ANALISIS SPASIAL SEBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO Delvi Titahena*, Afnal Asrifuddin *, Budi. T. Ratag* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Jumlah penderita DBD di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang dengan jumlah kematian 108 orang. DBD merupakan penyakit menular yang terus mengalami peningkatan kasus dari tahun 2014-2016 di kota Manado. Kasus DBD di Puskesmas Minanga dari tahun 2014 hingga tahun 2016 sebanyak 143 kasus. Analisis spasial secara kewilayahan memudahkan dalam melihat sebaran kasus DBD pada wilayah yang berisiko tinggi. Untuk mewaspadai siklus KLB DBD, diperlukan pemodelan faktor risiko spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menanggulangi dan memberantas kasus DBD per wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran kejadian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Minanga tahun 2016. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG) melalui analisis spasial. Populasi dalam penelitian ini yakni seluruh penderita DBD di puskesmas minanga tahun 2016 berjumlah 62 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita DBD terbanyak pada kelompok usia anak-anak (5-11 tahun) sebanyak 29 orang (46.8%) dan lebih banyak terjadi pada laki-laki sebanyak 32 orang (51.6%). Kelurahan Malalayang I merupakan kelurahan yang paling banyak memiliki kasus DBD sebanyak 24 titik sebaran kasus DBD. Terdapat 3 kelurahan yang padat, Kelurahan Malalayang I Timur, Malalayang I, dan Malalayang II dengan jumlah 49 titik sebaran kasus DBD.Di wilayah kerja Puskesmas Minanga pada daerah yang tinggi ditemukan kasus DBD terbanyak sebanyak 25 titik yakni Kelurahan Malalayang II 9 titik, Malalayang I Barat 8 titik, Malalayang I 6 titik, dan Kelurahan Malalayang I Timur 2 titik. Kasus DBD paling banyak ditemukan pada kelompok usia 5-11 tahun dan pada kelompok laki-laki. Pada daerah yang padat penduduk dan daerah yang tinggi ditemukan kasus DBD paling banyak. Kata Kunci : Spasial, Sebaran, Demam Berdarah Dengue ABSTRACT The number of Dengue Hemorrhagic Fever or DHF patients in Indonesia in January until February 2016 was 8,487 people with the number of deaths 108 people. DHF is a contagious disease that has rapidly increase of cases from 2014 until 2016 in Manado City. The cases of DHF in Puskesmas Minanga has increased over from 2014 to 2016 as many as 143 cases. Spatial analysis in a region make it easy to see the spread of dengue cases in high-risk areas. To be aware of the KLB cycle of DHF, it is necessary to model the spatial risk factor based on Geographic Information System (GIS) to overcome and eradicate dengue cases per region. This study aimed to determine the spread of dengue disease events in the working area of Puskesmas Minanga in 2016. This research used qualitative research method with Geographic Information System (GIS) approach through spatial analysis. Population in this research for all patients with dengue fever at Puskesmas Minanga in 2016 amounted 62 people. Results: The results of this study showed that the highest dengue fever in the age group of children (5-11 years) as many as 29 people (46.8%) and more common in men as many as 32 people (51.6%). Kelurahan Malalayang I is the most urban village with 24 dengue fever cases. There are 3 densely populated urban villages, which are : Kelurahan Malalayang I, Malalayang I and Malalayang I Timur with 49 spots spread of DHF cases. In the working area of Puskesmas Minanga of the highest area, the highest number of DHF cases were 25 spots, which are : at the Malalayang II 9 spots, at the west of Malalayang I 8 spots, at the Malalayang I 6 spots, and at the east of Kelurahan Malalayang I 2 spots. DHF cases are most prevalent in the 5-11 years age group and in the male group. In densely populated areas and highest areas, DBD cases was most found. Keywords: Spatial, Spreading, Dengue Hemorrhagic Fever 1
PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang secara cepat menyebar di berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina yakni dari spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk ini juga dapat menularkan penyakit chikungunya, demam kuning dan infeksi Zika. Virus dengue tersebar luas di seluruh daerah tropis yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan arus urbanisasi yang cepat (WHO, 2016). Menurut data Dinkes Provinsi Sulawesi Utara, kasus DBD di Provinsi Sulut tahun 2016 sebanyak 2217 orang penderita dan terdapat 17 orang yang meninggal akibat DBD. Incindence Rate (IR) kasus DBD 91,9 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) kasus DBD 0,8%. Kasus DBD di kota manado pada tahun 2016 terdapat 567 penderita dan 6 orang meninggal dengan IR 133,2 per 100.000 penduduk dan CFR 1,1% (Dinkes Provinsi, 2016). Berdasarkan data Dinkes Kota Manado, DBD merupakan salah satu penyakit menular yang terus mengalami kenaikan angka kejadian penyakit dari tahun 2014 hingga 2016. Pada tahun 2016 tercatat angka kejadian DBD di seluruh puskesmas kota manado berjumlah 468 kasus. Menurut data Dinkes kota Manado Puskesmas Minanga menempati urutan ke 2 dengan jumlah kasus DBD terbanyak yakni 66 kasus. (Dinkes Manado, 2016). Menurut Profil Puskesmas Minanga kota Manado, kasus DBD terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2014 berjumlah 31 kasus, tahun 2015 berjumlah 46 kasus, dan tahun 2016 berjumlah 66 kasus. Kejadian DBD terus mengalami peningkatan sehingga puskesmas minanga menempati urutan ke 2 dengan jumlah kasus DBD terbanyak di tahun 2016 (Puskesmas Minanga, 2016). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG) yang memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan, mengeksplorasi, memilah-milah data, dan menganalisis data secara spasial. Dalam penelitian ini variabel berupa usia dan jenis kelamin dianalisis secara univariat sedangkan variabel kepadatan penduduk dan ketinggian wilayah dianalisis secara spasial pada kasus DBD. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Minanga Kecamatan Malalayang dari bulan Maret - Juli tahun 2017. Populasi pada penelitian ini adalah penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Minanga. Sampel penelitian 2
ini menggunakan total sampel (total sampling) yakni seluruh penderita DBD yang berobat di Puskesmas Minanga pada tahun 2016, yaitu berjumlah 66 penderita. Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi penyakit DBD berdasarkan karteristik individu usia dan jenis kelamin. Analisis spasial dilakukan untuk melihat pola spasial dari penyakit DBD berdasarkan kepadatan penduduk dan ketinggian wilayah. Beberapa data spasial akan dianalisis dengan cara mendigit untuk menghasilkan gambar persebaran berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan proses analisis ini dilakukan dengan bantunan aplikasi ArcMap 10.1. HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Minanga kecamatan Malalayang yang terdiri dari 4 kelurahan, yakni kelurahan Malalayang I Timur, Malalayang I, Malalayang I Barat, dan Malalayang II. Jumlah Sampel sebanyak 62 kasus yang ditemukan dimana terdapat 11 kasus di Kelurahan Malalayang I Timur, 25 kasus di Kelurahan Malalayang I, 11 kasus di Kelurahan Malalayang I Barat, dan 15 kasus di Kelurahan Malalayang II. Tabel 1. Usia Penderita DBD di Puskesmas Minanga Usia N % 0-4 tahun 13 21 5-11 tahun 29 46.8 12-25 tahun 15 24.2 26-45 tahun 2 3.2 46-65 tahun 3 4.8 > 65 tahun 0 0 Total 62 100 Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Minanga, usia penderita DBD yang berobat dari bulan Januari Desember 2016 tercatat yang paling banyak pada kelompok anak-anak berusia 5-11 tahun yakni sebanyak 29 orang (46.8%) dan yang paling sedikit pada kelompok dewasa berusia 26-45 tahun yakni sebanyak 2 orang (3.2%). Tabel 2. Jenis Kelamin Penderita DBD di Puskesmas Minanga Jenis Kelamin n % Laki-Laki 32 51.6 Perempuan 30 48.4 Total 62 100 Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Minanga Malalayang, penderita DBD yang berobat pada bulan Januari - Desember 2016 tercatat lakilaki berjumlah 32 orang (51.6%) dan perempuan berjumlah 30 orang (48.4%). 3
Gambar 1. Peta Persebaran Penderita DBD Berdasarkan Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Minanga Kota Manado Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Minanga Malalayang, gambaran spasial sebaran kasus DBD yang ditemukan sebanyak 62 responden dengan 60 titik sebaran kasus DBD, dimana terdapat 2 Kepadatan Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minanga ditentukan melalui perhitungan jumlah penduduk (jiwa) dalam 1 kelurahan dibagi dengan luas wilayah (km²) kelurahan tersebut, dan klasifikasi daerah dengan tingkat rumah yang masing-masing rumah kepadatan penduduk yang padat dan terdapat 2 penderita DBD. Sebaran tidak padat ditentukan dari nilai rata-rata Penderita DBD yang berjumlah 60 titik, kepadatan penduduk 4 kelurahan. terdiri dari 11 titik di Kelurahan Menurut hasil perhitungan nilai rata-rata Malalayang I Timur, 24 titik di kepadatan penduduk 4 kelurahan yang Kelurahan Malalayang I, 11 titik di memiliki nilai >1620 jiwa/km² Kelurahan Malalayang I Barat, dan 14 titik di Kelurahan Malalayang II. Jumlah sebaran kasus DBD yang tertinggi berada di Kelurahan Malalayang I berjumlah 24 titik dan yang terendah di Kelurahan Malalayang I Timur dan Malalayang I Barat berjumlah 11 titik. diklasifikasikan sebagai daerah yang padat sedangkan yang memiliki nilai <1620 jiwa/km² dikategorikan sebagai daerah yang tidak padat. Gradasi warna yang dipilih untuk daerah padat yakni merah dan daerah tidak padat yakni orange. 4
Gambar 2. Peta Persebaran Penderita DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Minanga Kota Manado Distribusi kasus DBD di wilayah Timur (11 titik), Kelurahan Malalayang kerja Puskesmas Minanga lebih I (24 titik), dan Kelurahan Malalayang II terkonsentrasi di daerah yang Padat yakni sebanyak 49 titik yang ditemukan tersebar di Kelurahan Malalayang I (14 titik). Sedangkan daerah tidak padat sebanyak 11 titik yang diterdapat di Kelurahan Malalayang I Barat. Gambar 3. Peta Persebaran Penderita DBD Berdasarkan Ketinggian Wilayah di Wilayah Kerja Puskesmas Minanga Kota Manado 5
Berdasarkan peta topografi atau ketinggian wilayah yang diambil dari Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2011-2031 kota Manado, dijelaskan bahwa ketinggian wilayah di wilayah kerja Puskesmas Minanga Malalayang bervariasi yakni dari 0 mdpl - 270 mdpl. Gradasi warna yang diambil menunjukkan bahwa daerah itu rendah, sedang, atau tinggi, ditentukan berdasarkan warna hijau menunjukkan bahwa daerah rendah (0-30 mdpl), warna kuning menunjukkan daerah sedang (30-50 mdpl), dan warna merah menunjukkan daerah tinggi (>50mdpl). Daerah tinggi memiliki titik sebaran penderita DBD yang tinggi yakni 26 titik, daerah rendah 21 titik, dan daerah sedang 13 titik. PEMBAHASAN A. Hasil Univariat Penderita DBD Berdasaran Usia Berdasarkan data sekunder laporan penderita DBD di puskesmas minanga, responden yang memiliki usia 5-11 tahun yakni berjumlah 29 orang yang dimana pada kategori usia anak-anak ini merupakan kategori usia dengan jumlah penderita DBD tertinggi, usia 12-25 tahun yakni kategori usia remaja berjumlah 15 orang, usia 0-4 tahun yakni kategori usia balita berjumlah 13 orang, 46-65 tahun yakni kategori usia lansia berjumlah 3 orang, dan yang paling terendah jumlahnya yakni usia 26-45 tahun yakni pada kategori dewasa berjumlah 2 orang. Usia penderita DBD yang paling muda yakni berusia 1 tahun berjumlah 2 orang yang bertempat tinggal di Kelurahan Malalayang I dan Malalayang II. Berdasarkan hasil observasi diwilayah kerja puskesmas minanga penderita yang tinggal di Kelurahan Malalayang I dan Malalayang II merupakan wilayah yang sangat padat penduduk, dan berada pada ketinggian wilayah yang rendah. B. Hasil Univariat Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin penderita DBD di wilayah kerja puskesmas minanga yang paling banyak adalah laki-laki dengan presentase 51.6% dibandingkan jumlah perempuan yang menderita DBD yakni 48.8%. Di Indonesia jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang menderita DBD tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada umumnya seorang anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi dari pada seorang anak perempuan karena produksi imunoglobin dan antibodi dikelola secara genetika dan hormonal, dan anak perempuan lebih efisien dalam memproduksi imunoglobin dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Rizki 6
(2012) dimana kasus DBD lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih banyak beraktivitas diluar rumah dibandingkan anak perempuan. C. Analisis Spasial Sebaran Penderita DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minanga terbagi dalam 2 kategori yakni padat dan tidak padat. Dari 4 kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Minanga, 3 kelurahan dikategorikan sebagai daerah yang padat penduduk dan 1 kelurahan sebagai daerah yang tidak padat. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa sebaran penderita DBD lebih banyak tersebar didaerah yang padat penduduk, dimana wilayah tersebut dikategorikan sebagai wilayah padat apabila kepadatan lebih dari 1.620 jiwa/km² sedangkan jika hasilnya kurang dari 1.620 jiwa/km² dikategorikan sebagai daerah yang tidak padat. Hasil tersebut didapat dari nilai rata-rata kepadatan penduduk 4 kelurahan. Daerah yang diklasifikasikan sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk yang padat masing-masing memiliki titik sebaran kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang berbeda-beda. Besar kepadatan penduduk per kelurahan dapat diketahui dengan perhitungan matematis, yakni dengan membagi antara jumlah penduduk dengan luas wilayah. Dari hasil kepadatan penduduk per kelurahan dijumlahkan dan totalnya dibagi dengan banyaknya kelurahan maka diperoleh hasil 1620 jiwa/km². Berdasarkan hasil perhitungan, maka kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minanga : Kelurahan Kepadatan Keterangan Penduduk (jiwa/km²) Malalayang I 1.659 Padat Timur Malalayang I 1.739 Padat Malalayang I 1.316 Tidak Padat Barat Malalayang II 1.724 Padat Kepadatan penduduk yang sangat tinggi akan menyebabkan tingginya kepadatan rumah yang saling berdekatan yang dapat menyebabkan tertularnya penyakit DBD secara cepat. Di setiap Kelurahan yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Minanga, terdapat rumah penderita DBD yang terjangkit DBD secara bersamaan. Pada Kelurahan Malalayang I terdapat 4 rumah penderita DBD yang saling berdekatan dan terjangkit DBD dalam kurun waktu yang bersamaan. Ini menunjukkan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Minanga merupakan wilayah dengan kepadatan tertinggi dengan jarak rumah yang 7
sangat berdekatan yang menyebabkan kasus DBD tinggi dikarenakan jarak terbang nyamuk Aedes yang mencapai 100 meter. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hairani (2009) kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD. Semakin padat penduduk, akan semakin meningkat kasus DBD begitu juga sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati R, dkk (2014) Kepadatan penduduk menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kasus DBD. D. Analisis Spasial Sebaran Penderita DBD Berdasarrkan Ketinggian Wilayah Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa jumlah penderita DBD di setiap kelurahan berada pada ketinggian wilayah yang variatif. Penderita DBD pada daerah yang rendah yang diklasifikasikan ketinggian wilayahnya <30 mdpl dengan gradasi warna hijau yang berjumlah 21 titik dengan 12 titik sebaran kasus DBD di kelurahan Malalayang I, dan juga ada di Kelurahan Malalayang I Timur 4 titik, Kelurahan Malalayang II 3 titik, dan Malalayang I Barat 2 titik. Pada daerah sedang dengan ketinggian wilayah 30-50 mdpl dengan gradiasi warna kuning yang berjumlah 14 titik sebaran kasus DBD di Kelurahan Malalayang I Timur dan Malalayang I masing-masing memiliki 5 titik sebaran penderita DBD, Malalayang I Barat dan Malalayang II masing-masing memiliki 2 titik sebaran penderita DBD. Sedangkan daerah dengan ketinggian wilayah >50 mdpl dengan gradiasi warna merah yang merupakan daerah dengan kasus DBD tertinggi yang berjumlah 25 titik. Kelurahan Malalayang II 9 titik, Kelurahan Malalayang I Barat 8 titik, Kelurahan Malalayang I 6 titik, dan Kelurahan Malalayang I Timur 2 titik dengan jumlah sebaran yang paling sedikit pada kategori ketinggian wilayah yang tinggi. Menurut Teori Simpul, terjadinya penyakit DBD disebabkan karena Virus Dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk kepada manusia yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab salah satunya adalah Ketinggian Wilayah dimana pada penelitian ini ditemukan kasus DBD yang terbanyak pada daerah yang tinggi (>50 mdpl) dikarenakan pada daerah yang tinggi nyamuk Ae. Aegypti hidup di ketinggian <1000 mdpl, dimana wilayah kerja Puskesmas Minanga termasuk dalam ketinggian wilayah yang berada di bawah 1000 mdpl yakni 0-270 mdpl sehingga pada daerah yang lebih tinggi memiliki kelembaban udara yang tinggi dan juga nyamuk Ae.Aegypti betina 8
mempunyai jangka hidup yang lebih lama sehingga nyamuk dapat berkembang biak dan menularkan penyakit DBD. Menurut Kemenkes (2014), tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti adalah : 1. Tempat perkembangbiakan buatan adalah sesuatu yang dibuat oleh manusia dapat berfungsi menampung air sebagai tempat jentik, seperti bak mandi, ember, dispenser, kulkas, ban bekas, pot/vas bunga, kaleng, plastik, dan lain-lain. 2. Tempat perkembangbiakan alamiah adalah semua yang ada di lingkungan permukiman berupa tanaman yang dapat menampung air seperti lubang potongan bambu, lubang pohon, tempurung kelapa, pelepah daun. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas minanga, pada daerah yang tinggi masih terdapat banyak lahan perkebunan ataupun daerah hutan yang banyak pepohonan sehingga memungkinkan terjadinya perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti pada lubang pohon ataupun pelepah daun yang terdapat genangan air. Sehingga faktor inilah yang menyebabkan tingginya kasus DBD di daerah dengan Ketinggian Wilayah yang tinggi. Penelitian dilakukan oleh Sari R. E (2015) bahwa faktor ketinggian tempat tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keterjangkitan DBD. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yakni pada ketinggian daerah yang rendah kasus DBD ditemukan sebanyak 22 titik tidak berbeda jauh dengan kasus DBD yang ditemukan pada daerah yang tinggi sebanyak 25 titik. Sehingga faktor ketinggian tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. KESIMPULAN 1. Distribusi penderita DBD berdasarkan kelompok usia, yang terbanyak adalah pada kelompok usia anakanak 2. Distribusi penderita DBD berdasarkan jenis kelamin, yang terbanyak adalah laki-laki 3. Gambaran spasial penderita DBD berdasarkan kepadatan penduduk menunjukkan bahwa kasus DBD terbanyak adalah di 3 kelurahan yang padat yakni Kelurahan Malalayang I Timur, Kelurahan Malalayang I, dan Kelurahan Malalayang II. 4. Gambaran spasial penderita DBD berdasarkan ketinggian wilayah menunjukkan bahwa kasus DBD lebih banyak ditemukan pada daerah yang tinggi. 9
SARAN Bagi Puskesmas Minanga Malalayang 1. Melaksanakan penyuluhan mengenai penyakit DBD kepada masyarakat yang tinggal di wilayah Kerja Puskesmas Minanga 2. Melakukan Fogging dengan segera ketika sudah diketahui adanya KLB di wilayah kerja Puskesmas Minanga agar tidak terjadi penularan penyakit DBD 3.Bekerja sama dengan Kepala Lingkungan agar terus mengingatkan masyarakat untuk terus melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) seperti gerakan Jumat Bersih ditiap lingkungan yang disertai dengan melakukan 3M (Menguras, menutup, menimbun) secara serentak ditiap rumah. 4. Melakukan pelatihan khusus bagi para kader kesehatan yang bertugas dalam kegiatan PSN DBD. Bagi Peneliti Selanjutnya 1. Diharapkan agar penelitian analisis spasial sebaran kasus DBD selanjutnya, perlu ditambahkan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan analisis spasial. 2. Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat mencari hubungan antara variabel-variabel yang diteliti yang berhubungan dengan analisis spasial. DAFTAR PUSTAKA WHO. 2016. Dengue and severe dengue. [Online] http://www.who.int/mediacentre/f actsheets/fs117/en/ [diakses 09 April 2017]. Dinas Kesehatan Kota Manado. 2016. Profil Kesehatan Kota Manado. Manado. Dinas Kesehatan Provinsi Sulut. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulut Tahun 2016. Sulawesi Utara. Hasyim, H. 2009. Analisis Spasial Demam Berdarah Dengue di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia Kementerian Kesehatan. 2014. Pengendalian DBD Untuk Anak Sekolah. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kurniawati dan Rika. 2008. Analisis Spasial Sebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Jember Tahun 2014. Jember: Universitas Jember. Rizki, Muhammad. 2012. Analisis Spasiotemporal Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Ngaliyan Bulan Januari-Mei 2012. Universitas Diponegoro. Sari, R.E. 2015. Pengaruh Faktor- Faktor Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Fisik Terhadap Keterjangkitan DBD Di 10
Kabupaten Kediri. Universitas Negeri Surabaya 11