BAB I PENDAHULUAN. XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini akan menguraikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkannya, salah satunya dalam bidang keuangan pemerintahan. Dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH. RSUD Dr. MOEWARDI. Jl. Kol. Sutarto 132 Telp Fax Surakarta CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

BAB VI KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

V. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkret mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB II KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN.

I. RINGKASAN. Tabel 1 Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2012 dan Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % Realisasi terhadap Anggaran

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK) DINAS PENDIDIKAN KAB TEMANGGUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pula. Reformasi di bidang keuangan negara menjadi sarana peningkatan performa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB VI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR TAHUN TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI DANA BERGULIR PEMERINTAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH BERBASIS AKRUAL AKUNTANSI PIUTANG KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

STRATEGI PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan

BAB I PENDAHULUAN. upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 11 AKUNTANSI PIUTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan

BAB VI SISTEM AKUNTANSI PIUTANG

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2013 dan 2012 dapat disajikan sebagai berikut:

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

tedi last 02/17 Kebijakan Akuntansi Jurnal Standar Ilustrasi

3. Ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) dan sistem aplikasi untuk mendukung penerapan pelaporan keuangan berbasis akrual. 1) Sumber daya manusia 6

BAB V PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SKPD

Realisasi Belanja Negara pada TA 2014 adalah senilai Rp ,00 atau mencapai 90,41% dari alokasi anggaran senilai Rp ,00.

Kata Pengantar. Binjai, 27 Februari 2017 Pengguna Anggaran. Ir. Dewi Anggeriani NIP

BAB I PENDAHULUAN. kepedulian dan kemajuan dalam mewujudkan peningkatan kualitas kinerjanya.

SELAMAT DATANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan keuangan. Seiring berjalannya waktu, akuntansi

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

AKUNTANSI PENDAPATAN DAN PIUTANG

Pengelolaan Keuangan Satker BLU Kemenristekdikti dan Pengaruhnya Terhadap Opini Laporan Keuangan Kemenristekdikti

SISTEM AKUNTANSI NOMOR 06 AKUNTANSI PIUTANG. A. UMUM 1. Definisi Piutang merupakan salah satu aset yang cukup penting bagi Pemerintah Provinsi

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

LAPORAN KEUANGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2016 Dengan Angka Perbandingan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 26 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk mempunyai strategi khusus dalam menjaga kesaatuan dari negara

PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG

KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG. 1. Tujuan kebijakan akuntansi piutang adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi piutang dan informasi relevan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan. reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah telah membawa beragam perubahan dalam tatanan pemerintahan di Indonesia semenjak dikeluarkannya Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terakhir diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Perubahan yang terjadi di bidang tata kelola pemerintahan, desentralisasi urusan dari pusat serta pengelolaan keuangan dengan adanya otonomi daerah diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan pendapat Agus (2004) dalam Pratolo (2011) yaitu penerapan sistem otonomi daerah, memberikan fleksibilitas dalam melaksanakan pelayanan publik dan program kegiatan dengan sumber pembiayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga pelayanan publik menjadi lebih efektif dan efisien. Perubahan yang mengiringi otonomi daerah di bidang keuangan, reformasi keuangan negara dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan 1

Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Reformasi ini diikuti pula dengan pemberlakuan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), mulai dari Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Kas, Standar Akuntansi Pemerintah Cash Towards Accrual hingga Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual yang bertujuan menyeragamkan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Pemberlakuan standar akuntansi ini dilakukan agar pelaporan keuangan daerah dapat diperbandingkan, dievaluasi, dan pada akhirnya dikonsolidasi menjadi Laporan Keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Alur transformasi keuangan di bidang keuangan daerah sampai dengan tahun 2015 dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Alur Transformasi Keuangan Daerah SAP CTA PP 24/2005 SAP Akrual PP 71/2010 Permendagri 64/2013 Paket Keuangan Negara UU 17/2003 UU 1/2004 UU 15/2004 Sumber: diolah dari peraturan perundangan terkait keuangan daerah Terkait dengan transformasi keuangan daerah, perubahan yang paling signifikan ada pada perubahan sistem akuntansi yang dipedomani oleh daerah yaitu 2

dari SAP Berbasis Kas menjadi SAP Akrual. Perbedaan mendasar antara SAP Berbasis Kas dan SAP Akrual terletak pada komponen pengakuan pendapatan dan belanja. Pendapatan pada SAP Berbasis Kas diakui saat kas telah masuk ke rekening Kas Daerah, tanpa menghiraukan kapan sebenarnya hak atas pendapatan itu timbul. Pada SAP Berbasis Akrual, pendapatan diakui saat timbulnya hak pemerintah untuk menagih maupun timbulnya kewajiban pihak ketiga. Pendapatan memiliki kaitan erat dengan akun kas, piutang, dan komponen pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada SAP Berbasis Kas dan SAP Akrual, maupun Laporan Operasional (LO) pada SAP Akrual. Piutang sebagai salah satu komponen dalam SAP Akrual memegang peranan dalam pengendalian internal sebagai kontrol atas realisasi pendapatan pajak daerah dalam kaitannya dengan piutang pendapatan pajak. Penelitian terdahulu yang membahas mengenai perlakuan akuntansi pada akun piutang di bidang akuntansi pemerintahan hingga saat ini belum penulis temui, hal ini diakibatkan kewajiban penerapan akuntansi akrual baru dilaksanakan serempak pada tahun 2015 meskipun Pemerintah Daerah Kota Semarang dan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi telah lebih dulu menerapkan akuntansi akrual secara penuh pada pelaporan keuangannya dibandingkan dengan pemerintah daerah kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Penelitian yang secara spesifik membahas akun piutang pada akuntansi pemerintahan belum dijumpai, namun penelitian mengenai analisis kesiapan penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintah daerah telah banyak dilakukan. Hasil penelitian terdahulu terkait kesiapan penerapan akuntansi akrual, 3

di antaranya oleh (Ranuba, 2015) dan (Sitorus, 2015). Permasalahan umum yang ditemui ada pada kesiapan sumber daya manusia pengelolaan keuangan yang masih kurang dalam hal kompetensi. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dan pelatihan terkait SAP Akrual serta kompetensi sumber daya yang tidak sesuai kapasitas yang ditempatkan di pos pengelolaan keuangan. Hal senada telah diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam publikasi Pendapat BPK: Kesiapan Pemerintah dalam Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual Tahun 2015 pada November 2015. Pada penerapan SAP Akrual dalam hal pendapatan, masalah yang timbul selain kesiapan pemerintah daerah adalah adanya pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB-P2) dari pemerintah pusat ke daerah. Pada periode sebelum pengalihan, pengelolaan PBB-P2 dilakukan pemerintah pusat dan seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Pengalihan PBB-P2 dari pusat ke daerah merupakan amanat Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah dalam mengelola pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini menimbulkan persoalan terkaitnya turut meningkatnya saldo piutang pajak daerah pemerintah kabupaten/kota. Perihal penerapan kebijakan akuntansi daerah, terdapat dua daerah di Sumatera Barat yang menarik perhatian penulis, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan. Kedua daerah ini merupakan daerah pemekaran dan belum pernah mendapatkan 4

opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pelaporan keuangannya. Selain itu kedua daerah ini memiliki permasalahan dalam Piutang PBB-P2. Adapun perkembangan saldo piutang pada daerah di Provinsi Sumatera Barat yang menjadi perhatian penulis dijabarkan sebagai berikut: 1.1.1 Kabupaten Pasaman Barat Tabel 1.1 Saldo Piutang Kabupaten Pasaman Barat 2013-2015 Piutang 2015 2014 2013 Piutang Pajak 2.655.943.005 1.279.638.954 703.682.489 Piutang Retribusi 6.348.510.734 1.054.761.500 1.035.083.114 Piutang Dana Bagi Hasil 5.961.141.314 1.689.669.310 1.800.602.301 Piutang Lain-lain 2.479.580.185 1.713.950.617 1.524.266.487 Jumlah 17.445.175.238 5.738.020.381 5.063.634.391 Sumber: diolah dari Neraca Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2013-2015 Secara umum untuk saldo piutang selain pajak di tahun 2013 dan 2014 tidak terdapat perubahan yang signifikan. Pengalihan PBB-P2 ke daerah pada Kabupaten Pasaman Barat di lakukan di Tahun 2014 sehingga saldo Piutang Pajak pada tahun 2014 meningkat sebesar Rp575.956.465,00 atau 81,85% dibanding saldo pada 2013. Kemudian saldo Piutang Pajak pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp1.376.304.051,00 atau 107,55% dibanding saldo pada 2014. Perubahan saldo total piutang yang signifikan terjadi pada 2015 sebesar Rp11.707.154.857,00 atau 204,03% dibanding saldo pada 2014. Dapat terlihat kenaikan total piutang itu merupakan kontribusi Piutang Retribusi di tahun 2015 yang mengalami kenaikan drastis sebesar Rp5.293.749.234,00 atau 501,89% dibanding dengan saldo Piutang Retribusi di tahun 2014, dan kenaikan Piutang Dana Bagi Hasil sebesar Rp4.271.472.004,00 atau 252,80% dibanding saldo 2014. 5

Kewajiban penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) di Tahun Anggaran 2015 menyebabkan beberapa perubahan dalam akun piutang, di antaranya adalah melakukan penyisihan piutang. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat melalui Peraturan Bupati Pasaman Barat Nomor 16 tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Pasaman Barat dan Peraturan Bupati Pasaman Barat Nomor 17 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat telah melakukan penyisihan saldo piutang untuk tahun 2015. Berikut ini adalah data yang diolah dari Neraca Kabupaten Pasaman Barat Tahun Anggaran 2015 yang telah menerapkan kebijakan penyisihan piutang: Tabel 1.2 Piutang Kabupaten Pasaman Barat Menurut PP 71 Tahun 2010 Piutang 2015 2014 2013 Piutang Pajak 2.655.943.005 1.279.638.954 703.682.489 Penyisihan Piutang Pajak (138.139.779) - - Piutang Retribusi 6.348.510.734 1.054.761.500 1.035.083.114 Penyisihan Piutang Retribusi (33.715.732) - - Piutang Dana Bagi Hasil 5.961.141.314 1.689.669.310 1.800.602.301 Penyisihan Piutang Dana Bagi Hasil (56.589.650) - - Piutang Lain-lain 2.479.580.185 1.713.950.617 1.524.266.487 Penyisihan Piutang lainlain (737.299.829) - - Jumlah Piutang yang dapat Direalisasikan 16.479.430.246 5.738.020.381 5.063.634.391 Sumber: diolah dari Neraca Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2013-2015 Saldo Penyisihan Piutang secara umum adalah Rp965.744.992,08 atau 5,54% dari jumlah saldo piutang Rp17.445.175.238,38 pada tahun 2015. Penyisihan Piutang Pajak Rp138.139.779,04 memiliki proporsi 5,2% dari saldo 6

Piutang Pajak Rp2.655.943.005,00. Penyisihan Piutang Retribusi Rp33.715.732,70 memiliki proporsi 0,53% dari saldo Piutang Retribusi Rp6.348.510.734,00. Penyisihan Piutang Dana Bagi Hasil Rp56.589.650,89 memiliki proporsi 0,95% dari saldo Piutang Dana Bagi Hasil Rp5.961141.314,38. Penyisihan Piutang lainlain Rp737.299.829,45 memiliki proporsi 29,73% dari saldo Piutang lain-lain Rp2.479.580.185,00. 1.1.2 Kabupaten Solok Selatan Tabel 1.3 Saldo Piutang Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013-2015 Piutang 2015 2014 2013 Piutang Pajak 8.292.843.200 7.583.287.110 658.931.022 Piutang Retribusi 91.892.900 3.390.444.738 1.382.094.706 Piutang Dana Bagi Hasil 1.565.438.599 - - Piutang Lain-lain PAD yang Sah 5.785.622.206 - - Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi - 2.909.100 - Piutang Deviden 11.597.630 - - Piutang Lainnya 14.303.662.231 14.958.284.106 14.350.821.632 Jumlah 30.051.056.766 25.934.925.054 16.391.847.360 Sumber: diolah dari Neraca Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013-2015 Secara umum keseluruhan saldo piutang pada 2014 naik cukup signifikan dibanding saldo piutang 2013, yaitu mengalami kenaikan sebesar Rp9.543.077.693,07 atau 58,22%. Kenaikan signifikan terdapat pada akun Piutang Pajak dan Piutang Retribusi. Pengalihan PBB-P2 ke daerah pada Kabupaten Solok Selatan dilakukan di Tahun 2014 sehingga saldo Piutang Pajak pada tahun 2014 meningkat sebesar Rp6.924.356.087,53 atau 1050,85% dibanding saldo pada 2013. Sedangkan pada akun Piutang Retribusi mengalami kenaikan sebesar 7

Rp2.008.350.031,54 atau 145,31%. Kemudian saldo piutang pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp1.376.304.051,00 atau 107,55% dibanding saldo pada 2014, selain itu di tahun 2014 muncul Piutang Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi senilai Rp2.909.100,00. Saldo piutang di tahun 2015 secara umum mengalami kenaikan senilai Rp4.116.131.712,00 atau 15,87% dibanding saldo 2014. Kenaikan saldo piutang disebabkan munculnya Piutang Dana Bagi Hasil dan Piutang Lain-lain PAD yang Sah. Adapun besaran Piutang Dana Bagi Hasil adalah sebesar Rp1.565.438.599,00 dan Piutang Lain-lain PAD yang Sah adalah sebesar Rp5.785.622.206,00. Selain itu terdapat pula penurunan nilai piutang pada Piutang Retribusi, yaitu penurunan sebesar Rp3.298.551.838,00 atau berkurang 97,29% dibanding saldo pada 2014. Kewajiban penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah di Tahun Anggaran 2015 menyebabkan beberapa perubahan dalam akun piutang, di antaranya adalah melakukan penyisihan piutang. Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan melalui Peraturan Bupati Solok Selatan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Kabupaten Solok Selatan, Peraturan Bupati Solok Selatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, dan Peraturan Bupati Solok Selatan Nomor 25 Tahun 2015 tentang Penyisihan Piutang dan Penyusutan Aktiva Tidak Berwujud telah menjalankan amanat PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dan melakukan penyisihan saldo piutang untuk pelaporan keuangan tahun 2015. 8

Berikut ini adalah data yang diolah dari Neraca Kabupaten Solok selatan Tahun Anggaran 2015 yang telah menerapkan kebijakan penyisihan piutang dalam pelaporan keuangannya: Tabel 1.4 Piutang Kabupaten Solok Selatan Menurut PP 71 Tahun 2010 Piutang 2015 2014 2013 Piutang Pajak 8.292.843.200 7.583.287.110 658.931.022 Penyisihan Piutang Pajak (5.258.561.829) (6.464.677.560) - Piutang Retribusi 91.892.900 3.390.444.738 1.382.094.706 Penyisihan Piutang Retribusi Piutang Dana Bagi Hasil Penyisihan Piutang Dana Bagi Hasil (87.355.400) - - 1.565.438.599 - - (7.827.193) - - Piutang Lain-lain PAD yang Sah 5.785.622.206 - - Penyisihan Piutang Lain-lain PAD yang (28.928.111,03 - - Sah Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi - 2.909.100 - Penyisihan Bagian Lancar Tuntutan - - - Ganti Rugi Piutang Deviden 11.597.630 - - Penyisihan Piutang Deviden (57.988) - - Piutang Lainnya 14.303.662.231 14.958.284.106 14.350.821.632 Penyisihan Piutang (14.250.702.361) (14.295.436.631) - Lainnya Piutang yang dapat 10.417.623.883 5.174.810.862 16.391.847.360 Direalisasikan Sumber: diolah dari Neraca Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013-2015 9

Saldo Penyisihan Piutang secara umum adalah Rp19.633.432.882,60 atau 65,33% dari jumlah saldo piutang Rp30.051.056.766,00 pada tahun 2015. Penyisihan Piutang Pajak Rp5.258.561.829,42 memiliki proporsi 63,41% dari saldo Piutang Pajak Rp8.292.843.200,00. Penyisihan Piutang Retribusi Rp87.355.400,00 memiliki proporsi 95,06% dari saldo Piutang Retribusi Rp91.892.900,00. Penyisihan Piutang Dana Bagi Hasil Rp7.827.193,00 memiliki proporsi 0,50% dari saldo Piutang Dana Bagi Hasil Rp1.565.438.599,00. Penyisihan Piutang Lain-lain PAD yang Sah Rp28.928.111,03 memiliki proporsi 0,50% dari saldo Piutang Lainlain PAD yang Sah Rp5.785.622.206,00. Penyisihan Piutang Deviden Rp57.988,15 memiliki proporsi 0,50% dari saldo Piutang Deviden Rp11.597.630,00. Penyisihan Piutang Lainnya Rp14.250.702.361,00 memiliki proporsi 99,63% dari saldo Piutang Lainnya Rp14.303.662.231,00. Permasalahan utama selain pelimpahan saldo piutang dalam proses pengalihan PBB-P2 tersebut adalah validitas dan akurasi data PBB-P2. Menurut Pendapat BPK yang dipublikasikan Juni 2015 permasalahan validitas dan akurasi data tersebut adalah sebagai berikut: a. Database PBB-P2 yang diserahkan belum mutakhir. Database PBB-P2 yang belum mutakhir akan menyulitkan dalam penagihan piutang PBB baik sebelum pengalihan maupun setelah pengalihan ke kabupaten/kota. b. Data piutang PBB-P2 yang tidak valid dan akurat Permasalahan validitas dan akurasi data PBB-P2 akan memengaruhi proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), terutama pada 10

penyajian saldo awal piutang PBB-P2 yang diserahterimakan pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Diungkap lagi dalam Pendapat BPK Juni 2015, Permasalahan penyajian saldo piutang PBB-P2 yang diserahterimakan oleh pemerintah pusat/kementerian Keuangan menjadi permasalahan yang telah diungkap BPK dalam 106 laporan hasil pemeriksaan atas LKPD Tahun 2013 terutama mengenai kesiapan pemerintah kabupaten/kota, proses pengalihan kewenangan PBB-P2, dan pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 di pemerintah kabupaten/kota. Penyajian saldo awal piutang yang diserahterimakan merupakan titik awal dalam penatausahaan piutang PBB-P2 karena berkaitan dengan penyajian di neraca dan perhitungan penyisihannya. Piutang PBB-P2 yang disajikan dalam neraca menurut SAP Akrual adalah piutang yang dapat direalisasikan atau net realizable value yaitu selisih antara nilai nominal piutang dengan penyisihan piutang. Sehingga atas piutang PBB-P2 maupun piutang lainnya perlu dibuat penyisihan agar dapat disajikan sesuai dengan nilai yang dapat direalisasikan. Penyisihan piutang menurut Permendagri Nomor 73 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyisihan Piutang dan Penyisihan Dana Bergulir pada Pemerintah Daerah adalah estimasi yang dilakukan untuk piutang tidak tertagih pada akhir setiap periode yang dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. Penilaian kualitas piutang untuk penyisihan piutang tak tertagih dihitung berdasarkan kualitas umur piutang, jenis/karakteristik piutang, dan diterapkan dengan melakukan modifikasi tertentu tergantung kondisi dari 11

debiturnya. Penyisihan piutang yang dilakukan berdasarkan umur piutang disebut juga sebagai mekanisme aging schedule. Aging schedule atau daftar umur piutang adalah daftar yang memuat jumlah piutang dari masing-masing jenis piutang pada suatu entitas dan mengklasifikasikannya ke dalam golongan-golongan umur dengan waktu jatuh temponya yang menjadi dasar dari penggolongan piutang tersebut. Aging schedule menyajikan informasi mengenai umur piutang masing-masing jenis piutang sehingga dapat dilakukan analisis mana yang jatuh temponya telah tiba dan perlu ditagih. Selain itu menurut Naruli (2013), aging schedule dapat dijadikan komponen penunjang pengendalian internal. Aging schedule dapat digunakan untuk meminimalkan kerugian keuangan daerah akibat piutang yang tak tertagih. Selain penyisihan, pengungkapan yang cukup dan memadai terhadap akun piutang juga diperlukan. Terlebih dengan adanya permasalahan pada Piutang PBB- P2, pengungkapan yang informatif terhadap permasalahan tersebut akan sangat membantu dalam memahami dan menilai laporan keuangan yang disajikan. Mengingat bahwa tahun 2015 adalah tahun diwajibkannya penerapan SAP Akrual dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan sebagai entitas pelaporan wajib menyelenggarakan akuntansi berbasis akrual mulai Tahun Anggaran 2015 serta belum pernah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam hal pelaporan keuangannya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Komparatif Penerapan Kebijakan Akuntansi Piutang (Studi pada 12

Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Solok Selatan TA 2015). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan permasalahan pada penelitian adalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan/atau Permendagri 64 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat? b. Bagaimana penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan/atau Permendagri 64 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan? c. Bagaimana analisa komparatif atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan/atau Permendagri 64 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penerapan akuntansi berbasis akrual terkait piutang dilakukan pada pelaporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan TA 2015. 13

Penelitian juga bertujuan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Manfaat teoritis dari penelitian yang akan dilakukan adalah pemahaman lebih lanjut terkait akun piutang pada akuntansi pemerintahan. Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan adalah membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan untuk mengetahui sejauh mana penerapan SAP Akrual telah diimplementasikan pada akun piutang di pelaporan keuangan pada Tahun Anggaran 2015. 1.4. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini disajikan dalam lima bab dengan uraian sebagai berikut: a. Pada Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah yang mendasari pengambilan tema dan judul penulisan skripsi, Rumusan Masalah yang akan diidentifikasi pada objek skripsi, Tujuan dan Manfaat Penelitian yang ingin dicapai oleh penulis, serta Sistematika Penulisan yaitu uraian singkat mengenai bab yang terdapat pada skripsi ini. b. Bab II Landasan Teori akan menguraikan mengenai dasar keilmuan, peraturan perundangan terkait yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi. Landasan teori akan menguraikan mengenai Kebijakan Akuntansi, Akuntansi Berbasis Akrual, Piutang, dan Penelitian Terdahulu. c. Bab III Metode Penelitian akan menjelaskan tentang pilihan Desain Penelitian pada skripsi yang ditulis, Variabel Penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi, Jenis dan Metode Pengumpulan Data yang digunakan, dan Metode Analisis yang digunakan dalam menjelaskan hasil penelitian. 14

d. Pada Bab IV Analisis dan Pembahasan akan diuraikan hasil atas penelitian yang dilakukan. Analisis dan pembahasan penelitian akan diuraikan dalam sebelas subbab, di mana pada subbab awal yaitu Objek Penelitian akan diuraikan secara umum mengenai daerah yang menjadi objek penelitian yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan, kemudian pada sepuluh subbab berikutnya akan disajikan hasil analisis yang lebih rinci terkait perbandingan penerapan kebijakan piutang di Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok Selatan untuk Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2015. 15