BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru berkembang di Indonesia. Pasar modal adalah suatu situasi dimana para penjual dan pembeli dapat melakukan negosiasi terhadap pertukaran suatu komoditas atau kelompok komoditas, dan komoditas yang dipertukarkan disini adalah modal, dimana modal adalah sesuatu yang digunakan oleh perusahaan sebagai sumber dana untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Untuk masuk dan berinvestasi di pasar modal, investor membutuhkan suatu informasi yang menjelaskan kinerja suatu perusahaan saat ini dan dimasa lalu. Informasi ini diungkapkan perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. Menurut IAI tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan, serta perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, laporan yang berkualitas yang terbebas dari rekayasa dan mengungkapkan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya menjadi kepentingan banyak pihak. Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan seperti pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak lainnya. Namun, informasi yang disediakan manajemen ini tidak selamanya akurat. Manajer selaku pengelola perusahaan terkadang melakukan intervensi didalam pelaporan tersebut atas insentif tertentu. Manajer melakukan penyesuaian pada laporan keuangan agar laporan tampak lebih baik sehingga muncul presepsi publik yang positif tentang kinerja perusahaan yang akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Tindakan intervensi inilah yang dinamakan aktivitas manajemen laba. Adanya peralihan dalam lingkungan bisnis mengakibatkan perusahaan yang dulunya hanya dimiliki satu orang yaitu manajer pemilik (owner manager) sekarang menjadi perusahaan yang kepemilikannya tersebar dengan pemegang saham yang dimiliki oleh berbagai kalangan dan keterampilan operasional dari tim manajemen profesional. Peralihan ini mengakibatkan terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengolaan, dimana kepemilikan berada pada tangan para pemegang saham sedangkan pada pengelolaan berada pada tangan tim manajemen. Penggunaan penilaian dan estimasi akuntansi akrual mengizinkan manajer untuk menggunakan informasi dan pengalaman mereka untuk menambah kegunaan angka akuntansi. Dimana manajer yang bertindak sebagai pengelola perusahaan, tentunya lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemiliknya dan nantinya manajer akan memberikan laporan mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik
perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Namun, beberapa manajer menggunakan kebebasan ini untuk mengubah angka akuntansi terutama laba, untuk keuntungan pribadi, sehingga mengurangi kualitas dan relevansi informasi dan pemilik selaku pemegang saham akan salah menafsirkan kondisi perusahaan tersebut akibat adanya asimetri informasi. Hal ini sering dikenal dengan istilah manajemen laba. Manajemen laba dapat didefenisikan sebagai intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentu laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi. Scott dalam Rahmawati membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political cost (Oportunistic Earning Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari prespektif efficient Earning Management, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan karena manajemen laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana komunikasi antar manajer dengan pihak eksternal perusahaan (Rahmawati, 2008) Tindakan manajemen laba ini telah memunculkan beberapa kasus dalam pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain seperti yang terjadi di
perusahaan-perusahaan ternama di dunia, baik di sektor keuangan maupun non keuangan seperti Polly Peck, BCCL, WordCom di Amerika Serikat, HIH dan One-tel di Australia. Kejadian yang sama juga terjadi di Asia pada tahun 1997, banyaknya perusahaan yang bangkrut memicu terjadinya krisis ekonomi yang diyakini karena kegagalan sistem tata kelola perusahaan, krisis tersebut juga dialami di Indonesia yang menjadikan Corporate Governance sebagai sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, konsultan korporasi, akademis dan regulator (pemerintah) di berbagai dunia. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia mengenai kegagalan mekanisme Good Corporate Governance : Tabel 1.1 Kasus Good Corporate Governance di Indonesia Perusahaan Sinar Mas Group Indomobil Kimia Farma Lippo Bank Kasus Melakukan pelanggaran kegagalan mengumumkan kepada publik informasi material berupa penandatanganan perjanjian penyelesaian dengan krediturnya, tidak mengumumkan laporan keuangan tahunan dan tidak menginformasikan kepada Bapepam mengenai gugutan piutang dagang dalam jumlah yang cukup material Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa tender penawaran saham perusahaan ini mengandung praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan pemegang tender Perusahaan diduga melakukan mark up laporan keuangan, yaitu menggelembungkan laba Rp. 32,668 milyar. Menerbitkan 3 versi laporan keuangan sekaligus yang saling berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan dalam media massa, dilaporkan pada Bapepam, dan kepada manajer perusahaan.
Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep Good Corporate Governance sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committe) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Dengan demikan, penerapan konsep good corporate governance di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2011) menyatakan bahwa tujuan dari corporate governanace adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Penerapan corporate governance secara konsisten yang berprinsip pada keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan pertangungjawaban terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Adanya prinsip good corporate governance tersebut maka diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan mekannisme good corporate governance dan motivasi manajemen laba terhadap
praktik manajemen laba pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan empat mekanisme good corporate governance, yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah keagenan yang telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme good corporate governance tersebut yaitu Proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit. Tiga motivasi manajemen laba yaitu: rencana bonus, perjanjian hutang, biaya politik. Beberapa peneliti mengenai mekanisme good corporate governance yang mempengaruhi manajemen laba telah dilakukan dan ditemukan hasil yang beragam. Penelitian ini mengacu kepada penelitian Dewi pada tahun 2010, namun memiliki beberapa perbedaan yaitu perusahaan dan tahun yang diteliti. Peneliti Dewi meneliti perusahaan manufaktur pada tahun 2006-2008 sedangkan peneliti hanya meneliti perusahaan food and beverage pada tahun 2010-2013. Selain itu dalam penelitian ini ada dua variabel yang berbeda yang digunakan peneliti yaitu proporsi dewan komisaris dan komite audit, ukuran dewan direksi sebagai proksi corporate governance dan variabel bebas yang baru yaitu motivasi manajemen laba yang terdiri dari rencana bonus, perjanjian hutang, biaya politik. Proporsi dewan komisaris independen diangkat dalam penelitian ini karena komisaris independen bertanggungjawab untuk mengawasi kebijakan dan tindakan direksi, dan memberikan nasehat kepada direksi jika diperlukan. Komite audit diangkat dalam penelitian ini karena komite audit yang cukup besar dengan pengetahuan serta pengalamanya berkaitan dengan perusahaan dan keuangannya, diharapkan
dapat mengurangi paraktek manajemen laba. Motivasi manajamen laba diangkat dalam penelitian ini karena manajer termotivasi mengelola laba untuk mencapai target kinerja dan kompensasi bonus, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian utang, dan meminimalkan biaya politik karena intervensi pemerintah dan parlemen. Penelitian Setiawan pada tahun 2009 menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemn laba. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hayati pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian terhadap pengaruh komite audit sebagai salah satu proksi corporate governance juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Mekanisme komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba, ini artinya bahwa keberadaan manajemen audit memberikan kontribusi dalam mengendalikan tindakan manajemen laba (teguh, 2010). Demikian juga menurut Ratika dalam penelitiannya tahun 2012, menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, artinya bahwa keberadaan komite audit tidak mampu mengatasi pengelolaan manajemen laba yang terjadi dalam perusahaan. Setiap penelitian tentang manajemen laba yang telah dilakukan memberikan hasil yang berbeda-beda, sehingga membuktikan bahwa penelitian tentang manajemen laba harus tetap dilakukan agar lebih up date. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang manajemen laba dalam hal ini dikaitkan dengan penerapan mekanisme good corporate governance
sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi pengelolaan manajemen laba oleh pihak manajemen. Atas uraian latar belakang diatas tersebut maka penulis mengangkat masalah manajemen laba untuk menjadi masalah yang akan diteliti pada penelitian ini sehingga judul yang diangkat adalah: Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Food and Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Pada Tahun 2010-2013 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 2. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 4. Apakah komite audit berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 5. Apakah rencana bonus berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba?
6. Apakah perjanjian hutang berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 7. Apakah biaya politik berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba? 8. Apakah proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan institusional, komite audit, rencana bonus, perjanjian hutang, biaya politik berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba? 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, mengacu pada rumusan masalah yang dituangkan dalam pernyataan berikut: 1. Untuk menegetahui pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. 2. Untuk mengetahui pengaruh dewan direksi terhadap manajemen laba. 3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. 4. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap manajemen laba. 5. Untuk mengetahui pengaruh rencana bonus berpengaruh terhadap manajemen laba. 6. Untuk mengetahui pengaruh perjanjian hutang berpengaruh terhadap manajemen laba.
7. Untuk mengetahui pengaruh biaya politik terhadap manajemen laba. 8. Untuk mengetahui pengaruh proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan institusional, komite audit, rencana bonus, perjanjian hutang, biaya politik terhadap manajemen laba. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pengaruh mekanisme good corporate governanace dan motivasi manajemen laba terhadap praktik manajemen laba yang terjadi di dalam perusahaan. 2. Bagi pembaca, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance dan motivasi manajemen laba terhadap praktek manajemen laba yang terjadi di dalam perusahaan. 3. Bagi akademisi, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur-literatur terdahulu mengenai praktik manajemen laba di Indonesia. 4. Bagi peneliti selanjutnya, dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi acuan penelitian terutama penelitian yang berkaitan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.