Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: SURVEI AMFIBI REPTILIA DI PROVINSI ACEH, PULAU SUMATERA. Mistar Kamsi ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB III METODE PENELITIAN

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

(Diterima September 2015, Disetujui Desember 2015) ABSTRACT

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal MIPA 38 (1) (2015): Jurnal MIPA.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

III. METODE PENELITIAN

LAPORAN PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF BUNGLON (Bronchochela sp.) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 15 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka yang terancam punah (IUCN Red List of Threatened

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

III. KONDISI UMUM LOKASI

Interpretasi Peta Tentang Bentuk dan Pola Muka Bumi. Bab

BAB III METODE PENELITIAN

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas

BAB I PENDAHULUAN. utama terus mengalami pergeseran dan lebih membuka diri bagi aktor non-state

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

Keanekaragaman Herpetofauna di Lahan Reklamasi Tambang Batubara PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur

III. METODE PENELITIAN

Keywords: Herpetofauna, species diversity, TNBBBR

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK)

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal (Mabuya multifasciata. Kuhl) Di Pulau-pulau Kecil Kota Padang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

SURVEI. Hal yang perlu diperhatikkan dalam merancang survei. Persyaratan Ilmiah dalam perencanaan survei 6/7/2013

DANAU YAMUR. Gambar 1. Peta lokasi Danau Yamur. Foto atas kanan: Citra satelit. Gambar bawah: Peta Danau Yamur dari Boeseman (1963)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

Secara Geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat. Lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar antara 25% dan

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 SURVEI AMFIBI REPTILIA DI PROVINSI ACEH, PULAU SUMATERA Mistar Kamsi Yayasan Ekosistem Lestari Email: mistar.234@gmail.com ABSTRAK Antara tahun 1999-2015 telah dilakukan survei amfibi reptilia di 39 lokasi di Propinsi Aceh, setelah di overlay kedalam peta ke 39 lokasi tersebut masuk kedalam total 25 grid berukuran 25 x 25 km, atau mewakili 23.8 % wilayah Aceh. Hasil survei, dan kompilasi dari berbagai sumber di Aceh (Pulau Sumatera) tercatat 166 jenis, terbagi atas atas amfbi 57 jenis, 31 marga, dan 7 famili, dan reptilia 109 jenis, 104 marga, 28 famili. Hasil survei di Propinsi Aceh menemukan atau diduga dua jenis baru amfibi, sedikinya dua jenis reptilia (cicak hutan). Temuan menarik antara lain: Ular-air Rawa (Enhydris albomaculata), Cicak-hutan Kaki-berselaput (Luperosaurus brooksii) pada rentang ketinggian antara 5 dan 900 mdpl, dan Ular Bandotan Gunung ( Ovophis monticola). Metodologi selama survei menggunakan Visual Encounter Survey (night stream, line transect, dan random), metode tersebut secara tegas bukan untuk menghitung populasi suatu jenis, dan harus dilakukan lebih dari satu orang untuk pengamatan. Hasil survei di suatu lokasi umumnya menjumpai jenisjenis umum, dan bukan menggambarkan kekayaan jenis yang sebenarnya, monitoring adalah salah satu upaya untuk menggambarkan kekayaan jenis amfibi reptilia disuatu lokasi yang sebenarnya. Kata Kunci: Amphibi, Reptilia, Propinsi Aceh PENDAHULUAN ulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia selain; Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua (Irian Jaya). Secara geografi terletak pada garis khatulistiwa antara 5 39 Lintang Utara, 5 54 Lintang Selatan, dan antara 95-106 Bujur Timur. Pulau Sumatera bagian utara berbatasan dengan Semenanjung Malaysia dan Selat Malaka dengan lebar laut sekitar 70 km, dan bagian selatan dibatasi oleh selat Sunda dan teluk Semangka dengan lebar laut 25 km. Luas daratan Sumatera sekitar 473.600 km 2, terbagi oleh dua rangkaian Bukit Barisan, Bukit Barisan Selatan sepanjang 300 km dengan Gunung Kerinci 3.800 meter dari permukaan laut (mdpl) merupakan gunung tertinggi di bagian selatan, bagian utara memanjang sekitar 100 km dengan puncak Gunung Leuser 3.404 mdpl merupakan puncak tertinggi di bagian utara, rangkaian tersebut dipisahkan oleh Danau Toba panjang 300 km, lebar 100 km yang terletak pada ketinggian 906 mdpl. Sumatera merupakan bagian dari kawasan oriental, sebagian besar fauna yang ada dalam kawasan ini tidak dijumpai di tempat lain, salah satu pembatas utama di antara daerah tersebut yang terdekat dengan Sumatera adalah adalah Tanah Genting Kra di sebelah selatan Thailand dan Birma, pembatas ini merupakan batas antara Dataran Sunda dan Benua Asia (Anwar, dkk 1984). Sebagai salah satu pulau besar di Dataran Sunda, Sumatera mempunyai peranan penting karena persebaran secara zoogeografi yang sukar dijelaskan; misalnya Macan Tutul (Panthera pardus) yang pernah hidup beberapa ribu tahun yang lalu menjadi punah di Sumatera?, secara habitat Sumatera mempunyai daya dukung yang hampir sama dengan pulau Jawa. Satwa amfibi reptilia meskipun secara klasifikasi kelas ( class) berbeda, namun ahli taksonomi sering menggabungkan dengan sebutan herpetology, kedua kelas tersebut menempati habitat dan relung yang hampir 21

Mistar Kamsi sama. Kajian satwa amfibi reptilia di Sumatera telah banyak ditulis oleh peneliti umumnya berupa jurnal. Dalam satu dekade terakhir di Sumatera telah dideskripsi beberapa amfibi jenis baru antara lain; Leptobrachium waysepuntiense (2010), Hylarana rawa (2012), Chiromantis baladika, C. nauli (2014), Polypedates pseudootilophus (2014), Rhacophorus indonesiensis (2015), dan masih segar Sigalegalephrynus mandailinguensis, dan S. minangkabauensis (Maret, 2017). Buku panduan lapangan yang mencakup Sumatera diantaranya: de Rooij (1917), van Kampen (1923), Manthey & Grossmann (1997), Vogel (1998), Mistar (2003), Mistar dkk (2017). Daftar jenis amfibi reptilia daratan Sumatera tercatat 349 jenis, 135 marga, dari 35 famili, 166 jenis atau 47.6 % diantaranya terdapat di Provinsi Aceh, komposisi anggota famili dan jenis dapat dilihat pada tabel 1. Survei amfibi reptilia telah dilakukan di Propinsi Aceh oleh Mistar dkk antara tahun 1999-2015 mencakup lebih dari 39 lokasi. Untuk memudahkan dalam menentukan target lokasi survei di masa depan, maka dibuatlah grid, setiap grid berukuran 25x25 km, dari 39 lokasi setelah di overlay termasuk kedalam 25 grid dari 105 grid di Aceh, atau mewakili 23.8 % wilayah Aceh, adapun sebaran gridnya terlihat seperti pada lampiran 2. Hasil survei dalam kurun waktu tersebut di atas menjumpai jenis menarik seperti Ular-air Rawa ( Enhydris albomaculata), Cicak-hutan Kaki-berselaput (Luperosaurus brooksii), Ular Bandotan Gunung (Ovophis monticola) dan sedikitnya dua jenis amfibi diduga sebagai jenis baru, dan lebih dari dua jenis cicak hutan. METODOLOGI Beberapa metodologi survei yang digunakan untuk studi amfibi reptilia beberapa diantara; Visual Encounter Survey, Pit-fall Trap, Capture Mark Recapture, Tree Buttres, dll. Perlu di ingat bahwa pemilihan metodologi sering kali berhubungan dengan tujuan dari survei dan ketersedian logistik. Kami sejauh ini menggunakan metode Visual Encounter Survey (VES) berikut: adapun penjelasan metode sebagai 1. Visual Encounter Survey-Night Stream Metode VES (Heyer, W. R., dkk; 1994) digunakan untuk membedakan kekayaan suatu jenis di suatu area, membuat daftar jenis (komposisi jenis), dan memperkirakan kelimpahan relatif jenis. Motode ini secara tegas bukan untuk membedakan kepadatan, karena tidak semua individu sebenarnya teramati selama survei. Tetapi, jika dilakukan secara berulang ulang dalam hubungan dengan studi penandaan dan tangkap kembali (Capture Mark Recapture), dapat memperkirakan kepadatan secara layak (Donnelly; 1989). 2. Visual Encounter Survey-Line Transect Metode line transect digunakan untuk mengetahui jenis-jenis amfibi reptilia diluar badan sungai, metode ini dilakukan pada pagi hari dan malam hari. 3. Pencarian Acak Metode random atau ekplorasi dilakukan untuk menjangkau areal yang luas, terutama di luar areal survei, diharapkan dapat membandingkan keanekaragaman jenis amfibi dan reptilia di areal penelitian dan diluar areal penelitian, metode ini umum dilakukan peneliti dalam studi singkat di suatu lokasi. Seringkali dalam survei menggunakan alat tangkap khusus untuk mengetahui jenis yang khusus misalnya Cicak Terbang ( Draco spp.), semua anggota marga tersebut selalu hinggap di pohon dan terus naik kemudian meluncur ke pohon yang lebih rendah, salah satu alat tangkap khusus adalah sumpit ( blowing gun) seperti terlihat pada gambar 1 dan 2. Pengamat sebagaimana persyaratan minimum metode VES yaitu lebih dari satu orang. Semua individu yang dijumpai dicatat, dan jika mungkin ditangkap; diukur (untuk amfibi dari moncong sampai ventral, dan reptilia dari moncong sampai kloaka, dan dari kloaka sampai ujung ekor), jenis kelamin, dan titik koordinat. 22

Survei Amphibi Reptilia di Provinsi Aceh, Pulau Sumatera. (1) (2) Gambar 1. Kiri, Sumpit adalah Salah Satu Alat Tangkap Khusus dalam Survei, Target Utamanya adalah Cicak Terbang dan Kadal Pohon. Gambar 2. Kanan, Salah Satu Target yang Berhasil di Sumpit adalah Cicak-Terbang Kerongkongan Hitam (Draco melanopogon). Identifikasi jenis amfibi reptilia di Sumatera menggunakan beberapa buku antara lain: The Amphibian of The Indo-Australian Archipelago (van Kampen, P. N. 1923), The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia (Berry, 1975), Panduan Lapangan Amfibi di Kawasan Ekosistem Leuser (Mistar, 2003), The Snake of Malaya (Tweedie, M., W., F., 1983), Amphibien & Reptiliaien Sudostasien (Manthey, U., dan Grossmann W. 1997), A Field Guide to the Frogs of Borneo (Inger, R. F. and R. T. Stuebing, 1997), A Field Guide to the Snakes of Borneo (Inger, R. F. and R. T. Stuebing, 1999), Agamid Lizards of Southern Asia-Draconinae 1 (Manthey, U. 2008), Agamid Lizards of Southern Asia Draconinae 2 (Manthey, U. 2010). Panduan Visual dan Identifikasi Lapangan 107+ular Indonesia (R. Marlon, 2014), serta jurnal ilmiah yang relefan. HASIL DAN PEMBAHASAN Survei telah dilakukan antara tahun 1999-2015 di 39 lokasi di Propinsi Aceh, adapun sebaran lokasi seperti terlihat pada peta lampiran 2. Hasil survei, jurnal, informasi dari peneliti lain telah dirangkum ke dalam daftar jenis amfibi dan reptilia yang ada di Propinsi Aceh (Pulau Sumatera) seperti terlihat pada tabel 1, lebih jelas komposisi jenis perfamili dapat dilihat pada lampiran 1.1 sampai 1.5. Tentu daftar jenis tersebut akan terus bertambah, jika jumlah areal atau grid bertambah, penting bagi kita semua untuk membuat rencana bersama agar lebih efesien dalam mengumpulkan, mengorganis data, dan menentukan skala priotas di Aceh baik lokasi survei maupun jenis konservasi. Tabel 1. Perbandingan Jumlah Jenis Amfibi Reptilia di Pulau Sumatera, dan Provinsi Aceh Kelas Ordo Famili Marga Jenis Sumatera Aceh % Amphibia Anura 6 30 116 56 48.3 Amphibia Gymnophyiona 1 1 4 1 25.0 Reptilia Lacertilia 8 32 77 34 44.2 Reptilia Serpentes 15 56 134 65 48.5 Reptilia Chelonii 3 14 16 9 56.3 Reptilia Crocodylia 2 2 2 1 50.0 Total 35 135 349 166 47.6 23

Mistar Kamsi Dari 39 lokasi survei amfibi reptilia di Propinsi Aceh, tiga lokasi dilakukan monitoring yaitu; Stasiun Reintroduksi Orangutan Jantho, Pos Monitoring Suaq Balimbing, dan RSPO- Lamie, ketiga lokasi tersebut terdapat program Yayasan Ekosistem Lestari. Monitoring adalah bagian penting untuk mengetahui jenis-jenis yang mempunyai kebiasaan hidup lebih tersembunyi misalnya; di bawah kayu lapuk, lubang pohon, serasah, lubang-lubang tanah, atau katak pohon yang hanya mengunjungi kolam-kolam musiman pada musim kawin di malam hari, dan selebihnya tinggal di hutan. Monitoring yang dimaksud disini bisa menggunakan metode yang sama, atau hasil dokumentasi foto yang terus-menerus dilakukan seperti di Stasiun Jantho setiap ada perjumpaan amfibi reptilia didokumentasikan dengan baik oleh staf. Tabel 2. di bawah adalah perbandingan hanya sekali survei dengan hasil monitoring. Tabel 2. Perbandingan Hasil Survei Satu Kali v/s Monitoring Nama Lokasi Survei_1 Monitoring Cagar Alam Pinus Jantho 21 59 RSPO-Lamie 27 36 Pos Monitoring Suaq Balimbing 39 45 Hasil survei dalam kurun waktu tersebut di atas menjumpai jenis menarik seperti Ular-air Rawa ( Enhydris albomaculata), ular tersebut spesialis makan ikan, lebih sering terperangkap di dalam bubu dibandingkan hasil pengamatan. Cicak-hutan Kaki-Berselaput ( Luperosaurus brooksii) saat ini tecatat di tiga lokasi di Sumatera, dua antaranya di Aceh yaitu; Suaq Balimbing dan Alur Mancang (Gunung Seulawah), dan sedikitnya dua jenis amfibi diduga sebagai jenis baru, dan lebih dari dua jenis cicak hutan. Amfibi reptilia di Aceh tercatat total 166 jenis atau mewakili 47.7 % dari Pulau Sumatera, diyakini jumlah tersebut akan terus bertambah, jika survei dilakukan lebih intensive dan areal yang dijangkau lebih luas, khususnya grid-grid pada ketinggian antara 0-800 meter dari permukaan laut, saat ini telah dilakukan survei di 25 grid dari 105 yang terdapat di Aceh, berdasarkan peta lampiran 2, lokasi yang belum dilakukan survei sebagian besar berada di sebelah timur Bukit Barisan. Survei merupakan langkah awal untuk mengetahui keberadaan jenis disuatu lokasi, pada tahap tersebut seringkali hanya menjumpai jenis amfibi reptilia yang bersifat umum, dan bukan merupakan gambaran yang sebenarnya. Monitoring sedikitnya tiga kali pada lokasi yang sama, akan memberikan gambaran kekayaan jenis amfibi reptilia pada kisaran 70-80 % yang sebenarnya. Metodologi Visual Encounter Survey adalah pilihan ideal untuk memperoleh jenisjenis yang umum dijumpai, dan jelas metode tersebut bukan untuk menghitung populasi. Sangat dianjurkan untuk memilih metodologi yang sesuai jika ingin mengetahui populasi suatu jenis, misalnya Capture Mark Recapture, dll. KESIMPULAN 1. Antara tahun 1999-2015, telah dilakukan survei di 39 lokasi amfbi reptilia di Propinsi Aceh (Pulau Sumatera), tersebar di 25 grid dan mewakili 23.8% wilayah Aceh. 2. Kombinasi dari tiga metodologi VES-night stream, VES-line transect dan random sejauh ini yang terbaik untuk memperoleh daftar jenis. 24

Survei Amphibi Reptilia di Provinsi Aceh, Pulau Sumatera. 3. Di Propinsi Aceh terdapat total 166 jenis amfibi reptilia, terbagi amfibi 57 jenis, 31 marga, dan 7 famili, dan reptilia 109 jenis, 104 marga, 28 famili; 4. Sedikitnya dua jenis amfibi diduga jenis baru, dua jenis cicak hutan, dan temuan menarik Ular-air Rawa ( Enhydris albomaculata), Cicak-hutan Kaki-Berselaput ( Luperosaurus brooksii), Ular Bandotan Gunung ( Ovophis monticola). DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2015. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Appendices I, II, IIII. Anonym. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. De Roij, N. 1917. The Reptilians of The Indo- Australian Archipelago I and II. Leiden, E.J. Brill. Hamidy, A., M. Matsui. 2010 A new species of blue-eyed Leptobrachium (Anura: Megophryidae) from Sumatra, Indonesia. Zootaxa 2395: 34 44 (2010) Hamidy, A., M. Matsui, K. Nishikawa, D. M. Belabut. 2012. Detection of cryptic taxa in Leptobrachium nigrops (Amphibia, Anura, Megophryidae), with description of two new species. Zootaxa 3398: 22 39 Heyer, W. R., dkk, 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity, Standard Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press Washington and London. Hlm 60-66, 84-92. Inger, R. F. and R. T. Stuebing, 1997. A Field Guide to the Frogs of Borneo, Natural History Publication, Kota Kinabalu, Sabah. Inger, R. F. and R. T. Stuebing, 1999. A Field Guide to the Snakes of Borneo. Natural History Publications (Borneo) Kota Kinabalu. Krebs, C. J., 1989. Ecology Methodology, University of British Columbia, Harper Collins Publisher. Manthey, U., dan Grossmann W. 1997. Amphibien & Reptiliaien Sudostasien. Natur und Tier Verlag, Munster. Matsui, M., A. Hamidy, N. Kuraishi, 2014. A New Species of Polypedates from Sumatra, Indonesia (Amphibia: Anura). Species Diversity 19: 1 7. Pyron, R. A., J. J. Wiens. 2011. A large-scale phylogeny of Amphibia including over 2800 species, and a revised classification of extant frogs, salamanders, and caecilians. Molecular Phylogenetics and Evolution. Van Kampen, P. N. 1923. The Amphibian of The Indo-Australian Archipelago, Leiden, E. J. BRILL, Ltd. Vogel, G. P. David, and I. Sidik. 2014. On Trimeresurus sumatranus (Raffles, 1822), with the designation of a neotype and the description of a new species of pitviper from Sumatra (Squamata: Viperidae: Crotalinae). Amphibian & Reptiliaia Conservation. 8(2) [General Issue]: 1 29. www.iucnredlist.org. IUCN 2014. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. 25