TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB III PIDANA BERSYARAT

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB II LANDASAN TEORI

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa orang atau penyertaan, sering menimbulkan kesulitan dalam proses pembuktiannya, karena banyak peserta yang turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut. Dalam praktiknya tindak pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa orang, yang setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku tertentu kemudian melahirkan suatu tindak pidana. Para pelaku (Pasal 55 Ayat (1) yang terlibat dalam penyertaan tindak pidana penganiayaan dipandang sebagai pelaku tindak pidana yang secara yuridis ancaman atau pertanggungjawabannya adalah sama tapi secara keadilan seorang hakim harus menentukan para pelaku tersebut sesuai dengan apa yang dilakukannya atau kapasitas dari masing-masing pelaku dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan atau tindak pidana tersebut. Pada kenyataannya, kadang sulit dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka yang perbuatannya benar-benar telah memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya yang melahirkan tindak pidana itu. Kata Kunci : Tindak pidana pembunuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu pranata sosial, yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat. Namun fungsinya tidak hanya untuk mengatur masyarakat saja melainkan mengaturnya dengan patut dan bermanfaat Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian tentang hukum sebagai, peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Ada berbagai hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya adalah hukum pidana. Hukum pidana sebagai hukum publik bertujuan untuk mencegah atau menghambat perbuatan-perbuatan yang ada dalam masyarakat, yang tidak sesuai dengan aturanaturan hukum yang berlaku. Hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh Negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. 1 Dari definisi di atas maka dapat diketahui bahwa hukum pidana dapat melahirkan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbuatan dilarang, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana. 2. Pidana, yaitu nestapa atau penderitaan yang dibebankan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. 3. Pelaku, yaitu orang yang melakukan perbuatan yang dilarang menurut aturan hukum pidana. Ketiga unsur-unsur tersebut merupakan rangkaian yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga harus selalu ada dalam setiap 1 Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta,1985,hlm,7.

permasalahan yang berkaitan dengan hukum pidana. Dengan demikian dapat dilihat bahwa hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan. Dengan pengaturan hukum yang demikian dapat diketahui perbuatan-perbuatan mana yang melawan hukum dan dapat diketahui pula alasan seseorang melakukan perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang menyimpang, yang mempunyai sifat tercela, sehingga perbuatan ini selalu menimbulkan reaksi sosial dalam masyarakat. adanya reaksi seperti ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk mencapai tata tertib sosial, dimana reaksi ini akan semakin nampak pada saat ancaman kejahatan ataupun pelanggaran meningkat secara kuantitas dan kualitas. Salah satu perbuatan melawan hukum yang sering muncul dalam masyarakat adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa orang atau penyertaan, sering menimbulkan kesulitan dalam proses pembuktiannya, karena banyak peserta yang turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut. Dalam praktiknya tindak pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa orang, yang setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku tertentu kemudian melahirkan suatu tindak pidana. Para pelaku (Pasal 55 Ayat (1) yang terlibat dalam penyertaan tindak pidana penganiayaan dipandang sebagai pelaku tindak pidana yang secara yuridis ancaman atau pertanggungjawabannya adalah sama tapi secara keadilan seorang hakim harus menentukan para pelaku tersebut sesuai dengan apa yang dilakukannya atau kapasitas dari masing-masing pelaku dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan atau tindak pidana tersebut. Pada kenyataannya, kadang sulit dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka yang perbuatannya benarbenar telah memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya yang melahirkan tindak pidana itu.. Upaya pembuktian sangat diperlukan oleh hakim dalam menentukan putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim harus dapat mengolah dan memproses datadata yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal ini bukti-bukti, keterangan saksi, pembelaan terdakwa, serta tuntutan jaksa maupun muatan psikologis. Pembuktian adalah suatu usaha atau upaya untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak berperkara di persidangan pengadilan berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangaan. Membuktian dalam arti yuridis adalah memberi dasar-dasar yang cukup pada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan untuk memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan sesuai dengan ketentuan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi bahwa : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Hakim dalam menjatuhkan putusan atau vonis akan selalu berpedoman kepada hasil pembuktian. Dalam kaitannya dengan pembuktian dan segala aktivitasnya, mengetahui pengertian dari istilah-istilah tersebut akan sangat membantu dalam memahami lingkup pembuktian dan urgensinya. Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif. II. PEMBAHASAN A. Tinjauan umum tentang pembuktian 1. Pengertian Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Menurut Moch Anwar yang dimaksud dengan pembuktian adalah proses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil yang dikemukan oleh para

pihak dalam suatu persengketaan di muka persidangan. 2 Dijelaskan lebih lanjut oleh Wirdjono Prodjodikoro Pembuktian adalah proses sebelum penjatuhan putusan oleh hakim yang terlebih dahulu memilah-milah, mengkonstantir dan memperinci, terhadap fakta-fakta yang muncul dipersidangan. 3 Menurut Soesilo Prajogo,Pembuktian adalah suatu usaha atau upaya untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalildalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak berperkara di persidangan pengadilan berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan di dalam peraturan perundangundangaan. 4 2. Alat bukti Dalam pasal 188 KUHAP dijelaskan bahwa alat bukti ialah ; a. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. b. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari ; 1) Keterangan saksi; 2) Surat; 3) Keterangan terdakwa. c. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. B. Deelneming (Penyertaan). Secara etimologi, kata deelneming berasal dari bahasa Belanda deelnemen yang berarti menyertai, dan kata deelneming yang dapat diartikan diartikan penyertaan. 2 Anwar, H. A. Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni Bandung, 1990, hlm 76. 3 Prodjodikoro,Wirdjono,Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Reffika Aditama, Bandung,2003,hlm 43. 4 Prajogo, Soesilo, Kamus Hukum Internasional & Indonesia, Wacana Intelektual Press, Jakarta,2007,hlm 17. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Deelneming atau penyertaan ini dia atur dalam ketentuan Pasal 55 dan 56 yang berbunyi : Pasal 55 1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibatakibatnya. Pasal 56 a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; b. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan. C. Tindak Pidana Pembunuhan. 1. Pengertian Tindak Pidana Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dinamakan perbuatan pidana juga disebut dengan delik. Menurut wujud aslinya atau sifatnya, perbuatan pidana adalah perbuatan -perbuatan yang melawan hukum, dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang diangap adil dan baik. 5 Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana atau dalam bahasa belanda strafbaarfeit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam wetboek van Strafrecht atau KItab Undang-undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Inonesiaada 5 Roeslan Saleh,. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta 1983 hlm 13

istilah dalam bahasa asing, Yaitu delict yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. 6 Menurut batasan pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa tindak pidana adalah peristiwa pidana yang berkaitan dengan rangkaian perbuatan manusia yang pembuatnya diancam pidana. 2. Tindak Pidana Pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan diatur dalam KUHP mulai Pasal 338 hingga Pasal 350. Dalam ketentuan pasal tersebut masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut : Pasal 338 KUHP berkaitan dengan pembunuhan biasa, berbunyi, Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dari ketentuan Pasal diatas, dapat dijelaskan unsur-unsur tindak pidana pembunuhan tersebut sebagai berikut : 1) Barang siapa 2) Dengan sengaja. 3) Merampas nyawa D. Pembuktian Turut Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan 1. Upaya Pembuktian Turut Serta Dalam Tindak Pembunuhan Pembuktian adalah suatu proses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang kebenaran peristiwa dengan menggunakan bukti-bukti yang diatur oleh undang-undang. Sistem pembuktian yang dianut dan diatur dalam KUHAP terdapat pada Pasal 183 yang penekanannya harus terdapat pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah. Dalam Pasal 183 KUHAP tersebut dijelaskan bahwa : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam studi kasus yang penulis ajukan dalam penulisan skripsi ini, yakni dalam putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu Nomor Perkara 51/Pid.B/2009/PN. PL yang menyatakan bahwa terdakwa Hasanuddin Dg. Sikki dan Rikki Dg. Messang, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana Pembunuhan Secara Bersama-sama atas korban Ansar yang pengenaannya telah diatur dalam Pasal 338 jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP serta peraturan lain yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan menjatuhkan putusan pidana selama 15 (Lima Belas) Tahun penjara potong masa tahanan. Hakim Pengadilan Negeri Palu Bpk.Alfian,SH.MH (Wawancara tanggal 17 Februari 2013) menjelaskan, Di dalam prakteknya, adalah tidak demikian mudah untuk menyebutkan orang yang mana yang harus dipandang sebagai pelaku dan orang atau orang-orang yang mana yang dapat dipandang sebagai mededader atau sebagai pelaku penyerta, kiranya adalah sangat sulit bagi hakim untuk memastikan, yaitu orang; yang mana sebenarnya merupakan pelakunya dan orang yang mana lagi yang seharusnya dipandang sebagai pelaku utama atau sebagai pelaku-pelaku penyerta. 7 Dalam upaya pembuktian di persidangan, termasuk studi kasus Pengadilan Negeri Palu Nomor Perkara 51/Pid.B/2009/PN.PL yang menghadirkan terdakwa Hasanuddin Dg.Sikki dan Rikki 6 Prodjodikoro, Wirdjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Reffika Aditama, Bandung 2003 hlm 55 7 Wawancara Hakim Pengadilan Negeri Palu,Bpk Alfian,SH,MH,17 Februari 2013,di Pengadilan Negeri Palu, Jalan Samratulangi No.46

Dg. Messang atas korban Ansar terhadap tindak pidana pembunuhan secara bersama pada Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana, sebelum mengambil kesimpulan dan memutuskan bahwa terdakwa bersalah atau tidak, sesuai ketentuan KUHAPidana Jaksa Penuntut Umum berkewajiban untuk melakukan upaya pembuktian atas kasus tersebut. Dari posisi kasus yang telah dipaparkan diatas, Jaksa Penuntut Umum mendakwa perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana di atur dan diancam pidana dalam Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana. Upaya Pembuktian seperti dalam studi kasus diatas didasarkan pada ketentuan Pasal 184 KUHAPidana yang menjelaskan bahwa : Alat bukti yang sah, yaitu: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Dalam upaya pembuktian atas studi kasus yang diajukan penulis dalam penulisan skripsi ini, guna penyampaian fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan secara berturut-turut, persidangan menghadirkan alat bukti yang sah berupa : 1. Keterangan Saksi-saksi, 2. Petunjuk 3. Keterangan Terdakwa Dalam keterangan saksi di persidangan untuk studi kasus Pembunuhan secara bersama-sama ini termuat dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Palu dapat dijelaskan penulis secara rinci sebagai berikut : 1. Pembuktian di Persidangan. Selain menghadirkan saksi-saksi ke depan persidangan untuk diminta keterangannya, untuk lebih memperkuat alat bukti saksi tersebut, persidangan juga mendengarkan keterangan terdakwa guna menyesuaikan dan mempertegas alat bukti saksi tersebut dalam upaya pembuktian kasus tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama tersebut Di dalam persidangan, keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 188 KUHAPidana yaitu Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. 2. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Turut Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan. Adalah suatu hal yang perlu kembali dipertegas bahwa tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, tetapi juga bertujuan mempertahankan ketertiban dan rasa adil dalam masyarakat serta mendidik agar perbuatan yang salah tersebut tidak terulang lagi baik oleh terdakwa maupun orang lain, oleh sebab itu putusan-putusan pemidanaan yang dikeluarkan oleh majelis hakim haruslah melalui pemikiran-pemikiran dan pertimbangan yang merujuk kepada 3 (tiga) tujuan utamanya yaitu, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya khususnya bagi terdakwa. Menjadi hakim merupakan tugas yang cukup berat karena dapat menentukan kehidupan seseorang untuk dapat memperoleh kebebasan ataukah hukuman. Jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, maka akan dapat merenggut nyawa, kemerdekaan, kehormatan dan harta benda yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan setiap insan, pengambilan keputusan sebagai suatu perumusan berbagai macam alternatif tindakan dalam menghadapi situasi serta menetapkan pilihan yang tepat dari berbagai alternative, ditambahkan oleh beliau bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara memilih salah satu dari berbagai alternative yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yaitu menghasilkan suatu keputusan yang baik untuk mengatasi suatu masalah.

Dari hasil penelitian penulis pada pengadilan Negeri Palu bahwa dari upaya pembuktian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah menghadirkan alat bukti sah kedepan persidangan berupa Keterangan saksi, Keterangan Terdakwa juga barang bukti, hakim dengan alat bukti yang ada tersebut ditambah dengan keyakinannya juga melakukan upaya pembuktian dengan pemenuhan unsurunsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Setelah melihat dan mendengar keterangan saksi-saksi, melihat dan mendengar keterangan terdakwa, Surat dan petunjuk yang ditemukan dan dihadirkan dipersidangan, dan juga setelah hakim melakukan upaya pembuktian dengan pemenuhan unsur-unsur tindak pidana Pembunuhan yang dilakukan terdakwa Hasanuddin Daeng Sikki dan Rikki Daeng Messang atas korban Ansar yang digelar pada Pengadilan Negeri Palu, maka hakim menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi rumusan unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 338 Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana, sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana dalam dakwaan primair. II. PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Upaya Pembuktian Turut Serta Dalam Tindak Pembunuhan.dalam putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu Nomor Perkara 51/Pid.B/2009/PN.PL dimana Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan Pasal Pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 338 Jo. Pasal 55 KUHP, dilaksanakan dengan menghadirkan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan pengajuan barang bukti, dalam persidangan juga majelis hakim menemukan petunjukpetunjuk yang menjadi dasar pertimbangannya, pula telah paparkan unsur-unsur Pasal 338 Jo. Pasal 55 KUHP dan mencocokakan rumusan Pasal tersebut sehingga kemudian dengan keyakinannya Majelis hakim yang menyatakan bahwa terdakwa Hasanuddin Daeng Sikki dan Rikki Daeng Messang, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana Pembunuhan. 2. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Turut Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan.telah sesuai menurut aturan-aturan yang terkait tindak pidana Pembunuhan Secara Bersama-sama yang dilakukan oleh terdakwa Hasanuddin Daeng Sikki dan Rikki Daeng Messang, adanya bukti-bukti yang kuat dimana buktibukti yang diajukan di depan persidangan tersebut memberatkan terdakwa, Terpenuhinya unsur unsur tindak pidana dalam KUHPidana Pasal 338 Jo. Pasal 55 KUHPidana tentang tindak pidana Pembunuhan yang dilakukan besama-sama yang di dakwakan Jaksa Penuntut Umum, terpenuhinya unsur Pasal 183 KUHAPidana yang mengharuskan hakim mempertimbangkan dua alat bukti yang sah di hadapan persidangan di tambah keyakinan darinya untuk memutus suatu perkara apakah telah terjadi atau tidak terjadi suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah atau tidak atas tindak pidana tersebut, B. Saran Berdasarkan kesimpulan, maka penulis dapat menyampaikan saran dan solusi sebagai berikut : 1. Kewajiban bagi Majelis Hakim ketika akan menjatuhkan putusan-putusannya haruslah melalui pemikiran-pemikiran dan pertimbangan yang merujuk kepada 3 (tiga) tujuan utamanya yaitu, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya khususnya bagi terdakwa. 2. Diharapkan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait kasus tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama serta dapat

memperhitungkan akibat hukum yang ditimbulkan bagi pihak korban dan keluarga secara khusus dan masyarakat secara umum dari pelaksanaan putusan tersebut. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Anwar, H.A.Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni Bandung,1990. Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta,1985. Prajogo, Soesilo, Kamus Hukum Internasional & Indonesia, Wacana Intelektual Press. Jakarta,2007. Prodjodikoro, Wirdjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Reffika Aditama, Bandung.2003. Roeslan Saleh, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta.1983.

BIODATA MOH. HARYONO, Lahir di Palu,16 Juni, 1990, Alamat Rumah Jalan Ongka Malino Nomor 14 Palu Sul-Teng, Nomor Telepon +6281998807875, Alamat Email mohharyono60@yahoo.com