JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

dokumen-dokumen yang mirip
JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM

GERABAH SITUS MANSINAM KAJIAN ETNOARKEOLOGI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

KERAMIK DALAM RITUS PENGUBURAN PADA MASYARAKAT NAPAN WAINAMI KABUPATEN NABIRE

Pengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura

KAJIAN ARKEOLOGI KEWILAYAHAN PAPUA: HASIL-HASIL, STRATEGI DAN PROSPEK

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

PRASEJARAH INDONESIA

KERAMIK SEBAGAI KOMODITAS PERDAGANGAN DI PULAU MISOOL KABUPATEN RAJA AMPAT

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

LUKISAN DINDING GUA PRASEJARAH DI PERBATASAN INDONESIA PAPUA NUGIN

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen sebagian besar berbukit dan

Pengelolaan Situs di Kawasan Kokas Kabupaten Fak-Fak Bau Mene, Balai Arkeologi Jayapura

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

KEHIDUPAN MASA PROTOSEJARAH DI SITUS MOSANDUREI, NABIRE (Protohistory Life in the Mosandurei Site, Nabire)

BENTUK MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT PENDUKUNG SITUS GUNUNG SROBU (Prehistory Livelihood in the Srobu Site)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

PERDAGANGAN BESI PADA MASYARAKAT BIAK NUMFOR

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU. Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

MIGRASI ORANG BIAK KE PULAU BATANTA KAMPUNG AREFI KABUPATEN RAJA AMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

FUNGSI KAPAK BATU PAPUA DALAM MEMPERSATUKAN KERAGAMAN

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

PERDAGANGAN MASA PRASEJARAH DI PAPUA (TINJAUAN BERDASARKAN TINGGALAN ARKEOLOGI)

MASUKNYA ISLAM DI KABUPATEN FAKFAK DAN TINGGALAN ARKEOLOGINYA

BANGUNAN PERTAHANAN (LOUVRAK) JEPANG DI PULAU DOOM

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.5. Nekara. Arca perunggu. Alat dari besi.

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Sejarah Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an yang

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

ASPEK-ASPEK REVITALISASI KAWASAN SITUS KALI RAJA KABUPATEN RAJA AMPAT

BAB I PENDAHULUAN. kerang, sekam padi, atau pecahan tembikar yang dihaluskan (grog), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan

C. Model-model Konseptual

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

abelpetrus.wordpress.com

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an

Raja Ampat. Surga kecil yang jatuh ke bumi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

Gusti Ngurah Ary Kesuma Puja Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

MEGALITIK DAN CERITA RAKYAT SUKU BAHAM DI GUA SOSOSRAWERU FAK-FAK (Megalithic and Folklore of Baham Tribe in the Sosoraweru Cave Fak-Fak)

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

FUNGSI SIWOL BAGI KEHIDUPAN SUKU NGALUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tanah Gayo meliputi pusat pegunungan Bukit Barisan bagian Utara yang

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970

PENGUBURAN MASA LALU PADA MASYARAKAT SUPIORI DI KABUPATEN SUPIORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing,

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

PENINGGALAN PERANG DUNIA II DAN DAMPAK TERHADAP BUDAYA MASYARAKAT PULAU WAKDE, KABUPATEN SARMI

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari Zubair Mas'ud, Balai Arkeologi Jayapura

1. Pengantar A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

HUNIAN PRASEJARAH GUA KARAS KAIMANA

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

Pengelolaan Tinggalan Arkeologi di Provinsi Papua Rini Maryone, Balai Arkeologi Jayapura

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang luas wilayahnya 2,03 juta km 2 merupakan negara terbesar yang

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut,

Transkripsi:

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and humans able to manage and utilize.based on archaeological remains on the misool island, be indicative of Austronesian migration to the misool island. Migration has been presenting a new culture in the form of rock art, pottery and building stone Keywords: Misool Island, archaeological remains, Austronesian Pendahuluan Pulau Misool merupakan bagian dari wilayah Raja Ampat, wilayah ini sejak masa lampau menjadi tempat pertemuan dua budaya Austronesia dan budaya Melanesia. Teori Riesenfeld (1952) menyatakan bahwa Papua telah menerima pengaruh megalitik dari Asia Tenggara melalui dua jurusan. Pengaruh pertama melalui kepulauan Indonesia sebelah selatan, lewat kepulauan Maluku menuju bagian barat Papua (Soejono, 1994). Imigran Austronesia yang datang ke Pasifik bermukim di sepanjang tepi pantai. Penghunian wilayah pesisir yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat rupanya lebih diminati daripada penghunian wilayah pedalaman yang lebih membutuhkan tenaga, dan lagi di beberapa tempat sudah dihuni oleh penduduk lain yang mungkin tidak bisa menerima mereka. Data artefak gerabah dan bahasa menunjukkan bahwa para pendatang atau migran penutur Austronesia dari Asia Tenggara ternyata lebih banyak menghuni dan menanamkan pengaruhnya secara kuat di pesisir utara daratan Papua, pesisir Kepala Burung, Teluk Cenderawasih dan Teluk Bintuni (Suroto, 2010:43). Data lainnya dari hasil penelitian arkeologi tahun 2010 di Pulau Misool, berhasil menemukan tinggalan-tinggalan arkeologi dari masa prasejarah. Adapun tinggalan Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010 85

tinggalan Arkelogi prasejarah yang di temukan di Pulau Misool Kampung Tomolol dan Limalas Distrik Misool Timur adalah berupa: Lukisan dinding /seni cadas dengan gambar cap tangan, ikan, matahari, manusia,bumerang, kapak batu, penguburan ceruk, situs benteng keramat dengan sejumlah susunan batu yang membentuk suatu hunian/tempat tinggal pada masa megalithik; situs batu perahu dan meja batu, Situs Gua Lengsom serta adanya temuan beberapa artefak dan ekofak seperti fragmen gerabah polos, cangkang moluska, fragmen tulang binatang dan fragmen tulang manusia. Tinggalan-tinggalan arkeologi tersebut menunjukkan corak kebudayaan di masa prasejarah. Kebudayaan-kebudayaan baru yang datangnya dari daratan Asia membawa coraknya sendiri. Kebudayaan baru ini disebut dengan mesolithikum (Soekmono 1973:38). Suatu corak istimewa dari mesolithikum berupa kulit kerang dan alat-alat dari tulang. Dari peninggalan-peninggalan itu dapat diketahui bahwa manusia jaman itu masih hidup dari berburu, dan menangkap ikan (food gathering), bekas-bekas tempat tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai dan di dalam gua-gua. Terutama disitulah didapatkan banyak bekas-bekas kebudayaannya. Secara geografis Pulau Misool merupakan wilayah yang sangat strategis, berada diantara Maluku dan Papua. Letaknya yang strategis menjadikan pulau ini sebagai bagian dari jalur migrasi manusia dan budaya pada masa prasejarah atau dapat dikatakan pulau ini menjadi titik temu antara budaya Austronesia dan Melanesia. Sementara itu data lainnya mengenai keadaan sosial masyarakat Pulau Misool, bahwa penduduk asli Pulau Misool adalah suku Matbat. Matbat ini dalam bahasa setempat di berarti orang tanah. Selain suku Matbat terdapat juga suku-suku dari luar yang bermigrasi ke Pulau Misool sejak lama dan mengalami pembauran dengan suku Matbat. Kelompok ini diperkirakan berasal dari Pulau Waigeo, yang oleh beberapa ahli disebut dengan kelompok suku Maya baik orang maupun bahasanya, tetapi mereka juga telah mengalami percampuran dengan kelompok suku dari Kepulauan Maluku seperti Seram, Tobelo, Tidore, dan Ternate. Hal ini dapat dilihat dari bentuk fisik penduduk suku ini, dan juga dari sejarah suku Misool sendiri. Orang Matbat memanggil orang dari suku Misool dengan sebutan Mat Lou, yang berarti orang pantai. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis akan mencoba mengkaji proses terjadinya migrasi penghuni pertama ke Pulau Misool terkait dengan data etnografi dan 86 Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010

tinggalan-tinggalan Arkeologi berupa lukisan dinding, situs penguburan ceruk, situs benteng keramat dan situs gua Lengsom di Kampung Linmalas dan Kampung Tomolol Distrik Misool Timur. Data Arkeologis di Pulau Misool Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura pada tahun 2010 melakukan penelitian Arkeologi Prasejarah di Distrik Misool Timur, Pulau Misool. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya tinggalan arkeologis berupa lukisan dinding (seni cadas), situs penguburan ceruk, situs benteng keramat di Kampung Tomolol dan situs Gua lengsom, di Kampung Linmalas. Temuan-temuan arkeologis tersebut sebagai bahan kajian dalam penulisan ini tentang adanya migrasi penghuni awal Pulau Misool. Tinggalan-tinggalan arkeologis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Situs Seni Cadas Di kawasan gugusan Pulau Misool ditemukan tinggalan prasejarah berupa seni cadas yang diterakan pada dinding batu karang. Uniknya, seni cadas ini berada sangat dekat dengan permukaan laut dan tidak berada di dalam gua. Menurut perkiraan, lukisan dinding menjadi bagian dari rangkaian petunjuk jalur migrasi di gugusan Pulau Misool. Seperti yang terdapat diwilayah kampung Tomolol dengan 9 situs seni cadas yaitu situs Mloialdlo 1, situs Mloialdlo 2, situs Kajipo 1, situs Kajipo 2, situs Kajipo 3, situs Kabilitlo, situs Kapalaupa, situs Funmalelen, dan situs Manyaimleudi. Motif-motif gambar cadas yang berada pada dinding-dinding tebing karang tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam, kelompok manusia berupa gambar manusia kangkang seolah-olah sedang menari dan cap tangan, kelompok fauna meliputi motif ikan, lumba-lumba, paus, kadal, kupu-kupu, kuda laut, penyu, ular, kelompok flora seperti motif tumbuhan, kelompok benda budaya seperti motif topeng, panah, kapak batu, kotak, tas, simbol, alat tusuk, dan bumerang, kelompok geometris berupa matahari, segi empat, dan kelompok abstrak atau lukisan yang belum teridentifikasi berupa gambar-gambar yang tidak berbentuk dan juga gambar-gambar yang sudah pudar. Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010 87

Situs Ceruk Manyaimleudi Situs penguburan ceruk ini berada pada tempat yang sama dengan situs lukisan dinding Manyaimleudi (Pulau Manyaimleudi). Pada situs ini selain terdapat lukisan pada salah satu dinding tebing, juga terdapat 2 ceruk yang digunakan sebagai tempat penyimpanan tulang-tulang orang mati. Pada ceruk 1 terdapat sejumlah besar fragmen tulang-tulang manusia yang berserakan diatas permukaan lantai ceruk dan kulit kerang (triton). Jika dilihat dari jumlah dan ragam fragmen tulang manusia yang ditemukan menunjukkan bahwa situs tersebut sebagai tempat penguburan komunal dan merupakan penguburan primer, serta keberadaan kulit kerang (triton) sebagai bekal kubur. Pada ceruk 2, terdapat 2 fragmen tulang tengkorak sehingga dapat dikatakan bahwa kubur ceruk 2 merupakan kubur sekunder karena hanya tulang tengkorak saja yang disimpan ditempat tersebut. Situs Benteng Keramat (Claudi) Situs Benteng Keramat terdapat di wilayah Kampung Tomolol, situs ini sebagai salah satu bentuk peninggalan masa lampau. Benteng keramat merupakan susunan bangunan tembok-tembok batu pada sebuah bukit. Benteng ini terdiri dari tiga buah susunan tembok batu yang mengelilingi bukit tersebut dengan jarak antara masing-masing tembok batu cukup luas sebagai tempat untuk bergerak. tembok-tembok tersebut disusun layaknya bangunan berundak, Jika dilihat dari kondisi situs dan temuan di dalamnya menggambarkan bahwa tempat tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yaitu selain sebagai tempat perlindungan juga sebagai tempat tinggal karena didukung oleh temuan cangkang moluska yang cukup banyak, serta juga sebagai pusat kegiatan religi karena pada bagian puncak bukit terdapat susunan batu yang mungkin di atasnya pernah didirikan suatu bangunan pemujaan, hal ini didukung oleh temuan sebuah pilar penyangga bangunan. Kondisi situs terlihat cukup rusak karena batu-batu yang disusun membentuk tembok sudah jatuh berserahkan dikekitarnya namun bekas-bekas temboknya masih terlihat jelas, dipihak lain di situs tersebut telah ditumbuhi beragam jenis pohon maupun semak, sehingga sedikit sulit untuk merekonstruksi kembali bentuk situs, namun demikian bentuk situs secara umum berbentuk melingkar. 88 Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010

Situs Gua Lengsom Situs gua lengsom terdapat di Kampung Linmalas, situs ini terletak diantara Tanjung Sarawangket dan Tanjung Selatan. Kampung Linmalas dibangun di sepanjang pesisir pantai oleh suku asli Matbat bersama orang-orang yang datang dari wilayah Maluku. Di wilayah Kampung Linmalas telah ditemukan situs arkeologi yaitu Situs Gua Lengsom. Secara geologi Gua Lengsom merupakan gua alam yang terbentuk dari batu gamping, dengan memiliki ciri fisik seperti mempunyai 3 buah pintu yaitu dua pintu dibagian belakang dan satu pintu dibagian depan yang paling besar dan memiliki bentuk pintu setengah lingkaran. Pada bagian mulut gua depan terdapat batu-batu besar yang menutupi bagian bawah mulut gua, keadaan dinding gua kering, langit-langit gua yang terdapat stalaktit, pada bagian atap terdapat satu buah lubang angin, dan keadaan permukaan lantai yang rata dan lebih rendah dari batu di mulut. Gua Lengsom berada dekat dengan pemukiman penduduk dan berdasarkan pada keadaan topografinya Gua Lengsom berada pada lokasi yang cukup terlindung yaitu di atas bukit yang disekitarnya tumbuh beragam jenis pepohonan. Berdasarkan pada kondisi fisik gua maupun lingkungannya maka Gua Lengsom sangat layak dimanfaatkan oleh menusia sebagai tempat hunian, hal ini didukung pula oleh temuan arkeologi berupa fragmen gerabah, fragmen tulang-tulang binatang dan deposit cangkang kerang yang mendominasi permukaan lantai gua. Keberadaan fragmen gerabah menggambarkan bahwa manusia pendukung gua tersebut telah mengenal teknologi peralatan dari tanah liat berupa gerabah yang dimanfaatkan sebagai wadah penyimpanan maupun untuk mengolah makanan. Namun jika dilihat dari kondisi fisik lingkungan sekitar situs menunjukkan bahwa gerabah yang berada di wilayah tersebut bukan dibuat di wilayah tersebut tetapi didatangkan dari luar pulau. Disamping itu temuan tulang-tulang binatang seperti tulang-tulang dan taring babi, tulang kanguru pohon (lau-lau), tulang ikan, dan jenis tulang lainnya yang belum teridentifikasi serta cangkang moluska di Gua Lengsom, menggambarkan jenis makanan yang dikonsumsi oleh manusia pendukungnya. Pembahasan Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010 89

Terdapatnya seni cadas, fragmen tengkorak manusia dan gerabah adalah sebagai faktor pendukung adanya migrasi di Pulau Misool. Melalui kajian ini perihal migrasi penghuni pulau Misool masa prasejarah merupakan salah satu fokus utama, karena hal tersebut berkaitan dengan Suku Matbat yang di kenal sebagai suku asli yang mendiami Pulau Misool, ini diketahui dari Istilah Matbat yang dalam bahasa setempat disebut orang tanah. Oleh karena itu, dalam bagian ini dibahas mengenai migrasi tersebut. Awal Penghunian Pulau Misool Dalam penggambaran kembali penghunian Situs Gua Lengsom dan situs penguburan ceruk. Suku Matbat (orang tanah) pada awalnya membangun suatu pemukiman atau perkampungan yang di sebut dengan nama tip atau kampung tua dan ini terdiri dari beberapa kampung termasuk Kampung Tomolol dan kampung Linmalas. Dengan adanya bukti awal hunian manusia di Pulau Misool yang terdapat di Gua Lengsom Kampung Linmalas, maka dapat diperkirakan bahwa telah terjadi perpaduan kebudayaan antara budaya Austronesia dan Melanesia ini dibuktikan dengan temuan arkeologi berupa fragmen gerabah, fragmen tulang-tulang binatang dan deposit cangkang kerang serta gigi manusia yang mengindikasikan bahwa telah hadir penghuni di Pulau Misool yang membawa berbagai unsur budaya baru. Ada pendapat bahwa kehadiran gerabah sangat ditentukan oleh konteks ruang, waktu serta bentuk budaya manusia pendukungnya, sehingga belum dapat di pastikan siapa pendukung hunian tersebut. Dari data penelitian arkeologi prasejarah tahun 2010 mengisyaratkan bahwa penghunian Gua Lengsom sebagai bagian dari migrasi di Pulau Misool. Namun, kajian ini masih perlu pembuktian lebih jauh, karena tinggalan yang dihasilkan diperoleh dari tinggalan tinggalan di permukaan lantai gua. Kajian ini tidak akan dibahas mengenai siapa, kapan, mengapa dan bagaimana manusia dapat mencapai Pulau Misool dan menjadikan Gua Lengsom sebagai tempat hunian, karena ini membutuhkan penelitian mendetail dengan berbagai model pendekatan. Faktor Penyebab Migrasi Dari data arkeologi dapat diketahui bahwa, penghuni Gua Lengsom merupakan manusia pemburu-pengumpul yang mengantungkan hidupnya dari kemampuan daya dukung sumberdaya lingkungan. 90 Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010

Suku Matbat pada umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampungkampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Kemungkinan migrasi manusia di Pulau Misool memanfaatkan bergantian arah angin dan arus laut yang berubah setiap musim. Atau dapat dikatakan bahwa faktor penyebab migrasi ke Pulau Misool adalah mencari wilayah baru untuk mencari sumber eksploitasi. Sumber makanan tersebut terdapat di sepanjang pantai seperti kerang-kerangan maupun hewan pantai lainnya. Barangkali juga mereka mempertahankan hidup mereka dengan cara melaut dan menjala ikan, ada kemungkinan juga mereka bereksperimen memakan berbagai jenis tumbuhan yang mereka temukan di sekitar mereka. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan sisa sisa tinggalan arkeologi, sehingga dapat diketahui bahwa mata pencaharian mereka yaitu berburu dan menangkap ikan. Tidak ada perbedaan yang signifikan dengan mata pencaharian suku Matbat (orang tanah). Dalam proses migrasi sangat juga ditentukan oleh aspek lingkungan di daerah kepulauan adalah jarak antar pulau yang dapat saling terlihat dan mudah dicapai. Faktor atau unsur yang berpengaruh pada aspek jarak antar pulau dan susunan bentang lahan adalah: angin, pola arus laut dan bahaya (misalnya badai). Suku Matbat pada umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Kemungkinan migrasi manusia ke Pulau Misool memanfaatkan bergantian arah angin dan arus laut yang berubah setiap musim. Penutup Berdasarkan pada tinggalan-tinggalan arkeologis yang terdapat di Pulau Misool memperlihatkan bahwa Situs Seni Cadas, Situs Penguburan Ceruk, Situs Benteng Keramat (claudi) dan Situs Gua Lengsom adalah sebagai kesatuan penunjuk adanya proses migrasi orang Austronesia ke Pulau Misool. Kehadiran migrasi tersebut telah menghadirkan budaya baru dengan meninggalkan jejak berupa seni cadas, artefak gerabah dan bangunan batu. Dari jejak-jejak arkeologi tersebut memberikan suatu gambaran bahwa migrasi dari orang Austronesia pada masa lampau telah ada di Pulau Misool. Migrasi penghunian awal Pulau Misool dari sisi etnoarkeologi secara fisik cukup layak untuk ditindak lanjuti dengan penyelidikan yang lebih mendetail namun untuk itu diperlukan kajian yang lebih mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek pendukung. Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010 91

DAFTAR PUSTAKA Muller, Kal. 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books Soejono, R.P. 1963 : Prehistori Irian Barat dalam Penduduk Irian Barat. (Koentjaraningrat dan H.W. Bachtiar ed.) Jakarta : Penerbitan Universitas. Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius Suroto, Hari. 2010. Prasejarah Papua. Denpasar: Udayana University Press. Tim Penelitian, 2010. Laporan Penelitian Arkeologi Prasejarah di Pulau Misool Kebupaten Raja Ampat. Jayapura: Balai Arkeologi Jayapura. 92 Papua Vol. 2 No. 2 / November 2010