KERANGKA TEORETIS. Menurut Herlen dalam Indrawati (1999: 3) keterampilan proses (prosessskill)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERANGKA TEORETIS. Menurut Herlen dalam Indrawati (1999: 3) keterampilan proses (prosessskill)"

Transkripsi

1 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Keterampilan Proses Sains (KPS) Menurut Herlen dalam Indrawati (1999: 3) keterampilan proses (prosessskill) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Lebih lanjut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa, "Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)". Jadi Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru / mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Dahar (1985) dalam Nuh (2010: 1)

2 Keseluruhan keterampilan ilmiah yang dimaksud Indrawati tersebut di 7 atas mencakup keterampilan kognitif, manual, dan sosial. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rustaman (2003: 3) bahwa, kan keterampilan-keterampilan Keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Selain itu, keterampilan proses sains dianggap sebagai sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen metode sains/scientific methods. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 140) mengutarakan bahwa: berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen. Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 3) menyebutkan bahwa keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu: (1) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain; (2) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek; (3) Mengukur, membanding-

3 kan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran; (4) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan; (5) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan; (6) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan. 8 Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks. Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) diuraikan oleh Weztel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut: Keterampilan proses terpadu meliputi: (1) merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan; (2)mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan; (3) membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati; (4) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data; (5) interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan. Banyaknya keterampilan yang saling berkaitan dan berkesinambungan dalam suatu proses pembelajaran sains hingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, menjadi dasar mengapa melatih/mengembangkan keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains itu penting. Menurut Indrawati (1999: 28), hal itu penting karena, a) Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya,

4 b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, c) Meningkatkan daya ingat, d) Memberikan kepuasan instrinstik bila anak telah melakukan sesuatu, e) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. 9 Sedangkan menurut Semiawan (1992: 14-15) bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu, a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa, b) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsepkonsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, c) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif, d) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Dengan demikian, adanya keterampilan proses sains akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih bermakna sehingga siswa akan mudah dalam mempelajari konsep-konsep sains serta lebih bisa memahami daripada sekedar menghafal. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang memengaruhi keterampilan proses sains yang dituntut untuk dimiliki siswa, di antaranya yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam mengajar. Longfield (2003) dalam Nurohman (2010) membagi keterampilan proses sains menjadi tiga tingkatan, yaitu Basic, Intermediate, dan Edvanced.

5 Tabel 2.1. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (diadaptasi dari 10 Longfield) Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Basic Mengobservasi Menggunakan indera untuk mengumpulkan informasi. Membandingkan Menemukan persamaan dan perbedaan antara dua objek/kejadian. Mengklasifikasikan Mengelompokkan objek atau ide dalam kelompok atau ketegori berdasarkan bagian-bagiannya. Mengukur enentukan ukuran objek atau kejadian dengan menggunakan alat ukur yang sesuai Mengkomunikasikan Menggunakan lisan, tulisan, atau grafik, untuk menggambarkan kejadian, aksi atau objek. Membuat Model Membuat grafik, tulisan, atau untuk menjelaskan ide, kejadian, atau objek Membuat Data Menulis hasil observasi dari objek atau kejadian menggunakan gambar, kata-kata, maupun angka. Intermediate Inferring/menduga Membuat pernyataan mengenai hasil observasi yang didukung dengan penjelasan yang msuk akal. Memprediksi Menerka hasil yang akan terjadi dari suatu kejadian berdasarkan observasi dan biasanya pengetahuan dasar dari kejadian serupa Membuat hipotesis Merancang Percobaan Advanced Membuat pernyataan mengenai suatu permasalahan dalam bentuk pertanyaan Membuat prosedur yang dapat menguji hipotesis

6 11 Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Menginterpretasikan Membuat dan menggunakan tabel, grafik atau Data diagram untuk mengorganisasikan dan menjelaskan informasi. Adapun menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010: 2) KPS dan indikatornya adalah sebagai berikut. Tabel 2.2. Aspek KPS Dan Indikatornya KPS Melakukan pengamatan (observasi) Indikator 1. Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda 2. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang nyata pada objek atau peristiwa 3. Membaca alat ukur 4. Mencocokan gambar dengan uraian tulisn / benda Menafsirkan pengamatan (interpretasi) Mengelompokkan (klasifikasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi 1. Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan 2. Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasn yang logis 1. Mencari perbedaan atau persamaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan. 1. Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan/ pola yang sudah ada. 1. Mengutarakan suatu gagasan 2. Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan secara akurat suatu objek atau kejadian 3. Mengubah data dalam bentuk tabel kedalam bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara

7 12 KPS akurat. Indikator Berhipotesis Merencanakan percobaan/ penyelidikan Menerapkan sub konsep/prinsip 1. Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang pengaruh variabel amnipulasi terhadap variabel respon. Hipotesis menyatakan penggambaran yang logis dari suatu hubungan yang dapat diuji melalui eksperimen. 1. Menentukan alat dan bahan, menentukan variabel atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan, menentukan variabel terikat dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, di ukur/ ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja termasuk keterampilan merencanakan penelitian. 1. Menggunakan subkonsep yang telah dipelajari dalam situasi baru, menggunakan sub konsep / prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat diukur/ dinilai. Menurut Mahmuddin (2011: 4), Penilaiannya dapat dilakukan secara tes maupun non tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Penilaian secara tertulis terhadap KPS dapat dilakukan dalam bentuk essai dan pilihan ganda. Pertanyaan yang disusun dalam bentuk pertanyaan konvergen dan pertanyaan divergen. Penilaian dalam bentuk essai memerlukan jawaban yang berupa pembahasan atau uraian kata-kata. Jawaban yang dituliskan oleh siswa akan lebih bersifat subjektif, yang berarti menggambarkan pemahaman yang lebih indiviualistik. Sementara itu, penilaian keterampilan proses sains melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan dalam penilaian ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Selama proses kegiatan pembelajaran sains dilaksanakan, guru dapat melakukan penilaian dengan mengamati perilaku siswa secara langsung dalam menunjukkan kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki.

8 Selain itu, hasil-hasil pekerjaan tugas siswa atau produk hasil belajar siswa juga dapat diamati untuk menilai keterampilan proses siswa secara integrative. 13 Berkenaan dengan hal tersebut, Arikunto (2008) menjelaskan, Penilaian keterampilan proses dengan melalui bukan tes diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai perilaku yang diharapkan. Lembar pengamatan ini dapat berupa rubrik, daftar chek atau skala bertingkat. Menilai siswa dengan menggunakan rubrik, dapat mendeterminasikan kemampuan siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian memuat kriteria esensial terhadap tugas atau standar keterampilan proses sains serta level unjuk kerja yang tepat terhadap setiap kriteria Bajah dalam Mahmuddin (2011: 5) menyatakan bahwa penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains. Widodo dalam Mahmuddin (2010) merilis cara membuat instrumen penilaian KPS seperti berikut ini. 1) Mengidentifikasikan jenis KPS, ada 11 yakni: mengamati, mengklasifikasikan, menafsirkan, memprediksi, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan persobaan/penyelidikan, menggunakan alat/bahan/ sumber, menerapkan konsep, melaksanakan penyelidikan/ percobaan. 2) Merumuskan indikator untuk setiap jenis KPS. 3) Menentukan dengan cara bagaimana KPS tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan). 4) Membuat kisi-kisi instrumen 5) Mengembangkan instrumen pengukuran KPS berdasarkan kisikisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes KPS, kedalaman KPS (untuk siapa tes ini?) 6) Melakukan validasi isi kepada ahli 7) Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris. 8) Perbaikan butir-butir yang belum valid. 9) Terapkan sebagai asesmen KPS dalam pembelajaran sains.

9 14 Berdasarkan uraian cara penilaian KPS tersebut di atas, pada penelitian ini penilaian KPS siswa cukup dilakukan hanya dengan menggunakan teknik bukan tes, yakni dengan mengobservasi menggunakan lembar observasi. Terlampir pada lampiran Hasil Belajar Setelah melakukan perbuatan belajar, maka seseorang akan memperoleh suatu hasil yang disebut hasil belajar, seperti pernyataan Djamarah dan Zain (2006), Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil Hal senada juga disampaikan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006), belajar adalah hasil dari suatu interaksi atas tindak belajar dan tindak Sukardi dalam Amali (2001: 34) menyatakan bahwa, Hasil belajar merupakan pencapaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Pencapaian belajar ini dapat dievaluasi dengan menggunakan pengukuran. Menurut pendapat Sukardi ini, untuk mengetahui hasil belajar maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan cara memerintahkan siswa mengerjakan soal, menilai kegiatan siswa dalam kegiatan praktikum, menilai hasil laporan yang dikerjakan siswa dan caracara lain untuk mengukur hasil belajar tersebut. Lebih lanjut, Hamalik dalam Amali (2001: 34) berpendapat bahwa; Hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

10 Berdasarkan beberapa definisi di atas, hasil belajar berarti perolehan 15 yang telah dicapai dari apa yang dikerjakan/diusahakan selama proses belajar berlangsung. Hasil belajar ini berupa terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Lantas seperti apa bentuk hasil belajar tersebut, apakah hanya sebatas berubah dari tidak tahu menjadi tahu saja. Hamalik dalam Amali (2001: 35) menyatakan bahwa Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan tingkah laku manusia yang terdiri dari se. Aspek tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam bagian-bagian tertentu yang disebut ranah. Selanjutnya, Winkel (1999) Ada tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik Senada dengan dua pendapat tersebut di atas, lebih terperinci lagi dijelaskan oleh Bloom dalam Dimyati (2002: 26), ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar, yaitu; a. Ranah Kognitif, terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah Afektif, terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. c. Ranah Psikomotor, terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas. Enam jenis perilaku yang disebutkan pada ranah kognitif di atas adalah rincian dari taksonomi Bloom versi lama. Krathwohl dalam Wulan (2009) menjelaskan bahwa, konsep taksonomi Bloom telah mengalami

11 revisi atau perbaikan. Perubahannya dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini. 16 Tabel 2.3. Revisi Taksonomi Bloom Taksonomi Bloom lama C1 (Pengetahuan) C2 (Pemahaman) C3 (Aplikasi) C4 (Analisis) C5 (Sintesis) C6 (Evaluasi) Taksono mi Revisi C1 (Mengingat) C2 (Memahami) C3 (Mengaplikasikan) C4 (Menganalisis) C5 (Mengevaluasi) C6 (Mencipta) Berdasarkan tabel revisi taksonomi Bloom tersebut, ada dua aspek yang dihilangkan/diganti yakni aspek pengetahuan dan sintesis. Aspek pengetahuan diganti dengan aspek mengingat, kemudian aspek sintesis diganti dengan aspek evaluasi (yang sebelumnya berada pada C6) untuk kemudian pada C6 yang kosong akibat pindahnya aspek evaluasi ke C5, diganti dengan aspek mencipta/berkreasi. Namun demikian, keenam aspek/kategori tersebut tetap saja merupakan suatu hirarkis (berurutan dari yang terendah ke yang tertinggi), dari C1 hingga C6, sesuai dengan Taksonomi Bloom versi lama yang digambarkan dalam bentuk Piramida. Piramida Taksonomi Bloom yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut. C6 C5 C4 C3 C2 C1 Gambar 2.1. Klasifikasi Aspek Kognitif

12 17 (Dimyati, 2002: 26) Selanjutnya, klasipikasi aspek kognitif taksonomi Bloom yang telah direvisi tersebut di atas dijelaskan dengan detail pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.4. Uraian Taksonomi Bloom Revisi Aspek Indikator Keterangan Mengingat Memahami Mengaplikasi kan Menganalisis Evaluasi Membuat kreasi Mengenali, menyebutkan, menyadari, menghafalkan, mengingat. Menafsirkan, meringkas, menjelaskan, memberi contoh, memperkirakan. Menerapkan, memilih, menjalankan, mengimplementasikan Menguraikan, mengorganisir, membandingkan, membedakan, menemukan makna tersirat. Menafsirkan, memutuskan, memeriksa, mengkritik, Merumuskan, merencanakan, memproduksi. Dapat menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat menggunakannya Dapat memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beberapa segi. Dapat menggunakan prinsip, teori, hukum, aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkret. Dapat memilah suatu integritas menjadi unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Dapat melakukan penilaian terhadap situasi, nilai-nilai dan ide-ide. Dapat merumuskan suatu masalah, merencanakan suatu kegiatan pemecahan masalah, serta memproduksi sesuatu. Ditilik dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa setelah melaksanakan aktivitas belajar, siswa akan memperoleh sesuatu yang baru

13 18 yang disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dapat diteliti dan diukur secara terpisah dengan teknik dan instrumen yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini meneliti semua ranah yang ada, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, namun terbatas hanya pada aspekaspek tertentu saja yakni, a. Ranah Kognitif terbatas hanya pada aspek pemahaman, penerapan dan evaluasi; b. Ranah afektif terbatas hanya pada aspek partisipasi serta penilaian dan penentuan sikap saja serta c. Ranah psikomotoriknya terbatas pada aspek gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, dan kreativitas. 3. Metode Eksperimen Roestiyah (2001: 80) menganggap bahwa, Metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya kemudian hasil pengamatan itu disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru. Sementara itu, Djamarah (2002: 95) menyatakan bahwa, Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diartikan bahwa metode eksperimen adalah cara teratur dan tersistem yang dilakukan dengan membuat/ melaksanakan percobaan secara mandiri untuk membuktikan kebenaran

14 19 sesuatu (teori, ilmu dsb). Pada penelitian ini, Metode Eksperimen dipilih untuk membelajarkan materi pelajaran fisika pada pokok Besaran dan Satuan, yang didasarkan atas beberapa aspek. Aspek yang dimaksud di antaranya adalah tujuan yang terkandung dalam metode eksperimen, halhal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen, dan dampak/implikasi yang timbul akibat diterapkannya metode eksperimen. Menurut Sumantri dan Permana dalam Agan (2011), tujuan metode eksperimen di antaranya. a. Agar peserta didik mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh; b. Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan; c. Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen menurut Hurrahman (2011) adalah sebagai berikut. a. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan, b. Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen, c. Sebelum dilaksanakan eksperimen siswa terlebih dahulu diberikan pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah kegiatan eksperimen yang akan dilakukan, d. Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan percobaan yang telah direncanakan, bila hasilnya belum memuaskan dapat diulangi lagi untuk membuktikan kebenarannya, dan e. Setiap individu atau kelompok dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis. Sedangkan Djamarah (2002: 95-96) menyatakan bahwa, Dengan penerapan metode eksperimen siswa terlatih berpikir ilmiah, kreatif, bertanggung jawab, memperoleh pengalaman, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang diperlukannya. Pembel-

15 ajaran dengan metode eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan percobaan, baik secara perseorangan maupun secara kelompok dalam memahami konsepkonsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kegiatan eksperimen merupakan wahana pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik berdasarkan prinsip Learning by doing. 20 Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa metode eksperimen sangat cocok untuk membelajarkan fisika yang tiap materi pembelajarannya beranjak dari penomena kehidupan sehari-hari. Namun demikian, dalam pelaksanaannya kita harus memperhatikan/membuat berbagai tahapan-tahapan yang harus dikerjakan agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan berhasil. 4. Inkuiri dan Inkuiri Terbimbing a. Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu dari sekian banyak contoh model pembelajaran yang ada. Soleh (2011) menyatakan bahwa inkuiri berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Herdian (2010) menyatakan bahwa, Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga

16 mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh 21 percaya diri. Gulo dalam Trianto (2007) Berdasarkan uraian definisi di atas dapat diartikan bahwa inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang mengedepankan keikutsertaan dan keterlibatan siswa secara aktif pada suatu proses pembelajaran, dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti bertanya, mencari informasi, dan menyelidiki, untuk menemukan sesuatu (jawaban atas pertanyaan, jawaban atas ketidak percayaan yang keluar dari diri sendiri dsb). Sebelum melaksanakan pembelajaran inkuiri, seorang guru harus tahu terlebih dahulu langkah yang harus dilakukan. Untuk itu, Sanjaya (2008: 202) mengungkapkan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. 1) Orientasi. Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah. a) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa; b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan, dan c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2) Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses men-

17 cari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, karena melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3) Merumuskan hipotesis, hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. 4) Mengumpulkan data, adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. 5) Menguji hipotesis, adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan. 6) Merumuskan kesimpulan, adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran inkuiri tersebut di atas selanjutnya dijadikan sintaks pembelajaran inkuiri. Sintaks pembelajaran inkuiri terbimbing ditampilkan pada Tabel 2.4. berikut ini. 22 Tabel 2.5. Sintaks Pembelajaran Inkuiri Tahapan Tahap 1 : Mengobservasi untuk menemukan Tingkah Laku Guru Guru menyajikan kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemu-

18 23 Tahapan masalah Tahap 2 : Merumuskan masalah Tahap 3 : Mengajukan hipotesis Tahap 4 : Merencanakan pemecahan masalah Tahap 5 : Melaksanakan pemecahan masalah Tahap 6 : Melakukan Pengamatan dan pengumpulan data Tahap 7 : Menganalisis data Tahap 8 : Menarik kesimpulan dan Penemuan kan masalah. Tingkah Laku Guru Guru mengarahkan siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya. Guru mengarahkan siswa untuk mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskannya. Guru mengarahkan siswa untuk merencanakan pemecahan masalah, membantu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun prosedur kerja yang tepat. Selama siswa bekerja, guru mengarahkan dan memfasilitasi Guru membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu mengumpulkan dan mengorganisasi data. Guru membantu siswa menganalisis data supaya menemukan suatu konsep. Guru mengarahkan siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan. (Fatoni, 2011) Selain memiliki langkah-langkah kegiatan, pembelajaran inkuiri juga mememiliki beberapa ciri utama. Sanjaya dalam Amali (2001: 23) menyatakan bahwa, Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri, di antaranya; (1) Menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar; (2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya, pembelajaran inkuiri bukan menempatkan guru sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator siswa dan (3) Tujuan dari

19 penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Akibatnya, dalam pembelajaran inkuiri, siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan kompetensinya. 24 b. Inkuiri Terbimbing Sanjaya dalam Herdian (2011) membagi pendekatan inkuiri menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Dari ketiga jenis inkuiri yang dimaksud, salah satunya adalah inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing merupakan pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Masih menurut Sanjaya dalam Herdian (2011), hal-hal yang harus difahami berkenaan dengan inkuiri terbimbing adalah, 1) Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. 2) Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. 3) Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. 4) Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugastugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. Berdasarkan uraian di atas, inkuiri terbimbing merupakan salah satu dari tiga jenis pembelajaran inkuiri, yakni inkuiri terbimbing; inkuiri

20 bebas dan inkuiri bebas yang dimodifikasi. Ketiga jenis inkuiri 25 tersebut dibedakan berdasarkan besarnya intervensi yang diberikan oleh guru terhadap muridnya pada pelaksanaan pembelajarannya. Inkuiri terbimbing adalah jenis inkuiri yang tingkat intervensi yang diberikan oleh guru lebih besar dibandingkan dengan jenis inkuiri yang lainnya. Namun demikian, langkah-langkah pembelajarannya sama saja, yang berbeda hanya pada instrumen pembelajarannya saja yang memungkinkan guru bisa mengatur seberapa besar intervensi yang harus diberikan. 5. Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing sebagai salah satu bentuk Model Pembelajaran tersendiri Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI) secara terpisah dijelaskan bahwa model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. (Depdiknas, 2008: 23 & 1034) Sementara itu, Akhmad Sudrajad (2008) menyatakan bahwa, Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu contoh, pola atau acuan tentang bagaimana menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah suatu acuan pembelajaran yang digagas dan dikonsep oleh guru

21 untuk mengemas sajian pembelajaran agar materi pembelajaran yang 26 akan disampaikan benar-benar tersaji dengan baik dan benar. Jika demikian, dengan menyatukan metode eksperimen dan model pembelajaran inkuiri terbimbing menjadi satu kesatuan dengan menempatkan inkuiri terbimbing sebagai bentuk pendekatan guna melaksanakan metode eksperimen, ini berarti akan terbentuk suatu model pembelajaran tersendiri. B. Kerangka Pikir Ketidak selarasan antara teori yang menyatakan penting bagi guru untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan mengedepankan terlatihnya KPS siswa karena KPS dianggap sebagai modal bagi siswa untuk dapat menggunakan metode ilmiah dalam mempelajari atau bahkan mengembangkan sains guna memperoleh pengetahuan baru, dengan praktik yang ada di lapangan, membuat kita patut bertanya ada apa sebenarnya yang terjadi. Untuk itu perlu adanya suatu tindakan nyata guna mengetahui bagaimana peranan KPS terhadap hasil belajar fisika siswa. Masalahnya, model pembelajaran seperti apa yang harus diterapkan? KPS pada pembelajaran fisika diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yang mesti dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, misalnya melakukan pengamatan, menginterpretasi data, mengelompokkan, memprediksi, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, dan menerapkan prinsip.

22 Metode eksperimen adalah cara mengajar yang di dalamnya terdapat 27 kegiatan-kegiatan eksperimen/percobaan. Sedangkan inkuiri terbimbing adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengedepankan keikutsertaan dan keterlibatan siswa secara aktif, dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti bertanya, mencari informasi, dan menyelidiki untuk menemukan sesuatu (jawaban atas masalah yang sedang dieksperimenkan). Penerapan metode eksperimen dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada suatu pembelajaran diharapkan dapat dengan maksimal melatih/mengembangkan KPS siswa hingga pada akhirnya selaras dengan pandangan pandangan konstruktivistik yang mengganggap bahwa belajar tidak hanya sekedar mengingat. Atas dasar itulah peneliti mengadakan penelitian untuk meneliti pengaruh KPS terhadap hasil belajar fisika siswa pada siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Punduh Pedada melalui Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Bertindak sebagai variabel bebas adalah KPS (selanjutnya disebut X), dan sebagai variabel terikatnya adalah Hasil Belajar (selanjutnya disebut Y). Sedangkan variabel kontrolnya adalah model pembelajaran, yakni Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Hubungan antar variabel tersebut dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran, dan dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini. Keterampilan Proses Sains (KPS) (X) Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Hasil Belajar Fisika (Y) Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

23 28 C. Anggapan Dasar 1. Semua siswa kelas X semeseter ganjil SMAN 1 Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan tingkat satuan pendidikan, 2. Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa pada pelajaran fisika secara keseluruhan adalah berbeda, dan 3. Faktor-faktor lain diluar penelitian diabaikan. D. Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara atas suatu soal yang masih ragu-ragu dan perlu diuji kebenarannya melalui penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitian ini adalah; H1 : Ada pengaruh Keterampilan Proses Sains (KPS) terhadap hasil belajar fisika siswa melalui Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing, untuk materi pembelajaran Besaran Dan Satuan. H2 : Penerapan metode eksperimen dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada pembelajaran yang bertujuan untuk melatih/mengembangkan KPS siswa sekaligus meningkatkan hasil belajar fisika siswa sangat efektif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah suatu pencapaian usaha belajar yang dilakukan siswa dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis 1. Konsep Belajar dan Mengajar Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan,

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menjadi pasif dan malas untuk mengembangkan keterampilannya.

II. KERANGKA TEORETIS. menjadi pasif dan malas untuk mengembangkan keterampilannya. II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Teoretis 1. Skill Katerampilan anak dapat ditinjau dengan perilaku atau tingkah laku saat berada di dalam kelas. Namun terkadang guru cenderung asik mengajar diri sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran dianggap dapat berhasil apabila proses dan hasil belajarnya baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( ) Keterampilan Proses Sains Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA oleh Litasari Aldila Aribowo (0402517032) PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam standar isi dinyatakan pendidikan IPA khususnya fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model inkuiri terbimbing merupakan suatu model yang digunakan guru untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model inkuiri terbimbing merupakan suatu model yang digunakan guru untuk 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Inkuiri Terbimbing Model inkuiri terbimbing merupakan suatu model yang digunakan guru untuk mengajar dimana pelaksanaanya yaitu guru membagi tugas meneliti suatu masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur terpenting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan kecakapan untuk melaksanakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan kecakapan untuk melaksanakan suatu 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan kecakapan untuk melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains sehingga menghasilkan informasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Model Inkuiri Inkuiri merupakan model pembelajaran yang membimbing siswa untuk memperoleh dan mendapatkan informasi serta mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap

Lebih terperinci

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu : A. Pengertian Metode Inkuiri Inquiri berasal dari bahasa inggris inquiry, yang secara harafiah berarti penyelidikan. Piaget, dalam (E. Mulyasa, 2007 : 108) mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru dan peserta didik sebagai pemeran utama. Dalam pembelajaran terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Praktikum Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi atau dengan sumber data sekunder untuk mengamati dan memahami dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Solving Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Keterampilan Proses Sains Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu: (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Model Pembelajaran CLIS Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada peran seorang guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains, tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses sains yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep materi yang disampaikan oleh

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan Proses Sains (KPS) penting dimiliki oleh setiap individu sebagai modal dasar bagi seseorang agar memecahkan masalah hidupnya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjaun Pustaka 1. Keterampilan Eksperimen Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan merancanakan percobaan merupakan kegiatan mengidenfikasi berapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA 7 BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA A. Teori Belajar Dan Prestasi Belajar 1. Teori Belajar Menurut Gagne (Dahar, 1996: 11) Belajar dapat didefinisikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan g alam sekitar di sekelilingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu. Kemampuan siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purnama (2008: 115) sikap ilmiah merupakan sikap yang. pembentukan sikap ilmiah. Sikap ilmiah siswa dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purnama (2008: 115) sikap ilmiah merupakan sikap yang. pembentukan sikap ilmiah. Sikap ilmiah siswa dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Sikap Ilmiah a. Pengertian Sikap Ilmiah Menurut Purnama (2008: 115) sikap ilmiah merupakan sikap yang dibentuk oleh orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Pada hakekat belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang dialaminya sehingga terjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI OLEH REZIANA AMALIA MARIA 201591005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pengertian IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Evaluasi merupakan proses penilaian yang dilakukan setelah melakukan kegiatan. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pembelajaran Problem Posing Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa adalah menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA SD. Ridwan Efendi, M.Pd

KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA SD. Ridwan Efendi, M.Pd KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA SD Ridwan Efendi, M.Pd Hakekat IPA IPA SIKAP rasa ingin tahu, objektif, jujur, skeptis, teliti, tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, terbuka, tidak cepat putus asa Implikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP Anita Fitriyanti Guru Mata Pelajaran IPA di SMP 1 Paliyan, Kab. Gunungkidul ABSTRAK Keberhasilan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah berubah, dalam hal ini yang dimaksud dengan belajar berarti usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci