KARAKTERISTIK LASTON MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI ABU SAWIT

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 1 No.2 Tahun 2009

PENGGUNAAN ABU GAMBUT SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

DURABILITAS LASTON DENGAN FILLER ABU GAMBUT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

KINERJA MARSHALL CAMPURAN LASTON DENGAN AGREGAT BULAT DARI SUNGAI KAMPAR SEBAGAI AGREGAT KASAR

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PENGGUNAAN MIKRO ASBUTON SEBAGAI BAHANPENGIGSI (FILLER) TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT(HRA)

BAB III LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB III LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGARUH PENAMBAHAN KARET SOL PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT (204M)

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB III LANDASAN TEORI

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

PENGGUNAAN ABU BATUBARA HASIL PEMBAKARAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON)

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

KAJIAN EKSPERIMENTAL CAMPURAN HRS-WC DENGAN ASPAL MINYAK DAN PENAMBAHAN ADITIF LATEKS SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

ABSTRAKSI. Kata kunci : filler lumpur lapindo, HRS, laston, parameter uji Marshall, kadar aspal optimum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Transkripsi:

KARAKTERISTIK LASTON MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI ABU SAWIT Leo Sentosa Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Gedung C lantai 2 Kampus Bina Widya, Panam Pekanbaru. email: leo@unri.ac.id. Agus Ika Putra Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Gedung C lantai 2 Kampus Bina Widya, Panam Pekanbaru. Mufriadi Lulusan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Gedung C lantai 2 Kampus Bina Widya, Panam Pekanbaru Abstrak Campuran beraspal umumnya terdiri atas agregat, bahan pengisi (filler), dan aspal sebagai bahan pengikat. Material yang umum digunakan sebagai bahan pengisi adalah semen, pasir, kapur dan abu batu, yang persediaannya terbatas, relatif mahal, dan merupakan bahan yang tidak dapat diperbaharui. Alternatif lain adalah penggunaan abu sawit, yang merupakan limbah industri pengolahan kelapa sawit dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Campuran Laston yang baik adalah campuran yang memiliki stabilitas, fleksibilitas, skid resistance, kedap air, dan durabilitas yang cukup. Untuk mengetahui karakteristik Marshall dan durabilitas Laston dengan bahan pengisi abu sawit, dilakukan pengujian terhadap campuran tersebut dalam skala laboratorium. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian karakteristik standar Marshall dan durabilitas dengan metode perendaman modifikasi Marshall. Sebagai pembanding digunakan bahan pengisi semen portland dengan proporsi 100% abu sawit, 50% abu sawit 50% semen, dan 100% semen. Pengujian berat jenis terhadap bahan pengisi menunjukkan bahwa berat jenis abu sawit (2,270) lebih kecil daripada berat jenis semen (3,027). Pengujian Marshall standar menghasilkan kadar aspal optimum laston dengan bahan pengisi 100% abu sawit (8,20%) lebih tinggi daripada kadar aspal optimum laston dengan bahan pengisi 50% abu sawit - 50% semen (7,55%), serta kadar aspal optimum laston dengan bahan pengisi 100% semen (6,25%). Stabilitas tertinggi berada pada komposisi bahan pengisi 100% semen, yaitu 1265,359 kg dan terendah berada pada bahan pengisi 100% abu sawit, yaitu 976,920 kg. Nilai kelelehan plastis (flow) pada kadar aspal optimum untuk variasi komposisi bahan pengisi 100% semen adalah 3,4 mm, untuk bahan pengisi 50% semen 50% abu sawit adalah 2,8 mm, sedangkan untuk bahan pengisi 100% abu sawit sebesar 3,267 mm. Nilai VIM pada kadar aspal optimum pada komposisi bahan pengisi yaitu untuk bahan pengisi 100% semen sebesar 4,675%, untuk bahan pengisi 50% semen 50% abu sawit adalah 4,082%, dan untuk bahan pengisi 100% abu sawit adalah 3,595%. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penggunaan abu sawit sebagai bahan pengisi pada campuran laston memberikan nilai-nilai parameter Marshall yang memenuhi nilai-nilai yang disyaratkan dalam spesifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga (1989). Indeks keawetan dinyatakan dalam nilai IRS dan Indeks Keawetan Craus dkk. Pengujian laboratorium pada campuran laston dengan bahan pengisi abu sawit memberikan nilai IRS sebesar 88,31% pada perendaman selama 28 hari dan nilai Indeks Keawetan Pertama Craus dkk (r) sebesar 6,44% serta Indeks Keawetan Kedua Craus dkk (a) sebesar 20 %. Jika dibandingkan dengan syarat nilai IRS minimal untuk laston menurut Bina Marga, yaitu 75%, maka nilai IRS laston dengan bahan pengisi abu sawit memenuhi syarat. Kata-kata kunci: Bahan pengisi, abu sawit, laston, parameter Marshall PENDAHULUAN Lapis beton aspal (laston) adalah suatu suatu lapisan permukaan (surface course) pada konstruksi perkerasan lentur. Beton aspal dapat berfungsi sebagai lapisan struktural dan lapisan non-strukutural. Beton aspal yang berfungsi sebagai lapisan struktural adalah lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. Sebagai lapisan non-struktural beton aspal berfungsi sebagai lapisan kedap air dan lapisan aus, atau lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60 49

kendaraan (wearing course). Jenis campuran ini merupakan campuran antara aspal dan agregat dengan gradasi menerus yang dicampur, dihampar lalu dipadatkan dalam keadaan panas. Campuran agregat tersebut terdiri atas agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Material yang umum digunakan sebagai bahan pengisi pada penyusunan campuran perkerasan lentur adalah semen, pasir, kapur, dan abu batu. Persediaan material-material inidi alam sangat terbatas, harganya relatif mahal, serta merupakan material yang tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu perlu ditemukan alternatif pemanfaatan bahan-bahan lain yang lebih ekonomis dan banyak persediaannya. Alternatif pemanfaatan tersebut, antara lain, dengan menggunakan material yang berasal dari limbah industri yang persediaannya relatif banyak serta belum dikelola dengan baik. Sebagai contoh adalah penggunaan abu sawit, yang merupakan limbah industri pengolahan kelapa sawit. Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang banyak menghasilkan minyak kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2000, luas areal perkebunan kelapa sawit Propinsi Riau, berdasarkan data BPS (2001) adalah 1.022.318 ha dengan total produksi sebesar 1.772.333 ton. Besarnya produksi kelapa sawit tersebut belum diikuti dengan pemanfaatan limbah abu sawit secara optimal. Penelitian-penelitian yang memanfaatkan abu sawit sebagai bahan pengisi, antara lain, dilakukan oleh Leo Sentosa (2001) untuk lapisan HRA dan Priyo Pratomo (2001) untuk Lataston. Penelitianpenelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa abu sawit layak digunakan sebagai bahan pengisi. Oleh karena itu pada studi ini dicoba untuk menggunakan abu sawit sebagai bahan pengisi campuran beton aspal. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal pemanfaatan abu sawit sebagai alternatif bahan pengisi untuk perkerasan jalan campuran beton aspal. TINJAUAN PUSTAKA Campuran Beraspal Campuran yang mengandung aspal (bituminous mixture) merupakan suatu campuran antara agregat dan aspal yang diikat menjadi suatu campuran yang solid. Campuran ini biasanya digunakan pada konstruksi perkerasan jalan raya, khususnya pada jenis konstruksi perkerasan lentur. Ada beberapa jenis campuran beraspal yang biasa digunakan pada perkerasan lentur, yaitu campuran yang bergradasi senjang (gap graded), campuran bergradasi menerus (dense graded), dan campuran bergradasi terbuka (open graded). Tujuan pembuatan campuran beraspal adalah untuk mendapatkan suatu hasil akhir campuran yang ekonomis antara agregat dan aspal, dan diharapkan mempunyai jumlah aspal cukup untuk menjamin keawetan campuran, menghasilkan nilai stabilitas yang cukup untuk dapat memikul beban, memiliki kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan pemadatan, serta workabilitas yang cukup untuk memudahkan pengerjaan. (Siswosoebrotho, 1996). Beton aspal Beton aspal adalah suatu campuran yang digunakan untuk membuat suatu lapisan yang terdapat pada konstruksi perkerasan jalan raya. Beton aspal tersebut merupakan campuran aspal keras dan agregat dengan gradasi menerus yang dicampur, lalu dihamparkan, dan dipadatkan dalam 50 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60

kondisi panas pada suhu tertentu (Sukirman, 1993). Beton aspal biasa digunakan sebagai lapis permukaan, yang berfungsi sebagai lapisan konstruksi yang menahan dan menyebarkan beban roda, sebagai lapis kedap air, serta sebagai lapis aus (wearing course). Persyaratan campuran beton aspal harus memenuhi spesifikasi yang ada, seperti yang ada pada Tabel 1 dan Tabel 2 (Bina Marga, 1989). Untuk itu campuran beton aspal harus diuji dengan menggunakan peralatan Marshall. Tabel 1 Persyaratan Campuran Beton Aspal L.L. Berat L.L. Sedang L.L. Ringan Sifat Campuran (2x75 tumb) (2x50 tumb) (2x35 tumb) Min Maks Min Maks Min Maks Stabilitas (kg) 550-450 - 350 - Kelelehan (mm) 2 4 2 4,5 2 5 Marshall Quotient, (Stabilitas/Kelelehan) (kg/mm) 200 350 200 350 200 350 Rongga dalam campuran, VIM (%) 3 5 3 5 3 5 Rongga dalam agregat, VMA (%) Lihat Tabel 2 Indeks Perendaman (%) 75-75 - 75 - Sumber: Bina Marga (1989) Tabel 2 Persentase Minimun Rongga Dalam Agregat Ukuran Maksimum Nominal Agregat Persentase Minimum Rongga Dalam Agregat No. 16 1,18 mm 23,5 No. 8 2,36 mm 21,0 No. 4 4,75 mm 18,0 3/8 inch 9,50 mm 16,0 ½ inch 12,50 mm 15,0 ¾ inch 19,00 mm 14,0 1 inch 25,00 mm 13,0 1 ½ inch 37,50 mm 12,0 2 inch 50,00 mm 11,5 2 ½ inch 63,00 mm 11,0 Sumber: Bina Marga (1989) Bina Marga (1989) menyatakan bahwa agregat campuran untuk beton aspal harus mempunyai gradasi yang menerus dari butiran yang kasar sampai yang halus. Spesifikasi gradasi agregat campuran beton aspal ditunjukkan pada Tabel.3. Karakteristik laston menggunakan bahan pengisi abu sawit (Leo Sentosa, Agus I.Putra, dan Mufriadi) 51

Tabel 3 Batas-Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran No. Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI Gradasi/Tekstur Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Tebal padat (mm) 20 40 25 50 20 40 25 25 40 65 50 75 40 50 20 40 40 65 40 65 40 65 Ukuran saringan % berat yang lolos saringan 1 ½ (38.1 mm) - - - - - 100 - - - - - 1 (25.4 mm) - - - - 100 90 100 - - 100 100 - ¾ (19.1 mm) - 100-100 80 100 82 100 100-80 100 85 100 100 ½ (12.7 mm) 100 75 100 100 80 100-72 90 80 100 100 - - - 3/8 (9.52 mm) 75 100 65 85 80 100 70 90 60 80 - - - 65 85 56 78 74 92 no. 4 (4.76 mm) 35 55 35 55 55 75 50 70 48 65 52 70 54 72 62 80 46 65 36 60 48 70 no. 8 (2.38 mm) 20 35 20 35 35 50 35 50 35 50 40 56 42 58 44 60 34 54 27 47 33 53 no. 30 (0.59 mm) 10 22 10 22 18 29 18 29 19 30 24 36 26 38 28 40 20 35 13 28 15 30 no. 50 (0.27 mm) 6 16 6 16 13 23 13 23 13 23 16 26 18 28 20 30 16 26 9 20 10 20 no. 100 (0.149 mm) 4 12 4 12 8 16 8 16 7 15 10 18 12 20 12 30 10 18 - - no. 200 (0.074 mm) 2 8 2 8 4 10 4 10 1 8 6 12 6 12 6 12 5 10 4 8 4 9 Sumber: Bina Marga (1989) Bahan Pengisi Bahan pengisi (filler) adalah suatu bahan berbutir halus yang lolos saringan No. 30 dengan proporsi berat yang lolos saringan No. 200 minimal 65%. Bahan bahan pengisi dapat berupa abu batu, kapur, semen, atau bahan non-plastis lain (Bina Marga, 1989). Menurut ASTM (1989) bahan pengisi harus terdiri atas material mineral yang dapat dibagi secara halus, seperti abu batu, terak, kapur, semen, abu terbang, atau material mineral lain yang sesuai. Pada saat pemakaian, bahan tersebut harus cukup kering untuk bergerak secara bebas dan bebas dari penggumpalan. Bahan pengisi berasal dari abu batu, terak, dan bahan yang serupa harus bebas dari bahan-bahan organik dan mempunyai nilai indeks plastisitas kurang dari 4. Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu, dan apabila dilakukan pengujian analisis saringan secara basah, harus memenuhi gradasi seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Gradasi Bahan Pengisi Ukuran Saringan Persentase Berat yang lolos No. 30 (0,590 mm) 100 No.50 (0,279 mm) 95 100 No. 100 (0,149 mm) 90 100 No. 200 (0,074 mm) 65 100 Sumber : Bina Marga (1989) Menurut Shahrour and Saloukeh (1992), kualitas dan jumlah bahan pengisi yang digunakan dalam campuran beraspal panas sangat berpengaruh pada kinerja campuran beraspal panas tersebut. Bahan pengisi umumnya menambah kekakuan pada beton aspal. 52 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60

Abu Sawit Abu sawit merupakan salah satu limbah hasil pengolahan kelapa sawit, yang merupakan sisa pembakaran cangkang dan serabut buah kelapa sawit, yang dibakar pada suhu 700 o -800 o C dalam dapur atau tungku pembakaran, yang disebut boiller. Unsur kimia yang dominan pada abu sawit adalah Silika (SiO), sebanyak 31,45%, dan CaO, sebanyak 15,2% (Priyo Pratomo, 2001). Penelitian untuk memanfaatkan abu sawit dalam bidang rekayasa bahan konstruksi telah dilakukan, di mana abu sawit digunakan sebagai bahan tambah dalam desain beton mutu tinggi. Pada penelitian yang dilakukan di laboratorium, dengan mengganti sejumlah semen yang diperlukan dengan abu sawit diperoleh hasil bahwa nilai kuat tekan beton meningkat sebesar 20,92% dan kuat tarik beton meningkat sebesar 8,99%, pada kadar abu sawit 10%, untuk umur beton 56 hari. Penambahan abu sawit dalam desain campuran beton mutu tinggi juga menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 6,41013 * 104 MPa pada kadar abu sawit 10% (Irianti, 1999). Penelitian menggunakan limbah kelapa sawit untuk konstruksi perkerasan juga pernah dilakukan Haryono (2000). Pada penelitian tersebut digunakan limbah pengolahan kelapa sawit yang berupa serat (serabut) dan dijadikan sebagai bahan tambah pada campuran beraspal. Panjang serat yang diselidiki adalah 0,25 cm dan 0,5 cm, dengan kadar serat 0,03% dan 0,05% terhadap berat total campuran. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa terdapat sedikit nilai tambah yang diperoleh dari penambahan serat limbah kelapa sawit pada campuran HRA, atau dengan perkataan lain penggunaan serat sawit sebagai serat tambahan dalam campuran beraspal tidak berpengaruh banyak. Penelitian tentang penggunaan abu sawit dalam campuran beraspal untuk konstruksi jalan juga telah dilakukan oleh Sentosa (2001), untuk campuran beraspal jenis HRA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa campuran HRA yang menggunakan abu sawit memerlukan kadar aspal cukup besar. Dengan kadar aspal optimum 8,37 % terhadap berat total campuran, HRA yang menggunakan abu sawit mempunyai nilai stabilitas Marshall sebesar 1293 kg dan Marshall Quotient sebesar 300,7 kg/mm. Indeks Keawetan (Durability Index) Campuran Beraspal Metode praktis yang sering digunakan untuk mengevaluasi keawetan campuran beraspal adalah dengan melakukan perendaman benda uji dalam air, pada suhu tertentu dan waktu perendaman tertentu. Bina Marga (1989) mensyaratkan pengujian keawetan campuran beraspal dengan merendam benda uji dalam air selama 24 jam dengan suhu 60 o C, kemudian stabilitas benda uji yang direndam dibandingkan dengan stabilitas benda uji yang tidak direndam. Keawetan benda uji dinyatakan dengan Indeks Penurunan Kuat Tekan Sisa (Retained Strength Index) campuran beraspal akibat pengaruh perendaman, yang dirumuskan sebagai berikut: S 2 (IRS) = S1 dengan : S1 = Rata-rata kuat tekan benda uji kelompok I S2 = Rata-rata kuat tekan benda uji kelompok II x 100 % (1) Karakteristik laston menggunakan bahan pengisi abu sawit (Leo Sentosa, Agus I.Putra, dan Mufriadi) 53

Beberapa peneliti melakukan penelitian tingkat keawetan dengan pengujian masa perendaman yang lebih lama. Craus dkk (1981) menyatakan bahwa kriteria perendaman satu hari tidak selalu mencerminkan sifat keawetan campuran setelah beberapa waktu masa perendaman. Pernyataan ini di buktikan oleh Siswosoebrotho dkk (1999), dengan melakukan perendaman selama 30 hari pada jenis campuran HRS Kelas A. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada perendaman sampai 14 hari, nilai stabilitas campuran turun secara bertahap sampai mencapai 90%, dan setelah 14 hari stabilitas campuran turun drastis, hingga mencapai kurang dari 70% pada perendaman 30 hari. Dalam penelitiannya Craus dkk (1981) memperkenalkan 2 macam indeks keawetan, yaitu: (a) Indeks keawetan pertama, yang didefinisikan sebagai jumlah kelandaian-kelandaian secara berurutan pada kurva keawetan. Indeks (r) dihitung berdasarkan rumus: r n 1 = + i= 0 (Si S i+ 1) /(t i 1 t i ) (2) (b) Indeks keawetan kedua, yang didefinisikan sebagai daerah kehilangan kekuatan rata-rata, meliputi antara kurva keawetan dan garis S0 = 100%. Indeks (a) ini dinyatakan sebagai berikut: 1 a = (Si S i+ 1).[2t n (t i+ 1 + t i )] (3) t n dengan: Si Si+1 ti, ti+1 tn = persen kekuatan tertahan pada waktu ti = persen kekuatan tertahan pada waktu ti+1 = periode perendaman = total waktu perendaman METODOLOGI PENELITIAN Pengujian yang dilakukan terhadap campuran adalah pengujian Marshall standar dan pengujian durabilitas campuran, yang menggunakan metode modifikasi pengujian durabilitas Marshall dengan cara menambah masa perendaman. Variasi masa perendaman adalah 1 hari, 4 hari, 7 hari, dan 28 hari dengan suhu perendaman 60 o C. Jenis campuran beraspal yang digunakan adalah laston dengan agregat yang mempunyai gradasi tipe VI menurut Bina Marga. Abu sawit yang digunakan sebagai bahan pengisi berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Perkebunan Nusantara V, yang berkedudukan di Sei Galuh, Kabupaten Kampar. Sebelum digunakan, abu sawit disaring untuk mendapatkan bagian yang lolos saringan No. 200 yang akan digunakan sebagai bahan pengisi. Sebagai pembanding digunakan bahan pengisi semen Portland tipe I, produksi PT Semen Padang. Variasi proporsi bahan pengisi yang digunakan adalah 100% abu sawit, 50% abu sawit-50% semen, dan 100% semen. Agregat yang digunakan berasal dari Sungai Kampar, Bangkinang, Kabupaten Kampar. Aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70 produksi British Petroleum, yang diperoleh dari PT Pech-Tech, yang berkedudukan di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Pengujian terhadap benda uji dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau. 54 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60

Persen Lolos (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 12 9 6 18 14 10 26 21 16 36 30 24 56 48 40 70 61 52 90 81 72 100100 100 95 91 90 0 0.01 0.1 1 10 100 Ukuran Saringan (mm) 82 Batas Bawah Batas Atas Nilai Tengah Gambar 1 Gradasi Agregat yang Digunakan dalam Campuran Beton Aspal HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Aspal Pengujian terhadap aspal dilakukan sesuai dengan standar Bina Marga, dan aspal yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Bina Marga tersebut Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa aspal yang digunakan memenuhi syarat Bina Marga untuk campuran beton aspal. Tabel 5 Hasil Pengujian Aspal No. Jenis Pengujian Spesifikasi Metode Hasil Bina Marga Satuan Pengujian Pengujian Min Maks 1. Penetrasi (25 0 C, 5 detik, 100 gr) PA 0301 76 60 79 0,1 mm 71,75 2. Titik Lembek Aspal PA 0302 76 48 58 0 C 53 3. Kehilangan Berat (163 0 C, 5 jam) PA 0304 76-0,8 % 0,01761 4. Daktilitas (25 0 C, 5 cm/menit) PA 0306 76 100 - cm >114 5. Berat Jenis (25 0 C) PA 0307 76 1 - - 1,0374 6. Penetrasi setelah kehilangan PA 0301 76 54 - % semula 73,57 berat 7. Daktilitas setelah kehilangan PA 0306 76 50 - cm >105 berat Karakteristik laston menggunakan bahan pengisi abu sawit (Leo Sentosa, Agus I.Putra, dan Mufriadi) 55

Hasil Pengujian Agregat Hasil-hasil pengujian fisik terhadap agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil pengujian tersebut juga menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi yang ada. Tabel 6 Hasil Pengujian Agregat Kasar dan Agregat Halus No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Spesifikasi Min Maks Satuan Hasil Pengujian 1. Berat Jenis Agregat Kasar PB 0202 76 - Berat jenis bulk 2,5 - - 2,692 - Berat jenis SSD - - - 2,613 - Berat jenis apparent - - - 2,749 - Berat jenis efektif - - - 2,620 - Penyerapan - 3 % 0,833 2. Pengujian Abrasi Los Angeles PB 0206 76-40 % 31,55 3. Aggregate Impact Value (AIV) BS 812: Part 3: 1975 - <30 % 18,93 4. Berat Jenis Agregat Halus PB 0203 76 - Berat jenis bulk 2,5 - - 2,681 - Berat jenis SSD - - - 2,644 - Berat jenis apparent - - - 2,756 - Berat jenis efektif - - - 2,668 - Penyerapan - 3 % 2,459 Hasil Pengujian Bahan pengisi Bina Marga menyatakan bahwa bahan pengisi adalah bahan berbutir halus yang lolos saringan No. 30, dengan proporsi berat material yang lolos saringan No. 200 minimal 65%. Hasilhasil pengujian terhadap bahan pengisi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil Pengujian Bahan pengisi No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Spesifikasi Min Maks Satuan Hasil Pengujian 1. Berat jenis Semen SNI 15 2531 1991 - - - 3,027 2. Berat jenis Abu Sawit SNI 15 2531 1991 - - - 2,270 Hasil Pengujian Marshall Campuran Laston Kadar aspal optimum campuran ditentukan berdasarkan standar Bina Marga, dengan menggunakan metode pita yang menggunakan 5 parameter Marshall, yaitu stabilitas, kelelehan (flow), VIM, VMA, dan Marshall Quotient (MQ). Kadar aspal optimum tertinggi terjadi pada benda uji dengan komposisi bahan pengisi 100% abu sawit, dan terendah pada benda uji dengan komposisi bahan pengisi 100% semen. Kadar aspal optimum meningkat seiring dengan meningkatnya kadar bahan pengisi abu sawit dalam campuran. Hal ini disebabkan karena berat jenis abu sawit lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis semen, sehingga secara volumetrik 56 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60

dengan berat yang sama, bahan pengisi abu sawit lebih banyak dibandingkan dengan bahan pengisi semen. Dengan demikian dibutuhkan lebih banyak aspal untuk menyelimuti permukaan bahan pengisi abu sawit. Hasil pengujian Marshall terhadap benda-benda uji yang ada ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Pengujian Marshall Sifat Campuran Beton Aspal dengan Bahan Pengisi 100% Semen Beton Aspal dengan Bahan Pengisi 50% Semen-50% Abu Sawit Beton Aspal dengan Bahan Pengisi 100% Abu Sawit Syarat Bina Marga untuk Lalu Intas Berat Kadar Aspal Optimum (%) 6,25 7,55 8,20 - Stabilitas (kg) 1265,359 1174,118 976,92 Min 550 Kelelehan (mm) 3,4 2,8 3,267 4-Feb Marshall Quotient, 372,426 419,775 299,079 200-350 (Stabilitas/Kelelehan) (kg/mm) Rongga dalam campuran, VIM (%) 4,675 4,082 3,595 3-5 Rongga dalam agregat, VMA (%) 18,072 20,074 20,783 Min 13 Rongga Terisi Aspal (%) 74,154 79,671 82,71 - Nilai stabilitas akan cenderung naik dengan bertambahnya kadar aspal, sehingga mencapai puncak pada kadar aspal tertentu, kemudian akan turun kembali dengan meningkatnya kadar aspal. Bina Marga memberi batasan stabilitas minimum untuk campuran beton aspal yang dimaksudkan bagi lalu lintas berat sebesar 550 kg. Stabilitas benda uji dengan berbagai kadar aspal optimum dengan masing-masing variasi komposisi bahan pengisi dapat dilihat pada Gambar 2. Stabilitas tertinggi dicapai oleh benda uji dengan komposisi bahan pengisi 100% semen, yaitu 1265,359 kg dan stabilitas terendah diberikan oleh benda uji dengan bahan pengisi 100% abu sawit, yaitu 976,920 kg. Stabilitas (Kg) 1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 4 5 6 7 8 9 10 Kadar Aspal Poly. (100% Semen) Poly. (50% Semen - 50% Abu Sawit) Poly. (100% Abu Sawit) Stabilitas (Kg) 1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 1265.359 1174.118 976.920 100% Semen 50% - 50% 100% Abu Sawit Variasi Komposisi Bahan Pengisi Gambar 2 Hubungan Stabilitas dengan Kadar aspal untuk berbagai Variasi Bahan Pengisi Kelelehan plastis (flow) umumnya cenderung turun dan kemudian naik kembali dengan pertambahan kadar aspal dalam campuran. Nilai kelelehan plastis benda uji pada kadar aspal optimum untuk berbagai komposisi bahan pengisi adalah 3,4 mm untuk bahan pengisi 100% adalah Karakteristik laston menggunakan bahan pengisi abu sawit (Leo Sentosa, Agus I.Putra, dan Mufriadi) 57

3,4 mm, 2,8 mm untuk bahan pengisi 50% semen-50% abu sawit, dan 3,267 mm untuk bahan pengisi 100% abu sawit, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Rongga dalam campuran (VIM) adalah rongga udara di antara partikel agregat yang diselimuti oleh aspal dalam campuran yang dipadatkan. Bina Marga mensyaratkan campuran beton aspal mempunyai VIM minimum sebesar 3% dan VIM maksimum sebesar 5%. Nilai VIM pada kadar aspal optimum dengan berbagai komposisi bahan pengisi adalah 4,675% benda uji dengan bahan pengisi 100% semen, 4,082% untuk benda uji dengan bahan pengisi 50% semen-50% abu sawit, serta 3,595% untuk benda uji dengan bahan pengisi 100% abu sawit, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai VIM pada beton aspal dengan bahan pengisi abu sawit lebih kecil daripada nilai VIM beton aspal dengan jenis bahan pengisi semen. Hal ini disebabkan karena bahan pengisi abu sawit mempunyai berat jenis yang rendah, sehingga secara volumetrik dengan berat yang sama mempunyai volume lebih banyak dibandingkan dengan bahan pengisi semen, sehingga abu sawit lebih banyak mengisi rongga-rongga dalam campuran. Flow (mm) 3.500 3.400 3.300 3.200 3.100 3.000 2.900 2.800 2.700 3.400 3.267 2.800 100% Semen 50% - 50% 100% Abu Sawit Variasi Komposisi Filler Gambar 3 Hubungan Nilai Flow dengan Kadar Aspal dan Variasi Bahan Pengisi VIM (%) 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 4 5 6 7 8 9 10 Kadar Aspal Poly. (100% Semen) Poly. (50% Semen - 50% Abu Sawit) Poly. (100% Abu Sawit) VIM (%) 5,0 4,8 4,6 4,4 4,2 4,0 3,8 3,6 3,4 4,675 4,082 3,595 100% Semen 50% - 50% 100% Abu Sawit Variasi Komposisi Filler Gambar 4 Hubungan Nilai VIM dengan Kadar Aspal dan Variasi Bahan Pengisi Hasil Pengujian yang disajikan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa penggunaan abu sawit sebagai bahan pengisi pada campuran laston memberikan nilai-nilai parameter Marshall yang memenuhi nilai-nilai yang telah ada dalam spesifikasi yang dikeluarkan Bina Marga (1989). 58 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60

Pengujian Durabilitas Campuran Dengan Metode Perendaman Modifikasi Marshall Ukuran keawetan (durabilitas) pada penelitian ini dinyatakan dengan menggunakan indeks keawetan berdasarkan nilai IRS, yaitu menggunakan persamaan 1, dan indeks keawetan yang dikemukakan oleh Craus dkk (1981), yaitu menggunakan persamaan 2 dan persamaan 3. Indeks Keawetan yang dinyatakan dengan IRS merupakan perbandingan antara nilai stabilitas setelah direndam dengan nilai stabilitas sebelum direndam, dan dinyatakan dalam persen. Pengujian IRS menghasilkan nilai yang terus menurun dengan bertambahnya waktu perendaman, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Indeks keawetan yang dinyatakan dengan IRS memberikan hasil nilai IRS campuran laston dengan bahan pengisi abu sawit memiliki kecendrungan yang sama dengan IRS campuran laston dengan bahan pengisi semen. Pada pengujian dengan perendaman sampai dengan 4 hari, IRS cendrung mengalami penurunan yang cukup tajam dan setelah 4 hari penurunan IRS mulai tidak signifikan. 100 Nilai IRS (%) 95 90 85 80 75 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Masa Perendaman (hari) 100% Abu Sawit 50% Abu Sawit - 50% Semen 100% Semen Gambar 2 Hubungan Nilai IRS dengan Masa Perendaman Keawetan yang diukur dengan menggunan nilai Indeks Keawetan Craus dkk disajikan pada Tabel 3. Pengujian perendaman sampai dengan 28 hari menunjukkan nilai IRS masih di atas batas minimal yang ditetapkan oleh Bina Marga (1989), yaitu sebesar 75%. Dengan kata lain, hasil pengujian laboratorium ini menunjukkan bahwa keawetan laston dengan bahan pengisi abu sawit masih memenuhi syarat. Tabel 3 Hasil Perhitungan Indeks Keawetan Craus dkk Variasi Campuran Indeks Keawetan Pertama (r,%) Indeks Keawetan Kedua (a,%) 100% Abu Sawit 6,44 20,00 50% Abu Sawit-50% Semen 1,79 4,23 100% Semen 0,91 4,69 Karakteristik laston menggunakan bahan pengisi abu sawit (Leo Sentosa, Agus I.Putra, dan Mufriadi) 59

KESIMPULAN Pada studi ini dilakukan penelitian terhadap campuran beton aspal yang menggunakan abu sawit sebagai bahan pengisi. Dari studi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Beton aspal dengan bahan pengisi abu sawit memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi daripada beton aspal yang menggunakan bahan pengisi semen (2) Nilai-nilai stabilitas, kelelehan, VIM, dan MQ campuran laston dengan bahan pengisi abu sawit lebih rendah daripada nilai-nilai stabilitas, kelehan, VIM, dan MQ campuran laston yang menggunakan bahan pengisi semen. Walaupun demikian, campuran laston yang menggunakan bahan pengisi abu sawit secara umum masih memenuhi spesifikasi parameter Marshall menurut standar Bina Marga. (3) Durabiltas campuran beton aspal dengan bahan pengisi abu sawit lebih rendah daripada durabilitas campuran beton aspal dengan bahan pengisi semen, tetapi durabilitas tersebut masih di atas nilai minimum yang disyaratkan oleh Bina Marga. DAFTAR PUSTAKA Siswosoebrotho, B. I. 1994. Peran Filler pada Sifat-sifat Teknik Campuran Hot Rolled Asphalt. Makalah yang disampaikan pada Konferensi Tahunan Teknik Jalan ke-5. Bandung. Siswosoebrotho B. I, Oktarizal, B, dan Syukri. 1999. Pengaruh Air Asin Terhadap Durabilitas Campuran Aspal Beton. Prosiding Simposium ke-2 FSTPT, Surabaya. Direktorat Jenderal Bina Marga. 1989. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya. SNI No. 1737-1989-F, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. British Standard Institution. 1985. Specifications for Constituent Material and Asphalt Mixture. Hot Rolled Asphalt for Roads and Other Paved Areas, BS 594, London. British Standard Institution. 1975. Method for Sampling and Testing of Mineral Aggregates, Sands, and Filler. BS 812, London. Craus, J, Ishai, I, and Sides, A. 1981. Durability of Bituminous Paving Mixtures as Related to Filler Type and Properties. Proceedings of Association of Asphalt Paving Technologists, Technical Sessions, Volume 50, San Diego, CA. Haryono E. 1999. Serat Sawit Sebagai Bahan Tambahan pada Campuran Beraspal Bergradasi Senjang. Tesis Magister STJR-ITB, Bandung. Hatherlay, L.W. And Leaver, P.C. 1967. Asphaltic Road Materials. Edward Arnold (Publisher) LTD, London. Irianti, L. 1999. Pengaruh Abu Sawit Sebagai Bahan Tambahan Dalam Desain Beton Mutu Tinggi. Jurnal Penelitian Rekayasa Sipil dan Perencanaan, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Sentosa Leo. 2001. Kinerja Laboratorium Campuran Hot Rolled Asphalt dengan Abu Sawit Sebagai Filler, Prosiding Simposium ke4 FSTPT, Denpasar. Pratomo, P. 2001. Penggunaan Limbah Abu (Marmer, Terbang, Sawit) Sebagai Bahan Pengisi Pada Campuran Lataston. Prosiding Simposium ke-4 FSTPT, Denpasar. Frazila, R.B. 2000. Pemanfaatan Limbah Sebagai Komponen dan Material Aditif Campuran Beraspal. Prosiding Simposium ke-3 FSTPT, Yogyakarta. 60 Jurnal Transportasi Vol. 5 No. 1 Juni 2005: 49-60