dengan volume 125 cm dipotong secara horizontal. Kedua belahan tersebut kemudian digabungkan kembali sehingga membentuk suatu kaca berbentuk balok. Kaca berbentuk balok tersebut akan dilapisi dengan skotlet agar tidak kotor. Panjang skotlet yang dibutuhkan untuk melapisi kaca tersebut adalah 125 cm. Penyelesaian: Fase Reacting Diketahui: Volume kubus = 125 cm

11 Ditanya: Benarkah pernyataan panjang skotlet yang dibutuhkan untuk melapisi kaca adalah 125 cm? Fase Comparing Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat sketsa gambar dari apa yang diketahui. Langkah selanjutnya adalah menentukan panjang skotlet yang dibutuhkan. Dari gambar di atas potongan 1 merupakan balok tanpa tutup dan potongan 2 merupakan balok tanpa alas. Kemudian potongan 1 dan potongan 2 yang dibalik digabungkan maka akan membentuk balok tanpa tutup. Kaca yang berbentuk balok tersebut tidak memiliki tutup sehingga Panjang skotlet yang dibutuhkan = luas permukaan balok tanpa tutup. Fase Contemplating Volume kubus = 125 cm Volume kubus = 125 cm = = 125 cm

12 = 125 = 5 cm Luas permukaan balok tanpa tutup = ( )+ (2 )+ (2 ) = (10 cm 5 cm)+ (2 10 cm 2,5 cm)+ (2 5 cm 2,5 cm) = (50 cm )+ (50 cm )+ (25 cm ) = 125 cm Panjang skotlet yang dibutuhkan = luas permukaan balok tanpa tutup = 125 cm Jadi, panjang skotlet yang dibutuhkan untuk melapisi kaca yang berbentuk balok adalah 125 cm. Dari penyelesaian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernyataan skotlet yang dibutuhkan untuk melapisi kaca yang berbentuk balok adalah 125 cm adalah benar karena skotlet yang dibutuhkan = luas permukaan balok tanpa tutup. 2. Gender Gender berasal dari bahasa latin yaitu genus yang berarti tipe atau jenis. Menurut Santrock (2008: 194) gender adalah dimensi sosiokultural dan psikologis dari pria dan wanita. Peran gender (gender role) adalah ekspektasi sosial yang merumuskan bagaimana pria dan wanita seharusnya berpikir, merasa, dan berbuat. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan peranan sosiokultural dan psikologis dari pria dan

13 wanita yang berkaitan dengan bagaimana pria dan wanita bertindak dan berpikir sebagaimana mestinya. Berdasarkan ringkasan 20 studi besar oleh Kim menemukan bahwa laki-laki memiliki nilai yang lebih daripada perempuan dalam matematika, sedangkan perempuan lebih baik dalam ujian bahasa inggris. Akan tetapi, laki-laki mempunyai nilai lebih baik dalam pilihan ganda tetapi tidak dalam format ujian lain (Slavin, 2008: 159). Menurut Zhu (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan gender yaitu: a. Kemampuan kognitif b. Kecepatan dalam memproses informasi matematika c. Keterkaitan variabel yang lebih kompleks dengan perbedaan gender dalam menyelesaikan masalah matematika d. Hubungan biologis e. Faktor psikologis f. Lingkungan Menurut Santrock (2007: 229) ada beberapa perbedaan diantara kedua jenis kelamin yaitu: a. Perbedaan itu bersifat kebanyakan dan dapat diterapkan terhadap semua laki-laki atau semua perempuan. b. Bahkan apabila terdapat perbedaan gender, perbedaan itu sering kali bersifat tumpang-tindih.

14 c. Perbedaan tersebut mungkin terutama berkaitan dengan faktor-faktor biologis, sosio-budaya, atau keduanya. Amir (2013) menjelaskan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan dalam belajar matematika yaitu: a. Laki-laki lebih unggul dalam penalaran sedangkan perempuan lebih unggul dalam aspek efektinya (ketepatan, kecermatan, dan ketekunan). b. Laki-laki memiliki kemampuan matematika dan mekanika yang lebih baik daripada perempuan. Pada umumnya siswa perempuan akan mempunyai peringkat atau ranking yang lebih tinggi di kelas dibandingkan dengan siswa laki-laki. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu keaktifan laki-laki yang membuat lakilaki lebih sulit diatur, laki-laki cenderung lebih sering membolos daripada perempuan sehingga menyebabkan laki-laki banyak kehilangan waktu belajarnya, dan laki-laki lebih sering tidak mengerjakan atau mencontek dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, laki-laki mempunyai prestasi yang lebih rendah daripada perempuan. Namun bukan berarti semua lakilaki mempunyai prestasi yang rendah. Apabila siswa laki-laki tidak sulit diatur, tidak suka membolos, dan rajin mengerjakan tugas maka siswa lakilaki dapat memaksimalkan penalaran dan mekanikanya dalam menyelesaikan masalah matematika. Perbedaan prestasi belajar antara lakilaki dan perempuan memungkinkan terdapat perbedaan kemampuan berpikir reflektif pula antara siswa laki-laki dan perempuan.

15 3. Kubus dan Balok Standar Kompetensi: 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagianbagiannya, serta menentukan ukurannya. Kompetensi Dasar: 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas Indikator: 5.3.1 Menghitung luas permukaan kubus 5.3.2 Menghitung luas permukaan balok 5.3.3 Menghitung volume kubus 5.3.4 Menghitung volume balok B. Penelitian Relevan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suharna, dkk (2015) dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif dapat dikelompokan menjadi tiga skema berpikir yaitu berpikir reflektif pemahaman, koneksi, dan kreatif. Berpikir reflektif pemahaman yaitu selection techniques dan mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, berpikir reflektif koneksi yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, dan conceptualization, dan berpikir reflektif kreatif yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, conceptualization, dan rasionalisasi.

16 Menurut Widiawati, R (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir reflektif siswa perempuan dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) berdasarkan gender kelas VIII di MTs Negeri Tanjunganom adalah baik. Sedangkan kemampuan berpikir reflektif siswa laki-laki dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) berdasarkan gender kelas VIII di MTs Negeri Tanjunganom juga baik. Penelitian ini berjudul Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP Istiqomah Sambas Purbalingga Ditinjau dari Gender. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian di atas yaitu sama-sama mendeskripsikan kemampuan berpikir reflektif matematis ditinjau dari gender dan sama-sama meneliti siswa kelas VIII serta mempunyai perbedaan yaitu penelitian ini dilaksanakan di SMP Istiqomah Sambas Purbalingga dengan materi kubus dan balok. C. Kerangka Pikir Dalam matematika siswa dituntut untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa dalam bentuk pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dasar matematika. Salah satu kemampuan berpikir yang perlu dikembangkan yaitu kemampuan berpikir reflektif matematis. Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan siswa dalam memberi respon yang cepat terhadap suatu permasalahan serta mengaitkan antara apa yang telah diketahui dan ditanyakan pada masalah dengan pengetahuan yang telah diperoleh

17 sebelumnya sehingga dapat merenungkan dan menentukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut disertai dengan alasan mengapa penyelesaian masalahnya seperti itu. Kemampuan berpikir reflektif mendorong siswa berpikir dengan cepat selama situasi pemecahan masalah dan mengaitkan masalah yang diberikan dengan masalah yang pernah dikerjakan yang memiliki kesamaan. Perbedaan gender dalam kemampuan matematika saling tumpang tindih. Jika ada perbedaan gender dalam kemampuan matematika, perbedaan itu tidak sama dalam semua konteks. Adanya perbedaan yang saling tumpang tindih memungkinkan adanya perbedaan kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa laki-laki dan perempuan. Dengan adanya dugaan perbedaan kemampuan tersebut maka pada penelitian ini akan melihat bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa ditinjau dari gender yang dilaksanakan di SMP Istiqomah Sambas Purbalingga. Sebelum melakukan penelitian, akan dilakukan observasi untuk melihat keadaan di SMP Istiqomah Sambas Purbalingga dan menentukan kelas yaitu kelas VIIIA yang akan dijadikan subyek penelitian. Setelah memilih subyek penelitian, peneliti juga memilih masing-masing 3 siswa laki-laki dan perempuan untuk dijadikan responden wawancara. Langkah selanjutnya yaitu pengumpulan data melalui tes kemampuan berpikir reflektif matematis yang dilakukan satu kali, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data dikumpulkan maka data akan direduksi artinya memilih yang penting membuang yang tidak penting dalam rangka memudahkan dalam penyajian data. Data yang akan

18 disajikan berupa deskripsi kemampuan berpikir reflektif matematis siswa ditinjau dari gender.