Sepasang Sayap Malaikat Mereka sepasang sayap terbang ke awan-awan ingatan pemiliknya memilih menapak tanah, menikah dengan gadis pujaan. Setahun lalu, ia bertemu seorang gadis di sebuah kebun penuh air mata. Gadis yang rambutnya tergerai lurus hingga sejajar buah dada. Belah dada yang belahannya basah banjiri air yang tumpah dari matanya. Ia sedang berdoa-memohonmengiba kepada siapa pun yang sudi menolong. Kakinya patah, dilumpuhkan amarah ayahnya setiap hari: setiap pagi, siang, hingga dzikir-dzikir di sepertiga malam menelusup telinga, membisik bahwa kesabaran adalah sebaik-baiknya tindakan. Sepasang sayap mengepak-ngepak suaranya gema terdengar hingga ke tanah terbawah adakah pertanda pertolongan datang? 1
Gadis itu masih menangis, jerit isaknya kian tak teratur menggemuruhkan kota dalam dadanya yang sesak. Kota di mana ia biasa melihat dirinya berdiri di bawah lindungan pohonpohon harapan yang tumbuh liar dihempas-hempaskan badai yang tak kunjung reda. Sepasang sayap mengepak-ngepak iramanya terdengar semakin jelas mendendangkan lagu keceriaan. Adakah pertolongan segera datang? Atau ia semakin dirundung sedih, karena bukan hanya sakit raganya tapi juga perasaannya karena olok-olokan terdengar begitu tajam. Dalam kota tua di sepasang dadanya yang semakin banjir ditenggelamkan air mata, ada sebingkai lukisan pemuda yang selalu ia cari asal-usulnya, siapa penciptanya, untuk apa ia dibuat. Lukisan yang selalu dilihatnya tergeletak begitu saja pada jalan-jalan yang permukaannya penuh lubang, dikoyakkoyak hujan yang ganas. Sepasang sayap mengintip dari awan-awan tanpa celah mereka selalu iri kepada kita yang punya mata 2
Pria itu berdiri dengan gagah, lebih gagah dari sebuah batu besar-tua tempat gadis itu biasa meminta pertolongan. Akulah wujud, dari sekumpulan doa yang kau ucap. 3
Bicara Rasa - @riours Hari-harimu adalah bagian di mana mataku berhenti pada satu titik di mana aku ingin menyelamatkan tiap kata-kata dan langkah yang terkadang ragu kini saat bersama denganmu walau terkadang pelik namun jantungku berdegup terlalu kencang hingga ku tak mampu berkata bahwa aku ingin dan selalu ingin menghabiskan sisa usia bersamamu terkesan memalukan saat ia tiba dan menatap pelan dan mataku pun terlalu rapuh untuk berpaling berharap tak berujung meski suatu saat akan berakhir dengan caranya sendiri namun berjalan bersama detik-detik dalam genggaman hatinya membuat rasa ini takkan berakhir walaupun perpisahan adalah jawaban akan hidup siapa pun termasuk aku 4
tapi tak mengapa setidaknya saat ini aku belum musnah ini bukan ungkapan karena cinta ini yang begitu kuat namun ini adalah bahasa di mana rasa yang berbicara dan aku merasakan ini 5
Kain Merah Muda Gelap bukan lagi pekat yang menyulut mata, ketika kau datang meski terpaksa, di sini, merangkul tubuhku yang digerogoti letih, sebisamu. Lalu aku tersungkur, jatuh mendaratkan keningku di atas kain merah muda peninggalan Ibu, yang semasa hidupnya dirajut dengan hujat-hujatan yang terus dinyanyikan ke dalam telingaku, meski lalu pendar dibawa angin. Aku tak akan berlindung dari hujan atau kilatan yang gagah gemuruh. Bukan teriakan semesta yang kutakutkan, tapi kehilangan selengkung senyum minta tolong dari bibirmu. Aku cukup kuat berdiri di antaranya, berjalan tidak dengan tergesa menjajakan sapu tangan yang kau rajut dari Senin hingga Minggu, yang sebagian warnanya merah pekat, namun pudar dilunturkan air mata langit. Aku tak begitu paham arti kain merah muda bagimu. Juga dua pasang sepatu yang kau awetkan dalam sepetak laci kaca di ruang hatimu. Yang kuingat, seorang pria memelukmu dengan mesra. Lalu wajahmu mendadak merah muda. Masih tegak berdiri di sudut 6
kamarku yang tak bermeja, bingkai foto itu. Setiap malam kusiram dengan doa-doa supaya kau tersenyum seperti yang pernah kau lakukan, meski pura-pura. Aku masih tersungkur di atas kain pemberian Ibu. Kurasakan tanganmu mendekap hati-hati, agar tak menyentuh nadiku yang berdarah. 7
Bisakah Kita Berhenti Minta Dimengerti? - @tebegaya Aku lelah menjadi hebat, letih setiap kali jadi sandaran peredam tangismu karena ditinggal pergi kekasih. Aku lelah menjadi yang diabaikan. Di punggungku, semua kesalahan mereka simpan begitu saja. Kita menjadi ikan yang kehilangan air, terdampar hampir mati di padang pasir yang butir-butirnya melukakan kulit, tinggal menunggu napas terakhir dihembuskan, lalu mati. Tapi sebelum itu, kau memohon kepada siapa pun di sana, yang lewat-yang tak lewat, yang dekat maupun yang jauh, untuk menolongmu, menyelamatkanmu hingga kau bisa hidup kembali. Haruskah kita menolong, meski sebenarnya tak ingin? Bukankah kita diharuskan tolong-menolong, tanpa pandang bulu, tanpa mengharap hadiah, tak peduli kawan atau lawan? Pun jika pertolongan itu akan menjadikan dirimu sebagai orang yang paling akan meminta pertolongan kelak. 8
Bisakah kita berhenti minta dimengerti? Tidak bisa, selagi masih memiliki hati. Bukankah pada dasarnya hati adalah selembut-lembutnya kelembutan, yang padanya bersarang kebaikan dan keinginan menjadi damai? Bahkan meminta orang lain untuk berhenti dimengerti juga merupakan bentuk keinginan kita untuk dimengerti? 9
Malaikat yang Meninggalkan Perempuannya Malam belum selesai Aku disiram cahaya bulan berdiri mematung ditemani bayanganku yang kesepian ditinggal pergi bayanganmu Di hadapan berpasang tangan bergandeng-gandeng menertawai tak berhenti sampai dua bulir air mata jatuh Satu terjun ke tanah yang kini kering dulu bekas pijakan kakimu yang di sepuluh jarinya selalu menyebut namaku 10