BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan disusun oleh pihak manajemen perusahaan sebagai gambaran atas kinerja mereka selama suatu periode waktu. Selain itu penyampaian laporan keuangan juga diwajibkan bagi perusahaan go public sesuai dengan peraturan No. X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten dan Perusahaan Publik yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Disinilah peran auditor selaku pihak independen untuk memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang diterbitkan. Dalam menggunakan jasa auditor, keputusan perusahaan dalam melakukan auditor switching dapat dilakukan karena beberapa alasan (Pradana, 2014) Salah satu syarat perusahaan yang sudah go publik wajib menerbitkan laporan keuangan ke BEI laporan keuangan tersebut harus diaudit terlebih dahulu oleh auditor independen. Hal itu dapat bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan, serta dapat berguna juga dalam pengambilan keputusan jika memenuhi syarat seperti yang telah ditentukan. Laporan keuangan disusun dan disajikan dalam bentuk neraca, laporan labarugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas. Laporan keuangan tersebut harus dipersiapkan secara periodik untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan terbagi dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Mengingat banyaknya pihak yang 1
berkepentingan terhadap laporan tersebut, maka sebelum laporan keuangan dipublikasikan, laporan keuangan tersebut harus di audit untuk memastikan kewajarannya (Astrini, 2013). Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 mengatur mengenai jasa assurance yang merupakan hak ekslusif bagi Akuntan Publik, yaitu jasa Akuntan Publik yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non keuangan berdasarkan suatu kriteria. Selain mengatur mengenai profesi Akuntan Publik, Undang-Undang ini juga mengatur mengenai Kantor Akuntan Publik ( KAP ) yang merupakan wadah bagi Akuntan Publik dan bentuk usaha KAP yang sesuai dengan profesi Akuntan publik, yaitu independensi dan tanggung jawab professional terhadap hasil pekerjaannya. Independensi dan kompetensi merupakan dasar bagi profesi auditor untuk memberikan penilaian dan pernyataan opini terhadap kewajaran laporan keuangan. Porter et al. (2003) dalam Nasser et al. (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, independensi dapat dibagi menjadi dua yaitu independence in fact dan independence in appearance. Independence in fact berarti auditor berlaku jujur dalam melihat fakta fakta yang ada dan tidak memihak pihak manapun dalam menyatakan pendapat. Independence in appearance berarti auditor harus memberikan kesan pada orang lain bahwa auditor bekerja secara independen dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan. Dalam realita nya laporan keuangan yang yang dipublikasikan dan telah di audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak seluruhnya dipublikasikan dengan 2
laporan keuangan yang sesuai, dimana dilakukannya overstatement atas aset aset dan pendapatan dalam laporan laba rugi dan neraca oleh sebab itu dibutuhkan independensi auditor dalam melaksanakan audit. Adanya pergantian Kantor Akuntan Publik (KAP) dilatarbelakangi oleh runtuhnya KAP Arthur Anderson di Amerika Serikat pada tahun 2001, sebagai salah satu KAP besar yang masuk dalam jajaran lima KAP terbesar di dunia atau Big 5 Suparlan dan Andayani (2010). KAP Arthur Anderson terlibat kecurangan dengan kliennya Enron sehingga hilangnya tingkat independensinya. Hal ini membuat para pemangku kepentingan di Amerika menetapkan The Sarbanas Oxley Act (SOX) pada tahun 2002.Di Indonesia kasus atas PT. Inovasi Infracom Tbk (INVS) mengganti KAP dimana sebelumnya KAP Jamaludin, Ardi, Sukimto dan rekan pada audit laporan keuangan 2013 diganti dengan KAP Kreston International (Hendrawinata, Eddy Siddharta, Tanzil dan rekan) hal ini terjadi dikarenakan banyak ditemukan kesalahan laporan keuangan perusahaan kuartal III-2014. Fenomena pergantian auditor juga terjadi pada PT. Eureka Prima Jakarta (LCGP) dalam periode penelitian 2012, 2013 dan 2014 LCGP terdapat penggantian KAP secara berturut dan diperkuat dengan delay nya hasil laporan independen. Auditor switching adalah pergantian KAP maupun auditor yang dilakukan oleh perusahaan. Auditor switching dapat bersifat mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela). Auditor switching yang bersifat mandatory (wajib) terjadi karena melaksanakan kewajiban dari ketentuan regulasi yang berlaku. Sedangkan voluntary auditor switching terjadi karena suatu alasan atau terdapat faktor-faktor 3
tertentu dari pihak perusahaan klien maupun dari KAP yang bersangkutan di luar ketentuan regulasi yang berlaku. Pergantian auditor ini bertujuan untuk menjaga independensi dari auditor agar tetap bersikap objektif dalam melakukan tugasnya sebagai auditor (Pawitri dan Yadnyana, 2015) Seorang auditor dituntut harus bersikap obyektif dalam menilai keandalan suatu laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan hanya dapat mengandalkan informasi di laporan keuangan ketika laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh seorang auditor independen (Chadegani et al, 2011) Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan regulasi mengenai pergantian auditor berkala secara wajib. Pemerintah telah mengatur kewajiban pergantian auditor tersebut dalam Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik yang merupakan pengaturan yang lebih lanjut dari Undang-Undang No.5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Terkait pergantian auditor secara wajib tersebut, Pasal 11 ayat (1) PP No. 20 tahun 2011 menjelaskan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan historis terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan Publik dibatasi pa.ling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut. Selanjutnya, Pasal 11 ayat (3) PP No.20 tahun 2011 tersebut menjelaskan bahwa pembatasan pemberian jasa audit atas laporan keuangan historis tersebut. Dengan ada nya peraturan baru di 2015 ini diyakini akan kembali menyuburkan kehadiran kantor akuntan publik karena tidak ada lagi batas waktu untuk melakukan audit terhadap perusahaan tertentu. PP No.20 tahun 2015 ini memberikan keutungan tersendiri bagi KAP dalam mempertahankan klien yang menggunakan jasanya dalam audit atas laporan 4
keuangan historis. Berbeda dari PMK No.17 tahun 2008 yang memberikan batasan paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dilakukan oleh KAP yang sama, dalam PP No.20 tahun 2015 tidak diatur batasan paling lama periode perikatan audit atas laporan keuangan historis antara entitas dengan KAP. Hal ini berarti sebuah entitas dapat melakukan perikatan audit atas laporan keuangan historis dengan KAP yang sama tanpa batas waktu yang ditentukan, dengan catatan setiap paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut KAP harus mengganti Akuntan Publik dan Akuntan Publik Terasosiasi yang melakukan audit atas laporan keuangan historis pada entitas tersebut. Perusahaan yang tercatat di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 1 (2012), laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan tersaji di dalam laporan keuangan. Maka dari itu, laporan keuangan yang disampaikan kepada publik adalah laporan keuangan yang telah diperiksa kelayakan informasinya oleh akuntan publik. Perusahaan membutuhkan jasa akuntan publik untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. Tujuan melakukan pemeriksaan laporan keuangan adalah untuk meyakinkan pengguna laporan keuangan, dalam hal ini investor mengenai kewajaran laporan keuangan. 5
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat ikut mempengaruhi perkembangan profesi akuntan publik yang berdampak pada semakin banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) yang beroperasi. Pertambahan jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) mengakibatkan persaingan antar KAP untuk mendapatkan klien (perusahaan). Sehingga KAP dituntut memberikan jasa audit sebaik mungkin. Jumlah KAP yang banyak memberikan pilihan bagi perusahaan untuk tetap menggunakan KAP yang sama atau melakukan pergantian KAP (auditor switching). (Ardiningsih, 2014) Guide to Professional Ethics Statement (GPES) 1.201 (paragraf 2,5) dari Institute of Charted Accountants in England and Wales (ICAEW) (2001) dalam Nasser et al. (2006) mengakui bahwa masalah ini mungkin dianggap sebagai ancaman terhadap independensi auditor dan merekomendasikan auditor untuk menghindari situasi yang dapat menyebabkan mereka untuk menjadi terlalu dipengaruhi atau terlalu percaya kepada direksi klien dan personel kunci yang mengakibatkan staf audit terlalu bersimpati terhadap kepentingan klien. Hubungan antara auditor dan kliennya dapat menjadi dekat dapat dipengaruhi oleh seberapa lama mereka di kantor (Dunn, 1996 dalam Nasser et al., 2006). Dalam hal lain, profesi auditor tidak keberatan untuk melayani klien mereka dalam waktu yang panjang, tetapi tampaknya ada keberatan atas kekhawatiran bahwa lama pelayanan dapat menyebabkan hubungan nyaman yang mungkin mengancam independensi auditor. Penggantian sebuah kantor akuntan publik pada perusahaan dapat meciptakan lingkungan kompetitif audit karena meningkatnya kebutuhan akan audit oleh 6
perusahaan yang telah go public maupun non go public. Perusahaan dapat memilih kantor akuntan publik mana yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dan bisa memilih akan biaya yang di keluarkan untuk Audit fees. Dengan ada nya pergantian auditor laporan keuangan yang tadinya bermasalah dikarenakan independensi auditor, akan dilakukan pengecheckan kembali oleh auditor apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan regulasi yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh (Robbitasari, 2013) menguji pengaruh opini audit going concern, kepemilikan institusional dan audit delay sebagai variable independen, terhadap perusahaan go public di Indonesia voluntary auditor switching sebagai variabel dependennya. Penelitian ini membuktikan opini audit going concern dan audit delay berpengaruh signifikan pada voluntary auditor switching. Penelitian Chadegani et al (2011) variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fee audit, opini audit, ukuran KAP, ukuran perusahaan klien, pergantian manajemen dan financial distress. Pada perusahaan di luar negeri maupun di dalam negeri, penelitian sebelumnya tersebut belum dapat menunjukan hasil yang konsisten. Karena ketidaksignifikan penelitian sebelumnya, perlu diteliti lebih lanjut faktor apakah yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan auditor switching, khususnya perusahaan go public di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Pawitri dan Yadnyana (2015) menguji pengaruh audit delay, opini audit, reputasi auditor dan pergantian manajemen sebagai variabel independen, terhadap perusahaan go public di Indonesia voluntary auditor switching sebagai variabel dependennya. Penelitian ini 7
membuktikan audit delay dan raputasi auditor berpengaruh signifikan pada voluntary auditor switching. Sedangkan opini audit tidak berpengaruh signifikan pada voluntary auditor switching. Penelitian yang dilakukan oleh Astyorini (2015) menguji pengaruh kepemilikan manajemen, pertumbuhan perusahaan, audit delay dan reputasi auditor sebagai varibel independen, terhadap perusahaan go public di Indonesia voluntary auditor switching sebagai variabel dependennya. Penelitian ini membuktikan audit delay dan reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap voluntary auditor switching. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini diberikan judul ANALISIS PENGARUH OPINI AUDIT GOING CONCERN, AUDIT DELAY DAN REPUTASI AUDITOR TERHADAP VOLUNTARY AUDITOR SWITCHING. 8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh opini audit going concern pada voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh audit delay pada voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh reputasi auditor pada voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 9
B. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1. Untuk melengkapi atau menganalisis pengaruh opini audit going concern terhadap voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk melengkapi atau menganalisis pengaruh audit delay terhadap voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk melengkapi atau menganalisis pengaruh reputasi auditor terhadap voluntary auditor switching di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. a. Manfaat Praktis 1. Memberikan informasi yang memudahkan auditor untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi voluntary auditor switching, sehingga dapat mengoptimalkan kinerjanya dalam mengaudit laporan. 2. Memberikan informasi bagi pihak investor selaku pemilik modal mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi voluntary auditor switching secara empiris. 10
b. Manfaat Teoritis 1. Bagi penulis, sebagai suatu sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis telah dipelajari di perkuliahan. 2. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan mengenai ilmu dibidang ekonomi khususnya akuntansi mengenai yang dapat mempengaruhi voluntary auditor switching. 3. Bagi dunia akademik, sebagai pengembangan dari penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap voluntary auditor switching pada perusahaan yang tergolong di Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana bukti empiris tersebut dapat dijadikan suatu referensi yang akan terus dikembangkan pada penelitian selanjutnya. 11