BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata. Pemerintah melalui Undang-Undang No 40 tahun (2004) menetapkan kebijakan bahwa jaminan sosial wajib d2kuti bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Peserta JKN akan membayar iuran kepada BPJS dan mendapatkan pelayanan kesehatan pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang sudah ada. Fasilitas kesehatan dibedakan menjadi fasilitas kesehatan primer, dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan pelayanan kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan tingkat pertama meliputi puskesmas, praktik dokter, dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D atau yang setara. Masyarakat atau
peserta JKN mendapat pelayanan kesehatan secara berjenjang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (BPJS, 2015). Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dicapai dengan mendekatkan sarana pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain melalui puskesmas. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Kementrian Kesehatan, 2014a). Pelaksanaan JKN merupakan momen perubahan bagi sistem pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian. Melalui implementasi JKN diharapkan terwujudnya kendali mutu dan biaya dalam pelayanan kesehatan. Kendali mutu terhadap penggunaan obat diantaranya dilakukan melalui pemantauan kepatuhan penggunaan obat terhadap clinical pathway, standar terapi, serta upaya pemantauan efektifitas obat yang ada dalam Fornas. Kendali biaya dilakukan melalui penggunaan penetapan harga melalui e-catalogue serta upaya pemantauan efektifitas pelaksanaan e-catalogue. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah terkait dengan pembayaran dana kapitasi, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Peraturan tersebut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi mulai dari penganggaran hingga pertanggungjawaban. Dana Kapitasi yang diterima oleh FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan sisanya 40% untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Biaya operasional meliputi pengelolaan sediaan farmasi (Kementrian Kesehatan, 2014b). Pemanfaatan dana kapitasi berhubungan dengan anggaran pengadaan obat dan tingkat ketersediaan obat. Pemanfaatan dana kapitasi di beberapa Puskesmas belum terbagi rata antara jasa pelayanan dan operasional. Di kabupaten Balangan untuk jasa pelayanan menggunakan 100% dana kapitasi dan dukungan operasional belum termanfaatkan (Syarkani, 2016), penelitian lain di Kalimantan timur dana kapitasi juga digunakan seluruhnya untuk jasa pelayanan (Budiarto dan Kristiana, 2015). Di Puskesmas Watubanga dana kapitasi untuk bahan medis dan obat adalah 14%, jasa pelayanan 80% dan sisanya digunakan untuk kegiatan di luar gedung seperti transportasi petugas dalam pelayanan home care, Puskesmas keliling dan pemeliharaan ambulan (Sholihin dkk, 2016). Kapitasi memberi kesempatan bagi sistem kesehatan untuk mengendalikan biaya pengobatan yang efektif agar dapat beroperasi lebih stabil dan dapat diprediksi. Risiko utama dari kapitasi adalah undertreatment, substitusi dari layanan kesehatan tidak memadai, biaya beralih ke sistem layanan lain, dan hasil pengobatan yang lebih buruk (Cuffel dkk., 2002). Penggunaan suatu obat yang tidak rasional dapat mengakibatkan hasil pengobatan yang lebih buruk. Hal ini terjadi jika dampak negatif yang diterima lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif berupa dampak klinik yang mempengaruhi outcome klinik terapi yang diharapkan dan dampak ekonomi yang mengakibatkan meningkatnya biaya pengobatan suatu penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi pengobatan yang
tidak rasional adalah ketersediaan obat di puskesmas. Dalam bidang farmasi angka kapitasi untuk komponen obat dinilai layak dan memiliki nilai keekonomian jika besaran nominalnya dikalikan dengan jumlah total peserta JKN yang terdaftar di puskesmas dapat mencukupi pengadaan seluruh obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan selama periode tertentu serta dapat menjamin bahwa seluruh pasien peserta JKN yang berobat bisa mendapatkan pengobatan yang rasional (Sudarsono, 2016). Oleh karena itu pihak Puskesmas harus dapat mengatur kebutuhan obat, mengatur besaran biaya kapitasi agar tidak terjadi kekosongan obat dan undertreatment. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menghitung persentase komponen obat dalam besaran kapitasi yaitu jumlah peserta JKN yang terdaftar di puskesmas, angka morbiditas tiap kelompok penyakit, utilization rate, prescription cost untuk tiap kelompok penyakit dan nilai besaran kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara nilai presception cost dan nilai persentase angka komponen obat secara aktual dan standar. Faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah durasi pengobatan, pemilihan obat, dan dosis. Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan pengobatan yang tidak rasional. (Sudarsono, 2016) Pelayanan kesehatan sebelum era JKN mencakup fasilitas kesehatan yang berasal dari penyelenggara yang berbeda. Fasilitas kesehatan (faskes) yang dicakup dalam Program Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Asuransi kesehatan (Askes) bagi PNS, penerima pensiun, dan Program Jaminan kesehatan
daerah (Jamkesda). Beragamnya jenis faskes dan perbedaan standar penilaian FKTP dalam masa peralihan dapat menyebabkan adanya perbedaan mutu layanan yang diterima oleh pasien JKN dan berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Pemerintah melalui BPJS Kesehatan akan melaksanakan program optimalisasi pelayanan primer sehingga FKTP dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan pasien. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk dapat mengubah pola pikirnya (mindset) pada saat berintegrasi dalam JKN yaitu pemerintah harus memahami bahwa jaminan pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan salah satu upaya pencapaian universal health coverage di Indonesia(Suryantoro, 2014). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai gate keeper wajib memberikan pelayanan primer yang komprehensif. Hasil penelitian Suciati (2013) tentang kualitas layanan Puskesmas Kelurahan Sukorame Kecamatan Mojoroto Kota Kediri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kesehatan terhadap pasien berdasarkan jenis kepesertaan. Ketidakpuasan pasien terhadap mutu layanan kesehatan dapat disebabkan karena adanya perbedaan harapan pasien terhadap kualitas pelayanan. Perbedaan mutu pelayanan kesehatan pada jenis fasilitas kesehatan disebabkan karena kompetensi pemberi layanan, sistem peresepan obat, sistem rujukan pasien, kemudahan akses ke layanan kesehatan, ketersediaan fasilitas dan kondisi lingkungan fisik faskes tersebut (Aga dkk., 2005). Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah dengan angka kemiskinan tinggi (Kementrian Kesehatan, 2014). Kota Yogyakarta
merupakan daerah yang berkembang dan memiliki nilai kepadatan penduduk tertinggi yaitu 12.699 jiwa/km 2 (BPS, 2015) sehingga kebutuhan dan kesadaran akan kesehatan tinggi. Dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan jumlah Puskesmas yang memadai sehingga angka kunjungan meningkat. Berdasarkan data resmi Pemerintah Kota Yogyakarta, warga miskin tercatat 17% dari total penduduk yang tercatat resmi pada tahun 2013 yaitu 406.660 jiwa, tersebar di 14 kecamatan dan 45 kelurahan. Jumlah warga miskin cenderung bergerak naik setiap tahun sehingga pembiayaan kesehatan masyarakat miskin harus diupayakan. Program JKN merupakan salah satu upaya dalam pembiayaan kesehatan. Laporan Survailans Terpadu Penyakit (STP) di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2014 menunjukkan 5 penyakit tertinggi yaitu hipertensi, penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat, infeksi akut lain pada saluran pernafasan atas, penyakit pulpa dan jaringan periapikal, serta penyakit kulit alergi (Dinas Kesehatan, 2015). Dari paparan di atas maka perlu adanya penelitian mengenai analisis biaya obat terhadap biaya kapitasi pada lima penyakit terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan antara nilai prescription cost aktual dengan nilai prescription cost standar dari masing-masing lima penyakit terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta? 2. Apakah terdapat perbedaan besarnya persentase angka komponen obat aktual dengan persentase angka komponen obat standar dalam besaran tarif kapitasi
di Puskesmas Kota Yogyakarta? 3. Apakah terdapat perbedaan nilai prescription cost aktual antar Jenis Kartu Pasien dari masing-masing lima penyakit terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang memiliki tema penelitian serupa dengan rancangan penelitian ini. Berikut adalah beberapa contoh penelitian dengan tema penelitian pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas yang pernah dilakukan adalah seperti terlihat pada tabel 1. Penelitian Budiarto dan kristiana (2015) Agus Syarkani (2016) Tabel 1. Keaslian Penelitian Hal yang membedakan Judul Penelitian Tempat Pemanfaatan dana Penelitian deskriptif dengan variabel Kalimantan kapitasi oleh pemanfaatan dana Kapitasi. timur dan Fasilitas Kesehatan Sampel Penelitian adalah Puskesmas jawa tengah Tingkat pertama perawatan dan non perawatam, klinik (FKTP) dalam pratama, praktek dokter. penyelenggaraan Hasil menunjukkan pemanfaatan dana JKN kapitasi di Jawa tengah sebanyak 58,99% untuk jasa tenaga dan 41,01% untuk biaya operasional. Di Kalimantan Timur biaya kapitasi 100% digunakan untuk jasa pelayanan Pengelolaan dana kapitasi Puskesmas Program jaminan kesehatan nasional di kabupaten balangan Penelitian deskriptif dengan variabel pemanfaatan dana Kapitasi. Sampel Penelitian adalah stakeholder yang berhubungan langsung dengan pengelolaan dana kapitasi Puskesmas. Hasil menunjukkan pemanfaatan dana kapitasi puskesmas di Kabupaten Balangan untuk jasa pelayanan adalah 100%. Kabupaten Balangan, Banten
Penelitian Sudarsono (2016) Penelitian yang dilakukan Tabel 1. Lanjutan Hal yang membedakan Judul Penelitian Tempat Penelitian Deskriptif analitik dengan Kota variabel bebas DRP s dan Variabel Pangkalpinang terikat adalah nilai prescription cost. Subjek Penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagosa 8 besar penyakit di Puskesmas Kota Pangkalpinang. Mengidentifikasi DRP s tiap resep serta melihat perbedaan nilai prescription cost pada peresepan di puskesmas. Nilai standar ditentukan dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dokter Puskesmas di Kota Pangkalpinang Identifikasi drug related problems dan analisis nilai prescription cost dan persentase komponen obat dalam besaran tarif kapitasi Puskesmas di Kota Pangkalpinang Analisis Biaya Obat Terhadap Biaya Kapitasi Pada Lima Penyakit Terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta (Studi Pada Tiga Puskesmas Kota Yogyakarta) Penelitian Analitik Observasional dengan variabel nilai prescription cost dan angka komponen obat. Subjek Penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosa lima besar penyakit di Puskesmas Kota Yogyakarta. Nilai Standar didapat dari pedoman terapi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan Permenkes no 5 Tahun 2014. Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas diharapkan menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen dalam mempertimbangkan perencanaan pembiayaan suatu penyakit. 2. Bagi BPJS Kesehatan dapat menggambarkan total biaya penyakit dan persentase biaya pengobatan terhadap biaya kapitasi, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam melakukan perbaikan terhadap program BPJS. 3. Bagi Pemerintah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi regulasi pelaksanaan pelayanan BPJS di Puskesmas.
4. Bagi Masyarakat dapat memberikan gambaran biaya yang digunakan selama menjalani terapi pengobatan. 5. Bagi Peneliti dapat memberikan wawasan mengenai penelitian dan memberi masukan kepada pihak terkait mengenai penelitian tersebut serta memberi saran bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa. E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perbedaan antara nilai prescription cost aktual dengan nilai prescription cost standar dari masing-masing lima penyakit terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui perbedaan besarnya persentase angka komponen obat aktual dengan persentase angka komponen obat standar dalam besaran tarif kapitasi di Puskesmas Kota Yogyakarta. 3. Mengetahui perbedaan prescription cost aktual antar Jenis Kartu Pasien Pasien dari masing-masing lima penyakit terbesar di Puskesmas Kota Yogyakarta.