BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

LAPORAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN OPTIMALISASI KINERJA JARINGAN TELEKOMUNIKASI UNTUK PENCAPAIAN JAKARTA SEBAGAI KOTA RAMAH LINGKUNGAN PENGUSUL

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB II LANDASAN TEORI

Perangkat pendukung dan tools yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Tools Laptop Kabel Ethernet sebagai media Logi

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

III. METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA PENGUKURAN PERFORMAN IMPLEMENTASI WI-FI OVER PICOCELL

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI


PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB IV ANALISIS KEGAGALAN KOMUNIKASI POINT TO POINT PADA PERANGKAT NEC PASOLINK V4

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

Radio dan Medan Elektromagnetik

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

PERFORMA TRANSMISI DAN PROPAGASI RADIO PADA JARINGAN WLAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

ANALISIS UNJUK KERJA SISTEM PENERIMA RADIO NEC PASOLINK DI HOTEL GRAND MAHKOTA PONTIANAK

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Perancangan Sistem Komunikasi Radio Microwave Antara Onshore Dan Offshore Design of Microwave Radio Communication System Between Onshore and Offshore

ANALISA PERFORMANSI COMBAT BTS ROOFTOP PADA JALUR TRANSMISI FIBER OPTIK METRO E

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi, IT Telkom Jl. D. I. Panjaitan No. 128, Purwokerto, *

ANALISIS QUALITY OF SERVICE JARINGAN WIRELESS SUKANET WiFi DI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN KALIJAGA

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

Bab I PENDAHULUAN. Voice over Internet Protocol (VoIP) adalah teknologi yang mampu

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

BAB IV ANALISA DAN IMPLEMENTASI RADIO COMBA DI BANK MANDIRI TAMAN GALAXY

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

SKRIPSII BOLIC DISUSUN OLEH: JURUSAN

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengelola jaringannya. saling line of sight melalui udara dan melakukan suatu konfigurasi

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2]

Jurnal ECOTIPE, Volume 1, No.2, Oktober 2014 ISSN

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

BAB III PERANCANGAN SISTEM

KAJIAN KINERJA JARINGAN Wi-Fi STUDI KASUS UNIT 7 UNIVERSITAS BUDI LUHUR

D I S U S U N OLEH : YOHANA ELMATU CHRISTINA ( ) TEKNIK INFORMATIKA / KELAS MALAM SEMESTER

2.2 FIXED WIRELESS ACCESS (FWA)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PERHITUNGAN EIRP SISTEM MULTI NETWORK

BAB IV ANALISA PENGUKURAN JARINGAN AKSES

TUGAS AKHIR ANALISIS INTERFERENSI TRANSMISI GELOMBANG MIKRO TERRESTRIAL PADA OPTIX RTN 600 MICROWAVE HUAWEI

ELECTRICIAN Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro 141

BAB IV. Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan parameter-parameter pada. dari buku-buku referensi dan dengan menggunakan aplikasi Java melalui

BAB IV ANALISA DAN IMPLEMENTASI RADIO ETHERNET IP BASE (INTERNET PROTOKOL BASE) GALERI PT. INDOSAT

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

I. PENDAHULUAN TNI AU. LATAR BELAKANG Perkembangan Teknologi Komunikasi. Wireless : bandwidth lebih lebar. Kebutuhan Sarana Komunikasi VHF UHF SBM

BAB III FUNGSI DAN DASAR KERJA RADIO COMBA

ANALISA SINYAL WIRELESS DISTRIBUTION SYSTEM BERDASARKAN JARAK ANTAR ACCES POINT PADA PERPUSTAKAAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mendapat perbandingan unjuk kerja protokol TCP Vegas dan UDP dengan

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA BIQUAD YAGI DAN ANTENA BIQUAD OMNIDIRECTIONAL SEBAGAI REPEATER PASIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA TERIMA SINYAL WCDMA

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

OPTIMALISASI LOAD BALANCING DUA ISP UNTUK MANAJEMEN BANDWIDTH BERBASIS MIKROTIK. Futri Utami 1*, Lindawati 2, Suzanzefi 3

ANALISA PERBANDINGAN DIAMETER ANTENA PENERIMA TERHADAP KINERJA SINYAL PADA FREKUENSI KU BAND

BAB III METODE OPTIMALISASI PARAMETER JARINGAN ANTENNA VSAT

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini dirasakan sangat

TUGAS AKHIR ANALISA LINK BUDGET DALAM PENENTUAN TITIK ANTENA PADA SISTEM DCS1800 DAN UMTS2100 DI GEDUNG IKEA TANGERANG

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

BAB III RADIO MICROWAVE

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA JARINGAN

PERENCANAAN PENAMBAHAN ANTENA 3G SITE KKO USMAN BADARUDIN DI PT.TELKOMSEL DIVISI SERVICE QUALITY ASSURANCE

Dasar Sistem Transmisi

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

METODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI TRANSMISI MICROWAVE RADIO LINK DIGITAL

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

Diagnosa, Perbaikan, dan Setting Ulang WAN. Nama : Gede Wiarta Kusuma Dika Kelas : XII TKJ2 No : 13. SMKN 3 Singaraja

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

STUDI ANALISIS KEGAGALAN KOMUNIKASI POINT TO POINT PADA PERANGKAT TRANSMISI NEC PASOLINK V4

CARA KERJA SATELIT. Dalam hal perencanaan frekuensi ini (frequency planning), dunia dibagi menjadi 3, yaitu:

Transkripsi:

76 BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA Pada Bab IV ini akan disajikan hasil penelitian analisa performansi kinerja radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A. Pada penelitian ini akan disajikan hasil pengukuran menggunakan software dengan perhitungan dari data yang telah didapat dilapangan secara langsung agar dapat diketahui performansi dari kinerja radio IP tersebut. Dalam penyajiannya akan ditunjukan hasil dari pengamatan menggunakan software imanager WebLCT U2000 dengan Local Maintenance Terminal. Hasil observasi ini dilakukan pada Bulan Februari sampai Mei 2015 pada site Inspeksitanggulbaratdmt dan Kputancengkareng. 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang didapat adalah hasil penelitian otentik berupa hasil capture dari sisi transmisi radio link microwave RTN Seri 950A dan hasil perhitungan link budget dari data aktual yang sudah didapat akan disajikan dalam bentuk tabel. Pada penelitian yang sudah dilakukan adalah pengamatan Received Signal Level dari gelombang radio yang dipancarkan melalui media transmisi radio IP, lalu hasil data yang didapat akan dibandingkan pada analisa pendekatan aktual hasil perhitungan, sedangkan untuk menunjang analisa performansi harus dilakukan pengukuran Quality Of Service pada jaringan radio IP tersebut agar dapat diketahui lebih jelas performansi dari perangkat radio link microwave Huawei RTN Seri 950A. Pada hasil penelitian QoS ini akan disajikan capture mapping dari uji jaringan transmisi data yang dikirimkan. Dan pada penelitian ini

77 akan dilakukan pengujian pada working modulasi sebagai bahan acuan dari kerja modulasi untuk mendapatkan nilai optimum pada penanganan jaringan transmisi radio microwave link IP agar terhindar dari permasalahan delay, jitter dan packet loss ratio. 4.1.1 Hasil Pengamatan Menggunakan Software Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan menggunakan software imanager WebLCT U2000 selama 7 kali maka hasil tersebut akan disajikan dengan bentuk capture pada pengamatan received signal level antara kedua hop, berikut ini hasil dari pengamatan : Pada Gambar 4.1 dan 4.2 adalah tampilan board dari sisi software transmisi radio link IP pada site Inspeksitanggulbaratdmt dimana pada board tersebut terdapat tampilan ODU, ISU2/ IDU, PIU (Slot Power DC), CSHO, EG6 (Ethernet Port), SL1D, SP3S (Connector Port E1T1) dan Fan. Gambar 4.1 Window Board Site Inspeksitanggulbaratdmt

78 Gambar 4.2 Window Board Site Kputancengkareng Gambar 4.3 Window Radio Link Microwave IP Pada Gambar 4.3 merupakan window dari radio link microwave IP antara Site Inspeksitanggulbaratdmt dengan Kputancengkareng, untuk kedua hop tersebut memakai Tx frekuensi sebesar 23198 MHz dan Rx frekuensi 22190 MHz, serta memakai antenna dengan protection 1+0.

79 a) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 25 Februari 2015 Pada Gambar 4.4 hasil pengukuran tanggal 25 Februari 2015 jam 19.44 20.44 ini mendapatkan nilai RSL sebesar -40,4 dbm pada sisi transmisi IDU Site Inspeksitanggulbaratdmt sedangkan pada hasil RSL IDU Site Kputancengkareng didapat nilai sebesar -40,4 dbm. Gambar 4.4 Window Received Signal Level Tanggal 25 Februari 2015 b) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 26 Februari 2015 Pada pengukuran tanggal 21 Februari 2015 jam 17.36 18.36 untuk Site Inspeksitanggulbaratdmt nilai RSL yang diperoleh sebesar -40,6 dbm dan pada Site Kputancegkareng nilai RSL yang diperoleh sama besarnya dengan Site Inspeksitanggulbaratdmt yaitu -40,6 dbm. Hal tersebut terbukti pada Gambar 4.5 dibawah ini.

80 Gambar 4.5 Window Received Signal Level Tanggal 26 Februari 2015 c) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 27 Februari 2015 Pada pengukuran Gambar 4.6 tanggal 27 Februari 2015 jam 16.27 17.27 RSL yang dihasilkan Site Inspeksitanggulbaratdmt sebesar -40,6 dbm dan pada Site Kputancengkareng nilai RSL -40,6 dbm. Gambar 4.6 Window Received Signal Level Tanggal 27 Februari 2015

81 d) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 3 Maret 2015 Pada Gambar 4.7 pengamatan tanggal 3 maret 2015 jam 19.56 21.00 terdapat perbedaan antara kedua hop, RSL pada Site Inspeksitanggulbaratdmt mendapatkan nilai received power sebesar -40,7 dbm sedangkan pada Kputancengkareng mendapatkan nilai received power sebesar -40,6 dbm. Gambar 4.7 Window Received Signal Level Tanggal 3 Maret 2015 e) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 17 Maret 2015 Dari pengamatan Gambar 4.9 tanggal 17 Maret 2015 jam 19.26 20.30 hasil RSL Inspeksitanggulbaratdmt mendapatkan nilai -40,5 dbm sedangkan pada Kputancengkareng nilai RSL nya adalah -40,3 dbm.

82 Gambar 4.8 Window Received Signal Level Tanggal 17 Maret 2015 f) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 27 Maret 2015 Pada pengamatan Gambar 4.10 tanggal 27 Maret 2015 jam 10.00 11.00 didapatkan nilai RSL pada Site Inspeksitanggulbarat adalah -40,7 dbm dan nilai RSL pada Site Kputancengkareng memiliki nilai sebesar -40,7 dbm. Gambar 4.9 Window Received Signal Level Tanggal 27 Maret 2015

83 g) Hasil Pengukuran Received Signal Level Tanggal 27 April 2015 Dari hasil pengamatan tanggal 27 April 2015 jam 15.00 16.00 mendapatkan nilai received signal level sebesar -41,0 dbm pada Site Inspeksitanggulbaratdmt dan Site Kputancengkareng mendapatkan nilai received signal level -41,0 dbm. Hal tersebut dibuktikan pada Gambar 4.8 dibawah ini : Gambar 4.10 Window Received Signal Level Tanggal 27 April 2015 Dari hasil pengukuran tanggal 25, 26, 27 Februari 2015 dan tanggal 3, 17, 27 Maret 2015 dan 27 April 2015 menggunakan software imanager WebLCT U2000, maka untuk memperjelas hasil pengukuran yang didapat akan disajikan dalam bentuk Tabel 4.1 dibawah ini :

84 Tabel 4.1 RSL Pengukuran Menggunakan Aplikasi imanager WebLCT U2000 No Tanggal Jam Pengukuran Received Signal Level Inspeksitanggul Kputan- -baratdmt cengkareng 1 25 Februari 2015 19.44 20.44-40,4 dbm - 40,4 dbm 2 26 Februari 2015 17.36 18.36-40,6 dbm - 40,6 dbm 3 27 Februari 2015 16.27 17.27-40,6 dbm - 40,6 dbm 4 3 Maret 2015 19.56 21.00-40,7 dbm - 40,6 dbm 5 17 Maret 2015 19.26 20.30-40,5 dbm - 40,3 dbm 6 27 Maret 2015 10.00 11.00-40,7 dbm - 40,7 dbm 7 27 April 2015 15.00 16.00-41,0 dbm - 41,0 dbm Berdasarkan Tabel 4.1 hasil pengukuran pada Site Inspeksitanggulbaratdmt dan Kputancengkareng, received signal level yang paling baik yaitu pada tanggal 25 Februari 2015 yaitu sebesar 40,4 dbm. Sedangkan received signal level yang paling buruk diantara Bulan Februari sampai April yaitu pada tanggal 27 April 2015 sebesar 41,0 dbm. Tetapi terdapat perbedaan pada pengukuran tanggal 3 dan 17 Maret 2015 nilai received signal level antara Site Inspeksitanggulbaratdmt dan Kputancengkareng terdapat perbedaan received signal level antara kedua hop tersebut yang pertama adalah pada tanggal 3 Maret 2015, dari hasil pengamatan Site Inspeksitanggulbarat nilai yang didapat sebesar - 40,7 dbm sedangkan pada Kputancengkareng memiliki nilai sebesar -40,6 dbm. Pada perbedaan yang kedua adalah tanggal 17 Maret 2015 nilai received signal level Site Inspeksitanggulbaratdmt sebesar 40,5 dbm sedangkan pada Site Kputancengkareng nilai received signal level yang didapat adalah sebesar 40,3 dbm. Dalam hal ini terjadi akibat dari faktor pengaruh cuaca yang menyebabkan pergeseran kedudukan LOS antena microwave dalam pengiriman gelombang tersebut. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya perbedaan signifikan antara

85 kedua hop pada tanggal 3 dan 17 Maret 2015 adalah akibat dari faktor konstruksi tower dimana konstruksi tower juga menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan bagus tidaknya posisi dari gelombang line of sight. Dari hasil pengukuran Tabel 4.1 dapat dibuat sebuah plot grafik Received Signal Level pada kedua hop tersebut seperti Gambar 4.11 dan 4.12 : dbm -41-40.9-40.8-40.7-40.6-40.5-40.4-40.3-40.2-40.1-40 -40.6-40.7-40.6 25-Feb-15-40.4 RSL INSPEKSITANGGULBARATDMT 4-Mar-15 11-Mar-15 18-Mar-15-40.5 25-Mar-15-40.7 1-Apr-15 8-Apr-15 15-Apr-15 22-Apr-15 Grafik 4.1 RSL Site Inspeksitanggulbaratdmt -41 RSL dbm -41-40.9-40.8-40.7-40.6-40.5-40.4-40.3-40.2-40.1-40 25-Feb-15-40.6-40.6-40.6-40.4 04-Mar-15 RSL KPUTANCENGKARENG 11-Mar-15 18-Mar-15-40.3 25-Mar-15-40.7 01-Apr-15 08-Apr-15 15-Apr-15 Grafik 4.2 RSL Site Kputancengkareng 22-Apr-15-41 RSL

86 4.2 Hasil Perhitungan Berdasarkan data yang sudah didapat dilapangan dan setelah dilakukan perhitungan link budget pada Site Inspeksitanggulbarat dengan Kputancengkareng maka hasil data analisa perhitungan parameter performansi radio link IP microwave Huawei RTN Seri 950A adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Data analisa perhitungan parameter performansi radio link IP No Parameter Inspeksitanggulbarat Kputancengkareng 1 Loss Feeder/Coaxial 1,6 db 1,8 db 2 Redaman Atmosfer 0,023 db 0,023 db 3 Redaman Hujan 0,132 db 0,132 db 4 Gain Antena 35,3 db 35,3 db 5 EIRP 38,7 db 38,5 db Dari hasil Tabel 4.2 terlihat perbedan pada hasil perhitungan Loss Feeder dan EIRP (Effective Isotropic Radiated Power) hal ini terjadi karena panjang dari Kabel Feeder atau Coaxial berbeda panjang maka hasil dari perhitungan terdapat selisih nilai antara kedua hop tersebut yaitu panjang kabel pada Site Inspeksitanggulbaratdmt 30 meter dengan loss feeder sebesar 1,6 db dan Kputancengkareng 40 meter dengan loss feeder sebesar 1,8 db, sedangkan hasil dari perhitungan EIRP terjadi perbedaan akibat pengaruh dari selisih redaman pada kabel Feeder atau Coaxial yaitu 38,7 db pada Site Inspeksitanggulbarat dan 38,5 db pada Kputancengkareng. Untuk gain antena sudah didapat pada hasil observasi lapangan dengan melihat spesifikasi pada body antena microwave yang nilainya sebesar 35,3 dbi pada kedua Hop. Pada redaman atmosfer dan redaman hujan didapatkan dengan perhitungan hasil kali dengan jarak antara kedua hop yang hasilnya didapatkan untuk redaman atmosfer pada Site Inspeksitanggulbarat

87 dan Kputancengkareng sebesar 0,023 db. Dan pada redaman hujan didapatkan nilai sebesar 0,132 db. Tabel 4.3 Hasil perhitungan FSL dan RSL tanpa faktor (K) dengan Faktor (K) No Parameter Inspeksitanggulbaratdmt to Kputancengkareng Perhitungan tanpa Faktor (K) Perhitungan dengan Faktor (K) 1 Free Space Loss 112,65 db 113,95 db 2 Received Signal Level -40,45 dbm -41,77 dbm Pada Tabel 4.3 hasil perhitungan Free Space Loss dan Received Signal Level mengalami perbedaan. Untuk perbedaan yang terjadi pada Free Space Loss ini terjadi karena saat pengiriman sinyal dari antena pengirim ke antena penerima tanpa dipengaruhi oleh faktor (K) hasil yang didapat untuk redaman pada ruang bebas cukup baik yaitu 112,65 db sedangkan untuk hasil dari perhitungan Free Space Loss menggunakan faktor (K) hasil untuk redaman pada ruang bebas mengalami perubahan nilai yaitu 113,95 db. Dari hasil perhitungan Received Signal Level (RSL) pada Site Inspeksitanggulbaratdmt dengan Kputancengkareng, untuk hasil perhitungan tanpa dipengaruhi oleh faktor (K) memiliki nilai sebesar -40,45 dbm, sedangkan untuk perhitungan Received Signal Level menggunakan faktor (K) yaitu sebesar - 41,77 dbm. Faktor (K) merupakan sebuah redaman atau gangguan yang diakibatkan oleh faktor kelengkungan alam yang mengakibatkan perubahan pada redaman ruang bebas (FSL) dan daya terima (RSL) pada kedua hop link tersebut.

88 4.3 Hasil Perbandingan Pengukuran RSL Dengan Software dan Perhitungan Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan software imanager WebLCT U2000 dan hasil perhitungan didapatkan perbandingan pada analisa performansi radio link IP microwave perangkat Huawei Seri 950A yang disajikan pada Tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4 Perbandingan RSL Pengukuran dan Perhitungan Radio Link IP Site Inspeksitanggulbarat To Kputancengkareng Pengukuran (dbm) Received Signal Level Perhitungan tanpa faktor (K) dbm Perhitungan dengan faktor (K) dbm - 40,4-40,45-41,77 Dari Tabel 4.4 bahwa hasil Received Signal Level pada pengukuran Site Inspeksitanggulbarat dengan Kputancengkareng pengukuran yang diambil pada hasil pengamatan RSL adalah hasil yang paling baik selama pengamatan dari Bulan Februari sampai April yaitu pada tanggal 25 februari 2015 jam 19.44 20.44 wib didapatkan hasil sebesar 40,4 dbm. Untuk hasil perhitungan Received Signal Level antara ke dua hop yang diperoleh dari perhitungan tanpa faktor (K) adalah - 40,45 dbm sedangkan perhitungan Received Signal Level dengan menggunakan faktor (K) hasil yang diperoleh adalah sebesar 41,77 dbm. Sehingga untuk performansi radio link IP microwave dikatakan layak beroperasi karena memenuhi standart Internasional Telecommunication Union (ITU) yaitu RSL > -50 dbm.

89 4.4 Pembahasan Perbandingan Working Modulasi Pada perbandingan working modulasi 100 Mega Full Duplex, 100 Half Full Duplex dan Auto-Negosiation bertujuan untuk mendapatkan kinerja modulasi yang paling optimum untuk penanganan jaringan transmisi radio link IP microwave. Selain itu perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan delay, jitter dan packet loss pada ketiga modulasi tersebut. Berikut ini hasil dari uji mapping pada ketiga modulasi : 4.4.1 Tabel Perbandingan Delay dengan Pengukuran Software Pada Tabel 4.5, 4.6 dan 4.7 merupakan hasil mapping dari 100 Mega Full Duplex, 100 Half Full Duplex dan Auto-Negosiation dengan beban 500, 1000, 1500, 2000 dan 2500. Tabel 4.5 Delay pada 100 Mega Full Duplex No Packet Size Delay Minimum Delay Maximum Delay Ratarata 1 500 4 ms 7 ms 4 ms 2 1000 3 ms 7 ms 5 ms 3 1500 4 ms 7 ms 5 ms 4 2000 3 ms 9 ms 5 ms 5 2500 3 ms 7 ms 4 ms Tabel 4.6 Delay pada 100 Half Full Duplex No Packet Size Delay Minimum Delay Maximum Delay Ratarata 1 500 4 ms 6 ms 5 ms 2 1000 4 ms 7 ms 5 ms 3 1500 3 ms 8 ms 5 ms 4 2000 4 ms 8 ms 5 ms 5 2500 4 ms 8 ms 6 ms

90 Tabel 4.7 Delay pada Auto-Negosiation No Packet Size Delay Minimum Delay Maximum Delay Ratarata 1 500 4 ms 8 ms 5 ms 2 1000 3 ms 7 ms 4 ms 3 1500 4 ms 8 ms 6 ms 4 2000 5 ms 7 ms 6 ms 5 2500 4 ms 8 ms 6 ms Dari hasil pengukuran delay menggunakan software dapat dilihat untuk delay rata-rata pada 100 Mega Full Duplex sangat baik dibandingkan dengan 100 Half Full Duplex dan Auto-Negosiation pada delay rata-rata 100 Mega Full Duplex di dapat range delay antara 4 ms sampai 5 ms dengan pemberian beban packet size 500 sampai 2500. Untuk 100 Half Full Duplex memiliki range delay antara 5 ms sampai 6 ms dan pada working modulasi Auto-Negosiation mendapatkan range delay sebesar 4 ms, 5 ms dan 6 ms dari hasil mapping dengan menggunakan beban packet size yang sama. Berdasarkan Tabel 4.5, 4.6 dan 4.7 dapat dibuat plot berupa grafik pada Gambar 4.13, 4.14 dan 4.15 untuk memperjelas hasil mapping pada masingmasing working modulasi.

91 ms 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7 7 7 4 500 1000 Delay 5 5 5 4 4 3 3 3 1500 Packet Size 9 2000 7 2500 Delay Minimum Delay Maximum Delay Rata-rata Grafik 4.3 Delay pada 100 Mega Full Duplex ms 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 500 8 8 8 7 6 6 5 5 5 5 4 4 4 4 3 1000 Delay 1500 Packet Size 2000 2500 Delay Minimum Delay Maximum Delay Rata-rata Grafik 4.4 Delay pada 100 Half Full Duplex

92 Delay ms 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 8 5 4 500 7 4 3 1000 1500 Packet Size 8 8 7 6 6 6 5 4 4 2000 2500 Delay Minimum Delay Maximum Delay Rata-rata Grafik 4.5 Delay pada Auto-Negosiation 4.4.2 Tabel Perbandingan Packet Loss dengan Pengukuran Software Pada Tabel 4.8, 4.9 dan 4.10 merupakan hasil mapping dari 100 Mega Full Duplex, 100 Half Full Duplex dan Auto-Negosiation dengan beban 500, 1000, 1500, 2000 dan 2500. Tabel 4.8 Packet Loss pada 100 Mega Full Duplex No Packet Size Packet Transmitted Packet Received Packet Loss 1 500 10 10 0% 2 1000 10 10 0% 3 1500 10 10 0% 4 2000 10 10 0% 5 2500 10 10 0%

93 Tabel 4.9 Packet Loss pada 100 Half Full Duplex No Packet Size Packet Transmitted Packet Received Packet Loss 1 500 10 8 20% 2 1000 10 5 50% 3 1500 10 4 60% 4 2000 10 4 60% 5 2500 10 2 80% Tabel 4.10 Packet Loss pada Auto-Negosiation No Packet Size Packet Transmitted Packet Received Packet Loss 1 500 10 8 20% 2 1000 10 7 30% 3 1500 10 5 50% 4 2000 10 6 40% 5 2500 10 4 60% Dari hasil pengukuran packet loss menggunakan software terlihat bahwa perbandingan dari ketiga working modulasi nilai yang paling baik adalah pada working modulasi 100 Mega Full Duplex yaitu 0% packet loss untuk semua hasil mapping dengan menggunakan beban packet size, sedangkan untuk 100 Half Full Duplex dan Auto-Negosiation masih kurang bagus dalam penanganan jaringan transmisi radio link IP dikarenakan kurang stabilnya modulasi tersebut yang menyebabkan banyak packet loss yang dialami antara 20% sampai dengan 80%. Hal tersebut mengakibatkan kurang maksimalnya kinerja pengiriman data dari BTS ke BSC. Berdasarkan dari Tabel 4.8, 4.9 dan 4.10 dapat dibuat sebuah plot grafik untuk memperjelas hasil mapping pada masing-masing working modulasi yang ditunjukan pada Gambar 4.16, 4.17 dan 4.18 dibawah ini :

94 Percent (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Packet Loss 0 0 0 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Packet Size Packet Loss Grafik 4.6 Packet Loss Pada 100 Mega Full Duplex Packet Loss Percent (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 20 500 1000 50 1500 Packet Size 60 60 2000 2500 80 Packet Loss Grafik 4.7 Packet Loss Pada 100 Half Full Duplex

95 Packet Loss Percent (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 20 500 1000 30 50 1500 Packet Size 2000 40 2500 60 Packet Loss Grafik 4.8 Packet Loss Pada Auto-Negosiation Berdasarkan hasil dari perbandingan pengukuran quality of service menggunakan software yang telah dilakukan yaitu antara kinerja modulasi pada 100 mega full duplex, 100 half full duplex dan auto-negosiation maka didapatkan kinerja modulasi yang paling optimum dalam penanganan jaringan akses radio microwave IP dimana dilihat dari kenerja ketiga modulasi tersebut yang paling optimum adalah kinerja modulasi 100 mega full duplex. kinerja modulasi ini paling optimum dan ideal dikarenakan pada modulasi ini didapatkan hasil delay rata-rata yaitu antara 4 sampai dengan 5 mili second dan tanpa packet loss yaitu 0%. Sehingga hasil dari mapping 100 mega full duplex ini memenuhi standart Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Network (TIPHON) yaitu delay 0 150 ms sangat bagus.

96 4.5 Hasil Uji Pengukuran 100 Mega Full Duplex Dari hasil pengukuran mapping 100 Mega Full Duplex dengan menggunakan packet number 100 kali mapping maka didapatkan hasil pengukuran rata-rata delay dan packet loss. Pada hasil pengukuran yang dilakukan ini dengan dua keadaan kondisi yaitu kondisi saat sore hari pada pukul 15.00 16.00 dan pada kondisi saat malam hari pukul 20.00 21.00, dari kedua kondisi tersebut dapat diketahui hasil kinerja radio link microwave IP untuk penanganan jaringan akses antara BTS dengan BSC, serta dapat diketahui kualitas dari kinerja modulasi pada 100 mega full duplex tersebut. Hasil perbandingan pengukuran pukul 15.00 16.00 dengan pukul 20.00 21.00 dapat diketahui hasil kualitas pada modulasi 100 mega full duplex hal ini dapat dibuktikan pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 serta dapat dibuat sebuah plot grafik. Tabel 4.11 Mapping 100 Mega Full Duplex Pukul 15.00 16.00 No Packet Size Delay Minimum Delay Maximum Delay Ratarata 1 500 2 ms 5 ms 3 ms 2 1000 3 ms 23 ms 4 ms 3 1500 3 ms 21 ms 4 ms 4 2000 3 ms 5 ms 4 ms 5 2500 3 ms 10 ms 4 ms Tabel 4.12 Mapping 100 Mega Full Duplex Pukul 20.00 21.00 No Packet Size Delay Minimum Delay Maximum Delay Ratarata 1 500 3 ms 7 ms 5 ms 2 1000 3 ms 8 ms 5 ms 3 1500 4 ms 21 ms 6 ms 4 2000 4 ms 20 ms 6 ms 5 2500 4 ms 9 ms 6 ms

97 25 20 23 Delay 21 ms 15 10 5 0 5 500 Bytes 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 1000 Bytes 1500 Bytes Packet Size 5 2000 Bytes 10 2500 Bytes Delay Minimum Delay Maximum Delay Rata-rata Grafik 4.9 Mapping 100 Mega Full Duplex pukul 15.00 16.00 Pada mapping pukul 15.00 16.00 didapatkan hasil dari mapping menggunakan packet number 100 kali mapping, dimana hasil yang didapat ini terdapat beberapa delay maximum, delay minimum dan delay rata-rata. Dari hasil delay minimum saat dilakukan mapping pada beban packet size 500, 1000, 1500, 2000 dan 2500 hasil yang didapat sangat konstan yaitu antara 2 sampai 3 mili second, sedangkan pada hasil delay maximum yang didapat yaitu terdapat delay yang cukup tinggi sebesar 23 mili second pada beban 1000, 21 mili second pada 1500 dan 10 mili second pada beban 2500. Untuk rata rata yang dihasilkan dari masing-masing packet size yaitu antara 3 sampai 4 mili second.

98 25 20 Delay 21 20 ms 15 10 5 0 500 Bytes 8 7 5 5 3 3 4 4 4 9 6 6 6 1000 Bytes 1500 Bytes 2000 Bytes Packet Size 2500 Bytes Delay Minimum Delay Maximum Delay Rata-rata Grafik 4.10 Mapping 100 Mega Full Duplex Pukul 20.00 21.00 Pada mapping pukul 20.00 21.00 didapatkan hasil dari delay minimum, delay maximum dan delay rata-rata pada hasil mapping menggunakan beban packet size 500, 1000, 1500, 2000 dan 2500. Dari hasil yang didapat pada delay minimum adalah 3 sampai 4 mili second, untuk delay rata-rata nilai yang didapat antara 5 sampai 6 mili second dan untuk delay maximum pada pengukuran mapping pukul 20.00 21.00 didapat nilai terendah yaitu pada beban packet size 500 yaitu sebesar 7 mili second, untuk beban 1000 dan 2500 yaitu sebesar 8 mili second dan 9 mili second, sedangkan untuk delay maximum yang tertinggi adalah pada 1500 dan 200 yaitu sebesar 21 dan 20 mili second. Dari hasil pengukuran antara pukul 15.00 16.00 dengan 20.00 21.00 didapatkan perbedaan antara delay minimum, delay maximum dan delay rata-rata pada pengukuran pukul 15.00 delay maximum yang didapat sangat tinggi dibandingkan dengan pukul 20.00. pada pukul 15.00 delay yang didapat yaitu

99 sebesar 23 dan 21 mili second sedangkan pukul 20.00 didapat delay maximum sebesar 21 dengan 20 mili second. namum untuk pengukuran mapping pada pukul 15.00 dan 20.00 delay minimum dan delay rata-rata yang didapat berbanding jauh yaitu antara 3 sampai 4 mili second dan untuk delay rata-rata nilai yang didapat antara 5 sampai 6 mili second sedangkan pada pukul 20.00 delay minimum yang didapat yaitu sebesar 3 sampai 4 mili second dan untuk delay rata-rata yang didapat sebesar 5 sampai 6 mili second. Dalam hal ini terjadi karena adanya akibat faktor dari trafik pada masing-masing jam yang mengakibatkan perbedaan hasil mapping dengan beban yang berbeda-beda, hasil mapping ini juga bisa terjadi karena adanya faktor dari alam dimana pengiriman data yang dikirimkan oleh gelombang mikro mengalamami gangguan cuaca seperti hujan angin dan faktor kelengkungan alam. Maka dari hasil yang didapat dari kedua perbandingan ini masih dikategorikan baik untuk digunakan sebagai kinerja modulasi pada gelombang mikro atau radio link IP. Sebab hasil uji modulasi ini tidak mengalami delay, jitter dan packet loss yang tinggi dan sempurna dalam penanganan jaringan akses radio IP.