Sennnur Nasional Peternakan don Veteriner 1997 KOMPARATIF MORFOLOGIK KAMBING BAIvIBANG SETIAm, DWI PRIYANTo dan MUCHR MARTAWIDJAJA Balai Penelitian Temak, P.O. Box 121, Bogor 16002 Suatu penelitian lapang karakterisasi morfologik kambing telah dilaksanakan terhadap kambing Kacang, "Jawarandu" (Peranakan Etawah namun proporsi genotipe Etawah relatif kecil), dan kambing Peranakan Etawah (di daerah sumber bibit). Lokasi contoh pengamatan kambing Kacang dilaksanakan di Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Karakterisasi kambing Jawarandu dilaksanakan di Desa Kedawung, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang dan pengamatan kambing Peranakan Etawah (PE) dilaksanakan di Desa Pandanrejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Semua lokasi pengamatan terletak di Propinsi Jawa Tengah. Hasil rataan karakterisasi ukuran linear permukaan tubuh dan bobot badan menunjukkan bahwa besar tubuh kambing Jawarandu diantara kambing PE dan kambing Kacang. Rataan tinggi pundak kambing Kacang, Jawarandu dan PE jantan dan betina dewasa berturut-turut 55,26_+1,31 dan 55,70±3,33 cm ; 69,83±6,36 dan 66,22_+2,85 cm ; 96,00_+1,00 dan 79,50+3,87 cm. Sedang rataan panjang badan berturut-turut 47,93_+0,82 dan 55,47_+4,90 cm ; 61,50±0,00 dan 62,11_+3,98 cm, 90,50±2,50 dan 71,78±4,48 cm. Bobot badan kambing PE jantan dan betina dewasa (83,50±3,53 dan 40,20±6,33 kg) sangat nyata (p<0,01) lebih tinggi dibanding kambing Jawarandu (30,91±5,31 dan 28,74±4,69 kg) dan kambing Kacang (23,83_+4,55 dan 26,88_+3 ;93 kg). Warna tubuh dominan kambing Kacang adalah coklat (62,1%), kambing Jawarandu hitam (42,0%) dan kambing PE adalah putih (96,0%). Kata kunci : Komparatif, morfologik, kambing RINGKASAN PENDAHULUAN Dari populasi kambing sekitar 11,8 juts ekor (DITJEN PETERNAKAN, 1995), sebagian besar terdiri dari kambing Kacang dan kambing Peranakan Etawah (PE). Pada usalla-ternak kambing dilaporkan oleh SOEHADA (1992) bahwa hampir selundinya benlpa usalta peternakan rakyat dengan skala usaha sekitar 2-7 ekor (SETIADI et al., 1995). Konsekuensi usaha peternakan kambing yang masih bersifat tradisional ditunjtlkkan dengan produktivitas biologiknya relatif masih rendah (ANGGRAENI et al., 1995 ; SETIADI et al., 1995 dan SUBANDRIYO et al., 1995). Salah satu metode untuk meningkatkan produktivitas kambing "asli" Indonesia adalah dengan menyilangkan (crossbreeding) dengan genotipe kambing unggul. Suatu perencanaan program pemuliaan tersebut memerlukan data parameter biologik, genetik maupun sosio-ekonomik yang dihubungkan dengan sifat-sifat produksi yang penting serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Pengamatan morfologik kambing Kacang, Jawarandu dan PE (di daerah sulnber bibit) dilaksanakan sebagai skaah satu cars untuk menganalisis sumberdaya dan melengkapi informasi
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 yang dapat digunakan untuk perencanaan program persilangan (pemuliaan), serta upaya konservasi dan meningkatkan produktivitas kambing. MATERI DAN METODE Pengamatan karakterisasi morfologik kambing dilaksanakan terhadap kambing Jawarandu (Peranakan Etawah dengan dominasi proporsi genotipe kambing Kacang), Peranakan Etawah (PE) dan kambing Kacang. Kambing-kambing yang diamati adalah milik peternak. Lokasi pengamatan kambing Jawarandu adalah di Desa Kedawung, Kecamatan Limpung, KabWten Batang ; pengamatan kambing PE dilaksanakan di daerah sumber bibit D!esa Pandanrejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo clan pengamatan kambing Kacang dilaksanakan di Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Jumlah kambing yang diamati betturutturut pada kambing Jawarandu, PE dan Kacang adalah 125 ; 93 dan 145 ekor. Peubah ukuran linear permukaan tubuh (cm) yang diukur adalah panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, dalam pinggul, lingkar pinggul, panjang telinga dan panjang ekor. Karakteristik kualitatif (%) yang diamati adalah warna tubuh dominan, pola warna tubuh, penyebaran belang,, warm belang, warna kepala, orientasi tanduk, garis muka, clan garis punggung. Disamping itu juga ditimbang bobot badannya (kg). Karakteristik morfologik dilaksanakan menurut petunjuk BALAIN (1992). Data yang terkumpul dianalisis dengan model linear menggunakan paket program SAS (STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM, 1987). Umur kambing dikelompokkan menjadi delapan kelas berturut-turut (1) umur 0-3 bulan, (2) >3-6 bulan, (3) >6-12 bulan; (4) gigi seri tetap satu pasang; (5) gigi seri tetap dua pasang; (6) gigi seri tetap dga pasang ; (7) gigi seri tetap empat pasang dan (8) gigi seri tetap sudah aus (>6 th). HASII. DAN PEMBAHASAN Ukuran linear permukaan tubuh Rataan dan simpangan baku ukuran linear permukaan tubuh kambing Jawarandu, PE dan Kacang yang meliputi panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, dalam pinggul dan lingkar pinggul tent a dalam Tabel 1. Rataan panjang badan kambing PE jantan dan betina dewasa sangat nyata ;<0,01) paling tinggi (90,50±2,50 dan 71,78±4,48 cm) dibanding kambing Jawarandu (61,50+0,00 dan 62,11±3,98 cm) maupun kambing Kacang (47;930,82 ± cm dan 55,47±4,90 cm). Dibedakan menurut jenis kelamin, panjang badan antara min g jantan dan betina tidak berbeda nyata. Dengan bertambahnya umur kambing, panjang badan meningkat secara nyata (p<0,01). Pada kambing PE di daerah sumber Oibit, ukuran panjang badannya lebih panjang dibanding hasil pengamatan Amm et al. (1984) ~,akni sebesar 75,0±6,24 cm pada kambing PE jantan dewasa clan 64,62±6,75 cm pada betina dewasa. Untuk daerah bukan sumber bibit, mutu kambing PE semakin menurun. Hal ini ditunjukkan hasil laporan Aswn et al. (1984) bahwa panjang badan kambing PE jantan dan betina dewasa di lokasi pengamatan Kabupaten Temanggung (60,9±5,94 cm dan 66,2_+4,52 cm) dan Kendal (62,0±6,09 dan 64,2±5,73 cm) jauh lebih pendek. Rataan panjang kambing PE di daerah sumber bibit di Kabupaten Purworejo relatif lama dengan laporan SIJBANDRIYO et al. (1995) yakni dengan rataan 80,90 dan 75,64 cm untuk kambing jantan dan 392
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 betina dewasa. Apabila dibandingkan dengan panjang badan kambing Etawah (rataan 93 cm) yang diimpor dari India tahun 1931 (MERKENs dan SYARIF, 1932), kambing PE di lokasi pengamatan sedikit lebih rendah. Pada kambing Jawarandu, ukuran panjang badan relatif sama dengan hasil pengamatan ASTUTI et al. (1984) terhadap kambing PE di daerah Kabupaten Temanggung dan Kendal. Untuk kambing Kacang, panjang badan hasil pengamatan ternyata lebih rendah dibanding laporan AsTurl et al. (1984) yakni 63;65_+1,65 dan 62,29±6,62 cm berturut-turut untuk kambing jantan dan betina dewasa di Kabupaten Temanggung dan 62,00±0,00 dan 59,84±6,12 cm berturutturut untuk kambing jantan dan betina dewasa di Kabupaten Purworejo. Dilihat dari relatif panjangnya panjang badan kambing Kacang tersebut ada dugaan bahwa kambing Kacang tersebut kemungkinan adalah kambing Jawarandu. Hal ini didasarkan pada pengamatan SrrEPU (1985) bahwa panjang badan kambing Kacang di Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara) adalah sekitar 55 cm. Tinggi pundak kambing PE sangat nyata (p<0,01) paling tinggi dibanding kambing Jawarandu dan kambing Kacang (Tabel 1). Hanya pada kambing PE yang menunjukkan bahwa kambing jantan dewasa sangat nyata lebih tinggi dibanding kambing betina. Rataan tinggi pundak kambing Jawamndu, PE dan Kacang jantan clan betina dewasa berturut-turut 69,83±6,36 dan 66,22+2,85 cm ; 96,00+1 ;00 dan 79,50+3,87 cm serta 55,26+1,31 dan 55,70+3,33 cm. Dibandingkan dengan tinggi pundak kambing PE jantan dan betina dewasa hasil pengamatan AsTUTI et al. (1984) di daerah sumber bibit (83,67_+2,52 dan 71,35_+5,30 cm), hasil yang didapat masih lebih tinggi, dan relatif sama dengan kambing Etawah yang diimpor pada tahutt 1931 (MERKENs dan SYARIF, 1932) yakni setinggi 88 clan 78 cm. Menurut DEVENDRA dan BURNS (1983) tinggi pundak kambing Etawah jantan dewasa berkisar 91-127 cm dan pads betina dewasa sekitar 76-107 cm. Oleh karena itu dapat dikategorikan bahwa proporsi genotipe Etawah pada kambing PE di daerah sumber bibit (Kecainatan Kaligesing, Purworejo) cukup tinggi. Pada kambing Jawarandu, ukuran tinggi pundak relatif sama dengan hasil pengamatan AsTuTl et al. (1984) terhadap kambing PE di daerah Kabupaten Temanggung dan Kendal. Pada kambing Kacang, pengamatan tinggi pundak lebih rendah dibanding laporan AsTmi et al. (1984) di Kabupaten Temanggung clan Purworejo, namun relatif sama dengan laporan Sam (1985). Rataan dalam dada kambing PE dewasa sangat nyata (p<0,01) paling tinggi dibanding kambing Jawarandu dan Kacang. Namun demikian antara kambing Jawarandu dan Kacang tidak berbeda nyata. Rataan dalam dada kambing Jawarandu, PE dan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 33,00+2,62 dan 31,15_+1,92 cm ; 47,75+0,25 dan 36,20_+2,56 cm serta 29,22±0,56 dan 31,14_+1,42 cin_ Pada bangsa kambing yang sama, dalam dada antara kambing jantan dan betina tidak berbeda nyata. Keadaan yang sama dengan ukuran dalam dada juga didapatkan pada ukuran lingkar dada. Rataan lingkar dada kambing Jawarandu, PE clan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 70,16_+5,77 clan 69,32_+4,28 cm ; 99,50_+1,50 dan 80,06±4,79 cm serta 62,11_+1,49 clan 67,57_+2,96 cm. Ukuran lingkar dada kambing PE ternyata lebih tinggi dibanding laporan ASTUTI et al. (1984) yakni sebesar 83,67_+5,69 dan 72,15+8,04 cm untuk kambing jantan dan betina dewasa, namun masih lebih rendah dibanding kambing Etawalt menurut laporan MERKENs dan SYARIF (1932) yakni sebesar 98,55 dan 98,37 cm untuk kambing jantan dan betina dewasa. Ukuran tinggi pinggul dengan tinggi pundak relatif sama. Oleh karena itu pengaruh keragarnan yang terjadi pada tinggi pundak berlaku sama pada ukuran tinggi pinggul. Rataan
SeminarNasionalPeternakon dan Peteriner 1997 ukuran tinggi pundak kambing Jawarandu, PE dan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 70,75+6,04 dan 67,59+3,15 cm ; 96,75±0,25 clan 80,14+4,26 cm serta 54,73+1,67 dan 58,40+1,61 cm. Tabel 1. Rataan dan simpangan baku ukuran linear permukaan tubuh kambing yang dikelompokkan menurut bangsa, umur dan jenis kelamin Banpa/ jenis Umur/ gigi N Ukuran linear perrnukaan tubuh (cm) kelamin seri tetap (ek) (ping) Panjang badan. Tinggi Dalam Lingkar Tinggi Dalam Lingkar pundak dada dada, pinggul pinggul pinggul Jawarandu Jantan _"3 bin 12 34,00_+6,96 38,08_+6,59 16,83_+3,76 36,12±6,84 38,33±6,23 16,58±4;22 37,87±9,43 3-6 bin 23 50,02_+9,26 55,50_+9,11 26,15+_4,83 55;21±9,98 56,06+9,34 26,45_+5,7760,41_+13,1 >6-12 bin 5 56,30_+2,63 61,30_+3,76 28,80_+2,46 62,70_+3,89 61,30±4,73 29,80_+2;4667,20_+2,94 1 pasang 6 61,50_+3,72 69,83_+6,36 33,00_+2,6270;16+5,77 70,75_+6,04 33,41_+2,0175 ;16_+4,79 Betina _3 bin 14 35,39_+7,41 39,89_+8,21 17,92_+4,16 38,67±8,6440,17_+8,64 17,28_+4,86 37,96±10,3 3-6 bin 13 53,84_+6,05 55,46_+4,50 25,69_+2,56 55,15±4,82 56,15+4,52 28,53_+7,41 57,80±11,8 >6-12 bin 10 58,90_+3,98 62,20_+4,87 30,30+1,94 65 ;35+5,72 54,10+5,65 32,56±2,96 74,30_+9,79 1 pasang 15 59,40_+5,46 65,56_+2,54 30,10±2,0566,93±4,54 66,93±3,65 33,20_+10,1 79,10_+8,94 2 pasang 9 58,55_+4,85 61,83_+4,92 28,77+2,34 63,61+5,6662,88_+5,86 33,61_+4,71 68,27+15,6 3 pasang 6 61,83_+3,18 68,75_+5,93 31,83_+2,13 72,33±6,18 69,08±5,74 34,25_+2,7180,33±4,96 4 pasang 18 68,69_+8,13 68,77+_6,1133,91±3 ;52 74,44_+6,44 71,47_+6,35 37,00_+4,21 84,61±7,73 PE Jantan _<3 bin 13 43,88+6,35 50,26_+6,45 22,34±2,95 47;26+5,94 5138±6,73 22,96±3,12 50,92±6,59 >3-6 bin 8 60,25+4,92 69,18_+5,3530,50_+2,65 57,25±9,45 71,18+_6,1832,31+_2,38 69,50_+5,43 3 pasang 2 93,00_+4,24 97,00_+4,2447,50_+2,12 98,00±5,65 96,50+2,12 42,50_+3,53 98,00±1,41 4 p,-sang 1 88,00+0,00 95,00_+0,00 48,00_+0,00 101,0+0,00, 97,00±0,00 40,00_+0,00 94,00±0,00 Betina <3 bin 24 46,54±6,14 52,20_+6,64 23,29_+3,23 45,79±9,31 53,29±7,28 24,02_+2,98 52,20_+7,31 =3-6 bin 16 61,25_+5,95 67,34_+5,96 30,21_+2,58 62,71_+10,4 66,53+11,5 32,68+8,60 69,78_+4,54 >6-12 bin 2 68,50_+0,70 75,00+5,65 33,75_+0;35 75,50+2,12 76,00±5,65 36,00±2,82 83,50±6,36 1 pasang 1 65,00_+0,00 73,50_+0,00 32,00_+0,00 73,00±0,0074,50_+0,00 29.,50±0,00 70,00±0,00 2 pasang 2 71,75_+3,88 73,00_+4,24 34,50+0,70 79,25_+1;06 75,50+2,12 35,75_+1,76 80,50+4,94 3 pasang 4 77,25_+4,99 81,75_+2,87 38,75±3,66 83,37+3,93 83,87_+2,65 41,12+3 ;06 92,25±9,17 4 pasang 27 75,92_+5,15 80,27_+3,95 37,79±3,23 77,72+15,3 82,33+3;42 39,64±4,41 90,44±9,41 >6 tahun 1 69,00+0,00-83,00+0,00 _ 38,00+0,00-87,00+0;00 84,50±0,00 43,00±0,0098,00±0,00 Kacmig - ' Jantan _<3 buian 12 32,50±6,03 36,28_+3,72 21,08±6,77 43,08±4,83 38,33_+4,03 _20,41+2.3146,00_+5,64 >3-6 bin 5 48,80_+4,65 48,40_+4,03 31,60±9,18 55,00±35351,00+5,14 26,00_+3;39 59,40_+5,54 >6-12 bin 13 47,30_+4,97 49,38_+6,34 27,53_+2;43 57.09D,6& 51,76±4,54 28,30+1',97 63,92+5,96 1 pasang 5 47,80_+5,35 53,80_+2,28 29,00_+1,87 63,00+2;00'54,20±2,48 29,60±3,78 63,40±12,2 2 pasang 3 49,00+7,81 55,00_+1,00 28,66+1,52 63,33±3,05 53,00+2,00 30,66±2,08 70,33_+8,96 3 pasang 1 47,00±0,00 57,00_+0,00 30,00±0,00 60,00±0,00 57,00±0,00 33,00±0,00 76,00±0,00 Betina " 3 bulan 24 36,95_+7,91 40,41+6,39 21,54_+5,17 44,54±6,82 43,08±9,79 21,37_+4,65 48,41_+8,89 _3-6 bin 5 48,40+_9,12 43,20±3,96 23,80_+4,71 54,20+8;87 46,00_+4,89 26,40_+3,71 58,00_+6,96 >6-12 bin 20 47,30+_8,56 51,90_+3,99 27,80+_2,58 60,35±6,24 54,80_+4,07 30,60+_3,33 70,25±6,95 1 pasang 9 50,33_+6,72 52,00_+7,38 29,77+2,38 64,77+5,80 56,55_+5,76 33 ;55+4;85 74,55_+7,05 2 pasang 17 53,00_+7,98 52,17_+5,25 29,35±1,80 64,64±3,7957,47_+3,50 33 ;00±2,91 75;88+5,88 3 pasang 8 51,50+_4,56 55,62_+3,06 31,12_+2,74 67,00+5,45 57,75+_4,71 36,62+11,1 82,00±8,26 4 pasang 17 59,70+7,23 58,23+6,96 32,87_+3,77 72,64±6,41 1,23_+2,84 38,23±6,03 8735±6,85 >6 tahun 6 62,83+4,26 60,50±6,71 32,66+0,81 68,83±9,62 59,00+5,65 35,50+1,22 81,50±6,83 Pengamatan menunjukkan bahwa dalam pinggul relatif lebih tinggi dibanding dalam dada Hanya pada kambing PE jantan, dalam pinggul lebih rendah dibanding dalam dada. Dala~ pinggul antara kambing Jawarandu dengan kambing Kacang tidak berbeda nyata, namun den" kambing PE sangat berbeda nyata. Rataan dalam pinggul kambing Jawarandu, PE clan Kacanj 394
Seminar Nas+onal Pelernakan dan Yetermer 1997 jantan dan betina dewasa berturut-turut 33,41_+2,01 dan 34,35_+1,64 cm ; 41,25_+1,25 dan 37,80±4,78 cm serta 31,08+1,42 dan 35,38+1,93 cm. Tabel 2. Rataan panjang telinga, panjang ekor, panjang tanduk dan bobot badan kambing menurut bangsa, umur dan jenis kelamin Bangsa/ jenis kelamin Umur/ gigi seri tetap (Psg) N (ekor) Panjang telinga (cm) Panjang ekor (cm) Panjang tanduk (cm) Bobot badan (kg) Jawarandu Jantan _<3 bln 12 16,37_+2,12 10,79+_1,80 3,50±0,70 5,66+2,83 >3-6 bin 23 22,86+_3,36 15,21±2,74 7,10±2,75 18,00±8,94 >6-12 bln 5 24,50±1,87 15,40±0,89 8,60±2,96 21,30±3,80 1 pasang 6 23,16_+2,04 17,50±2,07 12,33+2,58 30,91+_5,31 Retina _<3 bln 14 18,03+_3,20 11,42+_1,94 5,80±7,46 6,40±3,74 >3-6 bln 13 22,34_+2,91 14,38+1,80 5,00±2,08 19,73+_9,53 >6-12 bln 10 24,05+_3,23 15,00±1,56 7,30±2,35 22,43+_5,33 1 pasang 15 24,56+1,88 17,20±1,56 7,60±2,55 26,38±4,14 2 pasang 9 24,00±3,16 16,77+_3,11 8,00±2,61 23,11+_5,40 3 pasang 6 26,66±2,27 16,91+_1,49 11,33+1,50 29,66+_5,61 4 pasang 18 25,86+3,42 18,47+2,55 12,50±2,38 35,81+9,76 Jantan _<3 bln 13 23,26+_3,85 14,88+_2,55 2,60±0,89 10,23+3,49 >3-6 bin 8 27,50_+2,34 19,75+_1,38 7,25_+1,82 25,00±5,46 3 pasang 2 34,25+_2,47 26,00+2,82 15,00±1,41 82,50±3,53 4 pasang 1 32,50±0,00 24,00±0,00 14,00+_0,00 - Retina _<3 bln 24 23,52+2,18 15,41+2,07 3,33+_1,41 11,64+3,97 >3-6 bln 16 26,59±2,23 17,75±2,01 6,25+1,39 23,96±4,93 >6-12 bin 2 27,25±0,35 19,00±2,82 11,00±1,41 34,75±0,35 1 pasang 1 27,00±0,110 20,00±0,00 11,00±0,00 30,00±0,00 2 pasang 2 29,00±0,00 17 100tl,41 12,50±0,70 39,25±3,18 3 pasang 4 29,75+1,50 21,12+1,31 18,50±2,51 38,63+30,6 4 pasang 27 30,24±2,01 20,83±4,81 14,03+4,21 44,16±7,52 >6 tahmi 1 32,00±0,00 16,00+_0,00 8,00±0,00 49,00±0,00 Kscang Jantan _<3 bulan 12 11,66+1,37 9,16+1,74 2,50+_ 1,00 7,14±2,30 >3-6 bin 5 12,80±1,78 11,20±1,92 5,25+_0,95 12,60±2,60 >6-12 bln 13 13,07_+1,65 11,30+2,42 5,07+2,28 16,81+5,46 1 pasang 5 13,80±2,58 12,80±1,30 7,80±2,58 19,16±2,77 2 pasang 3 12,33+_2,08 12,00±1,00 6,66+2,30 22,33+3,78 3 pasang I 14,00±0,00 11,00±0,00 9,00±0,00 30,00±0,00 Retina <3 bulan 24 12,12+1,72 8,91+2,28 2,30±2,58 8,93±4,43 >3-6 bln 5 11,20±1,64 11,00±2,54 1,80±1,78 14,92±6,33 >6-12 bln 20 13,40±1,18 11,40±2,47 5,05+1,95 16,68;4,81 I pasang 9 14,88+_1,05 12,00±1,11 6,66±2,91 23,48+_3,74 2 pasang 17 14,58_+1,22 12,17_+1,77 5,76±2,56 22,02+_2,71 3 pasang 8 16,75+_33,6 10,87+_1,24 7,62+_3,54 26,05+_5,07 4 pasang 17 15,35+_1,80 12,35+1,27 6,87±4,01 31,82_+5,68 >6 tahun 6 14,51)+1, 51 12-50±1,37 8,33+2,42 31,03+3,13-
Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1997 Ukuran linear permukaan tubuh kambing bagian belakang pada umumnya lebih besar dibanding bagian depan. Hanya pada kambing PE jantan lingkar pinggul lebih kecil dibanding lingkar dada. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lingkar pinggul kambing PE sangat nyata (p<0,01) lebih besar dibanding kambing Jawarandu clan Kacang. Rataan lingkar pinggul kambing kambing Jawarandu, PE clan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 75,16±4,79 dan 78,07+6,02 cm ; 96,00+2,00 clan 86,32+9,88 cm serta 69,91+5,15 clan 80,25±4,61 cm. Berdasarkan rataan ukuran tubuh (panjang bagan, tinggi pundak clan lingkar dada) kambing PE dengan hasil pengamatan ASTUTI et al. (1984), kambing PE hasil pengamatan masih lebih besar. Namun pada kambing Kacang, ukuran tubuh yang didapat relatif lebih rendah. Apabila dibandingkan dengan laporan SITEPU (1985) ukuran tubuh yang didapat relatif sama. Pada kambing Jawarandu, ukuran tubuh yang didapat relatif sama dengan ukuran tubuh kambing PE di luar daerah sumber bibit (ASTUTI et al., 1984). Relatif tingginya ukuran tubuh kambing Kacang hasil pengamatan ASTUTI et al. (1984) kemungkinan bahwa kriteria kambing Kacang yang memang tidak jelas. Salah satu kriteria lebih tingginya proporsi genotipe kambing Etawah pada kambing PE adalah panjang telinga. Semakin panjang telinga dari seekor kambing PE dapat memberi petunjuk bahwa proporsi genotipe kambing Etawah cukup tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa panjang telinga kambing PE sangat nyata (p<0,01) lebih panjang dibanding kambing Jawarandu dan Kacang. Demikian pula panjang telinga kambing Jawarandu sangat nyata (p<0,01) lebih panjang dibanding kambing Kacang. Rataan panjang telinga (Tabel 2) kambing Jawarandu, PE dan Kacang jantan clan betina dewasa bertunit-turut 23,16_+2,04 clan 25,27_+1,04 cm ; 33,37±0,87 dan 28,99+_1,23 cm serta 13,37+_0,74 dan 15,21±0,82 cm. Panjang telinga kambing jantan tidak berbeda nyata dengan kambing betina. Panjang telinga kambing PE dibanding dengan kambing Etawah (MERKENS clan SYARIP, 1932) relatif lebih pendek (35 cm pada kambing jantan dewasa dan 30 cm pada kambing betina dewasa). Namun demikian bila dihubungkan dengan laporan DEVENDRA clan BURNS (1983) bahwa panjang telinga kambing Etawah sekitar 30 cm, maka panjang telinga kambing PE sudah mendekati kriteria kambing Etawah. Panjang telinga kambing Jawarandu relatif sama dengan panjang telinga kambing PE diluar daerah sumber bibit (AsTtrrt et al., 1984), sedang pads kambing Kacang panjang telinga yang didapat masih lebih pendek namun relatif sama dengan laporan SrFEPU (1985). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang ekor (Tabel 2) kambing PE nyata (p<0,05) paling panjang dibanding kambing Jawarandu dan Kacang. Demikian pula panjang ekor kambing Jawarandu nyata lebih panjang dibanding kambing Kacang. Rataan panjang ekor kambing Jawarandu, PE clan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 17,50_+2,07 clan 17,33±0,67 cm ; 25,00+1,00 dan 18,99+2,09 cm serta 11,90±0,73 dan 11,97±0,57 cm. Kambing jantan dan betina dewasa pada umumnya bertanduk (Tabel 2). Namun panjang tanduk kambing betina relatif lebih pendek dibanding kambing jantan. Tanduk kambing PE paling panjang dibanding kambing Jawarandu dan Kacang. Demikian pula tanduk kambing Jawarandu lebih panjang dibanding kambing Kacang. Rataan panjang tanduk kambing Jawarandu, PE dan Kacang jantan dan betina dewasa berturut-turut 12,33_+2,58 clan 9,85_+2,10 cm ; 14,50±0,50 clan 12,80+3,47 cm serta 7,82±0,95 clan 7,04±0,87 cm.
JemtnarNastonal Peternakan dan Vetertner 1997 Sifat kualitatif Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warns tubuh dominan kambing Jawarandu pada umumnya (42,0 %) berwarna hitam. Kambing PE berwarna putih (96,0 %) dan kambing Kacang berwarna coklat muda sampai coklat medium (62,1 %). Hasil pengamatan AsTtrFI et al. (1984) juga mendapatkan bahwa warns tubuh dominan kambing Kacang di Kabupaten Purworejo adalah coklat (58,0 %) dan hitam (32,0 %) serta di Kabupaten Temanggung adalah coklat (50,0 %) dan hitam (30,0 %). Warna tubuh dominan pads kambing PE juga sama dengan laporan ASTUFI et al. (1984) maupun SUBANDRIYO et al. (1995). Menurut laporan MERKENS clan SYARIF (1932), warns tubuh dominan kambing-kambing Etawah yang didatangkan ke Indonesia pada umumnya berwarna coklat. Menurut DEVENDRA dan BURNS (1983) bahwa warns tubuh dominan kambing Etawah beragam dari putih sampai hitam. Berdasarkan dominansi warns tubuh kambing PE di daerah sumber bibit, ads dugaan berhubungan dengan kesenangan peternak akan warns putih yang secara tidak langsung melaksanakan seleksi. Pada kambing Jawarandu, pola warns tubuh pads umumnya terdiri dari satu warns (71,0 %), sedang pada kambing PE hampir selurullnya terdiri dari campuran dua warns (91,1 1/0). Kemudian pada kambing Kacang, proporsi antara satu warns dan campuran dua warns liampir sama (44,9 clan 49,5 %). Sebagian besar (>87,36 %) penyebaran belang berkisar 1-10 % dari luas permukaan tubuh dengan warns belang pada kambing Jawarandu adalah warns putih (92,31 %), pada kambing PE adalah warns coklat (58,00 %) clan hitani (35,00 %), serta pada kambing Kacang berwarna putih (64,00 %) dan hitam (30,67 %) dari populasi. Warna kepala kambing Jawarandu umumnya berwarna hitam (34,65 %) clan coklat muda (41,99 %), pada kambing PE berwarna coklat (59,40 %) clan hitam (34,65 %), sedang pada kambing Kacang proporsi warns kepala adalah coklat muda (50,73 %), coklat merah (25,74 %) clan hitam (21,32 %). Perbedaan antara kambing Jawarandu clan Kacang dengan kambing PE adalah bentuk garis muka. Dari seluruh populasi kambing PE yang diainati mempunyai garis muka cembung, kambing Kacang 96,43 % dari populasi yang diamati mempunyai bentuk muka yang lurus clan 3,57 cembung. Pada kambing Jawarandu, proporsi bentuk muka lurus relatif masih tinggi (88,37 %). Pada umumnya garis punggung kambing berbentuk lures. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proporsi garis punggung yang lurus pada kambing Jawarandu, PE clan Kacang berturutturut 96,90, 91,09 clan 84,03 %.. Sedang proporsi garis punggung yang cekung berturut-turut 2,33 ; 8,91 clan 15,97 % dari populasi kambing yang diamati. Bobot badan Ukuran betuuk tubule juga dapat menggambarkan bobot badan. Semakin besar ukuran pernnukaan tubule, semakin berat bobot badannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot badan kambing PE jantan clan betina dewasa (82,50_+3,53 clan 40,20_+6,33 kg) sangat nyata paling tinggi dibanding kambing Jawarandu (30,91_+5,31 clan 28,74_+4,69 kg) maupun kambing Kacang (23,83±4,55 clan 26,88_+3,93 kg). Rataan clan simpangan bake bobot badan kambing yang dikelompokkan menurut umur, jenis kelamin dan bangsa kambing tertera dalam Tabel 2. Berdasarkan keragaan bobot badan nampak bahwa kambing Jawarandu terletak diantara kambing PE clan kambing Kacang. Hasil penimbangan bobot badan kambing PE jantan dewasa cukup tinggi. Bobot badan ini belum dapat menggambarkan rataan umum populasi karena jumlah pengamatan relatif masih sedikit.
SeminarNasional Pererndtan dan 1<etenner 1997 Pada kambing PE betina dewasa, rataan bobot badan yang didapat relatif sama dengan laporan SUBANDRIYO et al. (1995) yakni sebesar 40,86 dart 38,00 kg masing-masing untuk kambing jantan dan betma dewasa, dan lebih tinggi dibanding laporan AsTUTI et al. (1984) yakni sebesar 35,00+_4,01 kg (jantan dewasa) dan 33,00_+1,59 kg (betina dewasa). Menurut ;laporan MERKENS dan SYARIF (1932) bahwa bobot badan kambing Etawah dewasa yang diimpor dari India setelah tiga bulan di Indonesia rataan bobot badannya adalah 60,21Cg (jantan) dan 35 kg (betina). Berdasarkan laporan MASON (1981) bahwa bobot badan kambing Etawah jantan dewasa berkisar 70-90 kg dan yang betina 45-65 kg, maka kambing PE di lokasi pengamatan dapat dikelompokkan ke dalam kambing-kambing dengan proporsi genotipe Etawah cukup tinggi. Pada kambing Jawarandu, rataan bobot badan yang didapat relatif lebih rendah dengan laporan As7vT1 et al. (1984) terhadap kambing PE di luar daerah surnber bibit. Demikian pula pada kambing Kacang, hasil yang didapat masih lebih lebih rendah. Berdasarkan kriteria bobot badan, pengelompokan kambing menurut bangsa terutama pada kambing lokal (Kacang dan PE) sangat beragam. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rataan ukuran linear pcrmukaan tubuh dan penimbangan bobot badan terhadap kambing Kacang, Jawarandu dan PE (di daerah sumber bibit), disimpulkan bahwa besar tubuh kambing Jawarandu berada diantara kambing PE dan kambing Kacang. Keragaman ukuran tubuh dan bobot badan kambing-kambing yang diamati relatif cukup besar. Keadaan ini masih menunjukkan adanya peluang untuk seleksi "dalam bangsa" dengan tujuan peningkatan produktivitas. Proporsi kambing PE jantan dewasa sangat kecil, keadaan ini disebabkan nilai jual ternak cukup tinggi, sehingga peternak cendening menjual ternakaya waktu masih muda.. Penerapan konsep penggunaan pejantan unggul tanpa diikuti dengan pola pemuliaan yang tepat justru akan menyebabkan penurunan heterosigositas (meningkatkan silang dalam) yang dapat menurunkan produktivitas. Oleh karena itu diperlukan bimbingan program pemuliaan yang memadai. Untuk tujuan pelestarian plasma nutfah dan spesifikasi ternak menurut bangsa dapat dimulai dengan sebutan khusus menurut wilayah. DAFTAR PUSTAKA ANGGRAENI, D., R.S.G. SIANTURI, E. HANDIwiRAwAN dan B. SETIAm. 1995. Dampak perbaikan tatalaksana pemeliharaan terhadap produktivitas induk kambing dan domba di pedesaan. Proc. Seminar nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Ciawi-Bogor. hat. 374-379. AsTUTt, M., M. BELL, P. SrfoRus and G.E. BRADFoRD. 1984. The impact of altitude on sheep and goat production. Working Paper no 30, SR-CRSPBalitnak, Bogor. BALAIN, D.S. 1992. Genetic characterisation, surveys and collection of information and genetic distance. in :DANIEL, C., C. YAUcmN and J. CFmA (eds). Animal Gene Bank in Asia. F.A.O. Training Course, Nanjing, China, Januari 10-21, 1992. Food and Agriculture Organization of the United Nations. pp. 53-97. DEvENDRA, C. and M. BURNS. 1981. Goat Production in the Tropic. Commonwealth Agricultural Bureaux, UK. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1995. Buku Statitik Peternakan 1995. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. 398
Seminar Masional Peternakan dan Veteriner 1997 MERKENs, J. dan A. SYARIF. 1932. Bijgrade tot de kennis van de geitenfokkerij in Nederlandsh Oost Indie (Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Kambing di Indonesia) dalam UToyo, R.P. (penterjemah), 1979. Domba dan Kambing, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. SETIADI, B., SUBANDRIYo and L.C. INIGUEZ. 1995. Reproductive performance of small ruminants in an Outreach Pilot Project in West Java. J. Ilmu Ternak dan Vet. 1(2) : 73-80. SITEpu, P. 1985. Produktivitas ternak kambing di Propinsi Sumatera Utara, B : Ukuran tubuh dan morfogenetik kambing lokal di Kecamatan Galang. Ilmu dan Peternakan 2(1) : 5-9. SOEHADJI. 1992. Pembangunan petemakan dalam pembangunan jangka panjang tahap II. Proc. Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hal. 1-32. STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM. 1987. SAS/STAT Guide for Personal Computers Version 6th ed., SAS Institute Inc., Carry, NC, U.S.A. SUBANDRIYo, B. SETIADI, D. PRIYANTo, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGGRAENI, R.S.G. SmNTUm, HAsToNo dan O. BuTAR-BuTAR. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumberdaya di Daerah SumberBibitPedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.