HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH PUSKESMAS UNDAAN KABUPATEN KUDUS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

DAFTAR PUSTAKA. Alamsyah, D Pemberdayaan Gizi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha Medika.

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada JurusanIlmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh :

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BULUKUMBA; STUDI ANALISIS DATA SURVEI KADARZI DAN PSG SULSEL 2009

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

Maria Kareri Hara. Abstract

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO SUHUFIL ULA NIM:

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU DALAM PENERAPAN KELUARGA SADAR GIZI DI PUSKESMAS BABAKAN SARI KELURAHAN SUKAPURA BANDUNG 2011

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAMIGALUH I

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 2 OKTOBER Joni Periade a,b*, Nurul Khairani b, Santoso Ujang Efendi b


HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH.

ABSTRAK. Kata kunci : Balita, Status gizi, Energi, Protein PENDAHULUAN

PENINGKATAN PERILAKU IBU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN BALITA DI POSYANDU MELATI DESA BINTORO KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER Susi Wahyuning Asih*

HUBUNGAN PENGELUARAN, SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KELUARGA, DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 2-5 TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PERILAKU HIGIENE SANITASI TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA BALITA USIA 7-24 BULAN DI DESA HARGOREJO KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan desain

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Status Gizi pada Anak Usia Bawah Dua Tahun yang Diberi Susu Formula Di Daerah Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir 2015

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

NASKAH PUBLIKASI. Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : SRI ANIS FADHILA SARI J

Ardina Nur Rahma 1, Mulyo Wiharto 2. Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul 2

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BATITA DI DESA MOPUSI KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASUPAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN PADA BAYI

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Balita Di

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT KONSUMSI PADA MASYARAKAT BERBASIS POLA PANGAN JAGUNG DI DESA GETAS, KECAMATAN KALORAN, KABUPATEN TEMANGGUNG

Jurnal Care Vol 3 No 3 Tahun 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

PGM 2011, 34(2): Reliabilitas metode pengumpulan data konsumsi S. Prihatini; dkk

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : DIAN KUSUMAWATI J

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

KORELASI PERILAKU KADARZI TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ANAK SEKOLAH DENGAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI GODEAN 1 KABUPATEN SLEMAN

TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PLERET

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

SUCI ARSITA SARI. R

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KONSUMSI MAKAN DAN STATUS GIZI PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 TERAS BOYOLALI

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017)

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : SRI REJEKI J

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKANORANG TUA DAN STATUS GIZI BALITA DI DESANGARGOSARI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Antara Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (Bb) Pada Anak Usia Bulan (Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu - Tuban)

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

Perilaku Ibu Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita. Mother Relationship With Events Nutrition Behavior In Children

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan

Volume 3 / Nomor 2 / November 2016 ISSN : HUBUNGAN PEKERJAAN IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

ENERGI DARI SUSU BERDASARKAN STATUS KEGEMUKAN PADA BALITA USIA BULAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN BALITA DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN STUNTING DAN KADAR ZINC RAMBUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA BULAN DI DESA TAMANMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA

THE FACTORS ASSOCIATED WITH POOR NUTRITION STATUS ON TODDLERS IN THE PUSKESMAS PLERET BANTUL REGENCY YEARS Rini Rupida 2, Indriani 3 ABSTRACK

Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2)

Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA USIA 2 5 TAHUN NASKAH PUBLIKASI

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

Kepatuhan Kunjungan Posyandu dan Status Gizi Balita di Posyandu Karangbendo Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

Anis Fitriyani 1, Nuke Devi Indrawati 1

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Balita di Posyandu Mawar RW 05 Kelurahan Wonodri

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH PUSKESMAS UNDAAN KABUPATEN KUDUS Naskah publikasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh ijazah S1 Ilmu Gizi Oleh : RINA HARIYANI J310 110 025 PROGAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

ii

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH PUSKESMAS UNDAAN KABUPATEN KUDUS Rina Hariyani, Siti Zulaekah,Susi Dyah Puspowati Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Email : rinahariyani12@gmail.com ABSTRACT RELATIONSHIP BETWEEN LEVEL OF CAREGIVERS NUTRITION KNOWLEDGE AND LEVEL OF ENERGY PROTEIN CONSUMPTION AND NUTRITIONAL STATUS OF TODDLERS AT REGION OF UNDAAN PRIMARY HEALTH SERVICE KUDUS DISTRICT Background : Children aged 1-3 years are most vulnerable group to nutritional problems. Nutritional status of children can be affected by food intake and infection as direct causes, and education and knowledge as indirect causes. Preliminary survey in January 2015 showed that 24.52% of mothers in region of Undaan Primary Health Service worked so that children cared by caregivers. The prevalence of malnutrition status in 2013 in region of Undaan Primary Health Service Kudus District was 17.56%, which means vulnerable to nutrition problems. Objective : This research aims to determine the relationship between level of caregivers nutrition knowledge and level of energy protein consumption and nutritional status of toddlers. Research Method : This research was a cross-sectional research conducted on May-July 2015. Subjects were non-mother caregivers and toddlers as many as 44 people, taken with stratified random sampling method. Caregivers in this research was the caregivers other than mother and still had family relationship with toddlers. The research instruments were questionnaire to measured nutrition knowledge and nonconsecutive 24 hours food recall 4 times while the research tool was balance weighing scale to the nearest of 0.1 kg. Data were analysed with Pearson Product Moment Correlation. Results : 72.7% caregivers had insufficient nutritional knowledge level, 31.8% toddlers had energy consumption level above requirement, 70.5% toddlers had protein consumption level above requirement, and 86.4% toddlers had good nutritional status (W/A). There is no correlation between caregivers s nutrition knowledge and the level of energy consumption (p = 0.843), protein (p = 0.511), and toddlers nutritional status (p = 0.248). Conclusion : The level of nutrition knowledge is not related significanly to the level of consumption of energy, protein and nutritional status of toddlers. Health workers are expected to further increase the frequency of nutritional counseling to improve the nutritional knowledge of caregivers. Keywords : Level of Nutrition Knowledge, Level of Energy Protein Consumption, Nutritional Status

ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH PUSKESMAS UNDAAN KABUPATEN KUDUS Pendahuluan :Anak usia 1-3 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap masalah gizi. Status gizi anak dapat dipengaruhi oleh asupan makanan dan infeksi sebagai penyebab langsung, serta pendidikan dan pengetahuan sebagai penyebab tidak langsung. Survei pendahuluan pada Bulan Januari 2015 menunjukkan bahwa 24,52% ibu batita di wilayah Puskesmas Undaan bekerja sehingga anak diasuh oleh pengasuh. Prevalensi status gizi kurang-buruk tahun 2013 di Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus yaitu 17,56% yang artinya rawan gizi. Tujuan :Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi protein dan status gizi batita. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan pada Bulan Mei-Juli 2015.Subyek penelitian adalah pengasuh dan batita yang diasuh sebanyak 44 orang yang diambil dengan cara stratified random sampling. Pengasuh dalam penelitian ini adalah pengasuh selain ibu dan masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan batita. Instrumen penelitian berupa kuesioner pengetahuan gizi dan formulir food recall 24 jam sebanyak 4 kali tidak berurutan sedangkan alat penelitian adalah dacin dengan ketelitian 0,1 kg. Analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil : 72,7% pengasuh mempunyai tingkat pengetahuan gizi kurang, 31,8% batita mempunyai tingkat konsumsi energi lebih, 70,5% batita mempunyai tingkat konsumsi protein lebih, dan 86,4% batita mempunyai status gizi baik (BB/U). Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi (p=0,843), protein (p=0,511), dan status gizi batita (p=0,248). Kesimpulan : Tingkat pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi, protein dan status gizi batita. Tenaga kesehatan diharapkan lebih meningkatkan frekuensi penyuluhan-penyuluhan gizi untuk meningkatkan pengetahuan gizi pengasuh. Kata kunci : Tingkat Pengetahuan Gizi, Tingkat Konsumsi Energi Protein, Status Gizi 2

PENDAHULUAN Periode usia 1-3 tahun (batita) merupakan golongan yang paling rawan terhadap masalah gizi (Suhardjo, 2005). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan adanya peningkatan angka prevalensi nasional kurang gizi pada balita, yaitu 18,4% tahun 2007, 17,9% tahun 2010, menjadi 19,6% tahun 2013. Masalah gizi pada balita disebabkan oleh banyak faktor. UNICEF (1998) menjelaskan bahwa malnutrisi pada anak disebabkan oleh kurangnya asupan makan dan penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2006) menunjukkan bahwa asupan makanan balita usia 2-5 tahun dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan ibu. Keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anaknya karena ketidaktahuan tentang gizi seimbang (Baliwati dkk 2004). Hasil penelitian Handarsari dkk (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan tingkat konsumsi energi anak. Hal ini didukung oleh penelitian Al-Shookri dkk (2011) yang menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah dapat mengakibatkan rendahnya asupan makanan pada anak-anak. Hasil penelitian Triwibowo dan Oktalinda (2011) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Jika pengetahuan ibu balita tentang gizi baik, status gizi balita akan baik pula. Penelitian yang serupa sudah banyak dilakukan sebelumnya. Perbedaannya adalah penelitianpenelitian sebelumnya terfokus pada ibu sedangkan pada penelitian ini adalah pengasuh. Pengasuh yang dimaksud adalah pengasuh batita selain ibu yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan batita karena adanya efek psikologis pada anak yang berbeda antara pengasuh dari keluarga dan non keluarga. Status gizi balita di Jawa Tengah tahun 2012 menunjukkan status gizi kurang sebesar 4,88% dan gizi buruk sebesar 0,06% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012). Kabupaten Kudus tahun 2013 terdapat 3,74% balita menderita gizi kurang dan 0,76% gizi buruk. Prevalensi status gizi kurang-buruk terbesar berada di Puskesmas Undaan yaitu sebesar 17,56% dengan 14,24% gizi kurang dan 3,32% gizi buruk sehingga termasuk dalam keadaan rawan gizi (Dinkes Kabupaten Kudus, 2013). Survei pendahuluan pada Bulan Januari 2015 terhadap 1.462 ibu batita di wilayah Puskesmas Undaan didapatkan bahwa 24,52% bekerja dengan mayoritas pekerjaan sebagai buruh/karyawan sehingga anak diasuh oleh pengasuh. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi protein dan status gizi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross-sectional. Lokasi penelitian di 10 desa yang ada wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten 3

Kudus. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei minggu ke 4 sampai Juli minggu ke 2 tahun 2015. Populasi adalah pengasuh dan batita yang diasuh sebanyak 145 orang sedangkan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 122 orang. Penentuan sampel dilakukan secara statified random sampling. Hal ini dikarenakan jumlah sampel setiap desa berbeda. Sampel diambil dari setiap desa dengan proporsi yang sama agar setiap desa terwakili. Berdasarkan perhitungan, sampel yang digunakan adalah 40 orang dengan penambahan 10% sehingga total sampel 44 orang. Data penelitian meliputi data pengetahuan gizi pengasuh, asupan energi dan protein, serta status gizi batita. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan gizi dan formulir food recall 24 jam sedangkan alat penelitian adalah dacin dengan ketelitian 0,1 kg. Data pengetahuan gizi pengasuh diperoleh dari kuesioner pengetahuan gizi dengan jumlah soal sebanyak 20 yang telah diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan di Desa Gumpang, Sukoharjo pada Bulan Maret 2015 dengan nilai alpha cronbach 0,830. Jika jawaban benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Hasil skor pengetahuan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, pengetahuan baik jika jawaban benar >80%, pengetahuan sedang 60-80%, dan pengetahuan kurang jika jawaban benar <60% (Baliwati dkk, 2004). Data tingkat konsumsi diperoleh dari food recall 24 sebanyak 4 kali secara tidak berurutan. Hasil recall kemudian di kelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu : (1) defisit berat, jika <70% dari AKG energi individu, (2) defisit sedang, jika 70-79% dari AKG energi individu, (3) defisit ringan, jika 80-89% dari AKG energi individu, (4) normal, jika 90-119% dari AKG energi individu, dan (5) lebih, jika 120% dari AKG energi individu (Hardinsyah dan Retnaningsih, 2004). Data status gizi (BB/U) diperoleh dengan penimbangan berat badan batita menggunakan dacin. Status gizi di klasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan acuan standar WHO 2005. Data karakteristik responden, tingkat pengetahuan gizi pengasuh, tingkat konsumsi energi batita, tingkat konsumsi protein batita, dan status gizi batita dianalisis secara deskriptif. Analisis bivariat (uji hubungan) dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17,0 dengan menguji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov kemudian dilanjutkan dengan uji Pearson Product Moment karena data berdistribusi normal. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi (p=0,843), protein (p=0,511), dan status gizi batita (p=0,248). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 1 Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Umur Pengasuh Umur Pengasuh n % Dewasa (26-45 tahun) 12 27.3 Lansia ( 46 tahun) 32 72.7 Total 44 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa pengasuh kelompok lansia merupakan kelompok yang tertinggi yaitu 72.7%. Rata-rata umur pengasuh adalah 50,5±10,21 tahun. 4

Pengasuh yang tertua adalah 70 tahun sedangkan yang termuda adalah 26 tahun. Tabel 2 Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Umur Batita Umur Batita n % 12-24 bulan 25-36 bulan 10 34 22,7 77,3 Total 44 100 Tabel 2 menunjukkan bahwa batita kelompok umur 25-36 bulan merupakan kelompok yang tertinggi yaitu 77.3%. Rata-rata umur batita adalah 27,7±5,21 bulan. Batita yang tertua adalah 36 bulan sedangkan yang termuda adalah 19 bulan. Tabel 3 Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Subjek Lakilakpuan Perem- Total n % n % n % Pengasuh 3 6.8 41 93.2 44 100 Batita 24 54.5 20 45.5 44 100 Tabel 3 menunjukkan bahwa pengasuh terbanyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 93.2% sedangkan batita berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 54.5%. Tabel 4 Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pengasuh Tingkat Pendidikan n % SD 35 79,5 SMP 9 20,5 Total 44 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pengasuh terbesar adalah SD (Sekolah Dasar), yaitu sebesar 79,5%. Marimbi (2010) menerangkan bahwa tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap perilaku dalam mengelola rumah tangga termasuk dalam penyediaan makanan bagi keluarga sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Anjarsari (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa balita yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan dasar memiliki risiko 5,25 kali lebih besar mengalami gizi kurang daripada ibu yang memiliki tingkat pendidikan lanjut. Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan gizi pengasuh sebesar 46,8±19,97, yang artinya rata-rata pengasuh mempunyai pengetahuan gizi yang tergolong kurang, skor terendah adalah 5, sedangkan tertinggi 95. Distribusi tingkat pengetahuan gizi pengasuh dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi Tingkat pengetahuan Gizi Pengasuh Tingkat n % Pengetahuan Gizi Kurang 32 72,7 Cukup 10 22,7 Baik 2 4,6 Total 44 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi pengasuh termasuk dalam kategori kurang, yaitu 72,7%. Sebanyak 32 subjek yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi kurang, 26 subjek (81,25%) adalah kelompok lansia ( 46 tahun) dan 30 subjek (93,75%) 5

diantaranya berpendidikan SD. Tingkat pengetahuan gizi pengasuh kurang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: umur dan tingkat pendidikan (Kiger, 2004). Sebanyak 72,7% pengasuh berumur 46 tahun atau golongan lansia dan sebanyak 79,5% berpendidikan SD atau sederajat. Berdasarkan hasil kuesioner, pengasuh paling banyak menjawab Salah pada pernyataan tentang sumber-sumber lemak (88,6%), sumber karbohidrat (81,8%), pengolahan makanan yang baik dan benar (79,5%), dan sumbersumber protein (75%). Nilai pengetahuan gizi pengasuh berdasarkan kisi-kisi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut. Tabel 6 Persentase Jawaban Benar Pengetahuan Gizi Pengasuh Berdasarkan Kisi-Kisi Kuesioner Indikator No.Soal n % Gizi Seimbang 1 15 2 28 49,2 3 22 Sumber-sumber Zat Gizi 4 8 5 11 6 22 7 29 40,3 8 15 9 5 10 34 Vitamin A 11 20 45,5 Garam Beryodium 12 18 40,9 Pengolahan Makanan yang Baik dan Benar 13 9 14 22 35,2 Keamanan Pangan 15 33 75 Posyandu dan Tumbuh Kembang Anak 16 29 65,9 Tahapan Pemberian Makanan Tambahan PMT) 17 34 77,3 Akibat Kekurangan Gizi 18 26 19 17 46,9 20 19 Berdasarkan Tabel 6, persentase jawaban benar pada kuesioner pengetahuan gizi pengasuh berdasarkan kisi-kisi kuesioner, persentase paling rendah adalah pengolahan makanan yang baik dan benar, yaitu sebesar 35,2%. Pengolahan makanan yang dimaksud pada pernyataan kuesioner mengacu pada pengolahan sayuran. Sebanyak 79,5% pengasuh menjawab sayuran harus dipotong terlebih dahulu baru dicuci dan sebanyak 50% pengasuh menjawab sayuran harus dimasak selama mungkin agar lunak. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan pengasuh tentang cara mengolah sayuran yang baik dan benar masih kurang. Persentase jawaban benar paling tinggi terdapat pada kisi-kisi tahapan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), yaitu sebesar 77,3%. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengetahui tahapan PMT yang benar. 6

Tingkat Konsumsi Energi Batita Tingkat konsumsi energi diukur dengan menggunakan formulir food recall 24 jam selama 4 hari tidak berurutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi energi sebesar 103,7%±41,5% yang berarti tingkat konsumsi energi batita tergolong normal atau sudah mencukupi kebutuhan sehari. Tingkat konsumsi energi terendah adalah 39,6% dan tertinggi 267,8%. Distribusi tingkat konsumsi energi batita dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Batita Tingkat Konsumsi Energi n % Defisit tingkat berat 8 18.2 Defisit tingkat sedang 3 6.8 Defisit tingkat ringan 8 18.2 Normal 11 25.0 Lebih 14 31.8 Total 44 100 Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi batita terbesar termasuk dalam kategori lebih, yaitu 31,8%. Kategori tingkat konsumsi defisit ringan mencapai perolehan terendah yaitu 6,8%. Meskipun tingkat konsumsi energi subjek lebih, 18,2% subjek lainnya termasuk dalam ketegori defisit berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batita yang termasuk dalam kategori defisit berat mempunyai permasalahan dalam makan, yaitu kuantitas/jumlah makanan yang dikonsumsi lebih sedikit daripada batita lainnya. Selain itu, batita juga tidak minum susu baik ASI maupun formula atau minum susu formula tidak setiap hari dan dalam jumlah sedikit. Sementara batita dengan tingkat konsumsi energi yang lebih ( 120%), dapat menghabiskan susu 131,3 332,5 gr susu bubuk atau 567,5 ml susu cair dalam sehari padahal konsumsi susu dalam sehari yang dianjurkan untuk batita oleh beberapa produk susu seperti SGM Eksplor 1+ dan Bebelac 3 adalah 105-129 gr/hari. Selain dari susu, sumber energi terbesar yang berasal dari non susu yaitu sirup, mie instan, biskuit susu, dan jajanan. Tingkat Konsumsi Protein Batita Tingkat konsumsi protein diukur dengan menggunakan formulir food recall 24 jam selama 4 hari tidak berurutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi protein sebesar 147,6%±60,47%, artinya asupan protein batita termasuk dalam kategori lebih. Adapun tingkat konsumsi protein terendah adalah 49% dan tertinggi 374,6%. Distribusi tingkat konsumsi protein batita dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Batita Tingkat Konsumsi Protein n % Defisit tingkat berat 3 6.8 Defisit tingkat sedang 3 6.8 Defisit tingkat ringan 2 4.5 Normal 5 11.4 Lebih 31 70.5 Total 44 100 Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein batita terbesar termasuk dalam kategori lebih, yaitu 70,5%. Tingkat konsumsi protein terendah yaitu defisit ringan sebesar 4,5%. Besarnya tingkat konsumsi protein yang lebih ini dibuktikan oleh konsumsi susu formula dalam sehari-hari. Batita yang setiap hari mengonsumsi susu formula (SGM 1+, Bebelac 1, 7

Lactona 2, Dancow 1+, dan sebagainya) mempunyai tingkat konsumsi protein normal lebih dibandingkan yang hanya minum susu kental manis/teh/sirup/air putih. Hal ini dikarenakan kandungan protein dalam susu formula yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu kental manis/teh/sirup sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan protein batita. Status Gizi Batita Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai Z-Score berdasarkan BB/U adalah -0,49±1,38. Hal ini berarti rata-rata batita mempunyai status gizi baik berdasarkan indikator BB/U. Adapun nilai Z-Score terendah adalah -2,64 dan tertinggi adalah 4,05. Distribusi status gizi batita dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi Status Gizi Batita Status Gizi n % Gizi Buruk 0 0 Gizi Kurang 3 6,8 Gizi Baik 38 86,4 Gizi Lebih 3 6,8 Total 44 100 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar batita mempunyai status gizi baik, yaitu sebesar 86,4%. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar batita yang mempunyai tingkat konsumsi energi dan protein yang normal hingga lebih. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan UNICEF (1998) bahwa asupan zat gizi merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Energi Batita Karakteristik subjek meliputi tingkat pengetahuan gizi pengasuh dan tingkat konsumsi energi batita diuji statistik menggunakan uji korelasi Person Product Moment untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Distribusi tingkat konsumsi energi batita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Batita Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh Tingkat Tingkat Konsumsi Energi Batita Pengetahuan Defisit Defisit Defisit Total Normal Lebih Gizi Berat Sedang Ringan Pengasuh n % n % n % n % n % n % Kurang 6 18,8 2 6,3 6 18,8 8 25 10 31,3 32 100 Cukup 2 20 1 10 1 10 3 30 3 30 10 100 Baik 0 0 0 0 1 50 0 0 1 50 2 100 Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 32 subjek yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 31,3% batita dengan tingkat konsumsi energi yang tergolong lebih, 10 subjek dengan 8

pengetahuan gizi cukup terdapat 30% batita dengan tingkat konsumsi energi yang tergolong lebih, 2 subjek dengan pengetahuan gizi baik terdapat 50% batita dengan tingkat konsumsi energi yang tergolong lebih sementara yang lainnya defisit ringan. Hasil uji statistik didapatkan signifikansi 0,843 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi energi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Laraeni dkk (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap konsumsi energi pada balita gizi kurang dengan indeks BB/U. Sebanyak 46 ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi tergolong cukup, tingkat konsumsi energi anak balitanya tergolong defisit berat (27,1%). Hasil foodrecall 4x24 jam tidak berurutan menunjukkan bahwa ratarata tingkat konsumsi energi batita dalam kategori normal (103,7%) dan sebanyak 31,8% batita mempunyai tingkat konsumsi energi yang termasuk dalam kategori lebih. Meskipun rata-rata tingkat konsumsi energi batita tergolong normal, hasil analisis data food recall menunjukkan bahwa asupan energi dari makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan energi batita. Tingkat konsumsi energi batita menjadi normal lebih dikarenakan batita mengkonsumsi susu formula diatas standar yang dianjurkan sehingga lebih dari setengah dari kebutuhan energi (57,31%) dipenuhi dari susu formula. Rata-rata asupan energi batita yang berasal dari makanan dan minuman (non susu) hanya mencapai 608,54 kkal atau memenuhi 54,09% kebutuhan energi batita dalam sehari sedangkan susu formula menyumbang 644,74 kkal atau 57,31% kebutuhan energi sehari. Lannelli (2014) menjelaskan bahwa kalori ekstra dari susu biasanya menyebabkan anak menjadi kenyang sehingga tidak ingin makan makanan bergizi lainnya, atau jika mereka makan dengan baik, semua kalori ekstra tersebut dapat menyebabkan kegemukan. Selain itu, anak dapat memiliki masalah dengan sembelit dan anemia defisiensi besi. Oleh karena itu, konsumsi susu pada batita dibatasi 16-24 ounces (473,2-709,8 ml) per harinya. Beberapa produk susu untuk batita juga menganjurkan hal yang sama, misalnya SGM Eksplor 1+ menganjurkan konsumsi susu 3 gelas sehari atau setara dengan 540 ml (105 gr susu bubuk) dan Bebelac 3 menganjurkan konsumsi susu 3 gelas sehari yang setara dengan 705 ml (129 gr). Rata-rata konsumsi susu bubuk batita dalam sehari adalah 150,44 gr sehingga melebihi jumlah susu yang dianjurkan. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Protein Batita Tingkat pengetahuan gizi pengasuh dan tingkat konsumsi protein batita diuji statistik menggunakan uji korelasi Person Product Moment untuk mengetahui tingkat hubungan pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi protein batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Distribusi tingkat konsumsi protein batita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dapat dilihat pada Tabel 11. 9

Tabel 11 Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Batita Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh Tingkat Tingkat Konsumsi Protein Batita Pengetahuan Defisit Defisit Defisit Total Normal Lebih Gizi Berat Sedang Ringan Pengasuh n % n % n % n % n % n % Kurang 3 9,4 3 9,4 2 6,3 3 9,4 21 65,6 32 100 Cukup 0 0 0 0 0 0 2 20 8 80 10 100 Baik 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100 2 100 Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 32 subjek yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 65,6% batita dengan tingkat konsumsi protein yang tergolong lebih,10 subjek dengan pengetahuan gizi cukup terdapat 80% batita dengan tingkat konsumsi protein yang tergolong lebih, 2 subjek dengan pengetahuan gizi baik, 50% batita mempunyai tingkat konsumsi energi yang tergolong lebih. Hasil uji statistik didapatkan signifikansi 0,843 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan tingkat konsumsi protein batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handarsari dkk (2010) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat konsumsi protein pada anak. Penelitian Ningsih (2008) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu balita dengan tingkat konsumsi protein balita. Pengetahuan gizi pengasuh dalam penelitian iniyang termasuk dalam kategori kurang, sedang maupun baik, sama-sama memiliki rata-rata tingkat konsumsi protein batita yang tergolong baik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga batita dimana ibu batita bekerja sehingga menigkatkan daya beli keluarga terutama daya beli susu formula. Asumsi ini diperkuat oleh hasil penelitian Santika dkk (2015) yang menunjukkan bahwa anak-anak dari kelompok SES (sosio-economic status) tinggi lebih mungkin mengkonsumsi beragam makanan dan mendapatkan nutrisi yang memadai dibanding kelompok SES yang lebih rendah. Sama halnya dengan asupan energi yang berlebih, kelebihan asupan protein ini juga disebabkan oleh batita yang banyak mengkonsumsi makanan dan minuman sumber protein tinggi, sepert susu formula, sosis, nugget, telur, daging, tahu, dan tempe. Namun, dari beberapa makanan tersebut, susu bubuk menyumbang protein tertinggi, yaitu rata-rata 21,49 gr atau 82,65% dari kebutuhan protein sehari sedangkan protein dari makanan sehari-hari hanya mencukupi kebutuhan protein sebesar 74,35% atau 19,33 gr. Jika dilihat dari konsumsi makanan (non susu) saja, maka tingkat konsumsi protein batita tergolong defisit sedang. Berdasarkan hasil analisis terhadap konsumsi susu bubuk, susu kental manis, dan susu cair harian pada batita, diketahui bahwa dari 44 batita, 34 diantaranya ratarata mengkonsumsi susu bubuk dan susu kental manis (susu kental manis Frisian Flag, susu kental 10

manis Indomilk, Lactona 2, SGM 3, SGM 1+, Bebelac 3, Dancow Batita 1+, Frisian Flag 123) sebanyak 150,44 gr/hari, 6 batita mengkonsumsi susu cair kemasan dengan rata-rata 182,08 ml/hari, dan 4 batita lainnya mengkonsumsi air sirup, sari kacang hijau, dan air gula sebagai pengganti susu. Jumlah konsumsi susu tersebut melebihi batas yang dianjurkan, yaitu 16-24 ounces (473,2-709,8 ml) per harinya (Lannelli, 2014) atau 3 gelas/hari yang setara dengan 540 ml (105 gr) SGM Eksplor 1+, 705 ml (129 gr) Bebelac 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Status Gizi Batita Karakteristik subjek yang meliputi pengetahuan gizi pengasuh dan status gizi batita diuji statistik menggunakan uji korelasi Person Product Moment untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi pengasuh dengan status gizi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Distribusi status gizi batita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Distribusi Status Gizi Batita Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh Status Gizi Batita Tingkat Gizi Gizi Total Pengetahuan Gizi Baik Gizi Lebih Buruk Kurang Gizi Pengasuh n % n % N % n % n % Kurang 0 0 3 9,4 27 84,4 2 6,3 32 100 Cukup 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 Baik 0 0 0 0 1 50 1 50 2 100 Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 32 subjek yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 84,4% batita dengan status gizi baik, 10 subjek dengan pengetahuan gizi cukup, 100% batita memiliki status gizi baik, 2 subjek dengan pengetahuan gizi baik terdapat 50% batita dengan status gizi lebih sementara yang lainnya gizi baik. Hasil uji statistik didapatkan signifikansi 0,248 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan tingkat pengetahuan gizi pengasuh dengan status gizi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pertiwi dkk (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita. Sebanyak 39 ibu yang mempunyai pengetahuan gizi cukup, terdapat 53,8% balita berstatus gizi kurang. Penelitian Mulyaningsih (2008) juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi balita terhadap status gizi balita.ibu tidak menerapkan pengetahuan tentang gizi balita yang dimiliki dalam kehidupan anak sehari-hari karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung dan waktu ibu yang tidak sepenuhnya digunakan untuk memperhatikan anak mereka. Status gizi batita dalam penelitian ini dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Hal ini menyebabkan status gizi batita sebagian besar 11

baik meskipun sebagian besar pengasuh mempunyai pengetahuan gizi kurang. Pengasuh di wilayah Puskesmas Undaan mengetahui pentingnya minum susu pada batita sehingga selalu mencukupi kebutuhan susu anak asuhnya. Beberapa pengasuh bahkan hanya mengandalkan susu untuk mencukupi kebutuhan gizi anak asuhnya dikarenakan anak tersebut tidak mau atau sedikit makan. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan analisis deskriptif yaitu 72,7% pengasuh mempunyai tingkat pengetahuan tentang gizi dalam kategori kurang, tingkat konsumsi energi batita dalam kategori lebih sebesar 31,8%, dan tingkat konsumsi protein batita dalam kategori lebih sebesar 70,5%. Adapun kesimpulan uji hubungan pada penelitian ini yaitu tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pengasuh tentang gizi dengan tingkat konsumsi energi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus (p=0,843), tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pengasuh tentang gizi dengan tingkat konsumsi protein batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus (p=0,511), dan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pengasuh tentang gizi dengan status gizi batita di wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus (p=0,248). Saran Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan frekuensi penyuluhan kesehatan kepada para pengasuh tentang kesehatan dan gizi khususnya cara mengolah makanan yang baik dan benar dan sumbersumber zat gizi serta pentingnya gizi seimbang agar tidak memberikan susu formula secara berlebihan kepada anak. Selain itu, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengembangkan penelitian yang melibatkan pengasuh anak dan penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan gizi dan tingkat konsumsi energi dan protein pada batita. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan hubungan faktor sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi batita yang diasuh oleh pengasuh selain ibu. REFERENSI Al-Sookri, A., Layla A., Fouad H., Sadeq A.S., dan Saif A.T. 2011. Effect of Mothers Nutritional Knowledge and Attitudes on Omani Children s Dietary Intake. Oman Medical Journal, 26 (4). Anjarsari, R.R., 2014. Faktor Risiko berkaitan dengan Kejadian Gizi Kurang pada Anak Usia 24-36 Bulan di Desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: Program Studi S1 Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Baliwati, YF., Ali K., dan C. Dwiriani, N. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Dinkes Kabupaten Kudus. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Kudus: Dinkes Kabupaten Kudus. DinkesProvinsi Jawa Tengah. 2012. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 12

Semarang: Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Ernawati, A. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun Di Kabupaten Semarang. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Handasari, E., Ali R., Juju W. 2010. Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anak TK Nurul Bahri Desa Wukir Sari Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 6 (2). Kiger, A.M. 2004. Teaching for Health. Philadelphia: Churchill Livingstone. Lannelli, V. 2014. Risks of Drinking Too Much Milk (online), http://pediatrics.about.com/od/ weeklyquestion/a/04_toomuch _milk.htm, diakses tanggal 12 Oktober 2015. Marimbi, H., 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Mulyaningsih, F. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita dan Pola Makan Balita Terhadap Status Gizi Balita di Kelurahan Srihardono Kecamatan Pundong. Skripsi. Ningsih, R. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu serta Hubungannya dengan Konsumsi Pangan dan Status Gizi Balita di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pertiwi, L.J., Hartiah H., dan Karwati. 2012. Hubungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan Status Gizi Balita di Desa Cipacing. Student e- journal, 1(1). Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Santika, O., Februhartanty, J., dan Ariawan I. 2015. Feeding practices of young children aged 12 23 months in different socio-economic settings: a study from an urban area of Indonesia. British Journal of Nutrition, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu bmed/26388172. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan teknik Boga dan Busana, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. Triwibowo, H. dan Oktalinda N.R. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Balita tentang Gizi dengan Status Gizi Balita (1-5 tahun) di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojosari Mojokerto. Jurnal Keperawatan Bina Sehat, 7(2). UNICEF. 1998. The State of the World's Children 1998. New York: Oxford University Press for UNICEF. 13