BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan secara pasti tekanan darah arteri pada angka 140/90 mmhg atau lebih. Dibedakan bahwa hipertensi sistolik mengarah pada tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmhg dengan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmhg (Ulrich, 1995). Hipertensi adalah suatu keadaan yang tidak stabil atau kenaikan tekanan darah yang terus menerus diatas normal, yaitu diatas 140/90 mmhg (Bufalino, 1997). Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan etiologi Hipertensi a. Hipertensi primer atau esensial Hipertensi primer ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya, dan kebanyakan penderita hipertensi ini tidak menunjukkan keluhan atau gejala. b. Hipertensi sekunder Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya, jika penyebab itu segera diketahui dapat teratasi, tekanan darah dapat normal kembali. Biasanya Hipertensi ini dapat disertai dengan keluhan ataupun gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut seperti : 6
7 1) Kelainan ginjal : Glomerulonefritis Akut (GNA), Glomerulonefritis Kronik (GNC), Pyelonefritis Kronik (PNC), penyempitan arteri renalis. 2) Kelainan hormonal : diabetes Militus, pil KB. 3) Lain-lain : Koortasia aorta, Pre Eklamsia, pengaruh obat-obatan. 4) Neurologi : Polineuritis, pielomielitis. 2. Berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik Tekanan Darah Normal dan Tekanan Darah Tinggi No Kategori Tekanan Diastolik Tekanan Sistolik 1 2 3 4 5 6 7 Normal Normal tinggi Hipertensi Stadium 1 (ringan) Stadium 2 (sedang) Stadium 3 (berat) Stadium 4 (sangat berat) < 30 130 139 140 149 160 179 180 209 > 210 < 85 85 89 90 99 100 109 110 119 > 120 3. Hipertensi Jas Putih Hipertensi Jas Putih didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi pada seseorang yang mempunyai tekanan darah normal, tetapi tekanan darahnya naik ketika dilakukan pemeriksaan oleh dokter (Black, J.M. 1997). 4. Hipertensi Terisolasi Hipertensi terisolasi terjadi ketika tekanan darah sistolik 140 mmhg atau lebih tinggi, tetapi tekanan darah diastoliknya dibawah 90 mmhg. Itu terjadi terutama pada umur 50 tahun, dan hampir 24% menyerang umur 80 tahun. Diperkirakan itu terjadi karena aterosklerosis, perubahan pembuluh darah. Peningkatan elastisitas pembuluh darah menyebabkan tekanan sistolik
8 meningkat, tetapi tidak berpengaruh pada tekanan diastolik (Black J.M, 1997). 5. Hipertensi Maligna Hipertensi maligna adalah suatu keadaan gawat darurat, dimana tekanan diastolik diatas 120 mmhg, terjadi perdarahan pada retina, pupil udema dengan keluarnya eksudat dan gagal ginjal akut. Hipertensi maligna banyak terjadi pada umur 40 sampai 50 tahun, juga terjadi pada umur yang lebih muda dari 30 tahun atau lebih tua dari 60 tahun (Black, 1997). B. Tanda dan Gejala Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak punya gejala spesifik yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi pada pemeriksaan fisik. Meskipun secara popular peningkatan tekanan darah dianggap sebagai gejala hipertensi, sakit kepala hanya karakteristik untuk hipertensi berat, paling sering pada daerah eksipital, terjadi ketika pasien bangun pada pagi hari dan berkurang secara spontan setelah beberapa jam. Kadang hipertensi berjalan tanpa gejala dan baru timbul setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung. Keluhan lain yang mungkin berhubungan adalah pusing, palpitasi, mudah lelah dan impotensi. Keluhan yang mengarah ke penyakit vaskuler termasuk epistaksis, hematuri, pandangan kabur karena perubahan retina, episode lemah atau pusing yang disebabkan oleh iskemia serebral sementara, angina pectoris dan dispnea yang disebabkan oleh gagal jantung. Gagal jantung, gagal ginjal dan
9 gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau maligna. Gangguan serebral akibat hipertensi dapat berupa kejang atau gejala-gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Ahmad, Asdie, 2000, Suparman Sarwono, dkk, 1992). C. Patofisiologi Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, curah jantung (COP) dan tahanan dalam pembuluh darah perifer. Curah jantung (COP) ditentukan oleh isi sekuncup (Stroke Volume) dan denyut jantung. Dan tahanan dalam pembuluh darah perifer sebagai akibat dari penyempitan arteriole. Dilatasi dan konstriksi arteriole perifer dapat dikendalikan oleh berbagai mekanisme terutama stimulus pada system syaraf simpatis dan pengaktifan system angiotensin. Rangsangan pada system syaraf simpatis berdampak dikeluarkannya epineprine dan neropineprin, membuat pembuluh darah berkontraksi dan meningkatkan resistensi perifer. Epineprin meningkatkan kontraksi cardiak sambil menyempitkan saluran, berdampak tekanan darah meningkat. Pengaturan oleh ginjal merupakan komponen esensial untuk pengendalian tekanan darah. Kegiatan Angiotensin II adalah vasokonstriksi dan retensi sodium serta air. Maka terjadilah peningkatan jumlah cairan pada system vaskuler kecil dan berdampak peningkatan tekanan darah (Ahmad, Asdie, 2000, Moerdowo, 1994).
D. PATHWAY 10
11 E. Fokus Intervensi 1. Resiko tinggi penurunan cariac output berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokardium, hipertensi ventrikel (Doenges, 2000). a. Tujuan : tidak terjadi penurunan cardiac output. b. Kriteria hasil : pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau beban kerja jantung, mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil. c. Intervensi : monitor tekanan darah, ukur pada kedua lengan. Observasi kualitas nadi perifer dan sentral, auskultasi bunyi jantung dan bunyi nafas, observasi warna kulit, kelembaban, suhu tubuh dan capillary refill. Monitor edema general/dependen, jaga ketenangan istirahat dan kurangi aktivitas lingkungan dan bising. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal dengan klien. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti bedrest, jaga istirahat klien tidak terganggu. Bantu perawatan diri klien bila dibutuhkan. Lakukan tindakan keperawatan yang meningkatkan kenyamanan, seperti message punggung dan leher, tinggikan bagian kepala. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi, distraksi. Monitor respon terhadap obat-obat yang mengontrol tekanan darah, batasi pemberian cairan dan diit natrium sesuai indikasi, kolaborasi pemberian deuretik.
12 2. Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah serebral ditandai dengan pusing, nausea, muntah, leher kaku (Dioenges, 2000). a. Tujuan : nyeri kepala hilang atau berkurang b. Kriteria hasil : pasien menyatakan nyeri dapat dikontrol, pasien tidak merasa pusing, mual, muntah, leher kaku. c. Intervensi : pertahankan bedrest selama fase akut, kompres dingin pada dahi, teknik relaksasi, distraksi. Kurangi aktivitas yang menyebabkan vasokontriksi, seperti mengedan saat buang air besar, batuk yang terus menerus dan lain-lain. Bantu ambulasi bila diperlukan, kolaborasi pemberian : analgesik, antiansietas. 3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan respon yang tidak adekuat terhadap repertoar (Kim, Mija, 1994). a. Tujuan : mengembangkan respon yang adekuat terhadap repertoar seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut. b. Intervensi : bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhan yang ingin dipenuhi atau tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kemampuan dalam proses koping. Beri dukungan atas pengakuan tentang perasaanperasaannya, keinginan-keinginannya, kesenangan-kesenangannya, rasa takut, kebiasaan buruk, dan rangsangan-rangsangan yang membutuhkan untuk dikontrol. Diskusikan konsekuen tentang perasaan ditolak, isolasi sosial dan pemikiran serta perasaan-perasaan lain. Bantu dalam mencari jalan untuk memutar pikiran-pikiran dan perasaan-
13 perasaan kearah motivasi bagi pasien dalam mencapai tujuan atau pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Identifikasi kebutuhan dasar yang diperlukan dalam berespon terhadap repertoar. Siapkan atau rujuk pasien untuk belajar hal-hal sesuai. Awasi kekurangan dalam ketrampilan sosial sekhusus mungkin. Dalam berkolaborasi dengan pasien, spesifikasikan masalah-masalah interpersonal pasien yang dimiliki dalam interaksi sosial. Berikan umpan balik yang positif sebagaimana pasien belajar ketrampilan-ketrampilan atau tingkah laku. Mendisain tugas-tugas khusus untuk melengkapi dalam situasi hidup nyata dan memberikan umpan balik tentang kemajuan. Evaluasi kemajuan dalam mengembangkan ketrampilan-ketrampilan untuk mengatasi krisis pada interval yang teratur. 4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan salah mengartikan informasi, terbatasnya pengamatan, menyangkal diagnosa dan keterbatasan kognitif (Doenges 2000) a. Tujuan : pasien dapat mengerti dan memperhatikan kondisi dan keadaannya. b. Kriteria hasil : pasien dapat mengerti tentang proses penyakit dan pencegahannya, mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang terjadi, mempertahankan tekanan darah yang optimal. c. Intervensi : kaji penerimaan dan penolakan dalam penerimaan penjelasan, tetapkan dan nyatakan tekanan darah normal, jelaskan tentang Hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak. Diskusikan
14 untuk mengurangi rokok dan menetapkan rencana berhenti merokok, jelaskan pentingnya kooperatif dengan perawatan, tetap melakukan follow up. Instruksikan dan demonstrasikan tentang pengaturan tekanan darah, bantu pasien untuk menentukan jadual yang tepat untuk pengobatan. 5. Defisit perawatan diri (gangguan personal hygiene) berhubungan dengan kelumpuhan extremitas (Carpenito, L.J, 2000). a. Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan kegiatan mandi yang optimal yang diharapkan, melaporkan kepuasaan sesuai dengan keterbatasan yang ada. Menyebutkan perasaan nyaman dan kepuasan yang berhubungan dengan kebersihan tubuh, menunjukkan kemampuan untuk menggunakan alat bantu, menjelaskan faktor penyebab ketidakmampuan untuk mandi. b. Intervensi : kaji faktor penyebab, berikan kesempatan untuk belajar kembali atau adaptasi terhadap aktivitas, lakukan penyuluhan kesehatan dan rujukan jika diindikasikan. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum akibat dari penurunan oksigenasi jaringan yang disebabkan tidak adekuatnya perfusi jaringan (Ulrich, 1995). a. Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara normal. b. Kriteria hasil : pasien mengungkapkan bahwa perasaan lelah dan lemahnya berkurang. Pasien mampu untuk mengerjakan aktivitas harian tanpa keluhan dyspnea, nyeri dada, diaphoresis, pusing dan perubahan tanda-tanda vital.
15 c. Intervensi : kaji tanda dan gejala dari intorenansi aktivitas. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, anjurkan pasien untuk mengurangi pengeluaran energi, bantu pasien melakukan aktivitas yang dibutuhkan, dorong pasien untuk meningkatkan aktivitas gerakan pasien secara bertahap sesuai toleransi dan hentikan aktivitas yang menyebabkan rasa lemah yang berlebihan, pusing, kelelahan dan nafas yang tersengal-sengal. Konsultasikan pada dokter jika tanda dan gejala dari toleransi aktivitas semakin memburuk.