1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung aktif paling aktif di dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun sekali merupakan fenomena khas yang dijumpai pada gunungapi ini. Erupsi ini tidak serta merta memuntahkan semua material yang ada dalam perut Bumi, tetapi terjadi dalam skala kecil dengan intensitas waktu yang pendek. Erupsi Gunungapi Merapi yang memuntahkan bahan material vulkanik selama bertahun-tahun telah menciptakan kondisi yang ideal untuk membentuk ekosistem yang beragam. Beraneka ragam flora dan fauna hidup di lereng-lereng hutan yang ada di sekitar Gunung Merapi. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi (2010) kekayaan keanekaragaman hayati di antaranya memiliki lebih dari 1.000 jenis tumbuhan, termasuk 75 jenis anggrek langka, sedang ditinjau dari potensi fauna kawasan ini memiliki 147 jenis burung termasuk 90 jenis diantaranya berupa burung-burung yang menetap. Beberapa dari jenis burung tadi, 12 jenis di antaranya merupakan jenis-jenis burung endemik di Jawa, dan 2 jenis burung dikhawatirkan punah seperti jenis burung Matahari (Crocias albonotatus) dan burung kuda (Garullac rufifron). Keberadaan ekosistem hutan di sekitar Gunungapi Merapi juga menyimpan persediaan air bagi kawasankawasan yang terletak di di sekitarnya. Mengingat peran penting ekosistem hutan
2 di kawasan Gunung Merapi, maka kawasan ini ditunjuk menjadi taman nasional pada tahun 2004. Pada bulan Oktober 2010 yang lalu, Gunungapi Merapi kembali mengeluarkan erupsi yang mengakibatkan skala kerusakan yang besar. Peristiwa ini mengakibatkan kebakaran hutan di bagian selatan Gunungapi Merapi yang merupakan bagian dari taman nasional. Menurut Umaya (2012) erupsi ini telah memberikan perubahan yang signifikan terhadap ekosistem yang terkena dampak dengan teridentifikasi lebih dari 2.000 2.500 ha atau 31-39% kawasan Taman Nasional Gunung Merapi berupa ekosistem hutan pegunungan yang hancur. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan Tim Fakultas Kehutanan (2011) dampak letusan ini terbagi menjadi empat (4) kategori, yaitu: 1. rusak total, yaitu apabila tidak ada tanda kehidupan pada daerah yang sebelumnya berhutan; 2. rusak berat, yaitu apabila terdapat tanda kehidupan meskipun kecil, sebagai contoh pohon sisa masih berdiri tetapi batang pohon kering terbakar; 3. rusak sedang, yaitu vegetasi yang ada masih tersisa tetapi kondisinya rusak; 4. rusak ringan yaitu apabila vegetasi masih hidup, relatif utuh, tetapi tertutup abu vulkanik. Fenomena peristiwa erupsi Gunung Merapi di DIY-Jateng yang terjadi pada akhir Oktober 2010 lalu ini serta peristiwa lain yang menjadi turunannya merupakan contoh nyata dinamika alam yang berpotensi bagi munculnya beragam gejala/fakta dan permasalahan/gejala biologi yang dapat dipelajari. Peristiwa erupsi ini menyisakan timbunan material vulkanik, peristiwa banjir
3 lahar dingin, dan perubahan profil ekosistem lereng Gunung Merapi dan sekitarnya yang merupakan bagian dari hulu sub-das Kuning dan Gendol. 1.2 PERMASALAHAN PENELITIAN Kerusakan hutan pasca erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 telah menimbulkan ancaman hilangnya keanekaragaman jenis vegetasi asli yang hidup di ekosistem lereng Gunungapi Merapi. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam beberapa species asli vegetasi dan potensi plasma nutfah lainnya di ambang kepunahan. Nilai intrinsik yang terdapat di dalam setiap jenis vegetasi penyusun ekosistem lereng Gunungapi Merapi merupakan sesuatu yang tidak bisa digantikan. Kekhasan dari komponen penyusun suatu ekosistem merupakan suatu nilai kelangkaan yang pembentukannya memerlukan waktu lama dan tidak dapat dijumpai di semua tempat. Selain itu, kawasan lereng selatan Gunungapi Merapi merupakan kawasan hulu dari sub-das Gendol dan Kuning sehingga vegetasi di kawasan ini yang memiliki salah satu fungsi sebagai penghimpun dan penyimpan air memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem di sekitarnya dan kelestarian sub-das ini pada bagian tengah dan hilir. Apabila dikaitkan dengan statusnya sebagai taman nasional, Gunungapi Merapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik dari jenis flora maupun fauna yang keberadaannya memberikan manfaat yang nyata baik secara ekologis dan ekonomis. Nilai-nilai keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya harus dijaga dan dilindungi guna kepentingan jangka panjang. Vegetasi penyusun ekosistem Gunungapi Merapi merupakan bagian dari rantai makanan
4 kompleks yang pada akhirnya akan saling terhubung dan menjadi salah satu indikator penentu ketersediaan habitat yang ideal bagi komponen ekosistem lainnya. Ancaman hilangnya beberapa spesies asli yang ada dalam suatu ekosistem akan mengancam kelangsungan hidup spesies lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesies asli yang mampu bertahan hidup kembali dan menjadi bagian dari suksesi alami yang terjadi pasca erupsi Gunungapi Merapi 2010 serta keanekaragaman yang kembali terbentuk pasca erupsi besar tersebut yang menandai tahap perkembangan suksesi. Selain itu, keterdapatan ekosistem alami di lereng Gunungapi Merapi menjadi perisai terdepan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya dan pemasok utama ketersediaan mata air bagi sungai-sungai yang bermuara di kawasan ini. 1.3 KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai karakteristik fisik, flora dan fauna yang menjadi penyusun ekosistem Gunungapi Merapi telah banyak dilakukan. Sebagai salah satu gunungapi di dunia yang memiliki tipe erupsi dan karakteritik yang khas, Gunungapi Merapi merupakan laboratorium alami bagi para vulkanolog dari seluruh penjuru dunia. Statusnya sebagai taman nasional yang menjadi tempat perlindungan dan pengawetan plasma nutfah menjadikan kawasan taman nasional Gunung Merapi menjadi lokasi penelitian ahli-ahli biologi dan kehutanan di Indonesia. Namun pasca erupsi besar yang terjadi pada tahun 2010 yang lalu menjadikan terbatasnya data mengenai kondisi ekosistem pasca kehancuran tersebut.
5 Beberapa penelitian mengenai flora, fauna serta kondisi habitat secara umum telah beberapa kali dilaksanakan, antara lain: Population Size Estimation of The Long-tailed Macaque (Macaca fascicularis) in Tlogo Muncar and Tlogo Nirmolo Gunung Merapi National park after The Eruption in 2010 (Nur Annisa, 2011) Keanekaragaman Jenis Herpetofauna dan Karakteristik Vegetasi yang Berpengaruh terhadap Kelimpahannya di Taman Nasional Gunung Merapi Pasca Erupsi 2010 (Agus Sudibyo Jati, 2011); Populasi dan Karakteristik Habitat Katak Kangkang Jeram (Huia masonii) di Kali Kuning Taman Nasional Gunung Merapi Cahyandra Tresno Anggoro, 2012); Ancaman Invasi Acacia decurrens Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 terhadap Pemulihan Keanekaragaman Hayati Flora Pegunungan Di Taman Nasional Gunung Merapi (Betti Yuniasih, 2013). Penelitian mengenai tahap perkembangan suksesi yang melibatkan semua komponen spesies asli yang mampu tumbuh dan berkembang belum dilakukan penelitian. Di sisi lain spesies asli tersebut baik yang berupa herba, semak, maupun pohon merupakan salah satu syarat penyusun ekosistem yang rusak dan menjadi habitat maupun sumber pakan bagi satwa herbivora. Selain itu, kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan kawasan hulu dari beberapa Daerah Aliran Sungai. Kodisi vegetasi sebagai penyimpan air di kawasan hulu suatu DAS akan mempengaruhi ketersediaan air dalam system tersebut. Dengan kondisi vegetasi yang rusak, ketersediaan air dalam DAS akan terancam, begitu pula sebaliknya. Ditinjau dari nilai keanekaragaman jenis species asli, kehancuran ekosistem pasca erupsi menjadi salah satu ancaman punahnya species yang dilindungi. Oleh karena itu, penelitian mengenai identifikasi spesies pascaerupsi
6 menjadi penting untuk dilakukan mengingat peranannya dalam upaya melestarikan keanekaragaman flora dan fauna di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan dapat memberikan gambaran contoh suksesi yang terjadi pascabencana erupsi terjadi. 1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tahapan suksesi alami yang telah dicapai oleh ekosistem di lereng selatan Gunungapi Merapi yang merupakan kawasan hulu dari sub-das Gendol dan Kuning yang nantinya berperan sebagai penghimpunn air bagi keberlanjutan kedua sub-das tersebut.. Tahap suksesi yang sedang terjadi ini ditandai dengan mengacu pada: 1. identifikasi jenis-jenis spesies asli Gunungapi Merapi yang memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang pascaerupsi Gunungapi Merapi 2. mengetahui nilai keanekaragaman jenis spesies dan dominansi setiap jenis spesies asli yang tumbuh dan berkembang di lereng selatan Gunungapi Merapi 3. Mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan spesies asli Gunungapi Merapi 1.5 PERTANYAAN PENELITIAN Pemulihan kembali suatu ekosistem secara alami pada suatu kawasan sub Daerah Aliran Sungai pascabencana yang terjadi menjadi salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman hayati yang ada
7 dapat kembali seperti sedia kala sehingga dapat mengembalikan fungsi utama dari kawasan tersebut sebagai penangkap air (catchment area). Dalam hal ini pertanyaan yang mendesak untuk dijawab adalah: a. bagaimanakah proses suksesi yang terjadi dalam upaya pemulihan kembali ekosistem hulu sub-das Kuning dan Gendol di lereng selatan Gunungapi Merapi yang telah mengalami kerusakan?; b. spesies asli apa sajakah yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang pascaerupsi Gunungapi Merapi? c. bagaimana keanekaragaman hayati yang terbentuk pascaerupsi yang terjadi dan bagaimana dominansi yang terbentuk pada setiap spesies yang tumbuh kembali pascaerupsi Gunungapi Merapi? d. Faktor lingkungan apa yang memengaruhi tingkat pertumbuhan vegetasi penyusun lereng selatan Gunungapi Merapi? 1.6 MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai suksesi primer dan sekunder yang terjadi setelah letusan gunungapi, sehingga dapat menjadi gambaran alam dapat memulihkan diri kembali pasca bencana terjadi. Selain itu, dengan adanya penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi pengelola kawasan dan masyarakat luas mengenai spesies asli di lereng Gunungapi Merapi yang terus-menerus membentuk ekosistem yang kompleks dan menjadi habitat ideal bagi flora fauna di kawasan tersebut. Hal ini tentunya dapat menjadi
8 masukan untuk menyusun desain pemulihan maupun upaya restorasi artifisial yang akan dilakukan guna pemulihan kondisi kawasan hulu sub-das Gendol dan Kuning yang memiliki peran penting sebagai catchment area di sekitar Gunungapi Merapi seperti sedia kala.