BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Prosedur Perlakuan Pajak Parkir dan Pajak Air Tanah di Dinas Pelayanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Pajak Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Pendaftaran Pajak Air Tanah

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BAB III GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Mekanisme Pemungutan Restoran di DKI Jakarta. Tahap-tahap mekanisme pemungutan dari pajak restoran antara lain:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 17 TAHUN 1997 T E N T A N G

JENIS PELAYANAN DAN PERSYARATAN PERIZINAN AIR TANAH. I. Permohonan Surat Izin Pengeboran (SIP)

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 107 TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PELAKSANAAN PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN KABUPATEN PEMALANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 2 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK DAERAH BUPATI PURWAKARTA,

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 10 Tahun 2006 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2001

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 9 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

11 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah; 12 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pajak Parkir;

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 5 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 13 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999;

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Prosedur Perlakuan Pajak Parkir dan Pajak Air Tanah di Dinas Pelayanan Pajak Propinsi DKI Jakarta IV.1.1 Prosedur Perlakuan Pajak Parkir Salah satu sumber penerimaan asli daerah yang diperoleh pemerintah Propinsi DKI Jakarta adalah melalui penerimaan pajak daerah diantaranya pajak parkir. Masalah perpakiran selalu dikaitkan dengan permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Dengan alasan, perparkiran merupakan masalah yang cukup besar yang sering sekali terjadi dikarenakan kurangnya kapasitas jalan dan akhirnya menimbulkan kemacetan lalu lintas. Permasalahan lain juga timbul karena keberadaan parkir ilegal (tepi jalan) yang dikelola secara liar dengan alasan biaya yang dikeluarkan lebih murah dan alasan mudah terjangkau atau lebih dekat serta oknum-oknum yang dalam hal ini para pengusaha parkir yang bermain dalam pelaporan pajak parkir yang akhirnya berdampak pada turunnya penerimaan pajak daerah dari sektor pajak parkir. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pajak parkir terbagi menjadi 2 jenis yaitu parkir di badan jalan (On street parking) dan parkir di luar badan 46

jalan (Off street parking). Parkir di badan jalan adalah memanfaatkan tepi jalan sebagai lahan milik Negara untuk menjadi fasilitas parkir. Sedangkan parkir di luar badan jalan adalah parkir yang menggunakan lahan/bangunan tertentu menjadi fasilitas parkir. Keduanya sama-sama dikelola oleh Dinas Perhubungan (UPT Perparkiran). Tersedianya areal perparkiran yang memadai telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat diperkotaan. Bagi masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi, tersedianya lahan parkir merupakan syarat utama agar aktifitas di suatu wilayah dapat terlaksana dengan baik. IV.1.1.1 Pendaftaran Diri Sebagai Wajib Pajak Seseorang yang mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang perpakiran harus mendaftarkan dirinya menjadi seorang wajib pajak parkir. Berikut ini akan disajikan bagan mengenai mekanisme/proses seseorang agar bisa menjadi wajib pajak parkir. Bagan 2 Pendaftaran Diri Sebagai Wajib Pajak Wajib pajak Form pendaftaran seksi P3D Form pendaftaran Isi formulir Periksa kelengkapan tidak lengkap Ya Pemberian tanda dan tanggal penerimaan N 47

Dari flowchart diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin mendaftarkan dirinya menjadi wajib pajak diawali dengan menyampaikan formulir pendaftaran. Setelah formulir tersebut diisi oleh wajib pajak, petugas memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah diisi oleh wajib pajak tadi. Apabila ternyata formulir belum lengkap, formulir tersebut dikembalikan kepada wajib pajak agar segera dilengkapi. Namun apabila telah lengkap, formulir tersebut akan diberi tanda dan tanggal penerimaan. IV.1.1.2 Pengukuhan Wajib Pajak Setiap wajib pajak parkir wajib melaporkan usahanya ke Dinas Pelayanan Pajak dalam jangka waktu tertentu misalnya paling lama 30 hari sebelum kegiatan usahanya dimulai agar dapat dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Berikut ini bagan mengenai prosedur pengukuhan sebagai wajib pajak parkir Bagan 3 Pengukuhan Wajib Pajak Wajib pajak seksi P3D seksi P2 Kasudin Form pendaftaran Form pendaftaran Form pendaftaran disposisi tidak Memeriksa kelengkapan lengkap Memeriksa kelengkapan dan pembuatan laporan LHP Ya Pemberian tanda dan tanggal penerimaan LHP Tanda tangan Mencetak SKPD SKPD SKPD 48 NPWPD

Dari bagan diatas, dapat terlihat bagaimana prosedur seorang wajib pajak dapat dikukuhkan sebagai wajib pajak parkir. Seorang wajib pajak mengisi formulir pendaftaran berupa Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD) pajak parkir dan menyiapkan beberapa berkas persyaratan. SPOPD terdiri dari: 1. Data Objek Pajak, terdiri dari: a. Nama Objek Pajak b. Alamat c. Kelurahan d. Kecamatan e. Kabupaten/Kodya f. Nomor Telepon g. Tanggal mulai operasi 2. Data Wajib Pajak, terdiri dari: a. Nama Badan Hukum b. Alamat Badan Hukum c. Nama Pemilik/Penanggung Pajak d. Alamat e. Kelurahan f. Kecamatan g. Kabupaten/Kodya h. Nomor Telepon i. No.Pendaftaran/NPWP 3. Data Usaha, terdiri dari: a. Lokasi/Luas Tempat a). Dalam Gudang (m 2 ) 49

b). Halaman/Pelataran (m 2 ) b. Kapasitas/Daya Tampung a). b). Mobil (unit) Motor (unit) c. Tarif a). Mobil: 1. jam pertama (Rp) 2. tiap jam berikutnya (Rp) b). Motor: 1. Jam pertama (Rp) 2. tiap jam berikutnya (Rp) d. Jumlah Pintu Masuk (buah) e. Sistem Pemungutan : 1.Komputer 2. Manual f. Nomor Izin Pengelolaan:... masa berlaku s/d... Selain formulir pendaftaran tersebut, seorang wajib pajak yang ingin dikukuhkan sebagai wajib pajak parkir harus melengkapi berkas-berkas persyaratan diantaranya: a. Fotocopy identitas diri (KTP/SIM) b. Surat keterangan domisili usaha c. Surat izin instansi terkait d. Akte pendirian usaha Setelah semua proses dilalui, maka seseorang sudah dapat dikatakan sebagai wajib pajak parkir. Lalu dicatat dalam daftar induk wajib pajak serta diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan nomor urut NPWPD. Wajib pajak 50

yang telah mendapat NPWPD, setiap awal tahun pajak atau masa pajak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). IV.1.1.3 Penyetoran Pajak Parkir Setelah dikukuhkan menjadi wajib pajak dan ditentukan besarnya pajak terutang, langkah selanjutnya adalah wajib pajak menyetorkan pajak terutang tersebut. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak harus mengisi SPTPD dengan jelas, lengkap, dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak dan diserahkan kepada petugas yang berwenang. IV.1.1.4 Pembayaran Pajak Parkir Bagan 4 Bagan pembayaran pajak parkir Wajib pajak Bank DKI seksi P3D seksi P2 Kasudin Form SPTPD Form SSPD validasi Mencetak SKPD Nota perhitungan disposisi Nota perhitungan Tanda bukti pembayaran SKPDKB SKPDKB terlambat kurang bayar Tanda bukti pembayaran Surat paksa 51

Setelah wajib pajak mengisi SPTPD, wajib pajak wajib membayar besarnya pajak yang terutang. Agar lebih jelasnya, penulis akan memberi contoh cara perhitungan pajaknya. (Darwin,2010:128) PT. ABC merupakan sebuah perusahaan perparkiran yang berhasil mengumpulkan uang parkir selama 1 bulan sebesar Rp 100.000.000,- Apabila tarif pajak parkir ditetapkan 20%. Berapa besarnya pajak yang terutang oleh PT ABC? Pajak yang terutang PT ABC = Tarif x DPP = 20% x Rp 100.000.000,- = Rp 20.000.000,- Jadi besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar ke Dinas Pelayanan Pajak sebesar Rp 20.000.000. Pembayaran pajak parkir dilakukan selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah masa pajak berakhir dan dibayarkan ke Bank DKI dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Bank akan memvalidasi SSPD tersebut dan wajib pajak yang telah melakukan pembayaran pajak akan mendapat tanda bukti pembayaran. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak terutang tidak dilunasi maka akan dikenakan sanksi 2% per bulan. Dan jika ditemukan terjadi pajak kurang bayar, seksi penetapan pajak membuat nota perhitungan dan diteruskan kepada Kepala Suku Dinas untuk mendapat persetujuan kemudian diteruskan ke Seksi pendaftaran dan penatausahaan pajak daerah (P3D) untuk diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Apabila dalam waktu yang ditentukan, wajib pajak tetap tidak membayar utang pajaknya maka Dinas Pelayanan Pajak berhak melakukan penagihan pajak dengan Surat Paksa oleh seksi penagihan pajak. Surat paksa sekurang-kurangnya berisi nama wajib pajak/penanggung pajak, besarnya utang pajak, perintah untuk membayar, dan saat pelunasan pajak. 52

IV.1.2 Prosedur Perlakuan Pajak Air Tanah Sama halnya seperti pajak parkir, pajak air tanah juga merupakan salah satu penyumbang penerimaan asli daerah. Air merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan sehari-hari yang jika tidak dipantau atau tidak dibatasi pemakaiannya serta tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan menipisnya cadangan air bawah tanah. Pemakaian air tanah yang berlebihan dan terus menerus untuk keperluan irigasi, industri, niaga (hotel, gedung-gedung bertingkat, dll) mengakibatkan cadangan air tanah semakin menipis. Dan jika ini terjadi bisa menimbulkan bencana kekeringan, tanah longsor, turunnya permukaan tanah, dan lain sebagainya. Air bawah tanah merupakan milik bersama. Jika pemakaian air bawah tanah terus digunakan secara berlebihan, maka kemungkinan anak cucu kita tidak bisa menikmati sumber kekayaan tersebut. Salah satu cara agar anak cucu kita dapat menikmatinya yaitu dengan cara menghemat pemakaian air. Oleh karena itu, pemerintah DKI Jakarta harus dapat mengendalikan pemakaian air bawah tanah di DKI Jakarta yaitu dengan cara membatasi pemakaian air bawah tanah. Salah satu cara untuk membatasi penggunaan air bawah tanah tersebut adalah mengenakan pajak kepada pihak yang mengambil, memanfaatkan atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah. Pengenaan pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air bawah tanah oleh pemerintah daerah DKI Jakarta bertujuan untuk membatasi atau mengendalikan pengambilan air bawah tanah. Tujuan lain dari pengenaan dan pemungutan pajak air tanah ini sudah tentu mendukung Penerimaan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Daerah DKI Jakarta. 53

IV.1.2.1 Pendaftaran Wajib Pajak (Keputusan Gubernur no 76 tahun 2005 pasal 2) setiap orang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan air bawah tanah, wajib mendaftarkan diri dan melaporkan objek pajaknya dengan menggunakan SPOPD. Setiap pengambilan air tanah hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Kepala Daerah. Izin tersebut terbagi 2 yaitu izin pemboran air bawah tanah dan izin pemanfaatan air bawah tanah. 1. Untuk mendapatkan izin pemboran disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum pekerjaan dimulai dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan fotocopy KTP pemohon untuk perorangan atau pimpinan/penanggung jawab untuk badan usaha/hukum, peta lokasi sumur dan lokasi sumur yang telah dilengkapi dengan gambar pensil dengan skala detail/besar 1:1.000, peta situasi topografi dengan skala 1:10.000, fotocopy Izin Mendirikan Bangunan/Blok Plan, fotocopy izin perusahaan pemboran air tanah dari BPLHD Propinsi DKI Jakarta. 2. Permohonan izin pemanfaatan air tanah Izin pemanfaatan air bawah tanah meliputi: a. Izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur bor Untuk mendapatkan izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur bor disampaikan kepada Gubernur selambat-lambatnya 1 bulan setelah pemboran selesai dilaksanakan dengan melampirkan berita acara pemeriksaan hasil pemboran. Izin tersebut diberikan setelah hasil pemeriksaan lab kualitas air bawah tanah berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan telah 54

memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku. Persyaratan yang harus dilengkapi yaitu laporan pemboran dengan standar teknis dari Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral yang sekurang-kurangnya memuat gambar konstruksi atau penampang sumur,hasil logging, hasil uji debit, fotocopy surat izin bor yang memuat saran teknis, hasil analisis kualitas air dari laboratorium yang diakui oleh Pemerintah Asli, berita acara konstruksi sumur bor, dll. Dan seluruh dokumen tersebut dibuat masing-masing 3 set. b. Izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur pantek/sumur gali Untuk mendapatkan izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur pantek/sumur gali harus disampaikan selambatlambatnya 1 bulan setelah pekerjaan pemantekan/penggalian selesai dilaksanakan dengan melampirkan berita acara pemeriksaan hasil pemantekan /penggalian. Izin pemanfaatan tersebut, diberikan setelah hasil pemeriksaan laboratoris kualitas air bawah tanah berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang harus dilengkap diantaranya fotocopy KTP pemohon untuk perorangan atau pimpinan/penanggung jawab untuk badan usaha/hukum, peta lokasi sumur dan lokasi sumur yang telah dilengkapi dengan gambar pensil dengan skala detail/besar 1:1.000, peta situasi topografi dengan skala 1:10.000, fotocopy izin mendirikan bangunan, fotocopy rekening PDAM 55

Jaya/surat permohonan penyambungan PDAM (3 bulan terakhir), pernyataan pemanfaatan air tanah untuk cadangan apabila ada jaringan PDAM Jaya, membuat rincian rencana kebutuhan pemakaian air bersih (neraca air). Agar lebih jelas, berikut ini disajikan alur pelayanan izin sumur bor baru! Bagan 5 Pendaftaran dan pembayaran pajak air tanah Wajib Pajak Seksi Penetapan Pajak Izin + Surat Pernyataan Lengkap dikembalikan (1 hari kerja) Pemohon + pelaksana melaksanakan : - Pemboran sesuai SIB - Logging - Konstruksi sumur - Pasang pompa Pembuatan Laporan Pemboran (1 bulan) Laporan Pemboran Evaluasi Hasil Pemboran (1-2 hari kerja) Pemasangan Meter Air (5-6 hari kerja) ditolak Loket atau TU diterima Pengecekan Lapangan (2-5 hari kerja) Pembahasan sarana teknik paparan kebutuhan air Proses Perbal SIB Tanda Tangan SIB SIB Proses Perbal SIPA (2-3 hari kerja) Tanda Tangan SIPA (2-3 hari kerja) SIPA Bank DKI Pencatatan Meter Air Bukti Pembayaran SKPD PABT 56

Setelah seseorang telah menjadi wajib pajak, setiap bulannya harus membayar pajak yang terutang sesuai pemakaian air tanahnya. Besarnya pajak yang terutang ditetapkan berdasarkan SKPD. IV.1.2.2 Pembayaran Pajak Air Tanah Pemungutan pajak air tanah didasarkan pada sistem official assesment yang artinya pajak ditentukan oleh fiskus atau Gubernur. Maka formulir yang digunakan hanya SKPD. SKPD terdiri dari 4 lembar, lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk Dinas Pelayanan Pajak, lembar ketiga untuk bank DKI, lembar keempat untuk BPKD, dan lembar terakhir disimpan sebagai arsip. Besarnya pajak air tanah terutang adalah mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP). DPP diperoleh dari pemakaian volume air dikalikan dengan harga dasar air. Besarnya tarif ditetapkan paling tinggi 20%. Untuk lebih jelasnya, penulis akan memberi contoh soal mengenai perhitungan besarnya pajak terutang. PT Seger Waras yang berkedudukan di Jakarta merupakan sebuah industri minuman sari temulawak yang setiap bulannya memanfaatkan air bawah tanah untuk bahan baku produksinya. Izin pemanfaatan air bawah tanah dari Pemda Propinsi DKI Jakarta dengan menggunakan alat pencatat meter. Jika diketahui tarif sebesar 20%, dan harga dasar air ditentukan sebesar Rp 1000/m3. Meter awal menunjukkan angka = 14.500 m3, meter akhir menunjukkan angka 14.900 m3 sehingga penggunaannya = 400 m3. Hitunglah berapa pajak terutang atas penggunaan air bawah tanah! Berikut ini disajikan tabel harga dasar air pengambilan air bawah tanah: 57

Jawab : Pajak yang terutang 1 bulan = tarif x dasar pengenaan pajak = tarif x nilai perolehan air = tarif ( pemakaian volume air x harga dasar air) = (400 m3 x Rp1.000/m3) x 20% = Rp 400.000 x 20% = Rp 80.000,- Jadi besarnya pajak yang harus dibayar oleh PT Seger Waras sebesar Rp80.000 Pembayaran pajak air tanah yang terutang dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak. Pembayaran pajak air tanah dilakukan ke Bank DKI. IV.2 IV.2.1. Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Daerah Tingkat Perkembangan Realisasi APBD tahun 2008 s/d 2010 Propinsi DKI Jakarta Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disingkat APBD merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD memiliki fungsi diantaranya: a. Otorisasi Anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. b. Perencanaan Anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 58

c. Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. d. Alokasi Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. e. Distribusi Kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. f. Stabilisasi Anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. (Permendagri no 13 tahun 2006 pasal 16). Berikut disajikan tabel perkembangan target dan realisasi APBD tahun 2008 s/d 2010. Tabel 7 Target dan Realisasi Penerimaan APBD tahun 2008 s/d 2010 Tahun target Penerimaan Realisasi Penerimaan % realisasi penerimaan 2008 Rp20.396.107.754.973 Rp16.139.641.143.947 79,13% 2009 Rp23.968.208.566.981 Rp19.952.336.618.695 83,25% 2010 Rp26.711.863.222.548 Rp21.863.303.122.297 81,85% 59

Dari tabel diatas terlihat tingkat realisasi penerimaan APBD dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2008 s/d tahun 2010 selalu tidak mencapai target yang diharapkan. Dinas pelayanan pajak mempunyai kebijakan dalam menyusun target penerimaan yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Menghitung prosentase pencapaian 2 tahun sebelumnya. Contoh, jika ingin mencari target penerimaan tahun 2008, maka cari prosentase pencapaian tahun 2006 dan 2007 dan begitu juga tahun-tahun lainnya. 2. Menghimpun rencana dan realisasi serta usulan dari unit kerja di lingkungan Dinas Pelayanan Pajak Propinsi DKI Jakarta. 3. Selain variabel diatas, untuk menentukan rencana penerimaan pajak daerah juga harus mempertimbangkan variabel-variabel diantaranya : a. Potensi pajak daerah b. Hasil evaluasi kinerja Bidang Pengendalian c. Hasil monitoring analisa LHP UPT Pemeriksaan d. Data tunggakan Suku Dinas e. Rasionalisasi Tim Perumus Dari semua variabel diatas, diperoleh prosentase kontribusi terhadap APBD dari masing-masing jenis pajak daerah yang akan dijadikan bahan pembahasan dalam Rapat Kerja Rencana Penerimaan Pajak Daerah. Setelah diperoleh rencana penerimaan pajak daerah sebagai hasil dari Rapat Kerja tersebut, langkah selanjutnya untuk menetapkan rencana penerimaan pajak daerah perlu mempertimbangkan kebijakan Pimpinan dan kesepakatan masing-masing Suku Dinas dan Unit PKB & BBN-KB. Pemerintah mentargetkan penerimaan APBD tahun 2008 sebesar Rp20.396.107.754.973 tetapi yang tercapai hanya sebesar Rp16.139.641.143.947 atau hanya sebesar 79,13 persen. Untuk tahun 2009, pemerintah mentargetkan 60

penerimaan APBD sebesar Rp23.968.208.566.981 namun yang tercapai hanya Rp19.952.336.618.695 atau tingkat pencapaiannya hanya 83,25%. Pada tahun 2010, pemerintah mentargetkan penerimaan APBD sebesar Rp26.711.863.222.548 atau hanya 81,85%. Untuk lebih jelasnya, berikut ditampilkan grafik tingkat realisasi penerimaan APBD. Grafik 1 Grafik Target dan Realisasi Penerimaan APBD tahun 2008 s/d 2010 IV.2.2 Tingkat Perkembangan Realisasi PAD tahun 2008 s/d 2010 Tabel 8 Target dan Realisasi PAD tahun 2008 s/d 2010 Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan % Realisasi Penerimaan 2008 Rp10.381.542.819.361 Rp10.455.565.540.756 100,71% 2009 Rp10.363.435.508.395 Rp10.601.057.958.783 102,29% 2010 Rp12.315.398.272.250 Rp12.891.992.182.041 104,68% Dari tabel diatas terlihat dari tahun 2008 s/d tahun 2010 tingkat penerimaan PAD selalu mencapai target yang diharapkan seperti terlihat tahun 2008 pemerintah 61

propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan PAD sebesar Rp10.381.542.819.361 yang mencapai target realisasinya sebesar Rp10.455.565.540.756 dengan kata lain bertambah sebesar Rp74.022.721.395 atau 100,71 persen. Untuk tahun 2009, pemerintah menargetkan penerimaan PAD propinsi DKI Jakarta sebesar Rp10.363.435.508.395 yang berhasil mencapai target realisasinya sebesar Rp10.601.057.958.783 dengan kata lain bertambah sebesar Rp237.622.450.388 102,29 persen. Untuk tahun 2010, pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan PAD sebesar Rp12.315.398.272.250 yang berhasil mencapai target realisasinya sebesar Rp12.891.992.182.041 dengan kata lain bertambah sebesar Rp576.593.909.791 dari target yang diharapkan atau sebesar 104,68 persen. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis lampirkan grafik tingkat realisasi PAD. Grafik 2 Grafik Target dan Realisasi PAD Tahun 2008 s/d 2010 62

IV.2.3 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2008 s/d 2010 Propinsi DKI Jakarta Tabel 9 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2008 s/d 2010 Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan % Realisasi Penerimaan 2008 Rp8.484.270.000.000 Rp8.751.273.782.037 103,15% 2009 Rp8.615.000.000.000 Rp8.560.134.926.182 99,36% 2010 Rp10.083.000.000.000 Rp10.751.745.151.388 106,63% Dari tabel diatas terlihat bahwa realisasi penerimaan pajak daerah dari tahun 2008 s/d tahun 2010 tidak tetap. Penerimaan pajak daerah tahun 2008 mencapai target yang diharapkan yaitu pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan sebesar Rp8.484.270.000 yang berhasil mencapai target sebesar Rp8.751.273.782.037 yang berarti adanya pertambahan sebesar Rp267.003.782.037 atau sebesar 103,15 persen. Untuk lebih jelasnya disajikan grafik realisasi penerimaan pajak daerah. Grafik 3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2008 s/d 2010 63

IV.2.4 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010 Tabel 10 Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010 Tahun Target penerimaan Realisasi penerimaan % realisasi penerimaan 2008 Rp125.000.000.000 Rp113.517.192.051 90,81% 2009 Rp140.000.000.000 Rp138.675.783.768 99,05% 2010 Rp150.000.000.000 Rp129.407.192.946 86,27% Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa pajak parkir setiap tahun tidak dapat mencapai target yang diharapkan. Untuk tahun 2008, pemerintah propinsi DKI jakarta menargetkan penerimaan dari pajak parkir sebesar Rp125.000.000.000 tetapi kenyataannya yang terealisasi hanya sebesar Rp113.517.192.051 atau sebesar 90,81 persen. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak parkir tahun 2009 sebesar Rp140.000.000.000 tetapi kenyataannya yang terealisasi hanya sebesar Rp138.675.783.768 atau sebesar 99,05 persen. Sedangkan untuk tahun 2010, pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak parkir sebesar Rp150.000.000.000 namun kenyataannya yang berhasil tercapai hanya Rp129.407.192.946 atau hanya sebesar 86,27 persen. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidakpencapaian target penerimaan pajak parkir selama 3 tahun tersebut diantaranya sistem transportasi kota yang semakin membaik sehingga kendaraan umum menjadi pilihan utama masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya, mengingat biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi, pertumbuhan sarana gedung-gedung dan jumlah kendaraan bermotor di Propinsi DKI Jakarta tidak diikuti dengan pertumbuhan 64

penggunaan dari marka parkir terutama kendaraan roda empat dan adanya kecenderungan masyarakat mengalihkan model transportasi kendaraan roda empat ke kendaraan roda dua, serta adanya pertumbuhan sektor propoerti khususnya bagi sentra-sentra bisnis seperti pembangunan apartemen, mall, plaza yang berada diluar wilayah DKI Jakarta. Agar lebih jelasnya, disajikan grafik perkembangan realisasi penerimaan pajak parkir. Grafik 4 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010 Berdasarkan grafik diatas terlihat jelas penerimaan pajak parkir tidak dapat mencapai target. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Dinas Pelayanan Pajak untuk mencapai target penerimaan pajak parkir diantaranya : 1. Peningkatan pembinaan kepada wajib pajak atas perlakuan perpajakan dengan sistem Self Asessment melalui sosialisasi dan penyuluhan, sehingga tingkat kesadaran wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya mengalami peningkatan. 65

2. Pemeriksaan terhadap wajib pajak yang belum sepenuhnya mematuhi kewajiban pembayaran dan pelaporan jumlah pajak terutang. 3. Law enforcement melalui tindakan penerapan sanksi adminsitrasi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan perpajakan. IV.2.4.1 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Parkir Tabel 11 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Parkir Tahun Realisasi penerimaan pajak parkir Pertumbuhan (Rp) Pertumbuhan (%) 2008 Rp113.517.192.051-2009 Rp138.675.783.768 Rp25.158.591.717 22% 2010 Rp129.407.192.946 Rp9.268.590.822 7% Rata-rata pertumbuhan 14,42% 66

Grafik 5 Grafik Tingkat Pertumbuhan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010 IV.2.5 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010 Tabel 12 Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010 tahun target penerimaan realisasi penerimaan % perkembangan 2008 Rp80.000.000.000 Rp60.597.213.743 75,75% 2009 Rp80.000.000.000 Rp126.446.931.536 158,06% 2010 Rp150.000.000.000 Rp156.690.521.376 104,46% 67

Dari tabel diatas terlihat bahwa penerimaan pajak air tanah setiap tahun mencapai target yang berbeda-beda. Seperti pada tahun 2008, pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp80.000.000.000 namun kenyataannya yang berhasil terealisasi hanya sebesar Rp60.597.213.743 atau sebesar 75,75 persen. Ketidakpencapaian penerimaan pajak air tanah ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: a). Adanya pembatasan terhadap pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah kepada masyarakat sesuai dengan ijin uang diberikan oleh Dinas Pertambangan. b). Adanya pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah secara ilegal karena belum terjaring sebagai pelanggan air bawah tanah yang dapat dijadikan objek pajak seperti tempat-tempt pencucian kendaraan bermotor yang belum diikuti dengan ditetapkannya peraturan yang menjadi kebijakan Pemerintah Daerah tentang pemungutan pajak. c). Adanya permasalahan teknis dilapangan seperti meteran air rusak. Sedangkan untuk tahun 2009, pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp80.000.000.000 berhasil mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar Rp126.446.931.536 atau sebesar 158,06 persen. Beberapa indikator yang dapat menunjang tingkat pencapaian penerimaan pajak air tanah diantaranya pemungutan pajak air tanah bersifat regulasi sehingga pemungutan pajaknya lebih diarahkan sebagai pengaturan dan pengendalian atas pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah oleh masyarakat serta adanya kenaikan nilai perolehan air sebagai dasar pengenaan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PABT) berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009, dalam rangka pengembalian dan pemanfaatan air bawah tanah serta dalam upaya pengendalian dampak 68

lingkungan untuk menjaga kuantitas dan kualitas air bawah tanah. Agar lebih jelasnya berikut disajikan grafik perkembangan realisasi penerimaan pajak air tanah. Grafik 6 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010 IV.2.5.1 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah Tabel 13 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah Tahun Realisasi penerimaan pajak air tanah Pertumbuhan (Rp) Pertumbuhan (%) 2008 Rp60.597.213.743-2009 Rp126.446.931.536 Rp65.849.717.793 109% 2010 Rp156.690.521.376 Rp30.243.589.840 24% Rata-rata pertumbuhan 66,29% 69

Grafik 7 Grafik Tingkat Pertumbuhan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010 70