POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

ANALISIS PEMASARAN DAN TATANIAGA ANGGUR DI BALI

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN SALAK PONDOH (Studi Kasus di Desa Sigaluh Kecamatan Sigaluh Banjarnegara) ABSTRAK

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Defenisi Operasional Penelitian

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di subdistrito Ainaro Vila dan Suco Nugufu, distrito

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

IV. METODE PENELITIAN

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PEMASARAN SAPI BALI DI KECAMATAN BANTAENG KABUPATEN BANTAENG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata Kunci : Pemasaran, Ikan Gurami, Efisiensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN TEMBAKAU RAKYAT: Kasus Subak Cengcengan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Oleh Drs. Ketut Mudita, SP. M.Agb.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

BAB III MATERI DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KECAMATAN RINGINREJO KABUPATEN KEDIRI Mega Yoga Ardhiana 1), Bambang Ali Nugroho 2) dan Budi Hartono 2)

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PEMASARAN GARAM RAKYAT (Studi Kasus di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan)

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill

Transkripsi:

POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG I Ketut Mahaputra Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive, di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani. Teknik penarikan contoh sederhana digunakan, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani --- Belantih --- Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani --- Belantih---Pasar hewan---- pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani --- Pasar hewan---pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu Rp. 1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu 78.12 %, pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %. Kata Kunci : Pemasaran, Sapi Bali, Prima Tani I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Primatani LKDRIK Kabupaten Buleleng, selain tanaman jagung yang menjadi titik ungkit adalah ternak sapi Bali. Pelaksanaan Prima Tani di Desa Sanggalangit diarahkan pada pengembangan teknologi integrasi, penguatan kelembagaan, dan membangun infrastruktur pendukung. Implementasi teknologi integrasi salah satu diantaranya adalah pembibitan dan penggemukan sapi Bali (Rai Yasa, dkk. 2005). Ternak sapi Bali memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan petani setempat. Oleh karena itu perubahan sedikit saja pada budidaya ternak sapi Bali akan sangat berpengaruh terhadap total penerimaan masyarakat lahan kering dataran rendah beriklim kering tersebut. Adanya respon positif dari Pemda sangat menunjang program Prima Tani yang dilaksanakan di kabupaten Buleleng Kecamatan Gerokgak khususnya pada Desa Sanggalangit, diantaranya dengan menetapkan Kecamatan Gerokgak sebagai basis pembibitan sapi Bali karena dilihat dari potensi dan sumberdaya yang selama ini dimiliki. Hal ini disesuaikan dengan komoditas peternakan prioritas pilihan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, yaitu ternak sapi Bali (Anonim, 2007). 526

Berfluktuasi serta tidak adanya kepastian harga di tingkat petani membuat lemahnya aktifitas usahatani maupun usaha peternakan yang selama ini menjadi andalan petani (sumber mata pencaharian) di daerah kering dataran rendah di Bali. Berbagai dugaan banyak dikemukakan bahwa pengaruh non ekonomis sedang beroperasi pada tingkat harga yang berlaku ditingkat petani. Informasi pasar sangat dibutuhkan petani guna lebih intensifnya usaha yang dikerjakan. Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent instability) pada sisi penawaran. Pengaruh fluktuasi harga pertanian lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang lebih tinggi. Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990). Pada sisi sistem pemasaran sapi Bali sebagai komoditas unggulan, pendapatan petani akan meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran anggur tersebut. Sementara itu persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan oleh petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga pemasaran dan sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan memperluas lapangan kerja dan peningkatan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani yang memadai. 1.2. Perumusan Masalah Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Adanya kesamaan dalam program pembangunan pertanian ini akan lebih mudah lagi mencapai sasarannya apabila didukung oleh sumberdaya dan potensi daerah bersangkutan. Pengembangan program pertanian secara umum tidak hanya berpikir kearah peningkatan produksi, tapi perlu kiranya dipikirkan kemana akan dibawa produksi yang dihasilkan tersebut (pemasaran produk). Adanya saluran penjualan/pemasaran akan lebih merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Hal ini sangat berkaitan antara produksi dan pemasaran yang mengarah pada nilai jual sampai akhirnya pada nilai diterima petani dari usaha yang dilakukan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah, Bagaimanakah keuntungan dan saluran pemasaran komoditas unggulan sapi Bali di daerah penelitian? Untuk itu kegiatan Studi Pola Pemasaran Sapi Bali perlu dilakukan guna mengidentifikasi saluran pemasaran sapi Bali yang selama ini dianggap memegang peranan penting dalam kontribusi pendapatan petani pada wilayah Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng. 527

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui kelayakan dari usaha penggemukan sapi Bali serta saluran pemasaran yang terjadi di daerah penelitian. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive, di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani dan pelaku pemasaran, seperti pedagang pengumpul, pedagang besar (pedagang antar pulau), meliputi harga ditingkat petani, harga ditingkat pengecer, biaya-biaya pemasaran (pengandangan, timbang, tenaga kerja dalam pemasaran, transportasi, penyusutan dan lain-lain) serta semua data input output usaha peternakan, dengan menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder yaitu data yang diambil dari instansi terkait dengan produksi dan pemasaran sapi Bali. Analisis R/C digunakan untuk melihat kelayakan usaha penggemukan sapi Bali dan analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/disribusi. Secara matematis margin pemasaran dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Tomeck and Robinson, 1990; Sudiyono, 2001) : MP = Pr Pf atau MP = ΣBi + ΣKi Keterangan : MP : Margin pemasaran; Pr : Harga tingkat pedagang antar pulau; Pf : Harga tingkat petani; ΣBi : Jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga lembaga pemasaran (B1, B2, B3..Bn); ΣKi : Jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga-lembaga pemasaran (K1, K2, K3 Kn) Keuntungan lembaga pemasaran : m K i = Hji Hbi - Σ Bpi S=1 Keterangan : Hji : Harga jual lembaga pemasaran ke i; Hbi : Harga beli lembaga Pemasaran ke-i; Bpi : Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i; m : Jumlah jenis biaya; s : Jenis biaya pemasaran Bagian keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran : SK i = K i x 100% P r-p f SB i = B i x 100% P r-p f Keterangan : SKi : Bagian keuntungan lembaga pemasaran i; SBi : Bagian biaya fungsi pemasaran lembaga pemasaran i. 528

Sedangkan besarnya bagian atau share yang diterima petani (SP) dari harga pedagang antar pulau dapat dihitung dengan menggunakan: SP = P f x 100% P r III. PEMBAHASAN 3.1. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Bali Secara umum peternak sapi di Kecamatan Gerokgak belum memiliki kelembagaan khusus peternak sapi Bali maupun kelembagaan pemasarannya. Sehingga dalam hal pemasaran umumnya dilakukan langsung pada tengkulak atau pedagang pengumpul/belantih, walau ada juga yang langsung kepasar hewan namun sangat sedikit sekali. Sistem pemasaran yang banyak dijumpai umumnya adalah sistem cawangan atau tafsiran dibandingkan dengan sistim timbang. Usaha ternak sapi Bali dapat dikatakan cukup prospektif untuk dikembangkan, asalkan diimbangi dengan harga jual yang cukup layak ditingkat produsen, hal ini ditunjukkan dari hasil analisa finansial yang dilakukan terhadap beberapa petani/peternak sapi Bali di kecamatan Gerokgak. Analisa finansial usahatani dilakukan berdasarkan pada biaya total (termasuk tenaga kerja dalam keluarga) dalam kurun waktu penggemukan dilakukan. Walaupun sesungguhnya umur penggemukan berbeda-beda antara satu petani dengan petani lainnya, yang dipergunakan dalam perhitungan adalah hasil rata-rata. Hasil analisis finansial terhadap biaya total (Tabel 1) terlihat bahwa sampai pada saat penjualan dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.402.750,-. Rata-rata berat awal sapi penggemukan adalah 200 kg dengan harga beli Rp. 3.250.000/ekor. Bibit sapi yang digemukkan masih tergolong kecil, sehingga memerlukan waktu pemeliharaan cukup lama yaitu sampai dengan 11 bulan. Berbeda dengan peternak yang sudah profit oriented yang berusaha ternak sudah mempertimbangkan umur atau berat bibit awal, lama penggemukan serta efisiensi tenaga kerja semaksimal mungkin dalam mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa literatur dan hasil pengkajian menyatakan bahwa bobot awal yang tepat untuk sapi penggemukan minimal 300 kg, sehingga hanya perlu waktu ± 6 bulan untuk mencapai berat diatas 400 kg dengan asumsi ketersediaan pakan yang cukup mendukung. Demikian halnya dengan bobot rata-rata penjualan yang masih dibawah 400 kg yaitu ratarata 340 kg, yang berakibat pada harga jual tabel lebih rendah dari harga jual tabel sapi dengan bobot diatas 400 kg. Pada daerah penelitian harga diterima petani peternak sapi Bali per kg adalah Rp. 13.970,-. Harga tersebut lebih rendah dari harga yang berlaku dipasar-pasar hewan (± Rp. 15.500/kg Rp 16.500/kg). Hal ini akibat dari sistem penjualan berdasarkan tafsiran/cawangan, tidak berdasarkan timbangan. Namun secara keseluruhan usaha penggemukan yang dilakukan cukup menguntungkan serta masih layak diusahakan terlihat dari nilai R/C yang lebih besar dari 1 (R/C = 1,08), yang berarti bahwa total biaya masih dapat tertutupi oleh produksi yang dihasilkan. Untuk 1 ekor sapi yang digemukkan petani rata-rata memperoleh pendapatan bersih Rp. 347.250,- dalam jangka waktu 11 bulan. Disamping itu dengan dihitungnya tenaga kerja dalam keluarga petani berarti bahwa petani telah mendapat pekerjaan yang memperoleh upah dari usaha penggemukan sapi yang dilaksanakannya. 529

Tabel 1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Tahun 2007 No Uraian Vol Satuan Harga Satuan Jumlah I. Biaya Sarana Produksi 1 Bibit (200 kg) 1 ekor 3,250,000 3,250,000 2 Kandang Tradisional (1 kandang 2 ekor) 1 buah 500,000 bambu, atap asbes, alas kayu geladag umur ekonomis + 3 tahun 3 Penyusutan kandang 1 buah 83,500 83,500 (1 buah kandang Rp. 500.000) Penyusutan @ Rp. 167.000 (2 ekor) 4 Dedak (MK) (0,5 kg/3 hari, selama 3 bulan) 15 kg 1,200 18,000 5 Biaya Vaksin dan Vitamin @ Rp. 20.000 1 ekor 20,000 20,000 Total Biaya Saprodi 3,371,500 II. Biaya Tenaga Kerja 1 Mencari pakan (1 ikat pagi, 1 ikat sore) 1 jam/hari, 11bulan 41.25 HOK 20,000 825,000 2 Pembersihan kandang 10.313 HOK 20,000 206,250 Total Biaya Tenaga kerja 1,031,250 III. Penerimaan 1 Produksi (340 kg) 1 ekor 4,750,000 4,750,000 2 Harga penjualan per kg hidup 13.971 IV Pendapatan Bersih 347,250 R/C 1,08 Sumber : Data Primer Diolah 3.2. Saluran Pemasaran Banyak jalur yang digunakan petani dan lembaga pemasaran dalam memasarkan sapi Bali. Distribusi sapi dari pusat produksi hingga ke pedagang antar pulau, berdasarkan wawancara dan pengamatan dilapangan terhadap 50 responden peternak sapi Bali, 10 belantih, 3 pedagang antar pulau masing-masing di Kabupaten Buleleng 1 orang, Kabupaten Jembrana 1 orang dan Kabupaten Klungkung 1 orang) Berdasarkan skema alur pemasaran sapi Bali dari produsen hingga konsumen dapat dilihat bahwa terdapat tiga tipe saluran pemasaran yang terbentuk yaitu : 1) Petani - Belantih -Pedagang antar pulau; 2) Petani - Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau; 3) Petani - Pasar hewan - Pedagang antar pulau. Dengan adanya perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya serta margin pemasaran yang diterima setiap pelaku pemasaran sapi Bali. Berdasarkan distribusi jenis saluran pemasaran sapi Bali terlihat bahwa 34 persen petani melakukan pemasaran melalui pola 1, sebanyak 52 persen dengan pola 2 dan 14 persen pada pola 3. 530

Petani Belantih Belantih 34% 52% 14% Pasar Hewan Pasar Hewan Pedagang antar pulau Gambar 1. Skema alur pemasaran Sapi Bali Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul/belantih lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari belantih langganannya karena faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli atau oligopsonistiknya. Untuk mengatasi hal ini sebagaimana disarankan Hutabarat dan Rahmanto (2004) peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk membangun jaringan informasi harga di dareah sentra produksi dan menyebarluaskannya ke masyarakat, sehingga persaingan bisnis akan semakin dirangsang. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pedagang antar pulau, ternyata sekitar 80 persen pemasaran sapi Bali adalah ke kota-kota diluar pulau Bali antara lain Jakarta, Bekasi, Semarang, Cakung. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen adalah terdistribusi di Bali dimana pangsa pasar utamanya adalah kota Denpasar. Biasanya permintaan akan daging akan meningkat dengan adanya peringatan hari-hari keagamaan, musim liburan pada tingkat pariwisata. Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya harga baik ditingkat produsen maupun konsumen, sesuatu yang wajar dalam hal permintaan penawaran suatu produk. 3.3. Margin Pemasaran Analisa margin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga pemasaran yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima petani. Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah ternak sapi yang dipasarkan, jumlah lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen, panjang saluran pemasaran yang dilalui, sistem pembayaran dan daerah tujuan pemasaran akan membedakan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya margin pemasaran, bagian keuntungan dan biaya dari tiap lembaga pemasaran serta bagian harga yang diperoleh petani. 531

Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk elihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masingmasing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang diakukan oleh masing-masing pelaku. Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 2 terlihat bahwa margin pemasaran yang terjadi antara petani dan pedagang antar pulau cukup besar, yaitu Rp. 2,950,000/ekor. Hal ini dimungkinkan dengan cukup panjangnya saluran/rantai pemasaran yang terjadi. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran juga cukup bervariasi, dimana bagian terbesar justru pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau 72.73 persen sedangkan petani hanya mendapatkan bagian 61.69 persen. Tingginya bagian keuntungan yang diperoleh pedagang antar pulau berkaitan dengan dikeluarkannya biaya tinggi dengan resiko yang sepadan dalam membawa ternak sapi keluar pulau sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan mengetahui bagian yang diterima petani ini, dapat dilihat keterkaitan antara pemasaran dan proses produksi. Komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien (biaya per unit tinggi) maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi pula, sehingga komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian harga yang diterima petani (farmer s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang produksi lebih lanjut. Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, 2007. Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 4,750,000 61.69 Belantih a. Harga beli 4,750,000 61.69 b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.40 c. Pemeliharaan sebelum dijual - Tenaga kerja 35,700 0.01 0.46 - Pakan 32,200 0.01 0.42 - Pengandangan 10,000 0.00 0.13 d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.40 e. Konsumsi 26,250 0.01 0.34 f. Keuntungan 684,350 0.23 g. Harga jual 5,600,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,600,000 72.73 b. Biaya timbang 15,000 0.01 0.19 c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.26 d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.19 e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.09 3.48 g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.70 h. Pakan 15,000 0.01 0.19 g. Keuntungan 1,711,572 0.58 h. Harga jual 7,700,000 Margin Pemasaran 2,950,000 Sumber : Analisis Data Primer Saluran pemasaran pola 2 merupakan yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu sebanyak 52 persen, atau kurang lebih ada 26 petani dari 50 petani responden yang melaksanakan pola pemasaran ini. Pada saluran pemasaran sapi Bali pola 2 margin pemasaran yang terjadi adalah sebesar Rp. 2.250.000,-/ekor, dimana harga sapi Bali ditingkat petani sebesar Rp. 4,750,000,- /ekor sedangkan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp. 532

7,000,000/ekor (Tabel 3). Tingginya bagian keuntungan yang diterima lembaga pasar hewan adalah karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran tetapi hanya melakukan fungsi pertukaran saja. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Share atau bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang antar pulau yaitu sebesar 82,52 persen. Sedangkan pada pedagang pengumpul/belantih biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi pemasaran cukup tinggi namun bagian keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pedagang antar pulau, hal ini menunjukkan bahwa distribusi margin, biaya dan keuntungan tidak tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi tidak efisien. Tabel 3. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007. Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 4,750,000 67.86 Belantih a. Harga beli 4,750,000 67.86 b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.44 c. Pemeliharaan sebelum dijual - Tenaga kerja 35,700 0.02 0.51 - Pakan 32,200 0.01 0.46 - Pengandangan 10,000 0.00 0.14 d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.44 e. Konsumsi 26,250 0.01 0.38 f. Biaya masuk 8,000 0.00 0.11 g. Biaya balik nama 25,000 0.01 0.36 h. Keuntungan 826,350 0.37 i. Harga jual 5,775,000 Pasar Hewan a. Harga transaksi 5,742,000 82.03 b. Keuntungan 33,000 0.01 c. Harga jual 5,775,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,775,000 82.50 b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.01 0.29 c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.29 d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.21 e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.12 3.83 g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.77 h. Pakan 15,000 0.01 0.21 g. Keuntungan 831,572 0.37 h. Harga jual 7,000,000 Margin Pemasaran 2,250,000 Sumber : Analisis Data Primer Pada saluran pemasaran pola 3 (Tabel 4) margin pemasaran yang terjadi antara petani produsen dan pedagang antar pulau relatif lebih rendah yaitu sebesar Rp. 1.608.000/ekor. Saluran pemasaran pola 3 harga jual yang diterima petani cenderung lebih baik dibandingkan pada pola 1 yaitu rata-rata sebesar Rp. 5,742,000/ekor dengan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp. 7,350,000/ekor. Tingginya harga jual ditingkat petani berkaitan dengan rantai pemasaran yang terjadi, dimana petani mendapatkan harga tabel berlaku saat itu dan ternak ditimbang pada pasar hewan. Hal ini akan lebih meyakinkan dari segi harga diterima petani. Lain halnya pada model saluran pemasaran 1 atau 2, petani hanya menerima harga jual berdasarkan tafsiran saja (cawangan). Model ini masih terus berkembang mengingat peternakan 533

petani merupakan peternakan rakyat. Transaksi terjadi langsung dilapangan/dikandang petani. Waktu penjualannyapun tergantung dari kebutuhan petani sebagai produsen. Demikian halnya jumlah ternak yang dijual oleh petani hanya 1-2 ekor saja, sehingga peran belantih menjadi dominan didaerah penelitian. Tabel 4. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 3, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007. Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 5,742,000 78.12 b. Biaya masuk 8,000 0.005 0.11 c. Biaya balik nama 25,000 0.016 0.34 Pasar Hewan a. Harga beli/transaksi 5,742,000 78.12 a. Keuntungan 33,000 0.021 b. Harga jual 5,775,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,775,000 78.57 b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.012 0.27 c. Biaya Karantina 20,000 0.012 0.27 d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.009 0.20 e. Biaya penyebrangan 2,000 0.001 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.167 3.64 g. Biaya pengawalan 53,571 0.033 0.73 h. Pakan 15,000 0.009 0.20 g. Keuntungan 1,181,572 0.735 h. Harga jual 7,350,000 Margin Pemasaran 1,608,000 Sumber : Data Primer Diolah Bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang tertinggi diperoleh pada tingkat pedagang antar pulau yaitu sebesar 78.57 persen sedangkan produsen memperoleh bagian keuntungan sebesar 78.12 persen. Share atau bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran relatif cukup merata, hal ini menunjukkan bahwa distribusi margin, biaya dan keuntungan tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi sudah cukup efisien. Saluran pemasaran tersebut secara keseluruhan merupakan dilema yang dihadapi peternak sapi. Seluruh kelembagaan yang ada menginginkan keuntungan tertinggi dari transaksi yang terjadi. Pada sisi lain masing-masing kelembagaan yang ada seolah-olah saling membutuhkan satu sama lain sampai terjadinya transaksi atau uang cash yang diterima oleh petani/peternak sapi di Bali. KESIMPULAN 1) Hasil analisis finansial usahatani ternak sapi yang dilaksanakan di kecamatan Gerokgak memiliki pospektif yang cukup baik dan menguntungkan dilaksanakan, hal dengan nilai R/C > 1. 2) Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani - Belantih - Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani - Pasar hewan - Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. 534

3) Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran dalam pemasaran sapi Bali meliputi fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, transportasi dan penyimpanan), fungsi fasilitas (timbang). Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu Rp. 1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu 78.12 %, diikuti pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Singaraja. Hutabarat, B dan B Rahmanto. Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 4 (1). Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi Pangan. Dalam Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang. (UMM Press). Malang. Sahara, D. 2001. Perilaku Harga Lada Indonesia. Thesis Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. (tidak dipublikasikan) Tomek, W.E and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices, Second Edition Cornell University Press, Ithaca Yasa, IM.R., I.K. Mahaputra., I.N. Adijaya dan I.W. Trisnawati. 2005. Laporan Hasil Survey Pendasaran Prima Tani Renovasi di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering, Desa Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. 535