3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono, 1997). Ternak itik (Anas plathyrhynchos) memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani baik dari produksi telur maupun dari produksi daging. Itik adalah ternak unggas penghasil daging dan telur (Brahmantiyo et al., 2003). Itik lokal merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia, termasuk spesies itik Indian Runner yang sangat terkenal sebagai penghasil telur. Strain dari itik Indian Runner itu sendiri ada berbagai macam dan diberi nama sesuai dengan tempat perkembangannya seperti itik Tegal, itik Magelang, itik Mojosari, dan itik Alabio yang memiliki produktivitas yang berbeda-beda (Suprijatna et al., 2005). Itik merupakan unggas penghasil telur, daging dan juga bulu. Itik dapat hidup dan berkembang biak dengan pakan yang sederhana sesuai dengan potensi wilayah. Perkembangbiakan itik tergantung pada kemampuan reproduksinya. Itik lokal dibutuhkan untuk menjaga keberadaan plasma nutfah yang telah beradaptasi dan sebagai sumber pembibitan dan penelitian untuk masa yang akan datang (Jayasamudra dan Cahyono, 2005).
4 2.2. Itik Magelang Itik Magelang merupakan salah satu plasma nutfah unggas air unggulan Jawa Tengah yang perlu dibudidayakan. Melalui SK Menteri Pertanian No. 701/Kpts/PD.410/2/2013, itik Magelang ditetapkan sebagai rumpun itik lokal Indonesia yang telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik lokal Indonesia (Kementrian Pertanian, 2013). Wilayah sebaran itik Magelang berada di Magelang dan meluas hingga Kabupaten Magelang, Kabupaten Semarang, Surakarta dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (a) (b) Ilustrasi 1. (a) Itik Magelang Jantan, (b) Itik Magelang Betina Itik Magelang umumnya mempunyai warna bulu kecokelatan dan variasi cokelat muda hingga cokelat tua atau kehitaman, dan sering kali dijumpai juga
5 warna total hitam, serta memiliki tanda khas, yaitu pada lehernya terdapat warna putih melingkar seperti kalung (Agus, 2002). Itik jantan umumnya memiliki bentuk badan langsing, jika berdiri dan berjalan sikap tegap, tegak lurus dengan tanah (Arifah et al., 2013). Paruh dari itik Magelang umumnya berwarna hitam panjang dan melebar pada bagian ujungnya. Itik betina bentuk kakinya pendek, badannya tegak lurus dan berwarna hitam paruhnya serta dominasi warna bulu di badan berwarna cokelat (Supriyadi, 2009). Itik Magelang merupakan salah satu spesies unggas air yang menghasilkan telur. Puncak produksi telur umumnya dicapai pada akhir bulan ke-2 produksi dan bertahan selama 3-4 bulan, selanjutnya produksi akan berangsur-angsur turun selama 4-5 bulan dan berhenti berproduksi bila memasuki masa rontok bulu. Periode rontok bulu ini dapat terjadi lebih cepat bila ke-7 faktor yang mempengaruhi periode bertelur tidak dapat dikendalikan (Supriyadi, 2009). Produktivitas telurnya dapat mencapai 200-230 butir/ekor/tahun, sedangkan pada itik alabio mencapai 220-250 butir/ekor/tahun (Pamungkas et al., 2013). 2.3. Bobot Induk Faktor yang menentukan keberhasilan penetasan telur itik antara lain bobot induk, kualitas telur, bobot telur, indeks telur, fertlitas dan daya tetas. Bobot jantan dan betina pada itik Magelang umumnya hampir sama dengan itik lokal lainnya. Pada jantan, bobot badan ketika berumur 20 minggu 1,6 kg dan ketika berumur 40 minggu 1,8 kg sedangkan pada betina, ketika berumur 20 minggu 1,4 kg dan ketika
6 berumur 40 minggu 1,6 kg (Supriyadi, 2009). Bobot induk berkorelasi positif dengan bobot telur (Applegate et al., 1998). Salah satu cara memilih bibit yang baik adalah dengan melihat aspek fenotip dari seleksi bobot badan itik. Perbedaan bobot badan induk berpengaruh pada bobot telur yang dihasilkan, sehingga semakin beragam bobot induk yang berada pada satu kelompok, makin seragam juga bobot telur yang dihasilkan (Prasetyo, 2006). Semakin besar bobot badan itik biasanya akan menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih besar dari itik yang bobot badannya lebih ringan (Sopiyana et al., 2011). Berat telur sangat dipengaruhi oleh ukuran telur, semakin besar telur maka akan semakin berat bobot telurnya (Muhammad et al., 2014). Perbandingan jantan dan betina perlu diperhatikan untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi. Untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi pada itik, dianjurkan agar 6 ekor itik betina dapat dikawini oleh 1 ekor pejantan. Jika jumlah betina terlalu banyak, maka banyak telur yang tidak terbuahi atau infertil sehingga tidak bisa digunakan sebagai telur tetas (Rasyaf, 1990). 2.4. Fertilitas Fertilitas adalah persentase jumlah telur yang fertil dari seluruh telur yang dihasilkan dari induk dalam suatu penetasan. Persentase fertilitas untuk unggas jenis itik adalah 85-95% (Suprijatna et al., 2005), sedangkan pada itik Mojosari fertilitasnya sebesar 72-83,33% (Pamungkas et al., 2013). Telur yang dapat ditetaskan (fertil) dapat diketahui dengan cara peneropongan (candling), yang dilakukan 16-24 jam setelah telur dimasukkan ke dalam mesin tetas ditandai
7 dengan adanya bulatan berbentuk gumpalan yang terlihat saat peneropongan (Supriyadi, 2009). Faktor-faktor penentu fertilitas adalah: sex ratio, umur ternak, jarak waktu kawin sampai bertelur, pakan dan musim (Suprijatna et al., 2005). Kesuburan telur juga penentu dari fertilitas, faktor yang mempengaruhi kesuburan telur tetas adalah sperma, jenis makanan yang diberikan pada bibit, musim, waktu perkawinan dan hormon (Sarwono, 1995). Bobot badan induk berpengaruh terhadap tingkah laku itik, terutama pada tingkah laku perkawinan. Pada bobot induk yang berat, penempatan dan pengelompokkan antara jantan dan betina harus seimbang (Black, 2005). Bobot tubuh ternak sangat berpengaruh terhadap aktivitas ternak di dalam kandang, termasuk dalam pembuahan antara jantan dan betina yang semakin berat semakin terbatas (Tomlison et al., 1999). Sex ratio merupakan perbandingan jantan dan betina yang berada pada satu kelompok diharapkan dapat membuahi betinanya sehingga telur yang dihasilkan dapat menetas atau fertil (Prasetyo, 2006). Perbandingan jantan dan betina perlu diperhatikan untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi (Rasyaf, 1990). Untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi pada itik, dianjurkan agar 6 ekor itik betina dapat dikawini oleh 1 ekor pejantan. Jika jumlah betina terlalu banyak, maka banyak telur yang tidak terbuahi atau infertil. Akibatnya, telur-telur tersebut tidak bisa digunakan sebagai telur tetas. Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas. Pakan induk yang kekurangan vitamin E akan menyebabkan rendahnya fertilitas.
8 Pembentukan embrio sangat ditentukan oleh keadaan nutrisi. Jumlah embrio yang mati dapat meningkat karena defisiensi vitamin dan mineral terutama riboflavin dan mangan sehingga daya tetas menjadi rendah (North dan Bell, 1990). Vitamin E mampu mempertahankan dari kerusakan spermatogenesis pada ternak jantan dan menjaga zigot pada ternak betina, dengan demikian diharapkan akan dapat memberikan peningkatan kualitas terhadap fertilitas telur yang dihasilkan. Fertilisasi merupakan berhasilnya satu spermatozoa bertemu dengan sel telur, yang kemudian kedua sel tersebut akan berkembang menjadi suatu embrio (Pratiwi et al., 2013). Telur tetas umur satu hari memiliki fertilitas yang lebih tinggi karena telurtelur tersebut masih dalam kondisi segar dan memiliki pori-pori kerabang yang lebih kecil dibandingkan dengan pori-pori kerabang telur tetas yang lebih lama disimpan. Semakin lama telur tetas disimpan maka pori-pori kulit telur akan semakin lebar sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang mengakibatkan kualitas telur tetas semakin menurun dan semakin lama telur disimpan, akan terjadi penurunan bobot telur karena penguapan karbondioksida yang menyebabkan serabut protein yang membentuk jala (ovomucin) akan rusak dan pecah sehingga terjadi kenaikan ph (Rasyaf, 1990). Telur yang telah dimasuki oleh bakteri berkemungkinan gagal menetas, busuk dan pecah saat di mesin tetas (Zakaria, 2010). Syarat telur tetas itik yang baik yaitu memiliki berat telur 60-70 g, bentuknya oval, kulit telur yang bersih, rongga udara terlihat di bagian tumpul, usia telur tidak lebih dari 5 hari, rasio induk jantan tidak boleh lebih dari 1:8, umur induk jantan
9 tidak boleh kurang dari 12 bulan dan telur tidak retak atau berbau busuk (Pamungkas et al., 2013). 2.5. Daya tetas Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang dapat menetas dari jumlah telur yang fertil (Suprijatna et al., 2005). Daya tetas itik lokal di Jawa Tengah berkisar antara 70-80% (Dewanti et al., 2014), sedangkan pada itik mojosari sebesar 68-75% (Pamungkas et al., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerabang, warna kerabang dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembaban dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang digunakan sebagai bibit (Sa diah et al., 2015). Semakin besar bobot badan itik biasanya akan menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih besar dari itik yang bobot badannya lebih ringan (Sopiyana et al., 2011). Berat telur sangat dipengaruhi oleh ukuran telur. Semakin besar telur maka akan semakin berat bobot telurnya (Muhammad et al., 2014). Bobot telur mempengaruhi tingginya daya tetas dan bobot tetas (Hafsah et al., 2008). Lama waktu penyimpanan sangat mempengaruhi kualitas telur untuk ditetaskan. Telur yang akan ditetaskan tidak boleh disimpan lebih dari 7 hari atau satu minggu (King ori, 2011). Telur tetas yang baik untuk ditetaskan adalah telur tetas kurang dari satu minggu dan idealnya 4-5 hari (Nazirah, 2014). Bertambahnya umur telur tetas menyebabkan penguapan cairan dan gas dari dalam
10 telur lebih banyak. Telur yang lebih lama disimpan mengakibatkan hilangnya cairan yang lebih banyak. Fungsi cairan di dalam telur yaitu melarutkan zat-zat nutrisi dalam telur dimana zat-zat tersebut digunakan untuk makanan embrio selama berada di dalam telur. Selain membutuhkan zat nutrisi, embrio juga membutuhkan gas dari dalam telur seperti oksigen untuk bernafas. Jika penguapan gas dari dalam telur semakin banyak maka akan menghambat perkembangan embrio bahkan mengakibatkan kematian embrio. 2.6. Bobot tetas Bobot tetas merupakan bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan anak unggas yang menetas setelah 24 jam atau bulu anak unggas tersebut kering (Lestari et al., 2013). Ukuran telur yang digunakan untuk penetasan sangat penting karena mempunyai korelasi yang tinggi antara ukuran telur yang ditetaskan dengan ukuran day old duck (DOD) yang dihasilkan. Bobot induk berkorelasi terhadap bobot telur (Applegate et al., 1998) dan bobot tetas. Induk yang bobotnya tinggi akan menghasilkan telur dengan bobot yang berat dan bobot telur yang berat akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi. Bobot telur dapat digunakan sebagai indikator bobot tetas. Bobot telur yang lebih tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Telur yang bobotnya kecil akan menghasilkan bobot DOD yang kecil juga, karena bobot tetas dipengaruhi oleh penyimpanan telur, faktor genetik, umur induk, kebersihan telur, dan ukuran telur (Lestari et al., 2013). Haryanto (2004) melaporkan bahwa bobot tetas itik Magelang 41,716 g dan itik Tegal sebesar 38,350 g. Hasil penelitian
11 Prasetyo et al. (2004) menunjukkan rata-rata bobot tetas itik Alabio jantan dan betina masing-masing 43,0 g dan 42,7 g, sedangkan rata-rata bobot tetas itik Mojosari jantan dan betina masing-masing 44,1 g dan 44,8 g.