BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 28 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/706/KPTS/013/2012 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 052 TAHUN 2015 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lem

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 17 TAHUN 2017

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 49 TAHUN 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2014

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN PEGAWAI BADAN SAR NASIONAL

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Und

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Transkripsi:

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUNGKAPAN DUGAAN PELANGGARAN APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan; b. bahwa pelaporan dari masyarakat dan Aparatur Sipil Negara atas terjadinya dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran merupakan bentuk pengawasan untuk mendorong terwujudnya asas-asas umum pemerintahan yang baik; c. bahwa diperlukan penanganan dan tindakan yang tepat, cepat dan bertanggungjawab atas laporan masyarakat dan Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasakan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengungkapan Dugaan Pelanggaran Aparatur Sipil Negara dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4890); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUNGKAPAN DUGAAN PELANGGARAN APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat. 6. Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi. 7. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kode etik, dan/atau asas-asas pemerintahan yang baik di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 8. Korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 9. Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan negara. 10. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 11. Pelanggaran Terhadap Asas Pemerintahan Negara Yang Baik adalah pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. 12. Pelanggaran Terhadap Pedoman Kode Etik adalah pelanggaran terhadap norma yang harus ditaati oleh seluruh pegawai dalam menjalankan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya secara pribadi maupun organisasi. 13. Penyalahgunaan Wewenang Atau Jabatan Untuk Kepentingan Pribadi Dan/Atau Golongan adalah tindakan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki oleh Aparatur Sipil Negara untuk kepentingan pribadi dan/atau kepentingan golongan tertentu. 14. Pelanggaran Terhadap Prinsip Standar Akuntansi Pemerintahan Yang Berlaku adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah, dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara. 15. Pelanggaran Terhadap Standar Pelayanan adalah pelanggaran terhadap ketentuan standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang. 16. whistleblower adalah Aparatur Sipil Negara atau masyarakat yang melapor adanya dugaan pelanggaran. 17. Pengaduan adalah informasi yang disampaikan olehwhistleblower sehubungan dengan adanya pelanggaran.

18. Unit Pengelola Pengaduan yang selanjutnya disingkat UPP adalah unit yang bertugas mengelola Pengaduan yang disampaikan oleh Pelapor. 19. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 20. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. BAB II JENIS PELANGGARAN Pasal 2 Pelanggaran yang dapat dilaporkan oleh Whistleblower meliputi : a. korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); b. pelanggaran terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik; c. pelanggaran terhadap kode etik; d. penyalahgunaan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan; e. penyelenggaraan terhadap prinsip standar akutansi pemerintah yang berlaku; dan/atau f. pelanggaran terhadap standar pelayanan. BAB III HAK-HAK WHISTLEBLOWER Pasal 3 Hak-hak Whistleblower, antara lain : a. memberikan keterangan tanpa tekanan; b. mendapatkan pendampingan; c. bebas dari pertanyaan yang mengintimidasi; d. mendapatkan informasi mengenai perkembangan pelaporan; e. mendapatkan nasihat hukum; dan f. mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV KELEMBAGAAN DAN TUGAS UNIT PELAYANAN PENGADUAN Bagian Kesatu Kelembagaan Pasal 4 (1) Kelembagaan UPP meliputi: a. UPP Tingkat Perangkat Daerah; dan b. UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (2) UPP Tingkat Perangkat Daerah dibentuk di setiap perangkat daerah dengan Keputusan Kepala Perangkat Daerah.

(3) UPP Tingkat Pemerintah Daerah dibentuk dengan Keputusan Gubernur. Pasal 5 (1) Susunan organisasi UPP Tingkat Perangkat Daerah sebagai berikut: a. Penanggung Jawab : Kepala Perangkat Daerah; b. Ketua : Sekretaris/Kepala Bagian Tata Usaha/Bagian umum; dan c. Anggota : Pejabat Eselon III dan IV yang dinilai berintegritas. (2) Susunan organisasi UPP Tingkat Pemerintah Daerah sebagai berikut : a. Pengarah : Gubernur b. Ketua : Sekretaris Daerah c. Sekretaris : Inspektur d. Anggota teridiri dari: 1. Para Asisten Sekretariat Daerah; 2. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; 3. Kepala Badan Kepegawaian Daerah; 4. Kepala Biro Hukum; 5. Kepala Biro Organisasi; e. Sekretariat terdiri dari: 1. unsur Inspektorat; 2. unsur Badan Kepegawaian Daerah; 3. unsur Biro Hukum. (3) Sekretariat UPP Tingkat Pemerintah Daerah berkedudukan di Inspektorat Provinsi. Bagian Kedua Tugas Pasal 6 (1) Tugas UPP Tingkat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut : a. melakukan pengelolaan pengaduan dengan tahapan sebagai berikut: 1. menerima dan mengadministrasikan pengaduan; 2. menganalisis pengaduan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu pengaduan ditindaklanjuti kepenanganan; 3. melakukan penanganan pengaduan dan memberikan saran/rekomendasi akhir kepada Kepala Perangkat Daerah; dan 4. memberikan perlindungan kepada Whistleblower, dengan cara menjaga kerahasiaan identitas Whistleblower kecuali untuk keperluan pemeriksaan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Kepala Perangkat Daerah. b. UPP dengan pertimbangan tertentu dapat melimpahkan tindak lanjut penyelesaian pengaduan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah melalui Sekretariat Pengaduan di Inspektorat. c. pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa: 1. benturan kepentingan; 2. keterbatasan kewenangan penanganan pengaduan; dan

3. pendalaman pemeriksaan. (2) Tugas UPP Tingkat Pemerintah Daerah adalah mengelola pelimpahan pengaduan dari UPP Tingkat Perangkat Daerah dengan tahapan sebagai berikut: 1. menerima pelimpahan UPP Tingkat Perangkat Daerah dan mengadministrasikan pelimpahan pengaduan; 2. berkoordinasi dengan UPP Tingkat Perangkat Daerah sebagai pihak yang memberikan pelimpahan; 3. menganalisis pengaduan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu pengaduan ditindaklanjuti ke pemeriksaan; 4. melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada Gubernur; 5. mempublikasikan hasil pengelolaan pengaduan di Pemerintah Daerah antara lain melalui Forum Resmi Gelar Pengawasan Daerah; dan 6. memberikan perlindungan kepada Whistleblower, dengan cara menjaga kerahasiaan identitas Whistleblower kecuali untuk keperluan pemeriksaan. BAB V MEKANISME PENGADUAN Pasal 7 Laporan Pengaduan dapat disampaikan dengan cara: a. langsung melalui UPP; b. tidak langsung melalui : 1. surat; 2. faksimile; 3. telepon/sms; 4. kotak pengaduan; dan/atau 5. surat elektronik (email) dan sejenisnya; c. Sarana pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf b disediakan oleh UPP Tingkat Perangkat Daerah atau UPP Tingkat Pemerintah Daerah. Pasal 8 (1) Laporan Pengaduan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dapat dilakukan melalui UPP Tingkat Perangkat Daerah atau UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (2) Laporan Pengaduan kepada UPP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. disampaikan kepada UPP Tingkat Perangkat Daerah dalam hal materi laporan pengaduan terkait dengan tugas dan fungsi Perangkat Daerah; atau b. disampaikan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah dalam hal materi laporan Pengaduan tidak terkait dengan tugas dan fungsi Perangkat Daerah. (3) Laporan pengaduan ke UPP Tingkat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditembuskan ke Sekretariat UPP Tingkat Pemerintah Daerah.

(4) Laporan pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikelola oleh UPP Tingkat Perangkat Daerah sesuai dengan kewenangannya. BAB VI PENGELOLAAN PENGADAUAN Pasal 9 (1) Pengelolaan Pengaduan oleh UPP Tingkat Perangkat Daerah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Registrasi: 1. Setiap Whistleblower yang menyampaikan laporan Pengaduan diberikan nomor register; 2. Nomor register Whistleblower digunakan sebagai identitas Whistleblower dalam melakukan komunikasi antara pihak Whistleblower dengan UPP Tingkat Perangkat Daerah. b. UPP Tingkat Perangkat Daerah melakukan verifikasi atas materi pengaduan sebagai berikut: 1. dalam hal materi laporan pengaduan sesuai dengan kewenangannya maka dilakukan kajian/analisis; 2. dalam hal materi laporan Pengaduan bukan kewenangannya maka laporan pengaduan diteruskan ke Perangkat Daerah lain yang terkait atau ke UPP Tingkat Pemerintah Daerah; 3. dalam hal materi laporan pengaduan bersifat sumir/tidak jelas maka UPP Tingkat Perangkat Daerah: a. meminta informasi tambahan kepada Whistleblower, jika identitasnya jelas; atau b. tidak menindaklanjuti laporan pengaduan, jika identitas Pelapor (whistleblower) tidak jelas/tidak ada, pejabat/pegawai yang diduga melanggar tidak jelas, materi pelanggaran tidak jelas dan/atau pejabat/pegawai yang dilaporkan telah meninggal. 4. Dalam hal materi laporan tidak sesuai dengan kewenangan Perangkat Daerah yang dilaporkan, perangkat Daerah yang bersangkutan wajib memberikan informasi kepada pelapor. 5. kajian/analisis sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka (1) memuat hal-hal sebagai berikut: a. dugaan kasus; b. unit kerja terkait; c. pokok permasalahan/materi pengaduan; d. ketentuan yang dilanggar; dan e. kesimpulan. 6. Setelah dilaksanakan registrasi dan verifikasi, UPP Tingkat Perangkat Daerah memberikan rekomendasi awal berupa: a. pengumpulan bahan dan keterangan (surveillance); b. penanganan dan/atau pemeriksaan; dan/atau c. tindaklanjut dilakukannya audit investigasi atau pemeriksaan khusus oleh UPP Tingkat Pemerintah Daerah apabila penanganan pengaduan akan dilimpahkan. 7. Dalam hal penanganan pengaduan tidak dilimpahkan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah, maka UPP Tingkat Perangkat Daerah melakukan penanganan pengaduan untuk

kemudian memberikan rekomendasi akhir kepada Kepala Perangkat Daerah. (2) Pengelolaan Pengaduan oleh UPP Tingkat Pemerintah Daerah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Registrasi: 1. Setiap Whistleblower yang menyampaikan laporan Pengaduan diberikan nomor register; 2. Nomor register Whistleblower digunakan sebagai identitas Whistleblower dalam melakukan komunikasi antara pihak Whistleblower dengan UPP Tingkat Pemerintah Daerah. b. UPP Tingkat Pemerintah Daerah melakukan verifikasi atas materi pengaduan sebagai berikut: 1. dalam hal materi laporan pengaduan sesuai dengan kewenangannya maka dilakukan kajian/analisis; 2. dalam hal materi laporan Pengaduan bukan kewenangannya maka laporan pengaduan diteruskan ke UPP Perangkat Daerah lain yang terkait; 3. dalam hal materi laporan pengaduan bersifat sumir/tidak jelas maka UPP Tingkat Pemerintah Daerah akan: a. meminta informasi tambahan kepada Whistleblower, jika identitasnya jelas; atau b. tidak menindaklanjuti laporan pengaduan, jika identitas Pelapor (whistleblower) tidak jelas/tidak ada, pejabat/pegawai yang diduga melanggar tidak jelas, materi pelanggaran tidak jelas dan/atau pejabat/pegawai yang dilaporkan telah meninggal. 4. Dalam hal materi laporan tidak sesuai dengan kewenangannya UPP Tingkat Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada pelapor. 5. kajian/analisis sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka (1) memuat hal-hal sebagai berikut: a. dugaan kasus; b. unit kerja terkait; c. pokok permasalahan/materi pengaduan; d. ketentuan yang dilanggar; dan e. kesimpulan. 6. Setelah dilaksanakan registrasi dan verifikasi, UPP Tingkat Pemerintah Daerah memberikan rekomendasi awal kepada Tim Penanganan Pengaduan berupa : a. pengumpulan bahan dan keterangan (surveillance); b. penanganan dan/atau pemeriksaan; dan/atau c. tindaklanjut dilakukannya audit investigasi atau pemeriksaan khusus oleh UPP Tingkat Pemerintah Daerah apabila penanganan pengaduan akan dilimpahkan. (3) UPP Tingkat Pemerintah Daerah berhak melakukan Audit Investigasi atau Pemeriksaan Khusus dengan mekanisme sebagai berikut : a. setelah mendapatkan rekomendasi UPP Tingkat Perangkat Daerah, UPP Tingkat Pemerintah Daerah melakukan audit investigasi atau pemeriksaan khusus terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat/pegawai Perangkat Daerah;

b. hasil audit atau pemeriksaan khusus dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan; c. laporan Hasil Pemeriksaan menjadi dasar penjatuhan hukuman kepada pegawai/pejabat yang terbukti bersalah melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku; d. memberikan rekomendasi kepada Gubernur atas laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c berupa : 1. penjatuhan hukuman disiplin; dan/atau 2. pengembalian kerugian negara. (4) Dalam hal Whistleblower meminta penjelasan mengenai perkembangan dan/atau tindak lanjut atas laporan pengaduan yang disampaikan, Whistleblower dapat menghubungi UPP Tingkat Perangkat Daerah maupun UPP Tingkat Pemerintah Daerah. BAB VII MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 10 (1) UPP Tingkat Pemerintah Daerah melakukan monitoring dan evaluasi tindak lanjut penyelesaian penanganan laporan pengaduan yang dilakukan oleh UPP Tingkat Perangkat Daerah. (2) UPP Tingkat Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem monitoring secara periodik atas pelaksanaan penanganan laporan pengaduan di masing-masing UPP Tingkat Perangkat Daerah. (3) UPP Tingkat Perangkat Daerah menyampaikan laporan atas pelaksanaan penanganan laporan pengaduan yang ditanganinya secara berjenjang setiap 4 (empat) bulan sekali kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (4) UPP Tingkat Pemerintah Daerah menyampaikan laporan atas pelaksanaan penanganan laporan pengaduan yang ditanganinya dan pelaksanaan penanganan laporan pengaduan yang ditangani UPP Tingkat Perangkat Daerah kepada Gubernur setiap 6 (enam) bulan sekali. BAB VIII PENGHARGAAN Pasal 11 (1) Whistleblower yang telah berjasa mengungkap dugaan Pelanggaran berhak mendapat penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa piagam atau bentuk lain.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal 22 Mei 2017 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, ttd Diundangkan di Mataram pada tanggal 22 Mei 2017 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, H. M. ZAINUL MAJDI ttd. H. ROSIADY HUSAENIE SAYUTI BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2017 NOMOR Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, ttd H. RUSLAN ABDUL GANI NIP. 19651231 199303 1 135