II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan

II. KERANGKA TEORETIS. menjadi pasif dan malas untuk mengembangkan keterampilannya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan kecakapan untuk melaksanakan suatu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

KERANGKA TEORETIS. Menurut Herlen dalam Indrawati (1999: 3) keterampilan proses (prosessskill)

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN NHT PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan salah satu bidang IPA yang menyediakan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret 2,3 Dosen Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purnama (2008: 115) sikap ilmiah merupakan sikap yang. pembentukan sikap ilmiah. Sikap ilmiah siswa dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hakekat Belajar Menurut Teori Konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis 1. Konsep Belajar dan Mengajar Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Belajar juga dikaitkan dengan perubahan. Perubahan-perubahan ini muncul karena adanya pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Sejalan dengan pendapat Witherington, Hilgard dalam Sukmadinata (2007: 155) menyatakan belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen, yang terjadi karena pengalaman. Slameto (2003: 2) juga mengungkapkan: belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

7 Berdasarkan kutipan tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut secara keseluruhan pribadi sesorang, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar juga menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan status abilitas tersebut, menurut Bloom dalam Sardiman (2007: 23), meliputi tiga ranah /matra, yaitu matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Masing-masing matra atau domain ini diperinci lagi menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence). Rincian ini dapat disebutkan sebagai berikut. a. Cognitive Domain: 1) Knowledge (Pengetahuan, ingatan) 2) Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas) 3) Analysis (menguraikan, menentukan hubungan) 4) Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru) 5) Evaluation (menilai) 6) Application (menerapkan) b. Affective Domain: 1) Receiving (sikap menerima) 2) Responding (memberikan respons) 3) Valuing (nilai) 4) Organization (organisasi) 5) Characterization (karakterisasi) c. Psychomotor Domain: 1) Initiatory level 2) Pre-routine level 3) Rountinized level

8 Belajar erat kaitannya dengan mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Jika belajar merupakan kegiatan siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Menurut Sardiman (2007: 48) Secara luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Pengertian mengajar seperti yang telah diuraikan diatas memberikan penjelasan bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. 2. Keterampilan Proses Sains (KPS) KPS merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponenkomponen model sains/scientific methods. Keterampilan proses (prosessskill) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa: Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).

9 Berdasarkan pendapat tersebut, KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan model ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan model ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa KPS diperlukan dalam proses belajar mengajar sehari-hari yaitu, 1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa 2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsepkonsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret 3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif 4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Model ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Model ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Supatmo (2009: 13), terdapat lima keterampilan dalam KPS, yaitu:

10 a) Keterampilan mengamati 1. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera. 2. Memperhatikan banyak segi atau ciri. 3. Memiliki sendiri informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi. b) Keterampilan merumuskan hipotesis 1. Menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau alasan alasan untuk pengamatan. 2. Menggunakan pengetahuan sebelumnya. 3. Menunjukkan bahwa ada beberapa kemungkinan penjelasan dari beberapa hal yang diamati. c) Kemampuan menginterpretasi data 1. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah 2. Menghubungkan hasil pengamatan 3. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan d) Keterampilan menerapkan konsep 1. Menentukan bagaimana mengolah pengamatan 2. Menganalisis konsep hasil pengamatan 3. Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru e) Keterampilan berkomunikasi 1. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis 2. Menggunakan indera untuk berbicara dan mendengarkan yang nantinya dapat membantu siswa untuk memilah-milah ide. 3. Menggambarkan data dengan grafik, tabel atau diagram Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah model ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah KPS yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. KPS merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 140) mengutarakan bahwa: berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan

11 terintegrasi (integrated skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen. Keterampilan proses dasar diuraikan oleh Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 3) sebagai berikut. keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu: 1) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain. 2) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek 3) Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagai temuan. 5) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan. Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks. Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) diuraikan oleh Weztel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut: Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses terpadu meliputi:

12 1) merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan. 2) mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan 3) membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati. 4) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data 5) interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Padilla dalam Nurohman (2010: 3), bahwa KPS dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 1) the basic (simpler) process skill dan 2) integrated (more complex) skills. The basic process skill, terdiri dari 1) Observing, 2) Inferring, 3) Measuring, 4) Communicating, 5) Classifying, dan 6) Predicting. Sedangkan yang termasuk dalam Integrated Science Process Skills adalah 1) Controlling variables, 2) Defining operationally, 3) Formulating hypotheses, 4) Interpreting data, 5) Experimenting dan, 6) Formulating models. Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua KPS baik secara parsial maupun secara utuh. Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian KPS. Menurut Smith dan Welliver dalam Mahmuddin (2010: 4), pelaksanaan penilaian keterampilan

proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya : pretes dan 13 postes, diagnostik, penempatan kelas, dan bimbingan karir. Penilaian KPS dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas. Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan. Menurut Widodo dalam Mahmuddin (2010: 5), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasikan jenis KPS yang akan dinilai. 2) Merumuskan indikator untuk setiap jenis KPS. 3) Menentukan dengan cara bagaimana KPS tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan). 4) Membuat kisi-kisi instrumen. 5) Mengembangkan instrumen pengukuran KPS berdasarkan kisikisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes KPS dan tingkatan KPS (objek tes) 6) Melakukan validasi instrumen. 7) Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris. 8) Perbaikan butir-butir yang belum valid. 9) Terapkan sebagai instrumen penilaian KPS dalam pembelajaran sains. Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secara tes (paper and pencil test) dan bukan tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian,

14 menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap KPS. 3. Hasil Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Menurut Gagne dalam Dimyati (2002: 10) belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2006: 121) Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa yang memiliki kemampuan analisis, maka ia akan memecahkan suatu permasalahan teori tertentu dengan menganalisis pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi buah pikiran. Hal tersebut didukung oleh pendapat Hamalik (2002: 19) Hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang didapat dari kegiatan belajar yang merupakan kegiatan kompleks. Dengan memiliki hasil belajar, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan katakata menjadi suatu buah pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu.

Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. 15 Menurut Bloom, dalam Dimyati (2002: 26) Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2. Ranah Afektif Ranah afektif terdiri dari lima perilaku yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. 3. Ranah Psikomotor Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan, dimana hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, dari tiga ranah yang ada pada hasil belajar akan diambil satu ranah saja yaitu pada ranah kognitif. 4. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Abdurrahman dan Bintoro dalam Nurhadi (2004: 61) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata. Lebih lanjut Abdurrahman dan Bintoro menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait, yaitu:

16 1. Saling ketergantungan positif, saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal 2. Interaksi tatap muka, menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat saling berdialog dan mereka mendapatkan sumber belajar yang baru. 3. Akuntabilitas individual, merupakan penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata hasil belajar tiap anggota (individu) dalam kelompok. 4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru. Menurut Andayani (2007: 1), pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar melalui penempatan siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pelajaran artinya bahan belum selesai jika salah satu teman dalam sekelompok belum menguasai bahan pembelajaran. 5. Student Team Achievement Division (STAD) Menurut Slavin (2009: 143) Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif STAD dapat digunakan pada siswa berbagai usia dan pada semua mata pelajaran. STAD memiliki ciri pemberian penghargaan untuk kelompok yang terbaik, yang dilihat dari hasil kuis individual sebagai bentuk penghargaan kepada kelompok yang berhasil membuat seluruh anggota kelompoknya memahami suatu materi.

Menurut Slavin (2009: 143), STAD terdiri atas lima tahapan utama, yaitu : 17 Tahap 1: Presentasi kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dengan pengajaran langsung, ceramah, Tanya jawab, atau dengan cara audio visual. Saat presentasi kelas siswa harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja kelompok dan mengerjakan kuis individual dengan baik. Tahap 2: Tim Kelompok terdiri dari lima sampai enam orang siswa yang anggotanya heterogen yang dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. Kelompok berfungsi untuk mendiskusikan materi bersama teman kelompoknya dan untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat kuis. Tahap 3: Kuis Setelah siswa melaksanakan presentasi kelas dan belajar secara berkelompok, maka siswa akan mengerjakan kuis secara individual dan teman sekelompoknya tidak diperkenankan untuk mebantu. Tahap 4: Skor kemajuan individual Setiap siswa memberikan kontribusi nilai terhadap kelompok. Hal ini akan memacu siswa untuk belajar lebih giat agar kelompoknya memiliki nilai terbaik. Tahap 5: Rekognisi tim Tim akan mendapatkan sertifikat ataupun bentuk penghargaan yang lain apabila skor mereka mencapai rata-rata tertentu. Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung, membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh gurunya (Slavin, 2009: 12). Para siswa melakukan diskusi setelah gurunya menyampaikan pelajaran. Pada proses tersebut akan timbul interaksi dimana satu sama lain akan berkomunikasi untuk mendiskusikan pelajaran yang tengah berlangsung. Penghargaan yang akan diberikan juga memotivasi siswa untuk belajar dan bekerjasama agar timnya mendapatkan skor yang tinggi. Walaupun siswa belajar bersama namun pada saat kuis siswa punya tanggung jawab individual.

6. Numbered Heads Together (NHT) 18 Menurut Ayyubi (2009: 1) NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama, kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masingmasing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan diberi reward. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan siswa untuk saling membagi-bagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. (Lie, 2008: 59). NHT pada dasarnya merupakan varian diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk salah satu siswa yang dapat mewakili kelompoknya. Cara ini merupakan suatu upaya individual dalam diskusi kelompok. Menurut Lie (2008: 60) dalam melakukan pembelajaran NHT, guru menggunakan 4 tahapan, yaitu : Tahap 1 : Numbering Pada tahap ini, guru membuat kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang anggota dan masing-masing anggota dalam kelompok mendapatkan nomor antara satu sampai lima. Tahap 2 : Questioning Pada tahap ini, guru memberi pertanyaan atau tugas pada tiap-tiap

19 kelompok. Pertanyaan bisa bervariasi dari mulai pertanyaan yang bersifat umum hingga yang bersifat spesifik. Tahap 3 : Heads Together Pada tahap ini, semua anggota kelompok mendiskusikan pertanyaan dari guru dan memastikan setiap anggota mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Tahap 4 : Answering Pada tahap ini, guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru untuk seluruh kelas. 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ini mencobakan dua macam model pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD dan NHT, kemudian akan dilihat rata-rata KPS dan nilai hasil belajar dari masing-masing model tersebut. Dalam pembelajaran IPA pemilihan model dan metode mengajar sangat menentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model atau metode yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan pembelajaran salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (X 1 ) dan tipe NHT (X 2 ), sedangkan variabel terikatnya adalah KPS dan hasil belajar. Dalam penelitian ini ada dua KPS dan dua hasil belajar yang diukur yaitu KPS pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Y 11 ) dan KPS pada tipe NHT (Y 21 ), serta hasil belajar

20 pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Y 12 ) dan hasil belajar pada tipe NHT (Y 22 ), kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui mana yang lebih tinggi rata-rata KPS dan hasil belajar siswa. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan dalam diagram berikut: X 1 Y 11 Y 12 X 2 Y 21 Y 22 Gambar 2.1 Model teoretis perbandingan KPS dan hasil belajar fisika siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe NHT Pembelajaran model kooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada peningkatan KPS siswa. Hal ini disebabkan siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam model pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan 4 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

21 dan rendah. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana. Selain model pembelajaran kooperatif tipe STAD ada juga tipe NHT yang diharapkan dapat membangkitkan KPS dan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, dimana cara penyajian pelajarannya mengandung lima komponen yaitu: numbering (penomoran), questioning (pengajuan pertanyaan), heads together (berpikir bersama), dan answering (pemberian jawaban). Dari keterangan di atas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT dapat meningkatkan kemampuan sains siswa, karena pada keduanya memiliki keunggulan masing-masing sehingga dapat dilihat mana yang lebih baik dalam peningkatan KPS dan hasil belajar siswa.

Alat Optik 22 Kelas A Kelas B Pretest Pretest N-Gain N-Gain Tipe STAD -presentasi kelas -pembentukan tim -kuis secara individual -skor kemajuan individual -rekognisi tim Tipe NHT -penomoran -pengajuan pertanyaan -berpikir bersama -pemberian jawaban Hasil belajar KPS KPS Hasil belajar Posttest Posttest Dibandingkan KPS dan N-Gain hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan KPS dan hasil belajar siswa dengan tipe NHT Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Tindakan 23 1. Hipotesis Pertama H O : Tidak ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT. H 1 : Ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT. 2. Hipotesis Kedua H O : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT. H 1 : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.